Anda di halaman 1dari 14

PEMETAAN KORBAN GIGITAN ANJING RABIES DI KABUPATEN

TANA TORAJA TAHUN 2009-2011


MAPPING OF VICTIM DOG BITE RABIES IN
TANA TORAJA 2009-2011
1

Pebrianty, 2Ridwan Amiruddin, 2Ida Leida M.Thaha


1
Alumni Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
2
Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
(Email : Pebripaminturan@gmail.com / Hp: 085342000365)
ABSTRAK
Rabies merupakan masalah kesehatan khususnya di Indonesia. Rabies ditularkan oleh gigitan hewan
penular rabies seperti anjing yang pada salivanya mengandung virus rabies. Status rabies anjing dapat
diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dan melihat gejala fisik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pemetaan korban gigitan anjing rabies di Kabupaten Tana Toraja tahun 2009-2011. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif dan jumlah sampel
sebanyak 70 responden, pengambilan data primer dengan menggunakan kuesioner dan wawancara
terhadap responden. Pengelolaan data dilakukan menggunakan komputer dengan program SPSS.
Penyajian data disajikan dalam bentuk pemetaan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus gigitan
anjing rabies banyak terjadi pada kelompok umur 0-9 tahun. Berdasarkan tempat pelaporan kasus gigitan
anjing rabies tinggi pada Kecamatan Makale. Jenis kontak yang sering terjadi adalah gigitan biasa dengan
letak gigitan pada sebagaian besar pada daerah kaki. Kelompok yang rentan terhadap kasus gigitan anjing
adalah anak-anak, sehingga pengawasan orangtua sangat penting untuk dilakukan, selain itu kasus gigitan
yang mengalami fluktuatif mengindikasikan bahwa program pengendalian kasus gigitan tidak berjalan
dengan baik, sehingga kerjasama lintas sektor perlu diperhatikan, untuk daerah dengan kasus pelaporan
yang rendah, namun sering terjadi kasus kematian akibat rabies harus diberi kemudahan dalam mengakses
atau mendapatkan VAR.
Kata Kunci : Pemetaan, Rabies, Tana Toraja
ABSTRACT
Rabies is a health problem, especially in Indonesia. Rabies is transmitted by the bite of transmitting
rabies animals such as dogs saliva containing rabies virus. Dog rabies status can be detected through
laboratory tests and see physical symptoms.This study aims to know mapping of rabies in a dog bite
victims in Tana Toraja years 2009-2011. Type of research is descriptive quantitative research design and
sample size were 70 respondents, primary data collection using questionnaires and interviews with the
respondents. Data processing is performed using the computer program SPSS. Presentation of data is
presented in tabular, narrative, and mapping.The results showed that many rabid dog bite cases occurred
in the age group 0-9 years. Based on the reporting point rabid dog bite cases high in the subdistrict
Makale. Types of contacts that often occurs is unusual bites with the location of the bite on the undersite
area.Those most vulnerable to dog bites are children, so parental supervision is very important to do,
besides experiencing fluctuating bite cases indicate that the control program bites are not going well, so
the cross-sector cooperation to note, for areas with case reporting low, but it is often a case of death due
to rabies should be given easy access or get the VAR.
Key Word : Mapping, Rabies, Tana Toraja
1

