Anda di halaman 1dari 35

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan berkualitas merupakan

investasi berharga dalam upaya pembangunan suatu bangsa. SDM yang sehat
akan menampilkan performa yang baik di usia produktif. Salah satu penentu
kualitas kesehatan dan produktivitas manusia adalah pemenuhan kebutuhan
asupan zat gizi yang seimbang. Kekurangan gizi menyebabkan SDM kehilangan
kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik sejak usia balita.
Perhatian pemenuhan gizi sejak usia balita tentu merupakan prioritas utama suatu
bangsa.
Balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang
pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat
badannya. Balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering
menderita akibat kekurangan gizi (Djaeni, 2008).
Kekurangan protein yang kronis pada balita menyebabkan pertumbuhan
balita terlambat dan tampak tidak sebanding dengan umurnya. Pada keadaan yang
lebih buruk, dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan (Suhardjo,
1996). Menurut data yang dirilis Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
(2009), sedikitn1ya 200 juta balita di bawah usia lima Tahun (balita) di dunia ini
hidup dalam kondisi gizi buruk. Hal ini membuat direktur organisasi pangan PBB,
Food and Agriculture Organization (FAO), meminta para pemimpin dunia untuk
serius memerhatikannya. Balita-balita yang mengalami gizi buruk itu merupakan
bagian dari milyaran manusia di dunia yang kini terancam kelaparan (Anonim,
2009).
Hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, menunjukkan
bahwa persentase balita gizi buruk di Indonesia sebesar 5,4%. Walaupun angka
ini menurun dibandingkan hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Tahun
2005 (8,8%), tetapi menunjukkan bahwa balita gizi buruk masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat; jika di suatu daerah ditemukan gizi buruk > 1% maka
termasuk masalah berat (Depkes RI, 2008).
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang
mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan
yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Balita (1-5 Tahun) merupakan kelompok
umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah
satu kelompok masyarakat yang rentan gizi (Djaeni, 2000).
Di negara berkembang anak-anak umur 1-5 tahun merupakan golongan
yang paling rawan terhadap gizi. Kelompok yang paling rawan di sini adalah
periode pasca penyapihan khususnya kurun umur 1 3 tahun. Anak-anak
biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi
rendah (Suhardjo, 1996).
Menurut Zeltin (2000), masa balita (usia 1-5 tahun) merupakan tahap
perkembangan yang pesat jika tidak didukung dengan gizi yang seimbang maka
balita jatuh pada kondisi gizi kurang. Arah dan kebijaksanaan pembangunan
bidang kesehatan, di antaranya menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan
diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan termasuk di dalamnya keadaan
gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup serta kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat pada umumnya (Suhardjo, 2003).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut),
sepanjang 2012 tercatat 746 anak mengalami gizi buruk. Selanjutnya, dari 33 kota
dan kabupaten di Propinsi Sumut, Kota Medan menempati posisi tertinggi
penderita gizi buruk, dengan jumlah 143 kasus. Kemudian disusul Kabupaten
Dairi 110 kasus, Madina 62 kasus, Asahan 45 kasus dan Tapanuli Selatan 41
kasus.
Pada tahun 2011 kota Medan memiliki 124 anak gizi buruk dan 1896 anak
gizi kurang, yaitu di 14 kelurahan dari 21 kecamatan di Kota Medan, dimana
hampir separuhnya kecamatan di Medan Utara adalah penyumbang gizi buruk
tertinggi. Pada tahun 2010 dan 2011, ada 9 kecamatan yang ada di Medan
merupakan rawan gizi buruk, tiga diantaranya adalah berasal dari Medan Utara
yakni Medan Marelan, Medan Labuhan dan Medan Belawan.

Faktor-faktor yang memengaruhi tingginya kejadian gizi buruk pada balita


adalah tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah sehingga memengaruhi
pola konsumsi pangan keluarga termasuk balita. Faktor lain yang juga sangat
berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita adalah pengetahuan ibu
yang rendah terhadap gizi balita menyebabkan ibu kurang mengerti tentang pola
asupan makanan bergizi dan cara yang tepat memberi makan kepada balitanya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, jumlah anak) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk
pada balita di Kecamatan Medan Belawan.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah penelitian adalah

pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan,


pendapatan, jumlah anak) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk
pada balita di wilayah Desa Binaan Bagan Deli Lingkungan V Kecamatan Medan
Belawan.

1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh pengetahuan ibu

dan sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak)


terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Desa
Binaan Bagan Deli Lingkungan V Kecamatan Medan Belawan.

1.4.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :


1. Sebagai masukan, pemantauan, dan evaluasi bagi Puskesmas Belawan
terhadap pelaksanaan program gizi.
2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak lain yang dapat dijadikan referensi
untuk penelitian lebih lanjut

3. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu Administrasi dan


Kebijakan Kesehatan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pencegahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah

proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.
Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik dengan
perilaku.

2.2.

Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah suatu respons

seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan


penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini
mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan.
Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practise), sedangkan
stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni : sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih rinci
perilaku kesehatan itu mencakup :

Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia


berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan memersepsi
penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun
aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dibagi sesuai dengan
tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, yakni :

a. Perilaku berhubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan


(health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah
raga dan sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respons
untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu
untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya.

Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit-penyakit kepada


orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencaharian pengobatan (health seeking
behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan.
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha
pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.
e. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional
f. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
g. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan
kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri.

2.2.1. Domain Perilaku


Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respons
atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun
dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor
lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya
sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda.

