Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah perokok di dunia pada tahun 2005 diperkirakan mencapai
1,6 milyar, saat ini jumlah perokok telah mencapai 1,3 milyar. Sekitar 22%
perempuan di negara-negara industri adalah perokok, dimana angka tersebut
diperkirakan mencapai 9% di negara-negara dengaan tingkat konsumtif
tembakau tertinggi di dunia. Penggunaan tembakau di Indonesia tumbuh
dengan sangat cepat. Keinginan merokok diindikasikan meningkat di usia
muda, terutama pada populasi 5-19 tahun. Prevalensi merokok tinggi diantara
usia 15-19 tahun (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jendral Departemen
Kesehatan RI, 2008).
Data Survey Nasional 2004 menyebutkan bahwa 63,2% laki-laki
dan 4,4% perempuan Indonesia adalah perokok. Jumlah penduduk di
Indonesia yang merokok lebih dari 30% dari jumlah penduduk Indonesia
merokok, artinya di negara kita sekitar 60 juta orang perokok. Sekitar 70%
dari perokok di Indonesia memulai kebiasaanya sebelum berumur 19 tahun,
karena terbiasa melihat anggota keluarganya yang merokok. Data tahun 2004
juga menunjukkan bahwa sebagian besar (84%) dari perokok Indonesia yang
merokok setiap hari ternyata menghisap 1-12 batang per hari dan 14%

merokok sejumlah 13-24 batang per hari. Perokok 25 batang sehari hanya
1,4% saja.
Data tahun 2004 juga menunjukkan bahwa persentase merokok di
pedesaaan Indonesia (37%) lebih tinggi dari pada perkotaan (32%). Sementara
itu, baik di kota maupun di desa di negara kita terjadi peningkataan perokok
sebesar 3% antara tahun 2001 ke 2003 (T.Y Aditama, 2006).
Prevalensi perokok saat ini mulai meningkat pada kelompok umur
15-24 tahun sampai kelompok umur 55-64 tahun, kemudian menurun pada
umur lebih lanjut. Berbeda dengan kelompok umur 10-14 tahun, walaupun
prevalensi hanya 2%, tetapi rerata jumlah batang rokok yang dihisap 16
batang per hari (Riskesdas, Departemen Kesehatan RI, 2007).
Prevalensi Perokok dan Rerata Jumlah Batang Rokok yang Dihisap
Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas menurut Karakteristik Responden
Riskesdas 2007 yaitu umur 10-14 tahun 2.0% dengan jumlah 10 rokok/hari,
umur 15-24 tahun 24.6% dengan jumlah 12 rokok/hari, umur 25-34 tahun
35.0% dengan jumlah 13 rokok/hari, umur 35-44 tahun 36.0% dengan jumlah
14 rokok/hari, umur 45-54 tahun 38.0% dengan jumlah 13 rokok/hari, umur
55-64 tahun 37.5% dengan jumlah 13 rokok/hari, umur 65-74 tahun 34.7%
dengan jumlah 10 rokok/hari dan umur 75 tahun keatas 33.1% dengan jumlah
13 rokok/hari (Riskesdas, 2007).
Secara nasional, persenatse tertinggi usia pertama kali merokok
terdapat pada usia 15-19 tahun 32,4%, disusul usia 20-24 tahun 11,7%.
Menurut provinsi, perokok yang mulai merokok pada usia 15-19 tahun