PENDAHULUAN
Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rabies, virus ini menyerang susunan
saraf pusat sehingga dapat menyebabkan kematian pada penderitanya (Dirjen P2PL,2008).
Rabies dikenal sebagai penyakit yang mematikan karena Case Fatality Rate (CFR) yang
mencapai 100%, tetapi hal ini dapat dicegah dengan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
atau Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan tipe gigitan pada luka (WHO,2005)
Kasus kematian akibat rabies di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009-2011 sebanyak 12
kasus, wilayah dengan kasus tertinggi adalah Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara yaitu
sebanyak 9 kasus (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan 2012). Hasil penelusuran yang dilakukan
oleh petugas kesehatan kabupaten menemukan bahwa kejadian ini disebabkan korban gigitan
anjing rabies tidak segera dibawa ke pelayanan kesehatan dan keluarga yang lebih memiliki
kepercayaan pada pengobatan tradisional dibandingkan pelayanan kesehatan sehingga tidak
mendapatkan VAR ataupun SAR. Aghahowa,et.al (2010) dalam penelitiannya yang melihat
insidensi kasus gigitan anjing di India mengemukakan bahwa kasus kematian diakibatkan
oleh pemberian ARV yang terlambat atau penanganan terhadap luka gigitan yang tidak
terampil.
Beberapa program yang telah dilakukan seperti vaksinasi anjing, pengontrolan populasi
anjing, pendistribusian VAR maupun SAR kepada rumah sakit dan puskesmas yang ditunjuk
sebagai pusat pengobatan rabies atau rabies center (Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan
Kabupaten Tana Toraja,2012), namun hal ini sepertinya belum memberikan hasil yang
maksimal, karena kasus gigitan oleh anjing masih mengalami fluktuatif bahkan dari tahun
2009-2011.
SIG (Sistem Informasi Geografis) digunakan sebagai bagian dari sistem informasi kesehatan
yang menyajikan data dalam bentuk spasial dan membandingkan distribusi hubungan dari letak
objek (Dinkes Mataram,2009). Keunggulan SIG untuk membantu dalam analisis sebaran
kejadian penyakit.
Tingginya kasus gigitan anjing terdiagnosis positif rabies menjadi latar belakang peneliti untuk
melihat epidemiologi kejadian rabies pada korban gigitan anjing positif rabies di Kabupaten Tana
Toraja tahun 2009-2011

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Populasi penelitian
ini adalah seluruh korban gigitan anjing yang memeriksa spesimen anjing yang mengigit di
laboratorium hewan, Dinas Peternakan Tana Toraja. Besar sampel adalah 70 responden.
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif. Data primer yaitu data kuantitatif diperoleh
dari hasil wawancara langsung dan observasi kepada responden yaitu semua korban gigitan
anjing dikabupaten Tana Toraja sebanyak 70 orang. Data sekunder diperoleh dari data buku
register pemeriksaan hewan positif rabies untuk melihat alamat korban.Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan Arcview.

HASIL
Hasil penelitian dapat diperoleh mengenai sebaran

kasus gigitan anjing berdasarkan

kelompok umur dengan perbandingan populasi anjing. Gambar 1 menunjukkan bahwa kasus
gigitan anjing sering terjadi pada kelompok umur 0-9 tahun, baik pada daerah dengan tingkat
kepadatan populasi anjing tinggi maupun kepadatan populasi yang rendah, sedangkan kelompok
umur dengan kasus yang paling rendah adalah pada usia 40-59 tahun.
Gambar 2 Sebaran kasus gigitan anjing rabies berdasarkan perbandingan jenis kontak dan
populasi anjing tahun 2009-2011 yang terlihat pada Gambar 3, jenis kontak gigitan biasa terjadi
di hampir semua zona wilayah populasi anjing, baik pada daerah dengan kepadatan anjing tinggi,
sedang maupun rendah, sedangkan untuk jenis kontak berupa gigitan dan cakaran (serangan)
terjadi pada daerah dengan zona kepadatan anjing yang sangat tinggi. Jenis kontak berupa gigitan
dalam umumnya terjadi pada daerah dengan kepadatan anjing yang sedang.
Distribusi sebaran kasus gigitan anjing berdasarkan letak luka dan populasi anjing tahun 20092011 seperti pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa lokasi luka akibat kontak anjing pada tubuh
korban sering terjadi pada daerah kaki. Untuk perbandingan antara populasi anjing dan letak luka
terlihat bahwa letak luka di kaki terjadi pada semua daerah baik pada daerah dengan kepadatan
populasi anjing yang tinggi maupun rendah.
Luka pada daerah wajah terjadi pada daerah dengan kepadatan anjing yang tinggi, yaitu pada
kecamatan Makale dan Mengkendek, sedangkan untuk letak luka di daerah tangan, jari tangan,
wajah dan tangan terjadi pada daerah dengan kepadatan anjing sedang dan tinggi.