2.2.2. Determinan Perilaku


Faktor penentu ada determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi
karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal ataupun
eksternal (lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan,
kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan


perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya yang
berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green dan WHO
(World Health Organization) (Notoatmodjo, 2003).

Teori Lawrence Green


Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni

faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Teori WHO
Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabakan seseorang itu

berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yaitu pemikiran dan
perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi, sumber-sumber
atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku, dan kebudayaan
masyarakat. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (kesehatan).

2.3.

Konsep Balita
Perkembangan seorang anak secara umum digambarkan melalui periode-

periode. Salah satunya adalah periode Bawah Lima Tahun (BALITA) merupakan
salah satu periode manusia setelah bayi sebelum anak-anak awal. Rentang usia

balita dimulai dari 1 sampai 5 tahun. Periode usia ini disebut juga periode usia
prasekolah. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita
karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang memengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan
berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan
sangat cepat dan merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya (Djaeni,
2000).

2.4.

Pengetahuan (knowledge)
Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa

pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.
Menurut Setiawati (2008), pengetahuan adalah hasil proses pembelajaran
dengan melibatkan indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap.
Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap
mengambil keputusan dan dalam berperilaku.

2.5.

Faktor Sosial Ekonomi


Fungsi sosial ekonomi meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat

(jumlah, umur, distribusi seks, dan geografis), keadaan keluarga (besarnya,


hubungan, jarak kelahiran) dan tingkat pendidikan. Faktor ekonomi meliputi
pekerjaan, pendapatan keluarga, dan pengeluaran (Supariasa, 2001).
Tingkat pendidikan juga termasuk dalam faktor ini. Tingkat pendidikan
berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan
kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya
beli makanan (Hartriyanti, 2007).

2.5.1. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan pelaku pendidikan. Dari batasan ini
tersirat unsur-unsur pendidikan, yakni : a) input adalah sasaran pendidikan, b)
proses (upaya yang direncakan untuk memengaruhi orang lain, c) out put
(melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Soetjiningsih (1995), pendidikan orang tua merupakan salah satu
faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan
yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar, terutama
tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya,
pendidikannya dan sebagainya.

2.5.2. Pekerjaan
Bagi perkerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga
yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban
dan hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus
lebih dulu mengatasi urusan keluarga, suami, anak, dan hal-hal yang menyangkut
masalah rumah tangganya.
Pada kenyataannya banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi hambatan
itu, sekalipun mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi jika
mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut akhirnya mereka
akan keteteran. Akan tetapi bukan berarti wanita yang tidak bekerja merupakan
jaminan bahwa anak-anaknya akan menjadi lebih baik dibanding dengan anakanak dari wanita yang bekerja (Anoraga, 1998).

2.5.3. Pendapatan
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tak
mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Rendahnya pendapatan
itu mungkin disebabkan menganggur atau setengah menganggur karena susahnya
memperoleh lapangan kerja-tetap sesuai dengan yang diinginkan (Sayogya, 1994).

10

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak


karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak-anak baik yang
primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995).

2.5.4. Jumlah Anak


Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup,
akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima
anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlalu dekat. Sedangkan pada keluarga dengan
keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan
mengakibatkan selain berkurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga
kebutuhan primer seperti makanan, sandang, dan perumahanpun tidak terpenuhi
(Soetjiningsih, 1995).

2.6.

Gizi

2.6.1. Pengertian Gizi


Istilah gizi berasal dari bahasa Arab giza yang berarti zat makanan;
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan
atau zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi (Irianto, 2007).
Menurut Supariasa (2001), gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,
absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
2.6.2. Penyakit-Penyakit Gizi

Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)


Penyebab langsung dari KKP adalah defisiensi kalori maupun protein

dengan dengan berbagai tekanan, sehingga terjadi spektrum gejala-gejala dengan


berbagai nuansa dan melahirkan klasifikasi klinik yang telah disebutkan di atas.
Penyebab tak langsung KKP sangat banyak, sehingga penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit dengan causa multifactorial (Sediaoetama, 1993)

11

Penyakit Kegemukan (Obesitas)


Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan

kebutuhan energi, yaitu konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan


kebutuhan atau pemakaian energi. Akibat dari obesitas ini, para penderitanya
cenderung menderita penyakit-penyakit: kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes
mellitus (Notoatmodjo, 2003).

Anemia (Penyakit Kurang Darah)


Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak

seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Program penanggulangan anemia


besi, khususnya untuk ibu hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara
cuma-cuma melalui puskesmas atau posyandu. Akan tetapi karena masih
rendahnya pengetahuan sebagian besar ibu-ibu hamil, maka program ini tampak
berjalan lambat (Almatsier, 2003).

Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)


Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam

tubuh. Program penanggulangan xerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan


pemberian vitamin A secara cuma-cuma melalui puskesmas dan atau posyandu
(Irianto, 2007).

Penyakit Gondok Endemik

Zat Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen
dari hormon Thyroxin. Terapi penyakit ini pada penderita dewasa umumnya tidak
memuaskan. Oleh sebab itu, penanggulangan yang paling baik adalah
pencegahan, yaitu dengan memberikan dosis iodium kepada para ibu hamil
(Notoatmodjo, 2003).

2.6.3. Penyebab Masalah Gizi


Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi
kesejahteraan per orangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak

12

terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi
berkaitan erat dengan masalah pangan (Baliwati, 2004).
Malnutrition (gizi salah, malnutrisi) adalah keadaan patologis akibat
kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi
(Supariasa, 2001).

