Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di seluruh
dunia yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat
30 juta orang yang menderita campak. Pada tahun 2002, dilaporkan 777.000 kematian
akibat campak di seluruh dunia, 202.000 kematian diantaranya berasal dari negara
ASEAN, serta 15% dari kematian akibat campak tersebut berasal dari Indonesia. Di
Indonesia diperkirakan lebih dari 30.000 anak meninggal setiap tahun karena
komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit campak. Ini berarti setiap 20 menit terjadi
satu kematian anak akibat campak di Indonesia (Fadhilaharif, 2007). Pada tahun 2005,
diperkirakan 345.000 kematian terjadi akibat penyakit campak di dunia dan sekitar
311.000 terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Pada tahun 2006,
diperkirakan terjadi 663kematian setiap harinya atau 27 kematian terjadi setiap
jamnya (WHO, 2007). Pada sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1988,
ditetapkan kesepakatan global untuk dilakukan reduksi campak (RECAM) pada tahun
2000. Di Indonesia, program imunisasi campak dimulai pada tahun 1982 dan masuk
dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan
telah mencapai UCI secara nasional yang berdampak positif terhadap penurunan
insidens campak pada balita. Selama periode 1992 1997 terjadi penurunan dari
20,08 per 10.000 orang menjadi 3,4 per 10.000. Walaupun imunisasi campak telah
mencapai Korelasi cakupan...,
UCI, tetapi dibeberapa daerah masih mengalami KLB Campak, terutama di
daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong (DitJen PPM&PL,
2006). Kejadian KLB campak di beberapa daerah tersebut, terjadi akibat cakupan
imunisasi yang rendah atau effikasi vaksin yang rendah yang dapat disebabkan oleh
pengelolaan rantai dingin vaksin yang kurang baik dan cara pemberian imunisasi yang
kurang baik. Dari penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan oleh Subdit
Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 1999, terlihat anak yang belum mendapat
imunisasi masih tinggi, yaitu berkisar 40% 100%. Kasus-kasus yang belum
mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah balita (DitJen PPM&PL,
2006).
Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) pada 2003 telah
1

menyepakati secara global untuk mengajak setiap negara dengan bertahap mereduksi
dan mengeliminasi penyakit campak dengan memberikan imunisasi rutin kepada bayi.
Majelis tersebut juga memberikan imunisasi kedua kepada setiap anak, yaitu pada
kelompok balita dan kelompok anak usia sekolah tingkat dasar yang rawan terkena
campak. Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama dengan
imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian penyakit campak hingga 48
persen (DepKes, 2007). Pada tahun 2007, WHO juga menekankan pentingnya upaya
imunisasi campak tambahan, yang menjangkau anak-anak yang belum pernah
divaksinasi dan belum pernah menderita penyakit campak, serta menyediakan
kesempatan kedua untuk kasus kegagalan vaksinasi campak. Hal tersebut diharapkan
dapat menurunkan proporsi kerentanan dengan cepat, mencegah KLB campak, dan
dapat membantu mengeliminasi penularan penyakit campak ( WHO, 2006)
Di Indonesia, Departemen Kesehatan memberikan imunisasi campak
tambahan melalui kegiatan Kampanye Imunisasi Campak yang dilakukan dalam
lima tahap. Tahap 1, pada bulan Januari 2005 di provinsi NAD dan sebagian Sumatera
Utara. Tahap 2, pada bulan April 2006 di Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua
Barat.t ahap 3, pada tanggal 29 Agustus 29 September 2006 di Sumatera Barat,
Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu,
Lampung dan Nusa Tenggara Timur. Tahap 4, pada tanggal 20 Februari 20 Maret
2007 di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tahap 5,
pada tanggal 10 Agustus sampai 10 September 2007, meliputi Kalimantan Barat,
Kalimanyan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali
dan Nusa Tenggara Barat (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2007).
Meskipun, penyelenggaraan kampanye imunisasi campak sudah selesai, tetapi sampai
kini belum ada informasi tentang dampak kampanye imunisasi campak tersebut di
seluruh provinsi di Indonesia. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti korelasi
cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden penyakit campak di seluruh
provinsi di Indonesia tahun 2004-2008.