Berdasarkan riwayat pemanfaatan pengobatan tradisional pada Gambar 4 terlihat sebagian


besar korban gigitan anjing rabies memanfaatkan pengobatan tradisional sebagai alternatif
pengobatan.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap data kasus gigitan anjing di Kabupaten Tana Toraja
tahun 2009-2011, diketahui bahwa tidak semua anjing yang menggigit diperiksa ke laboratorium
hewan, padahal pada pelaporan hasil laboratorium, sekitar 50% dari spesimen anjing yang
diperiksa positif rabies.
Kurangnya kepedulian masyarakat dan kesadaran masyarakat mengenai bahaya gigitan anjing
menjadi salah satu faktor masih kurangnya masyarakat yang memeriksakan spesimen anjing yang
menggigit ke laboratorium hewan, selain itu akses dari rumah korban gigitan anjing ke
laboratorium hewan yang cukup jauh. Hal ini terlihat dari lokasi tempat tinggal korban gigitan
anjing yang tercatat pernah membawa spesimen anjing ke laboratorium hewan, dimana sebagain
besar lokasi tempat tinggal korban tidak jauh dari laboratorium pemeriksaan hewan atau pada
daerah yang memiliki akses trasportasi yang cukup mudah.
Daerah dengan kasus transportasi yang sulit seperti Kecamatan Rano, Kecamatan Masanda,
Kecamatan Simbuang, Kecamatan Mappak selama tahun 2009-2011 tidak pernah memeriksakan
sampel anjing, hal ini juga terjadi pada daerah daerah yang jauh seperti Gandangbatu Sillanan,
padahal kasus kematian akibat rabies pernah terjadi di Kecamatan Gandangbatu Sillanan pada
tahun 2009.
Masyarakat Kabupaten Tana Toraja yang sejak dahulu telah memiliki interaksi yang cukup
dekat dengan anjing, mengakibatkan beberapa masyarakat apabila kontak dengan anjing berupa
cakaran atau gigitan dengan luka yang tidak parah dianggap sebagai hal biasa yang tidak
berbahaya. Berdasarkan WHO, 2005 menyebutkan bahwa kontak antara saliva HPR dengan
mukosa kulit akan menjadi faktor risiko terjadinya penyakit rabies. Hal lain yang memungkinkan
masih ada masyarakat Tana Toraja Kepercayaan yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan
sebagai tempat pengobatan untuk kasus gigitan anjing adalah kepercayaan pada pengobatan
tradisional sebagai pengobatan gigitan anjing rabies lebih kuat dibanding dengan pelayanan
kesehatan.