2.6.4. Gizi buruk


Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari
kebutuhan tubuh. Adapun klasifikasi gizi buruk adalah sebagai berikut:

Kwashiorkor

Dengan gejala klinis:


a. Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis
b. Edema
c. Otot menyusut (kurus)
d. Depigmentasi rambut dan kulit
e. Karakteristik di kulit : timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky
paint dermatosis
f. Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversible
g. Atropi dari kelenjar Acini dari pankreas sehingga produksi enzim untuk
merangsang aktivitas enzim untuk mengeluarkan juice duodenum
terhambat , diare
h. Anemia moderat
i. Masalah diare dan infeksi menjadi komponen gejal klinis
j. Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan
sintesis plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala
kebutaan yang tetap/permanen (Departemen gizi, 2007).

Marasmus

Dengan gejala klinis:


a. Kurus kering
b. Tampak hanya tulang dan kulit

13

c. Otot dan lemak bawah kulit atropi


d. Wajah seperti orang tua
e. Berkerut/keriput
f. Layu dan kering
g. Diare umum terjadi (Ditjenkes RI, 2007).

Kwashiorkor-marasmus

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor


dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median World Health OrganizationNational Centre for Health Statistics (WHO-NCHS) disertai edema yang tidak
mencolok (Depkes RI, 2000).

2.6.5. Penilaian Status Gizi Balita


Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
sering disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di
Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam
pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan
WHO-NCHS. Pada Loka Karya Antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan
baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah
direkomendasikan penggunaan baku rujukan WHO-NCHS. Berdasarkan baku
harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas.
b. Gizi baik untuk well nourished
c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM
(Protein Calori Malnutrition)
d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiokor
dan kwasiokor.

Dalam klasifikasi status gizi menurut Rekomendasi lokakarya Antropometri, 1975


serta Puslitbang Gizi, 1978 digunakan lima macam indeks yaitu: BB/U, TB/U,

14

LLA/U, BB/TB, dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard. Garis baku
adalah persentil 50 baku Harvard.

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Menurut Rekomendasi Lokakarya


Antropometri 1975 Dan Puslitbang Gizi 1978.
Kategori

BB/U*)

TB/U*)

LLA/U

BB/TB*)

LLA/TB

Gizi baik

100-80%

100-95%

100-85%

100-90%

100-85%

Gizi

< 80-60%

< 95-85%

< 85-70%

< 90-70%

< 85-75%

< 60%

< 85%

< 70%

< 70%

< 75%

kurang
Gizi
buruk**)
*) Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard
**)Kategori

gizi

buruk

termasuk

marasmus,

marasmik-kwashiokor

dan

kwashiokor.
Adapun cara yang dilakukan untuk menilai status gizi anak usia 0-5 tahun
adalah dengan menggunakan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indeks LLA/U
digunakan pada anak usia -5 tahun dan 6-17 tahun dan LLA/TB pada anak usia
1-10 tahun. Setiap indeks tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masingmasing (Irianto, 2007).

2.6.6. Upaya Pencegahan Gizi Buruk


Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan
sebagai upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah
tangga yaitu:
a. Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap
bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya
b. Ibu memberikan hanya ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan
c. Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun
d. Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai
anjuran pemberian makanan
e. Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluarga lainnya

15

f. Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita


mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan
g. Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas.

2.6.7. Upaya Perbaikan Gizi di Indonesia


Kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) merupakan salah satu
program gizi yang sedang dan telah dilaksanakan di Indonesia. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan UPGK mempunyai beberapa kegiatan yang pada
hakikatnya merupakan satu paket, yaitu menyangkut :

Penimbangan bulanan anak balita dengan menggunakan Kartu Menuju


Sehat (KMS).

Pendidikan gizi dan kesehatan bagi ibu-ibu dari anak balita tersebut.

Demonstrasi memasak makanan yang memenuhi persyaratan gizi baik


atau pemberian makanan tambahan yang bergizi tinggi kepada anak balita,
terutama yang menderita gizi buruk.

Mengembangkan intensifikasi pemanfaatan lahan pekarangan untuk


memproduksi bahan pangan bernilai gizi tinggi maupun untuk tanaman
obat tradisional (apotek hidup).

Pemberian paket pertolongan gizi untuk mereka yang memerlukan, yang


terdiri dari vitamin A dosis tinggi, tablet besi, garam oralit dan garam
beryodium (Suhardjo, 1996).

16

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.

Kerangka Konsep Penelitian


Pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga terhadap

pencegahan gizi buruk pada balita di Desa Binaan Bagan Deli Lingkungan V
Kecamatan Medan Belawan digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:
1.Pengetahuan Ibu
2. Sosial Ekonomi Keluarga
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pendapatan
- Jumlah anak

Pencegahan Gizi Buruk


pada balita

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


vdv

3.2.

Definisi Operasional
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden
mengenai gizi buruk. Pengetahuan dikategorikan menjadi:
a. Pengetahuan buruk jika responden bisa menjawab 6 pertanyaan
mengenai gizi buruk.
b.

Pengetahuan sedang jika responden bisa menjawab pertanyaan 7-11


pertanyaan mengenai gizi buruk.

c. Pengetahuan baik jika responden bisa menjawab pertanyaan 12


pertanyaan mengenai gizi buruk.

2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah


ditempuh dan ditamatkan oleh responden. Kategori pendidikan dibagi
menjadi:
a. Pendidikan rendah, jika responden tidak sekolah atau tamat SD.
b. Pendidikan sedang, jika responden tamat SMP atau SMA.
c. Pendidikan tinggi, jika responden tamat akademi atau perguruan tinggi.

