Anda di halaman 1dari 4

Keberhasilan operasi bisnis di luar negeri sangat berkaitan dengan kemampuan untuk

beradaptasi dengan faktor lingkungan yang sangat banyak jumlahnya. Salah satu mekanisme
yang digunakan oleh perusahaan multinasional untuk beradaptasi adalah teknik pricing atas
sumber daya, jasa dan teknologi yang ditransfer dari satu perusahaan anak ke perusahaan
anak yang lain dalam sistem multinasional. Transfer pricing bervariasi dari suatu perusahaan
ke perusahaan lain, industri ke industri dan negara ke negara. Transfer pricing dapat
mempengaruhi hubungan-hubungan sosial, ekonomi, dan politik dalam entitas-entitas bisnis
multinasional. Transaksi-transaksi yang terjadi antar negara juga mengakibatkan perusahaanperusahaan multinasional menerima banyak pengaruh dari lingkungan yang menciptakan
sekaligus mengurangi kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan laba perusahaan melalui
penyesuaian-penyesuaian harga internal. Faktor-faktor seperti perbedaan tarif pajak, tarif
impor, persaingan, laju inflasi, nilai valuta asing, resiko-resiko politik, kepentingankepentingan mitra usaha patungan membuat keputusan-keputusan transfer pricing semakin
rumit. Dan pada akhirnya keputusan tentang transfer pricing umumnya menimbulkan tradeoff yang kadang-kadang tidak terduga dan mungkin jarang bisa dijelaskan.
Beberapa definisi mengenai transfer pricing atau transfer price yang diutarakan beberapa ahli
antara lain adalah :
Menurut Tsurumi dalam Gunadi (1997), dalam suatu grup perusahaan, transfer pricing
merupakan harga yang diperhitungkan untuk pengendalian manajemen (management control)
atas transfer barang dan jasa dalam satu grup perusahaan.
Menurut Charles T.Horngren, George Foster dan Srikant Datar dalam Akuntansi Biaya, harga
transfer merupakan harga yang dikenakan oleh satu sub unit (segmen, departemen, divisi dan
sebagainya) untuk produk atau jasa yang dipasok ke sub unit lain dalam organisasi yang
sama.
Menurut Ralph Estes dalam Kamus Akuntansi, harga transfer adalah suatu harga internal
yang dibebankan oleh satu unit (seperti divisi, perusahaan anak, atau departemen) dari suatu
perusahaan pada unit lainnya dalam perusahaan yang sama.
Menurut Don R.Hansen dan Maryanne M.Moven dalam Management Accounting, harga
transfer adalah harga yang ditagihkan untuk barang yang ditransfer dari satu divisi ke divisi
lainnya.
Menurut Sophar Lumbantoruan, harga transfer adalah penentuan harga atau balas jasa atas
suatu transaksi antar unit dalam satu perusahaan atau antar perusahaan dalam satu grup.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya transfer
pricing adalah suatu metode penentuan harga antar perusahaan dalam satu grup yang sama.
Salah satu faktor yang membuat keputusan transfer pricing semakin rumit adalah perbedaan
tarif pajak antar negara. Transfer pricing dapat membuat potensi penerimaan pajak suatu
negara berkurang atau hilang. Perusahaan multinasional memiliki kecenderungan untuk
menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang
tinggi ke negara-negara yang menetapkan tarif pajak rendah. Sehingga dengan demikian
terjadi pergeseran dasar pengenaan pajak dari satu negara ke negara lainnya. Hal inilah yang
membuat masalah transfer pricing menjadi masalah internasional karena banyak negara yang
memiliki kepentingan, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang dalam

transaksi yang mengandung transfer pricing menjadi negara sumber penghasilan. Transfer
pricing dapat menimbulkan distorsi penerimaan negara.
Waspadai penghindaran pajak dengan transfer pricing, begitu titah mantan Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati. Sebab banyak perusahaan besar yang melakukan transfer pricing
untuk menghindari pajak. Ada dugaan perusahaan melakukan transaksi dengan afiliasinya
tidak dengan harga wajar sehingga melaporkan rugi secara fiskal, dan pada akhirnya tidak
membayar pajak penghasilan badan. Penelitian Gunadi (Pajak Internasional, 1999) tentang
perusahaan-perusahaan penanaman modal asing menunjukkan bahwa .mereka begitu tega
membuat Indonesia sebagai loss center untuk perusahaan multinasionalnya . Operasi di
Indonesia selama bertahun-tahun direkayasa selalu rugi sehingga tidak pernah membayar
pajak penghasilan badannya.
Beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai indikasi awal adanya rekayasa transfer
pricing pada perusahaan di Indonesia adalah:
1. dalam laporan audit dapat diketahui bahwa sebagian besar transaksi baik pembelian
maupun penjualan dilakukan dari dan ke perusahaan-perusahaan lain yang mempunyai
hubungan istimewa (related parties).
2. Dalam laporan audit juga dapat diketahui bahwa struktur modal, umumnya perusahaan di
Indonesia lebih banyak mengandalkan pinjaman (baik yang berasal dari sindikasi perbankan
maupun perusahaan induknya) daripada modal sendiri. Hal ini dikenal dengan thin
capitalization (debt-equity ratio).
3. Terjadi pembayaran royalti atau imbalan jasa baik jasa teknik maupun jasa manajemen dari
perusahaan di Indonesia kepada perusahaan-perusahaan lain yang termasuk perusahaan
related parties, walaupun perusahaan di Indonesia tersebut mengalami kerugian selama
bertahun-tahun.
4. Apabila perusahaan di Indonesia tersebut dalam operasi normal perusahaan menghasilkan
laba maka akan terjadi pembayaran dividen dalam jumlah besar kepada para pemegang
sahamnya.
5. Perusahaan tetap dapat beroperasi normal walaupun selama bertahun-tahun menderita
kerugian, karena memang perusahaan di Indonesia di setting sebagai pusat biaya atau pusat
penampungan kerugian. Hal ini dapat terlihat dari persentase Harga Pokok Penjualan yang
tinggi terhadap Penjualan dan kecilnya Gross Profit.
6. Memanfaatkan celah pada peraturan tentang P3B yang dikenal dengan istilah treaty
shopping. Treaty shopping adalah negara ketiga memanfaatkan suatu P3B dengan cara
menggunakan penduduk dari salah satu negara pihak pada persetujuan yang berhak
menikmati treaty protection. Transaksinya biasanya merupakan transaksi segitiga. Berkaitan
dengan transfer pricing, treaty shopping dilakukan dengan melakukan rekayasa arus dana
melalui negara mitra perjanjian untuk mendapatkan keringanan pajak.
7. Terdapat transaksi-transaksi yang melibatkan negara-negara tax haven countries.
8. Apabila salah satu perusahaan dalam satu grup menderita kerugian terus menerus tetapi
secara keseluruhan perusahaan tersebut memperoleh laba maka patut dicurigai adanya