BAB II
PEMBAHASAN
2

A. EPIDEMIOLOGI
1. Frekuensi Penyakit Campak
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di Negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia. Karena hampir semua anak Indonesia yang
mencapai usia 5 tahun pernah terserang penyakit campak, walaupun yang
dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.
Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap di Rumah Sakit
pada tahun 1982 adalah sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus
atau case fatality rate (CFR) sebesar 4,8%. Kemudian pada tahun 1984-1988
berdasarkan studi kasus di rawat inap di rumah sakit terjadi peningkatan kasus
pada bulan maret,dan mencapai puncak pada bulan mei,agustus,September dan
oktober. Dengan menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita
dengan perincian 17,6% berumur<1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3%
berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun. Wabah
terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak,yaitu daerah dengan
populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah
serta daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah.
Distribusi kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok
umur 1-4 tahun dan 5-9 tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan
imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih
tua (10-I4 tahun)
Selanjutnya kasus campak mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun
1996 (16 kematian,CFR 0,6%
2. Distribusi Penyakit Campak
a.

Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi
anakanak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan
kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan
mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 3040% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan
masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih
berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur
hidup.
3

b. Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang
sangat terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya
eradikasi belum dapat direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada
peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus
terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anakanak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat
menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan
900.000 kematian. Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO, terdapat
sekitar 1.141 kasus campak di Afganistan pada tahun 2007. Di Myanmar
tercatat sebanyak 735 kasus campak pada tahun 2006.
c.

Waktu
Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum
daerah Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di
Indonesia sepanjang tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan
Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan
oktober.
Faktor yang menyebabkan tingginya kasus campak pada bulan tersebut
misalnya karena pada bulan tersebut musim hujan dimana udara menjadi lebih
lembab dari pada musim kemarau. Kelembaban yang tinggi dapat
mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan
kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.

3. Determinan Penyakit Campak


Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu
daerah adalah :
a.

Faktor Host
1. Status Imunisasi
Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan
kena penyakit Campak sangat besar. Dari hasil penyelidikan tim Ditjen
PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tentang
KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan Banyuasin
Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan
balita yang tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali
4

lebih besar untuk terkena campak di banding balita yang mendapat


Imunisasi.
2.

Status Gizi
Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit Campak dari pada balita dengan gizi baik.
Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan
sampai dengan 6 tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko
4,6 kali untuk terserang Campak dibanding dengan anak yang status
gizinya baik.

b.

Faktor Agent
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam secret (cairan)
nasofaring(jaringan antara tenggorokan dan hidung) dan darah selama masa
prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus
RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.

c. Faktor Environment
1. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau
pelayanan kesehatan

khususnya

imunisasi, daerah

ini merupakan

daerah rawan terhadap penularan penyakit Campak


2.

tingkat pengetahuan orangtua tentang penyakit campak


Tingkat pengetahuan dari orang tua pun sangat penting dalam penyebaran
penyakit ini oleh karena itu kita perlu memberikan pengetahuan kepada
orang tua tentang penyakit ini, tentang penyebab, serta proses perjalanan
dari penyakit ini. juga tentang cara pencegahan dan pengobatannya.
Dimana kita tahu bahwa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi anak agar tidak mudah
timbul komplikasi yang berat.

B. Program Penanggulangan Penyakit Campak


Pada sidang CDC/ PAHO / WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa
penyakit Campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/ reservoir campak
hanya pada manusia serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu
effikasi vaksin 85% dan dirperkirakan eradikasi dapat dicapai 10 15 tahun
setelah eliminasi.
5

World Health Organisation (WHO) mencanangkan beberapa tahapan


dalam upaya eradikasi (pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi
yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :
a. Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
1. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak
rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbitas campak yang
tinggi. Daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah
terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus Campak
menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
2. Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi 80% dan merata,terjadi
penurunan tajam kasus dan kematian, insidens campak telah bergeser kepada
umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.
b. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi
rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus campak sudah sangat jarang dan
KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung)
harus diselidiki dan diberikan imunisasi campak.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak
ditemukan. Pada sidang The World Health Assambley (WHA) tahun 1998, menetapkan
kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus Noenatorum (ETN) dan
Reduksi Campak (RECAM). Kemudian pada Technical Consultative Groups (TGC)
Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di
Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk mencapai reduksi
Campak tersebut adalah :
a.