17

3. Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan responden secara


rutin selain sebagai ibu rumah tangga dan mendapatkan imbalan berupa uang
atau barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dengan kategori:
a. Ibu yang tidak bekerja
b. Ibu yang bekerja

4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan kepala keluarga dari responden dalam


satu bulan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pendapatan diukur
berdasarkan Upah Minimum Propinsi (UMP) Sumatera Utara tahun 2014
sesuai Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara no 561 tahun 2014 yaitu
sebesar Rp 1.851.500, dengan kategori:
a. UMP atau Rp 1.851.500/ bulan
b. > UMP atau > Rp 1.851.500/ bulan

5. Jumlah anak adalah banyaknya anak kandung yang dilahirkan hidup oleh ibu.
Berdasarkan Kamus Istilah BKKBN dalam Gunawan (2009), jumlah anak
dalam satu keluarga dibedakan atas keluarga kecil dan keluarga besar.
c. Keluarga kecil : apabila responden memiliki 1-2 orang anak
d. Keluarga besar : apabila responden memiliki >2 orang anak

6. Tindakan ibu terhadap pencegahan gizi buruk adalah hal-hal yang


berhubungan dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh ibu dalam mencegah
terjadinya kasus gizi buruk pada balitanya. Tindakan dikategorikan menjadi:
a. Pencegahan baik, apabila respoden mampu melakukan pencegahan gizi
buruk pada balita (mampu menyelesaikan kuesioner >12 pernyataan benar).
b. Pencegahan

sedang,

apabila

responden

cukup

mampu

melakukan

pencegahan gizi buruk pada balita (mampu menyelesaikan kuesioner 7-11


pernyataan benar).
c. Pencegahan buruk, apabila responden kurang mampu melakukan pencegahan
gizi buruk pada balita (hanya mampu menyelesaikan kuesioner 6
pernyataan benar).

18

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan cross sectional, yang

bertujuan untuk menjelaskan gambaran pengetahuan dan sosial ekonomi tentang


tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di Desa Binaan Bagan Deli
Lingkungan V Kecamatan Medan Belawan.

4.2.

Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa

Binaan Bagan Deli Lingkungan V

Kecamatan Medan Belawan yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Belawan


Kota Medan. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan dari data yang
didapat bahwa kecamatan Belawan merupakan salah satu kecamatan dari
sembilan kecamatan yang rawan gizi buruk di Kota Medan.

4.3.

Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita di
Desa Binaan Bagan Deli Lingkungan V Kecamatan Medan Belawan.

4.3.2

Sampel
Perkiraan besar sampel minimal untuk penelitian ini diambil berdasarkan

rumus di bawah ini (Wahyuni, 2007):

N .Z 21 / 2 . p(1 p)
( N 1)d 2 Z 21 / 2 . p(1 p)

dimana:
n

= Besar sampel minimum


2

Z
P

1-/2

= Nilai distribusi normal baku pada tertentu


= Harga proporsi di populasi

19

= Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

= Jumlah di populasi

N .Z 21 / 2 . p(1 p)
n
( N 1)d 2 Z 21 / 2 . p(1 p)
100.(1,28) 2 .0,5(1 0,5)

(100 1)(0,1) 2 (1,28) 2 .0,5(1 0,5)

100 .1,6384 .0,25


99 .0,01 1,6384 .0,25

40 ,96
1,3996

= 29,2655
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel sebesar 30 orang.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik consecutive sampling.
Untuk menjadi sampel pada penelitian ini, individu dalam populasi harus
memenuhi kriteria, yakni ibu-ibu yang memiliki balita.

4.4

Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan

data primer diperoleh dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada
responden dengan bantuan kuesioner.

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas


4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Untuk mengetahui keterandalan instrumen kuesioner yang digunakan
maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan hasil pada tabel 4.1 untuk
pengetahuan, dan tabel 4.2 untuk pencegahan

20

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan


Nomor
Total
Status
Alpha
Status
Pertanyaan
Pearson
Correlation
Pengetahuan
1
Valid
0,876
Reliabel
0,593
Variabel

0,440

Valid

Reliabel

0,360

Valid

Reliabel

0,385

Valid

Reliabel

0,491

Valid

Reliabel

0,531

Valid

Reliabel

0,542

Valid

Reliabel

0,415

Valid

Reliabel

0,644

Valid

Reliabel

10

0,542

Valid

Reliabel

11

0,567

Valid

Reliabel

12

0,597

Valid

Reliabel

13

0,818

Valid

Reliabel

14

0,438

Valid

Reliabel

15

0,573

Valid

Reliabel

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pencegahan


Variabel
Nomor
Total
Status
Alpha
Status
Pertanyaan
Pearson
Correlation
Pencegahan
1
Valid
0,896
Reliabel
0,570
2

0,801

Valid

Reliabel

0,587

Valid

Reliabel

0,416

Valid

Reliabel

0,676

Valid

Reliabel

0,723

Valid

Reliabel

0,402

Valid

Reliabel

0,447

Valid

Reliabel

0,422

Valid

Reliabel

21

4.5

10

0,601

Valid

Reliabel

11

0,641

Valid

Reliabel

12

0,541

Valid

Reliabel

13

0,546

Valid

Reliabel

14

0,716

Valid

Reliabel

15

0,480

Valid

Reliabel

Metode Analisis Data


Analisis data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu editing yaitu untuk

memeriksa

hasil

kuesioner

responden,

selanjutnya

coding

untuk

mengklasifikasikan data dan untuk memudahkan dalam menganalisis data.


Kemudian pemberian skor yang diikuti dengan memasukkan data ke dalam
komputer. Analisis data menggunakan program SPSS (Statistic Package for
Social Science).

22

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.

Hasil Penelitian

5.1.1.