Umur
Variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi adalah umur. Angka
kesakitan maupun kematian hampir semua menunjukkan hubungan dengan epidemiologi
(Notoatmodjo 2007).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar kasus gigitan anjing rabies terjadi pada
kelompok umur 0-9 tahun. Hal ini berarti bahwa kelompok umur 0-9 tahun memiliki peluang
yang lebih besar untuk terkena gigitan anjing rabies dibanding dengan kelompok umur lainnya.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau WHO 2012, menyebutkan bahwa anak-anak
memiliki risiko yang tinggi pada rabies. 60-70 persen korban rabies adalah anak-anak. Anak-anak
lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah, kecenderungan anak yang sering bermain di luar
rumah menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gigitan anjing. Selain itu usia 0-9 tahun
merupakan usia dimana anak mulai mengalami perkembangan dan aktif untuk bergerak. Anakanak cenderung lebih senang untuk bermain dan berinteraksi dengan hewan peliharaan seperti
anjing sehingga sangat rentan untuk mendapat gigitan anjing baik anjing peliharaan maupun
anjing liar.
Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Gadekar
tahun 2011 yang menyebutkan bahwa kasus tertinggi gigitan anjing rabies pada kelompok umur
0-9 tahun, penelitian yang dilakukan oleh Kumar,et.al tahun 2010 di India yang menyebutkan
bahwa kasus rabies tertinggi pada usia 10-19 tahun, dan kasus ke dua tertinggi pada usia 0-9
tahun. Hal ini diperkuat juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudarshan,et.al di India yang
pada prinsipnya menyebutkan bahwa jumlah penderita rabies terbanyak pada usia di bawah 14
tahun.
Pemetaan sebaran korban gigitan anjing rabies dengan perbandingan populasi anjing dan umur
korban tahun 2009-2011 dapat diketahui bahwa kasus rabies berdasarkan kelompok umur 0-9
tahun, kelompok umur 10-19 tahun, umur 20-39 tahun dan kelompok umur >40 tahun tersebar di
seluruh daerah baik pada daerah dengan tingkat populasi anjing yang tinggi, maupun daerah
dengan tingkat populasi anjing sedang dan rendah. Hal ini berarti bahwa kasus gigitan anjing
dapat terjadi pada semua kelompok umur baik yang berada pada daerah dengan populasi anjing
yang tinggi, sedang maupun rendah. Risiko manusia untuk kontak atau tergigit anjing akan
meningkat sejalan dengan seberapa sering terjadi kontak atau interaksi dengan anjing.

Jenis Kontak
Jenis kontak antara hewan penular rabies dengan manusia terutama mukosa kulit akan
mempengaruhi masa inkubasi dan keparahan kasus gigitan anjing rabies. Dari hasil penelitian
yang dilakukan memperlihatkan bahwa jenis kontak yang terjadi sebagian besar berupa gigitan
biasa.Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Pal (2010) yang pada
penelitiannya menyebutkan bahwa korban gigitan anjing dengan tingkat paparan kelas III lebih
banyak terjadi, demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Rambhau dan Dilip (2011).
Berdasarkan pemetaan sebaran kasus gigitan anjing rabies dengan melihat populasi anjing
kasus gigitan anjing rabies umumnya terjadi pada daerah dengan tingkat populasi anjing yang
tinggi. Jenis kontak berupa serangan pada tahun 2009 terjadi pada daerah dengan tingkat populasi
anjing sangat tinggi.

Letak Luka
Masa inkubasi virus rabies akan sangat tergantung dengan jarak lokasi gigitan atau luka
dengan sistem saraf pusat. Semakin dekat letak gigitan atau luka dengan sistem saraf pusat maka
semakin singkat masa inkubasinya. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa lokasi
luka akibat kontak dengan anjing rabies yang paling sering terjadi ada pada daerah kaki atau
anggota tubuh bagian bawah, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jeane di
Ambon tahun 2012 yang dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kasus gigitan anjing yang
paling banyak terjadi pada daerah kaki.
Daerah kaki atau anggota tubuh bagian bawah merupakan daerah yang paling mudah di
jangkau oleh anjing dari pada anggota tubuh lainnya. Depkes RI (2008) juga menunjukkan bahwa
78% kasus gigitan terjadi pada daerah kaki. Dari pemetaan sebaran korban gigitan anjing
berdasarkan letak luka dengan perbandingan populasi anjing, terlihat bahwa luka akibat anjing
pada daerah kaki terjadi pada daerah dengan kepadatan populasi anjing yang rendah hingga
daerah dengan kepadatan populasi anjing yang tinggi demikian juga dengan letak luka pada
daerah bagian tubuh, hal berbeda terjadi pada letak luka di daerah wajah, dimana korban berada
pada daerah dengan kepadatan populasi anjing yang tinggi. Tingginya populasi anjing, tidak
termasuk anjing liar yang tidak dapat di data memungkinkan populasi anjing rabies meningkat,
sifat anjing rabies yang liar berakibat pada jenis kontak yang dilakukan. Secara garis besar sifat

liar dapat berakibat pada serangan yang dilakukan oleh anjing sehingga letak gigitan atau luka
pada daerah wajah akan mungkin untuk terjadi.