Imunisasi rutin pada bayi 9 11 bulan (UCI Desa 80)

b. Imunisasi tambahan (suplemen)

Catch up compaign : memberikan imunisasi Campak sekali saja pada anak


SD kelas 1 s/d 6 tanpa memandang status imunisasi.
6

Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi campak


pada murid kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT) pelaksanaan secara
rutin dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak.
Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak sekolah dan memutuskan rantai
penularan dari anak sekolah kepada balita.
Crash program Campak : memberikan imunisasi Campak pada anak umur
6 bulan - > 5 tahun tanpa melihat status imunisasi di daerah risiko tinggi
campak.
Ring vaksinasi : Imunisasi Campak diberikan dilokasi pemukiman di
sekitar lokasi KLB dengan umur sasaran 6 bulan (umur kasus campak
termuda) tanpa melihat status imunisasi.
c. Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar
biasa).
d. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa Setiap kejadian luar biasa
harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang meliputi
pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi
komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan
cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat, sweeping) pada desadesa risiko tinggi.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap reduksi Campak dengan pencegahan kejadian luar biasa
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 15 kasus baru pada
setiap kejadian luar biasa.
Pemantauan kegiatan reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan
dengan cara kenaikan sebagai berikut :
1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui
pencapaian cakupan imunisasi.
2. Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus
Campak.
3. Pemantauan data kasus campak untuk melihat kecenderungan kenaikan
kasus campak menurut waktu dan tempat.
4. Pemantauan kecenderungan jumlah kasus campak yang ada untuk melihat
dampak imunisasi campak.
7

5. Evaluasi kegiatan reduksi campak dilakukan dengan menggunakan


beberapa indikator yaitu :
a. Cakupan imunisasi tingkat desa/kelurahan. Apakah cakupan imunsasi
campak sudah > 90 %.
b. Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan kelengkapan laporan
W2> 90 %.
c. Indikator manajemen kasus campak dengan kecepatan rujukan.
Diharapkan

CFR < 3%.

d. Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana cakupan sweeping


hasil Imunisasi di daerah potensial KLB > 90 %, dan cakupan
sweeping vitamin A dosis tinggi > 90 %.

C. Isu Mutakhir
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dian sari Nuriani (2012) mengatakan
bahwa insiden campak yang tinggi disebabkan cakupan imunisasi rutin campak
yang belum mencapai target UCI. UCI merupakan keadaan tercapainya cakupan
imunisasi dasar lengkap 80% sebelum anak usia satu tahun. Cakupan imunisasi
8

yang rendah salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan para
orang tua yang berpengaruh terhadap perilaku mereka, termasuk perilaku
mengimunisasi anak. Alasan sebagian masyarakat menolak anaknya diimunisasi
karena khawatir pemberian imunisasi akan menimbulkan efek samping (Dian Sari
Nurani 2012).
2. Pada saat imunisasi campak masih bisa terjadi kegagalan karena bisa disebabkan
oleh karena umur bayi pada waktu diberi imunisasi, masih adanya antibodi
maternal dari ibu. Umur bayi saat imunisasi berpengaruh terhadap daya guna
vaksin campak. Daya guna vaksin akan menurun jika diberikan pada bayi yang
lebih muda karena proporsi antibodi maternal masih tinggi, umur saat bayi
kehilangan antibodi maternal adalah waktu yang optimal.
3. Penyakit campak biasanya menyerang anak-anak, tapi bukan berarti orang dewasa
bebas dari penyakit ini. Karena ada beberapa faktor yang membuat campak juga
bisa menyerang orang dewasa.Orang dewasa yang terkena campak ada
kemungkinan saat anak-anak lolos dari vaksin campak atau saat ia kecil belum
terkena campak ujar dr. Mawari Edy. Lebih lanjut dari Mawari menuturkan
bahwa jika seseorang sudah pernah divaksin campak, maka seumur hidup ia akan
terlindungi dari penyakit ini. Hal tersebut karena didalam tubuhnya sudah
terbentuk antibodi atau kekebalan terhadap campak. Sedngkan jika seseorang
belum divaksin tap saat kecilnya pernah terkena campak, maka ia tidak akan
terkena lagi selama didalam tubuhnya terbentuk antibodi tersebut. Jadi tergantung
dari karakteristik masing-masing orang.
4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lima rumah sakit Belgian tahun 2006
Biasanya vaksin campak diberikan saat bayi hampir berusia 1 tahun. Tapi
penelitian ini menunjukkan bayi rentan terhadap penyakit campak saat berusia 2-3
bulan hingga mendapatkan imunisasi pertamanya, karena kekebalan tubuh yang
didapat dari ibunya sudah berkurang. Padahal bayi baru diberikan imunisasi
campak pada usia 9-12 bulan.
5. Berdasarkan penelitian diatas juga diketahui perempuan yang telah tertular
penyakit campak dalam kehidupannya menjadi lebih kebal dan bisa memberikan
perlindungan lebih pada bayinya, dibandingkan dengan perempuan yang telah
divaksinasi tapi belum pernah terkena penyakit ini.Tapi perlindungan yang berasal
dari ibu hanya berlangsung pada bulan pertama hingga ke empat untuk semua
perempuan. Sekitar 95-99 persen bayi ini telah kehilangan komponen-komponen
9

sistem kekebalan tubuhnya (antibodi). Hal ini tentu saja memicu bayi tersebut
rentan terkena campak pada saat berusia 6 bulan.
6. Dengan kemajuan teknologi mutakhir dibidang biologi molekuler, yaitu dengan
ditemukannya alat untuk menentukan urutan DNA (DNA sequencing), ternyata
walaupun virus campak bersifat monotipik, tapi ternyata terdiri dari beberapa
genotip (yaitu keadaan genetik dari suatu individu sel atau organisme). Sampai
saat ini, WHO telah mendapatkan 24 genotip campak diseluruh dunia, dan ada 3
genotip di Indonesia, yaitu genotip G2, G3 dan D9. Dengan pendekatan
epidemiologi molekuler, dapat diketahui bagaimana penyebaran virus campak dari
suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu negara ke negara lain (mobilization of
population). Pada suatu penelitian yang telah dilakukan, ditemukan ada 2 genotip
di pulau Jawa, yaitu genotip G3 dan D9. Dengan adanya 2 genotip ini, dapat
menerangkan mengapa seorang anak yang telah terkena campak, dapat terkena
campak lagi bila dia terinfeksi dengan virus campak dari genotip lainnya.

10

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi
merupakan penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya
campak disebabkan oleh virus RNA dari family paramixoviridae, genus Morbilivirus ,
yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu
stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah
dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan isolasi penderita. Serta pada
Technical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999,
menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan
pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan
kematian yang tajam, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang
B. SARAN
Kita harus menerapkan pola hidup sehat, utamanya untuk anak dan balita perlu
mendapatkan asupan gizi yang cukup sehingga status gizi anak pun menjadi lebih
baik. Selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan anak sebelum makan.
Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu
dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak
berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika sudah
terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya berobat dan jika dalam kondisi yang lebih
akut sebaiknya perlu dirujuk ke rumah sakit.
Untuk para orangtua jangan mengabaikan vaksinasi untuk anak karena anak
atau balita yang tidak mendapat imunisasi campak memiliki resiko 5 kali lebih besar
untuk terkena penyakit campak dibanding dengan anak atau balita yang mendapat
imunisasi.

11

DAFTAR PUSTAKA
http://birrilazizah.wordpress.com/2012/05/24/apa-yang-menyebabkan-terjadinya-penyakitcampak/
http://health.detik.com/read/2010/05/20/113016/1360634/764/bayi-rawan-kena-campaksebelum-diimunisasi-pertama
https://www.scribd.com/doc/217346382/1109-2203-1-SM

12

Anda mungkin juga menyukai

  • Permasalahan Pendidikan
    Permasalahan Pendidikan
    Dokumen1 halaman
    Permasalahan Pendidikan
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Current Issue
    Current Issue
    Dokumen2 halaman
    Current Issue
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen14 halaman
    Campak
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN
    LAPORAN
    Dokumen22 halaman
    LAPORAN
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen7 halaman
    Bab Ii
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Program Kerja PBL II Kelompok 1
    Daftar Program Kerja PBL II Kelompok 1
    Dokumen1 halaman
    Daftar Program Kerja PBL II Kelompok 1
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen7 halaman
    Bab Ii
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen7 halaman
    Bab Ii
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Laporan
    Laporan
    Dokumen3 halaman
    Laporan
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Ii, Iii, Iv, V, Vi
    Bab I, Ii, Iii, Iv, V, Vi
    Dokumen91 halaman
    Bab I, Ii, Iii, Iv, V, Vi
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen19 halaman
    Bab Iii
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen10 halaman
    Bab Ii
    ShulfyNak'epidemiologi
    Belum ada peringkat