Deskripsi Lokasi Penelitian


Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan

Belawan. Kelurahan Bagan Deli adalah daerah kelurahan di Kecamatan Medan


belawan yang terdiri dari 15 lingkungan. Batas Wilayahnya adalah Utara
berbatasan dengan Kelurahan Belawan I, Selatan berbatasan dengan Muara
Sungai Deli, Timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Barat berbatasan dengan
kelurahan Belawan II. Luas wilayah sekitar 230 Ha dengan jumlah kepala
keluarga 3.735 KK dan jumlah penduduk 17054. Mata pencaharian penduduk
paling banyak adalah nelayan perikanan (1824) disusul oleh buruh nelayan
perikanan (1091). Bangunan rumah penduduk mayoritas terbuat dari papan atau
kayu.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden


Penelitian ini dilakukan pada 30 orang responden ibu-ibu yang memiliki
balita di lingkungan V desa Bagan Deli, Kecamatan Belawan. Karakteristik yang
diamati terhadap responden adalah pengetahuan dan sosial ekonomi (pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan jumlah anak).
a. Pengetahuan
Pengetahuan responden dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu baik, sedang,
dan buruk. Mayoritas pengetahuan responden berada pada tingkat sedang
yaitu 63,3%, diikuti oleh kategori baik sebesar 33,3%, dan minoritas
responden adalah kategori buruk sebesar 3,3% (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Baik
Sedang

10
19

33.3
63.3

23

Buruk
Total

1
30

3.3
100

b. Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa sebagian besar responden
berpendidikan SD sebanyak 13 orang (43,3%), diikuti yang berpendidikan SMP
sebanyak 9 orang (30%), SMA sebanyak 6 orang (20%) dan yang tidak
bersekolah sebanyak 2 orang (6,7%) (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Tidak sekolah
SD

2
13

6.7
43.3

SMP

30

SMA

20

Total

30

100

c. Pekerjaan
Mayoritas responden yang tidak bekerja, yaitu sebanyak 28 orang (93,3%) dan
minoritas responden yang bekerja, yaitu sebanyak 2 orang (6,7%) (Tabel 5.3).

Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Tidak bekerja
Bekerja

28
2

93.3
6.7

Total

30

100

d. Pendapatan
Dalam penelitian ini, mayoritas pendapatan responden adalah dibawah UMP
( UMP atau Rp 1.851.500/ bulan), yaitu sebanyak 25 orang (83,3%), dan
minoritas dengan UMP diatas Rp. 1.851.00 sebanyak 5 orang (16,7%) (Tabel 5.4)

24

Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Pendapatan


Penghasilan(Rp/bulan)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
UMP
> UMP
Total

25
5
30

83.3
16.7
100

e. Jumlah anak
Jumlah anak adalah banyaknya anak kandung yang dilahirkan hidup oleh ibu,
dibagi atas keluarga kecil (1-2 orang anak) dan besar (>2) (Gunawan,2009).
Dalam penelitian ini mayoritas responden adalah dengan keluarga kecil, yaitu
sebanyak 21 orang (70%), dan keluarga besar sebanyak 9 orang (30%). Lihat
Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Anak


Lama Menderita (tahun)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Keluarga kecil
Keluarga besar
Total

21
9
30

70.0
30.0
100

5.1.3. Hasil Analisis Data


Data lengkap distribusi frekuensi dan persentase jawaban responden untuk
setiap pertanyaan mengenai pencegahan gizi buruk pada balita terdapat di Tabel
5.6.
Tabel 5.6 Distribusi Jawaban Responden tentang Pencegahan Gizi Buruk pada
Balita
No.

Pencegahan

Total

Benar
N

Salah
N

1.
2.

Memberi makanan yang beraneka ragam


Mendampingi balita saat makan

28 93.3
29 96.7

2
1

6.7
3.3

30 100
30 100

3.
4.

Balita diberi makan tiga kali dalam sehari

28 93.3

6.7

30 100

Waktu pemberian makan balita diberi secara teratur

25 83.3

16.7 30 100

25

5.

Balita selalu menghabiskan porsi makanan setiap kali makan

6.

8.

14 46.7 16 53.3 30 100


Makanan tidak selalu memenuhi syarat 4 Sehat 5 Sempurna
Tidak hanya memberikan ASI saja kepada bayi selama usia 0-6 13 43.3 17 56.7 30 100
bulan
26 86.7 4 13.3 30 100
Tetap memberikan ASI sampai usia 2 tahun

9.

Memberikan MP ASI setelah berusia 6 bulan

28 93.3

6.7

10.

Balita tetap minum susu setiap hari setelah usia 2 tahun

23 76.7

23.3 30 100

11.

15 50.0 15 50.0 30 100


Balita tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap
Ibu segera membawa balita berobat ke pelayanan kesehatan bila 28 93.3 2 6.7 30 100
balita mengalami sakit
27 90.0 3 10.0 30 100
Rutin membawa balita setiap bulan ke posyandu

7.

12.
13.
14.
15.