tertinggi dijumpai di Bangka Belitung 42,0%, disusul oleh DKI Jakarta 39,9%,
Sulawesi Utara 39,5% dan Jawa Barat 35,9% (Riskesdas, 2007).
Menurut laporan riset kesehatan tahun 2007 Provinsi Jawa Timur,
persentase perokok tiap hari sebesar 24,3% dengan karakteristik umur 12-18
tahun sebanyak 19,1% merupakan perokok aktif. Di Kabupaten Kediri dari
hasil penelitian yang dilakukun Riskesdas 2007 menunjukan, remaja usia 1218 tahun sebanyak 44,7% merupakan perokok aktif, sedangkan di Kota Kediri
sendiri dengan karakteristik usia yang sama menunjukan 36,1% merupakan
perokok aktif (Riskesdas, 2007).
Hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Menanggulangi
Masalah Merokok (LM3) menyatakan bahwa dari 375 responden, 66,2%
pernah mencoba berhenti merokok tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada
berbagai macam; 42,9% tidak tahu caranya; 25,7% sulit berkonsentrasi, dan
2,9% terikat oleh sponsor rokok (Fawzani dan Triratnawati, 2005).
Data statistik tahun 2002 menggambarkan bahwa 90% kematian
yang disebabkan karena gangguan pernafasan, 25% kematian yang disebabkan
karena penyakit jantung koroner dan 75% kemaatian yang disebabkan karena
penyakit emphysema. Semua kematian itu dipacu oleh kebiasaan merokok
(Husaini, 2007).
Terdapat dua metode yang umum digunakan untuk mengurangi
perilaku merokok, yaitu metode perubahan perilaku yang didasarkan pada
berbagai teori behavioral dan metode obat-obatan. Kedua metode tersebut
kurang banyak berkembang di masyarakat karena biasanya membutuhkan
waktu yang lama dan kurang melibatkan sisi afeksi pada para perokok. Hal ini

mengakibatkan motivasi dan keinginan untuk berhenti merokok tidak tumbuh


dengan sendirinya dan cenderung tidak bertahan lama.
Salah satu teknik terapi yang kemungkinan dapat membantu untuk
mengurangi kebiasaan merokok adalah SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique). SEFT adalah salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yaitu
energy psychology. SEFT merupakan penggabungan antara spiritual power
dan energy psychology. Efek dari penggabungan antara spiritual dan energy
psychology ini dinamakan amplifiying effect (efek pelipatgandaan) (Zainuddin,
2009).
Untuk menghentikan kebiasaan merokok, hipnotis digunakan
karena mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi sukarela.
Artinya, jika pada saat trancedia diberi intervensi oleh penghipnotis bahwa
merokok itu buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar kembali,
besar kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa yang
menyuruhnya berhenti merokok (Komariah, 2012).
Sejumlah penelitian telah membuktikan keefektifan metode
tersebut untuk membantu mengurangi ketergantungan seseorang terhadap
aktivitas merokok. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Laila
Komariah (2012) yang menyatakan bahwa SEFT efektif untuk menurunkan
perilaku merokok pada mahasiswa. Mahasiswa yang diberikan SEFT
mengalami penurunan skala perilaku merokok dibandingkan mahasiswa yang
tidak diberikan SEFT. Subjek yang mengalami penurunan perilaku merokok
setelah diberikan SEFT adalah subjek yang terlihat sungguh-sungguh dan
terlihat konsentrasi ketika melakukan SEFT dan mempunyai keinginan besar

untuk berhenti merokok. Setelah diberikan SEFT, rokok menjadi terasa pahit
di lidah dan tidak ada keinginan dalam diri subjek untuk merokok lagi.
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang Efektifitas Metode Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Intensitas Merokok Pada
Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2014.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang di
atas maka peneliti tertarik untuk melakukann penelitian tentang Bagaimana
Efektifitas Metode Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap
Penurunan Intensitas Merokok Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2014.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Untuk

mengetahui

Emotional

Freedom

bagaimana
Technique

Efektifitas
(SEFT)

Metode

Terhadap

Spiritual
Penurunan

Intensitas Merokok Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2014.


1.3.2

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik sebelum dilakukan terapi SEFT
2. Untuk mengetahui karakteristik sesudah dilakukan terapi SEFT
3. Untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan
terapi SEFT

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman


peneliti tentang Efektifitas Metode Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Intensitas Merokok Pada Siswa
SMAN 5 Kota Kediri 2014.
2. Bagi Lahan Penelitian
Sebagai bahan dan data tentang Efektifitas Metode Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Intensitas Merokok
Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2014.
3. Bagi Responden
Sebagi langkah guna meminimalisasi perokok di kalangan pelajar
khususnya pada siswa SMAN 5 Kota Kediri.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi, dokumentasi dalam
pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya yang diharpakan jauh
lebih baik dan dapat bermanfaat bagi siapa saja.

Anda mungkin juga menyukai