praktek transfer pricing. Sebab perusahaan yang independen tidak mau perusahaannya
menderita rugi berkepanjangan.
Contoh sederhana penghindaran tarif pajak indonesia adalah transaksi penjualan ekspor
melalui perusahaan afiliasi yang didirikan di negara yang memiliki tarif pajak penghasilan
lebih rendah dari tarif pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia. Misalkan PT A
bertempat kedudukan di Indonesia melakukan ekspor ke A Ltd. Skenario 1 adalah PT A
menerapkan harga jual (sales) 1200, dan skenario 2 adalah PT A menurunkan harga jual
(sales) menjadi 1000. PT A bersedia menjadikan dirinya sebagai cost centre bahkan
bersedia untuk rugi dan memindahkan laba ke A Ltd yang bertempat kedudukan di negara
yang tarif pajaknya lebih rendah daripada Indonesia. Perbedaan yang mencolok akan tampak
pada kolom A Group yang merupakan global tax liability of A group. Terlihat jelas pada
ilustrasi di bawah, bahwa pajak yang masuk ke Indonesia berkurang dari 90 menjadi 30
untuk 1 piece barang. Bayangkan bila kondisi ini terjadi pada ribuan pieces barang, ratusan
Wajib Pajak, dan dalam puluhan tahun. Berapa capital flight (kembalinya arus modal ke Luar
Negeri) yang hilang??
Scenario 1 (sales = 1.200)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Description
Sales
COGS
Gross Margin
Operating Exp.
Taxable Income
Tax Payable
Income After Tax
Tax rate
Description
Sales
COGS
Gross Margin
Operating Exp.
Taxable Income
Tax Payable
Income After
Tax
Tax rate

PT A A Ltd A Group
1.200
1.400
1.400
800
1.200
800
400
200
600
100
100
200
300
100
400
20
90
110
210
80
290
30%
20%
27%
PT A A Ltd
A Group
1.000
1.400
1.400
800
1.000
800
200
400
600
100
100
200
100
300
400
60
30
90
70
240
310
30%

20%

22%

TRANSFER PRICING.UNTUK APA DAN UNTUK SIAPA..


Menurut Gunadi, pada tahun 1985 telah dilakukan penelitian oleh tim UNTC dari PBB yang
diketuai oleh DR.Silvain Plasschaert tentang transfer pricing di Indonesia. Hasil penelitian
tersebut menyimpulkan ada beberapa motivasi transfer pricing di Indonesia yaitu :
pengurangan obyek pajak terutama pajak penghasilan

pelonggaran pengaruh pembatasan kepemilikan luar negeri


penurunan pengaruh depresiasi rupiah
menguatkan tuntutan kenaikan harga atau proteksi terhadap saingan impor
mempertahankan sikap low profile tanpa mempedulikan tingkat keuntungan usaha
mengamankan perusahaan dari tuntutan atas imbalan atau kesejahteraan karyawan dan
kepedulian lingkungan ( ekologi dan masyarakat)
memperkecil akibat pembatasan, ketidakpastian atas resiko kegiatan perusahaan luar negeri
Penelitian tersebut membuktikan bahwa praktik transfer pricing dapat dipicu oleh motivasi
pajak atau non pajak. Motivasi pajak atas transfer pricing dilakukan dengan merelokasi
penghasilannya ( revenues ) ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak yang relatif
rendah (low tax countries) dan sebaliknya membebankan biaya-biaya usahanya lebih besar ke
negara-negara yang menerapkan tarif pajak yang relatif tinggi (high tax countries ) sehingga
perusahaan tersebut memperoleh penghematan pajak secara global. Perbedaan tarif pajak
penghasilan antar negara seperti Indonesia 30%, Singapura 27%, Hongkong 18%, atau
bahkan Bahama, Bermuda dan Cayman Islands yang tidak memiliki pajak sama sekali, makin
mendorong perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Manipulasi pajak lain yang
dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah mendirikan vehicle company atau letter box
company di negara-negara yang termasuk tax haven countries. Negara seperti Cayman
Islands, British Virgin Island dan Mauritius merupakan negara tax haven countries yang
memberikan subsidi pajak berupa tarif pajak yang relatif rendah atau bahkan
membebaskannya kepada para investor, menyediakan infrastruktur keuangan yang canggih
(sophisticated financial infrastructures) dan jaminan kerahasiaan (secrecy).

Anda mungkin juga menyukai