Rutin menimbang berat badan balita setiap bulan


Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan
pada balitanya

15 50.0 15 50.0 30 100

28 93.3

6.7

30 100

30 100

29 96.7 29 96.7 30 100

Pertanyaan yang paling banyak dijawab dan paling tepat oleh responden
pada pencegahan gizi buruk pada balita adalah pernyataan nomor 2 dan 15
(96,7%), selanjutnya pertanyaan nomor 1,3,9,12, dan 14 (93,3%), dan responden
tidak menjawab dengan benar dan tepat paling banyak ada dipertanyaan nomor 7
(56,7%) (Tabel 5.6).
Mayoritas responden memiliki upaya pencegahan baik yakni sebanyak 22
orang (73,3%) dan yang memiliki upaya pencegahan sedang sebanyak 7 orang
(23,3%), sedangkan yang memiliki upaya pencegahan buruk hanya 1 orang
responden (3,3%). Lihat Tabel 5.7

Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Pencegahan Gizi Buruk


Tingkat Pencegahan

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Buruk
Sedang
Baik
Total

1
7
22
30

3.3
23.3
73.3
100

26

Mayoritas

pencegahan

responden

berdasarkan

pengetahuan

yakni

sebanyak 14 orang (46,7%) dengan pencegahan sedang-pengetahuan baik dan


pencegahan baik-pengetahuan baik sebanyak 7 orang (23,3%) sedangkan yang
memiliki upaya pencegahan buruk hanya 1 orang responden (3,3%) dari tingkat
pengetahuan baik. Lihat Tabel 5.8

Tabel 5.8 Distribusi Pencegahan Responden berdasarkan Pengetahuan


Pencegahan
Buruk
Sedang
Baik
Total

Buruk
N
0
1
0
1

%
0
3,3
0
3,3

Pengetahuan
Sedang
n
%
0
0
4
13,3
3
3,3
7
16,6

Baik
n
%
1
3,3
14
46,7
7
23,3
22
73,3

Total
N
1
19
10
30

%
3,3
63.3
33,3
100

Mayoritas pencegahan responden berdasarkan tingkat pendidikan yakni


sebanyak 10 orang (33,3%) dengan pencegahan baik-pendidikan SD, sedangkan
yang memiliki upaya pencegahan buruk hanya 1 orang responden (3,3%) dari
tingkat pendidikan SD. (Tabel 5.9)

Tabel 5.9 Distribusi Pencegahan Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan


Pencegahan
Buruk
Sedang
Baik
Total

Tidak sekolah
N
%
0
0
1
3,3
1
3,3
2
6,7

Tingkat Pendidikan
SD
SMP
N
%
n
%
1
3,3
0
0
2
6,6
4
13,3
10
33,3
5
16,7
13
43,3
9
30

SMA
n
%
0
0
6
6

0
0
20
20

Total
N
1
7
22
30

Mayoritas pencegahan responden berdasarkan pekerjaan yakni sebanyak


20 orang (66,7%) dengan pencegahan baik-tidak bekerja, diikuti dengan
pencegahan sedang-tidak bekerja sebanyak 7 orang (23,3%) sedangkan yang
memiliki upaya pencegahan buruk hanya 1 orang responden (3,3%) dari yang
tidak bekerja. (Tabel 5.10)

%
3,3
23.3
73,3
100

27

Tabel 5.10 Distribusi Pencegahan Responden berdasarkan Pekerjaan


Pencegahan
Buruk
Sedang
Baik
Total

Pekerjaan
Tidak bekerja
Bekerja
n
%
n
%
1
3,3
0
0
23,3
0
0
7
66,7
2
6,7
20
28
93,3
2
6,7

Total
N
0
7
22
30

%
3,3
23.3
73,3
100

Mayoritas pencegahan responden berdasarkan UMP yakni sebanyak


18orang (60%) dengan pencegahan baik-<UMP, diikuti dengan pencegahan
sedang-<UMP sebanyak 6 orang (20%), sedangkan yang memiliki upaya
pencegahan buruk hanya 1 orang responden (3,3%) dari <UMP . (Tabel 5.11)

Tabel 5.11 Distribusi Pencegahan Responden berdasarkan UMP


UMP
Pencegahan
Buruk
Sedang
Baik
Total

< UMP
n
%
1
3,3
20
6
60
18
25
83,3

UMP
n
%
0
0
1
3,3
4
13,3
5
16,7

Total
n
1
7
22
30

%
3,3
23,3
73,3
100

Mayoritas pencegahan responden berdasarkan jumlah anak yakni


sebanyak 16orang (53,3%) dengan pencegahan baik-anak 2 orang, diikuti
dengan pencegahan baik- > 2 orang , sebanyak 6 orang (20%), sedangkan yang
memiliki upaya pencegahan buruk hanya 1 orang responden (3,3%) dari yang
memiliki anak 2 orang. (Tabel 5.12)

Tabel 5.12 Distribusi Pencegahan Responden berdasarkan Jumlah Anak


2

Pencegahan
Buruk
Sedang
Baik

n
1
4
16

Jumlah Anak
> 2
%
n
%
3,3
0
0
13,3
3
10
53,3
6
20

Total
N
1
7
22

%
3,3
23,3
73,3

28

Total

5.2.

21

70

16,7

30

100

Pembahasan
Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari

kebutuhan tubuh. Menurut Zeltin (2000), masa balita (usia 1-5 tahun) merupakan
tahap perkembangan yang pesat jika tidak didukung dengan gizi yang seimbang
maka balita jatuh pada kondisi gizi kurang. Faktor-faktor yang memengaruhi
tingginya kejadian gizi buruk pada balita adalah tingkat sosial ekonomi
masyarakat yang rendah sehingga memengaruhi pola konsumsi pangan keluarga
termasuk balita. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap kejadian gizi
buruk pada balita adalah pengetahuan ibu yang rendah terhadap gizi balita
menyebabkan ibu kurang mengerti tentang pola asupan makanan bergizi dan cara
yang tepat memberi makan kepada balitanya. Untuk mengetahui hal ini, peneliti
mendapat informasi mengenai bagaimana pengetahuan dan sosial ekonomi
keluarga dalam melakukan pencegahan terhadap gizi buruk, yakni melalui
konfirmasi dengan melakukan wawancara dengan ibu-ibu yang memiliki balita.
Wawancara ini menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan seputar
pengetahuan tentang gizi dan gizi buruk, yang kemudian dirangkum untuk
mengetahui pencegahan gizi buruk oleh ibu pada balitanya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapati pengetahuan ibu-ibu yang
memiliki balita di lingkungan V Kelurahan Bagan Deli dalam melakukan
pencegahan gizi buruk sebagian besar pada kategori sedang (63,3%) sedangkan
kategori baik sebesar 33,3%, dan kategori buruk sebesar 3,3%. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Kurniawan (2007) di kecamatan Andir
Bandung dimana didapati mayoritas (66,7%) responden memiliki pengetahuan
baik mengenai pencegahan gizi buruk. Sedangan menurut Maimonah (2009)
sebagian besar (70%) ibu di kecamatan

