undangan Komisi I DPR-RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di kantor Komisi I
DPR RI. Pada kesempatan ini Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa yang hadir bersama
beberapa DPH dan DPA serta Anggota Mastel menyampaikan beberapa poin penting terkait TIK
mengenai kondisi saat ini dan yang akan datang yang dirangkum dalam kata pengantar Ketua
Umum Mastel sbb:
1. Perlu disadari bahwa pada abad ke-21, telekomunikasi memegang peranan yang sangat
penting di dalam kehidupan kita sehari hari , baik dalam konteks kenegaraan, masyarakat
bahkan individu. Infrastruktur telekomunikasi dewasa ini , khususnya Jaringan Pitalebar
atau lebih sering dikenal sebagai Broadband Networks telah menjadi salah satu
kebutuhan utama masyarakat di abad 21. Broadband telah infrastruktur ekonomi yang
sangat vital yang akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.
Infra struktur telekomunikasi tidak dapat lagi dipersepsikan sebagai suatu sarana dan
prasarana yang dipergunakan hanya untuk menghubungkan komunikasi dari suatu titik ke
titik yang lainnya, melainkan sebagai faktor pengungkit, faktor penentu yang akan
menjamin keberhasilan pada sektor sektor kehidupan manapun daalam kehidupan kita
bernegara dan bermasyarakat. Telekomunikasi merupakan enabler dalam suatu
pembangunan ekonomi. Dalam kaitan inilah Bank Dunia mengemukakan hasil penelitian
mereka bahwa setiap pertumbuhan 10 persen penetrasi akses internet di suatu negara ,
akan mendorong tumbuhnya Produk Dometik Bruto di negara tersebut sebesar 1,38
persen. Dengan pemahaman seperti ini maka tidak mengherankan apabila di negara maju
1
seperti Amerika Serikat mengelompokan infrastruktur telekomunikasi sebagai criticalinfrastructure atau infrastruktur yang kritis dimana gangguan terhadap telekomunikasi
baik secara fisik maupun virtual dikatagorikan sebagai suatu pelanggaran berat dengan
ancaman pidana.
2. Perlu dimaklumi bahwa dalam UU 36/1999 tentang Telekomunikasi, Pemerintah dibatasi
kewenanganya hanya sebatas kepada fungsi Pembinaan sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 4 bahwa telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah. Fungsi Pembinaan ini meliputi penetapan kebijakan, pengaturan,
pengawasan dan pengendalian dan tidak termasuk fungsi penyediaan atau pembangunan,
karena kegiatan2 ini sudah dilimpahkan kepada badan usaha yang memperoleh ijin
penyelenggaraan. Semangat dari UU 36/1999 saat itu adalah menghilangkan fungsi
Pemerintah
mendukung
gagasan
pemerintah
untuk
memeratakan
layanan
dan
jasa
telekomunikasi di seluruh tanah air, baik yang diperkotaan maupun yang jauh di daerah
2
daerah terpencil
di Indonesia.
oleh IM2 tetapi para penegak hukum telah menjatuhkan vonis bersalah. Kami harapkan
para Anggota Komisi 1 dapat benar-benar menyadari dan memikirkan hal-hal semacam
ini, kami berharap pada saat Bapak & Ibu membuat berbagai undang-undang janganlah
sampai dapat disalah tafisrkan oleh pihak-pihak terkait, hal-hal yang pada awalnya
dianggap sudah jelas oleh Bapak & Ibu tetapi bagi para penegak hukum belum tentu
jelas atau dimengerti akibatnya akan kan timbul kekeliruan dalam membuat tuduhan
maupun keputusan hakim.
5. Sebagaimana kami sampaikan di bagian terdahulu bahwa akibat ditetapkannya UU
36/1999, di Indonesia telah terjadi restrukturisasi industri telekomunikasi dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat (pelaku usaha baik dalam
negeri maupun asing ) untuk berusaha di bidang telekomunikasi dengan sasaran untuk
meningkatkan pembangunan jaringan telekomunikasi (teledensitas, aksesibilitas) dan
meningkatkan pelayanan jasa telekomunikasi utamanya jasa telekomukasi baru untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada saat itu Kebijakan menarik investor ke dalam
industri telekomunikasi didasarkan kepada: - jumlah sarana dan prasarana telekomunikasi
yg masih terbatas (tingkat density rendah) - minimnya dana Pemerintah untuk
membangun infrastruktur telekomunikasi. Peran pemerintah dalam tahap awal
restrukturisasi memang diperlukan, agar proses berjalan
kepentingan perusahaan,
Sehingga
keputusan untuk menjamin stabilitas dalam proses pengambilan keputusan. Oleh sebab
itu seharusnya lembaga seperti ini tidak berada dibawah Menteri, seperti saat ini.
6. Dalam Pasal 5 UU 36/1999 telah diatur pula tentang peran serta masyarakat yakni dalam
bentuk penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat
mengenai arah pengembangan telekomunikasi dalam rangka penetapan kebijakan
pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidaang telekomunikasi.
Namun
sayangnya walaupun sudah berjalan 15 tahun, tindak lanjut pengaturan tentang hal ini
tidak pernah diterbitkan. Padahal dalam Pasal 5 ayat (2) UU 36/1999, secara jelas
dinyatakan bahwa lembaga yang seharusnya dibentuk ini keanggotaannya terdiri dari
asosiasi
yang
bergerak
dibidang
usaha
telekomunikasi,
asosiasi
profesi
masing masing
akan melalui
infrastruktur yang sama (converged). Apabila selama ini kita hanya dapat menyaksikan
siaran televisi hanya melalui pesawat televisi yang dipancarkan dan dikelola oleh
lembaga siaran maka ke depan kita akan dapat menyasikan siaran televisi dengan pilihan
yang semakin beragam,baik melalui telepon genggam komputer meja /desk top, video
streaming, dll yang dapat juga dilakukan oleh perusahaan perusahaan di dalam bidang
telekomunikasi. Demikian juga dengan layanan perbankan yang akan menjadi semakin
luas menjangkau masyarakat, bahkan mampu menjangkau masyarakat yang selama ini
5
pemanfaatan jaringan yang selama ini hanya dipergunakan untuk telekomunikasi, akses
data dan penyiaran secara terpisah, maka ke depan dengan memanfaatkan jaringan yang
sama, aneka jenis layanan akan dapat berjalan bersamaan. Tak terbayangkan bahwa
dalam waktu yang tidak terlalu jauh ke depan kita di Indonesia akan dapatmenikmati
aneka layanan jasa telekomunikasi,komunikasi data dan perbankan serta jasa dan
transaksi keuangan lainnya hanya melalui sebuah perangkat yang kita pergunakan.
Sumber : http://www.mastel.or.id/index.php?q=pojok_berita/2014/rdpu-mastel-komisi-idpr-ri-pandangan-mastel-tentang-implementasi-undang-undang-no