Riwayat Pengobatan Tradisional


Kepercayaan masyarakat pedesaan terhadap budaya atau adat yang dianut sejak dahulu masih
sangat kuat. Esensi budaya dan berobat dengan cara trial and error yaitu mencoba-coba
dengan hasil memuaskan atau mati (Ngantimin, 2005) merupakan konsep kesehatan dan
keyakinan akan khasiat obat tanpa upaya pencegahan yang merupakan ciri khas hidup sehat
dengan konsep tradisional.
Kepercayaan masyarakat Tana Toraja mengenai pengobatan tradisional untuk korban gigitan
anjing yang telah dikenal sejak lama, menjadi salah satu alasan mengapa korban gigitan anjing
cederung mempercayai pengobatan tradisional demikian. Cara pengobatan dengan mengiris
bagian telinga kemudian mengeluarkan darah yang dipercaya sebagai penyakit memberikan
kepercayaan pada diri masyarakat bahwa hal tersebut benar adanya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa sebagian besar korban pernah ke
pengobatan tradisional untuk mengobati luka gigitan anjing. Beberapa alasan korban karena
banyak orang yang telah sembuh setelah darahnya di keluarkan selain itu mereka percaya bahwa
darah yang di hisap oleh sang tabib benar-benar merupakan penyakit rabies yang dikeluarkan.
Beberapa orang yang pernah tergigit anjing kemudian sembuh menjadikan masyarakat yakin
akan pengobatan tersebut, padahal mungkin saja jika anjing yang menggigit bukan merupakan
anjing rabies, apabila ada yang meninggal, menurut mereka sudah ajal. Kepercayaan inilah yang
akhirnya berkembang sehingga kasus kematian akibat rabies masih sering terjadi di Kabupaten
Tana Toraja walaupun program pemberian VAR pada korban gigitan dan vaksinasi massal pada
anjing telah dilakukan. Penelitian yang sejalan dengan ini dilakukan oleh Rambhau (2011) yang
mengemukakan bahwa masyarakat atau korban mengetahui pengobatan tradisional dari tetangga
dan keluarga.
Kerja sama dengan para dukun atau tabib perlu dilaksanakan, sehingga tidak hanya sekedar
pemberian penyuluhan dan VAR namun cara yag mungkin efektif dalam menuunkan angka
kematian akibat rabies adalah dengan menggalang kerja sama, agar dukun atau tabib
merekomendasikan masyarakat yang berobat untuk juga melakukan pengobatan di pelayanan
kesehatan.
7

KESIMPULAN
Korban gigitan anjing rabies tinggi kelompok umur 0-11 tahun. Jenis kontak yang paling
sering terjadi berupa gigitan biasa sebesar 91.4% dan yang paling jarang terjadi berupa serangan
atau gigitan dan cakaran . Berdasarkan hasil pemetaan sebaran korban gigitan anjing, jenis kontak
berupa gigitan dan cakaran terjadi pada semua daerah baik pada populasi anjing yang rendah
maupun tinggi. Letak gigitan pada daerah tubuh bagian bawah atau kaki merupakan lokasi
gigitan yang paling sering terjadi . Kepercayaan masyarakat pada pengobatan tradisional untuk
pengobatan kasus gigitan anjing masih sangat tinggi.
SARAN
Dinas Kesehatan Kabupaten Tana Toraja hendaknya melakukan tindakan perubahan kebijakan
mengenai pemberian VAR. Keterlambatan hasil pemeriksaan terhadap sampel anjing akan
mengakibatkan kefatalan pada korban gigitan anjing rabies, karena pemberian VAR untuk korban
harus menunjukkan surat rekomendasi hasil pemeriksaan hewan. Kewaspadaan dalam
pencegahan penyakit rabies perlu digerakkan di semua kampung atau desa. Harus ada kerjasama
antar petugas atau instansi dalam hal ini P2PL untuk bekerjasama dengan pengobatan tradisional
dalam member rekomendasi kepada masyarakat yang datang ke pengobatan tradisional untuk
berobat juga ke pelayanan kesehatan agar di beri VAR agar dapat mencegah terjadinya kefatalan.
Ada komitmen pemerintah dalam mencapai Tana Toraja bebas rabies, seperti adanya anggaran
pengadaan VAR sehingga memberi kemudahan masyarakat terutama ekonomi bawah dalam
mengakses VAR. Kepada masyarakat apabila memelihara anjing sebaiknya tidak membiarkan
anjingnya berkeliaran di luar rumah, karena akan berisiko untuk menggigit manusia. Kepada
masyarakat hendaknya dalam pencarian pengobatan, lebih mengutamakan pengobatan modern
atau pelayanan kesehatan medis.

DAFTAR PUSTAKA
Aghahowa,Ogbevoen. 2010. Incidence of dog bite and anti-rabies vaccine utilization in the
University of Benin teaching Hospital, Benin City, Nigeria:A 12-year assessment.
University
of
Benin
teaching:
Vaccine,28(2010),
Hal.4847-4850.Online.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20470794). Diakses 17 Oktober 2012.
Departemen Kesehatan R.I. 2008. Petunjuk Pemberantasan Rabies Di Indonesia. Dirjen
pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan
Dinas Kesehatan Sulawesi-Selatan. 2012. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
2011. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Hentje,Musu.2007.Gambaran Epidemiologi Penderita Kasus Gigitan Tersangka Rabies di
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2005-2006
Mangopo,Rina.2009.Gambaran Epidemiologi Kasus Penderita Gigitan Hewan Tersangka
Rabies di Kabupaten Tana Toraja Tahun 2006-2008.FKM UNHAS,Makassar
Notoatmodjo,S.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.
Rambhau, Dilip. 2011. Profile of Animal Bite Cases in Nanded District of Maharashtra State,
India . Departement of Prevention and Social Medicine: Indian Journal of Fundamental
and Applied Life Sciences 2011, Vol. 1, Hal. 188-193. Online.
(http://www.cibtech.org/jls.htm) . Diakses 17 Oktober 2012.
Sudarshan,et al. 2007. Assessing the burden of human rabies in India:result of a national multicenter epidemiological survey.India: International Journal of Infectious Disease(2007) 11,
Hal. 29-35. Online. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16678463). Diakses 10
November 2012.
Wattimena,Jeany. 2011. Faktor Risiko Kejadian Rabies Pada Anjing di Ambon. Jurnal
Kesehatan
Masyarakat
6(2)
2011.
Online.
(journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/download/.../1943) Diakses 21 februari
2013
WHO. (2005). Who Expert Consultation On Rabies. Switzerland:Geneva

Lampiran

Gambar1PetaSebaranKorbanGigitanAnjingBerdasarkanKelompokUmurTahun 2009-2011
di KabupatenTanaToraja

10

Gambar2
SebaranKorbanGigitanAnjingBerdasarkanJenisKontakdanPopulasiAnjing
Tahun 2009-2011 di KabupatenTanaToraja

11

Gambar3PetaKorbanGigitanAnjingBerdasarkanLetakLukadanPopulasi
AnjingTahun 2009-2011 di KabupatenTanaToraja

12

Gambar

13

4Sebaran
KorbanGigitanAnjingBerdasarkanRiwayat
TradisionalTahun 2009-2011 di KabupatenTanaToraja

Pengobatan

14

Anda mungkin juga menyukai