Ngroggot Nganjuk, memiliki

pengetahuan yang baik tentang kebutuhan gizi balita. Perbedaan hasil penelitian
tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi masyarakat

seperti

rendahnya kondisi perekonomian, pendidikan , dan arus informasi yang diterima.

29

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan


sebagai upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah
tangga yaitu menimbang berat badan anak secara teratur setiap bulan di posyandu,
memberikan ASI ekslusif kepada bayi usia 0-6 bulan, tetap memberikan ASI
kepada anak sampai usia 2 tahun, memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi
kesehatan anak sesuai anjuran pemberian makanan, memberikan makanan
beraneka ragam bagi anggota keluarga lainnya, segera memberitahukan pada
petugas kesehatan/kader bila balita mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan
dan menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas. Berdasarkan distribusi
pencegahan responden ternyata didapati mayoritas responden memiliki upaya
pencegahan baik yakni sebanyak 22 orang (73,3%) sedangkan yang memiliki
upaya pencegahan buruk hanya 1 orang responden (3,3%). Perilaku pencegahan
gizi buruk pada balita yang paling banyak dilakukan ibu adalah mendampingi
balita saat makan dan menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan
(96,7%). Disamping meningkatkan hubungan ibu dan anak mendampingi anak
makan penting agar memastikan anak menghabiskan makanan yang disediakan
untuknya. Mayoritas ibu menerapkan anjuran petugas kesehatan sehingga penting
bagi petugas kesehatan dalam menggalakkan promosi kesehatan dalam hal
pencegahan gizi buruk. Selanjutnya 93,3% persen responden juga melakukan
pencegahan gizi buruk dengan memberikan makanan beraneka rupa, memberi
balita makan tiga kali dalam sehari, memberikan MP ASI setelah berusia 6 bulan,
segera membawa balita berobat ke pelayanan kesehatan bila balita mengalami
sakit, dan rutin menimbang berat badan balita setiap bulan. Namun, sekitar 56.7%
responden tidak memberikan ASI eksklusif pada pada bayinya pada usia 0-6
bulan. Dari hasil wawancara didapati hal ini dikarenakan kekawatiran ibu
terhadap kurangnya asupan yang diterima bayinya apabila hanya mendapat ASI.
ASI ekslusif adalah asupan yang sesuai bagi kebutuhan bayi dengan nutrisi yang
lengkap dan penuh gizi. ASI mudah dicerna oleh lambung, sehingga tidak
menimbulkan masalah pencernaan.
Dalam penelitian ini, untuk menilai perilaku pencegahan gizi buruk
seseorang, peneliti mengambil beberapa variabel, seperti pengetahuan dan sosial

30

ekonomi yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga, dan jumlah


anak. Mayoritas pencegahan responden berdasarkan pengetahuan yakni sebanyak
14 orang (46,7%) dengan pencegahan sedang-pengetahuan baik dan pencegahan
baik-pengetahuan baik sebanyak 7 orang (23,3%)

sedangkan yang memiliki

upaya pencegahan buruk hanya 1 orang responden (3,3%) dari tingkat


pengetahuan baik. Menurut penelitian Siska (2010), yang menyebutkan bahwa
pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan
gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota Medan.
Sedikitnya responden yang memiliki perilaku pencegahan baik dengan
pengetahuan baik dikarenakan masih rendahnya kemauan dan kesadaran
masyarakat untuk memerhatikan tumbuh kembang balita, terutama untuk masalah
pemenuhan gizi. Hal ini dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan masyarakat
yang mayoritas rendah. mayoritas responden berasal dari tingkat pendidikan SD
yaitu 43,3%, SMP 30% dan SMA 20%. Pencegahan responden berdasarkan
tingkat pendidikan didapati seluruh responden dengan tingkat pendidikan SMA
(20%) pada kategori pencegahan baik dan (33,3%) dengan pencegahan baikberpendidikan SD, sedangkan yang memiliki upaya pencegahan buruk hanya 1
orang responden (3,3%) dari tingkat pendidikan SD.
Berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden sebanyak (66,7%) ibu yang
tidak bekerja melakukan pencegahan baik, diikuti dengan pencegahan sedangtidak bekerja sebanyak 7 (23,3%) sedangkan yang memiliki upaya pencegahan
buruk hanya 1 orang responden (3,3%) dari yang tidak bekerja. Menurut Yusrizal
(2008), yang menyebutkan bahwa faktor sosial ekonomi yakni pekerjaan ibu
mempunyai pengaruh terhadap status gizi anak balita di wilayah pesisir
Kabupaten Bireuen.
Dalam penelitian ini, mayoritas pendapatan responden adalah dibawah
UMP , yaitu sebanyak 83,3%, dan minoritas dengan UMP diatas Rp. 1.851.000
sebanyak 16,7%. Menurut pendapat Sayogya (1994), yang menyatakan bahwa
rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tak
mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Dari penelitian ini
didapati pencegahan responden sebanyak 60% dengan pencegahan baik-<UMP,

31

diikuti dengan pencegahan sedang-<UMP sebanyak 6 orang 20%, sedangkan yang


memiliki upaya pencegahan buruk hanya 3,3% dari <UMP.
Himawan (2006), di mana disebutkan anak dengan urutan paritas yang
lebih tinggi ternyata kemungkinan untuk menderita gangguan gizi lebih besar.
Risiko yang mungkin timbul terhadap seorang anak yaitu apabila terjadi kelahiran
lagi sedangkan anak sebelumnya masih minum ASI, sehingga perhatian ibu
beralih pada anak yang baru lahir. Terhentinya pemberian ASI merupakan faktor
pendorong terjadinya gizi buruk. Dalam penelitian ini mayoritas responden adalah
dengan keluarga kecil, yaitu sebanyak 70%, dan keluarga besar sebanyak 30%.
Dan pencegahan responden berdasarkan jumlah anak yakni mayoritas 53,3%
dengan pencegahan baik-anak 2 orang, diikuti dengan pencegahan baik- > 2
orang , sebanyak 20%.

32

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam

penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan,yaitu:


1. Pencegahan gizi buruk ibu yang memiliki balita tentang pencegahan gizi
buruk di Lingkungan V Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
adalah sebanyak 22 orang dalam kategori baik (73,3%), 7 orang (23,3%)
dalam kategori sedang, dan 1 orang (3,3%) dalam kategori buruk.
2. Berdasarkan

tingkat

pengetahuan

mayoritas

responden

memiliki

pengetahuan sedang yaitu sebanyak 63,3%. Dimana mayoritas responden


dengan pengetahuan baik memiliki pencegahan sedang (46,7%) dan 3,3%
responden dengan pengetahuan baik melakukan pecegahan buruk.
3. Berdasarkan kategori tingkat pendidikan, didapati bahwa mayoritas
responden berpendidikan SD sebanyak 13 orang (43,3%), dan 10 orang
(33,3%) responden dengan tingkat pendidikan SD dengan pencegahan
baik dan 1 orang (3,3%) dengan tingkat pendidikan SD melakukan
pencegahan buruk.
4. Berdasarkan pekerjaan, didapati bahwa mayoritas responden tidak bekerja
(93,3%) dan dengan pencegahan baik sebesar 66,7% dan dengan
pencegahan sedang 23,3%.
5. Berdasarkan penghasilan, mayoritas responden berdasarkan jumlah
pendapatan berada pada kategori <UMP yatu 73,3% dimana 60% keluarga
dengan penghasilan <UMP melakukan pencegahan baik dan 13,3%
keluarga dengan penghasilan >UMP melakukan pencegahan baik.
6. Berdasarkan jumlah anak, mayoritas responden merupakan keluarga kecil
yaitu 70%. Dimana mayoritas responden dengan keluarga kecil melakukan
pencegahan baik sebanyak 53,3% diikuti dengan 20% keluarga besar yang
melakukan pencegahan baik.

33

6.2.

Saran
Terdapat beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang berperan dalam penelitian ini, yakni:


1. Diharapkan Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar meningkatkan
pemantauan dan evaluasi status gizi balita dan bertindak cepat apabila
menemukan kasus gizi kurang dan gizi buruk balita, serta meningkatkan
program-program gizi yang sudah berjalan dalam rangka meningkatkan
status gizi balita di seluruh lapisan masyarakat khususnya Desa Bagan
Deli.
2. Diharapkan kepada pemerintah Kota Medan agar mengadakan kerjasama
lintas sektoral khususnya Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas
Pertanian, Peternakan, dan Perikanan dalam rangka meningkatkan
keterampilan masyarakat pada pengelolaan swadaya pertanian dan
peternakan domestik.
3. Diharapkan kepada Puskesmas Belawan untuk melakukan pemantauan
terhadap keaktifan petugas gizi dan bidan desa dalam menangani dan
membina keluarga yang memiliki balita gizi buruk.
4. Diharapkan kepada bidan desa dan kader posyandu agar mengajak ibu
balita datang ke posyandu secara aktif dengan persiapan pra hari H, hari H
dan pasca pelaksanaan posyandu dan meningkatkan kegiatan penyuluhan
kesehatan terutama tentang gizi seimbang dan pola asuh balita serta
memberikan pembinaan tanaman keluarga untuk membantu memnuhi
kebutuhan pangan keluarga.

34

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia, Jakarta.


Anonim, 2009. Gizi Buruk Hadang 200 Juta Balita. www.republikaonline.co.id.
[Akses tanggal 9 Oktober 2010]
Anoraga, Pandji, 1998. Psikologi Kerja. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Baliwati, Yayuk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Swadaya, Jakarta.
Depkes RI, 2000. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi-Protein pada Anak di
Puskesmas dan di Rumah Tangga. Jakarta.
-----------, 2008. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia Tahun
2005. Jakarta.
Ditjenkes RI, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Djaeni, Achmad, 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat,
Jakarta.
--------, Achmad, 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Dian
Rakyat, Jakarta.
Hartriyanti, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Penerbit PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Irianto, 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar.
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
-----------------------------, 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
-----------------------------, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
Sayogya, 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Setiawati, 2008. Proses Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan. Trans Info
Media, Jakarta.

35

Suhardjo, 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Bogor.


-----------, 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Bogor.
Supariasa, 2001. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.
Zeltin, 2000. Gizi Balita di Negara-negara Berkembang. Widya Karya Nasional,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai