Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TANAMAN POLYGONUM SEBAGAI SUMBER SENYAWA-SENYAWA AKTIF

A. Kumis kucing (Orthosiphon aristatus)

Memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik), radang ginjal, batu ginjal,


kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis., reumatik, menurunkan
kadar glukosa darah, dan antibakteri.

Di India : rematik, penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit


(wikipedia)

B. Tapak darah (Catharantus roseus)

Bunga dan daunnya : leukemia


Kandungan kimia : vincristine, vinblastine, reserpine, ajmalicine, dan
serpentine.
Tanda-tanda keracunan tapak dara : demam, loyo, dan muntah-muntah,
kehilangan refleks tendon, berhalusinasi, koma, dan kematian.
OBAT DARAH TINGGI, PENDARAHAN AKIBAT PENURUNAN TROMBOSIT,
ACUTE LYMPHOCYTIC LEUKIMIA, OBAT KANKER, LIMPA, LEUKIMIA,
LIMFOSARKOMA, DAN CHORIONIC EPITHELIOMA
Bahan :Tapak dara 15 gr, + Air 500 ml
Cara Membuat
Cuci bahan hingga bersih. Rebus hingga mendidih, biarkan sampai air tersisa
200 ml. Dinginkan ,saring.
Minum ramuan herbal obat tradisional sekaligus.

# Kajian Kimiawi dan Farmakologi Tanaman Polygonum


Polygonum
Polygonaceae : famili tanaman yang cukup besar, memiliki 30 genus dan
sekitar 750 spesies (Castroveijo et al., 1990). Polygonum adalah salah satu
genusnya, terdiri dari 150-300 spesies (Wikipedia).
Manfaat tanaman Polygonum dalam pengobatan tradisional seperti P.
cuspidatum, dalam pengobatan China, Korea, Taiwan dan Jepang digunakan
sebagai obat penyakit inflamasi, hepatitis, tumor, dan diare (Chu et al., 2005),
dermatitis and abscess (Yang et al., 2001), dan lima foodborne bacteria (Shan
et al., 2008).
Senyawa non-volatile meliputi kelompok anthraquinon, flavonoid, stilbena,
anthocyanin, polyphenol, asam organik, chromone dan terpenoid. Sementara
itu, senyawa volatile baru satu yang dilaporkan, berasal dari P. minus
(Baharum, 2010)
# Hubungan Morfologi Dengan Metabolit Sekunder Polygonum
Tanaman

Struktur

# Hubungan Strukturmetabolit Sekunder Dengan Aktivitas Biologi

P. cuspidatum (root)
Dental cries, Streptococcus mutans and S. sobrinus (Ban SH.,
2010), neuroprotection against cerebral ischemia (Zhang D
et al., 2009)

P. cuspidatum (root), P. sachalinensis (roots), P. paleaceum


Antihepatitis B virus (Wang GF et al., 2009), inhibit oxidation of
low-density lipoprotein (LDL) (Meyer AS et al., 1998). Protects
UVB radiation (Wu et al, 2006), inhibits lung metatesis (Menon et
al., 1999), prevent doxorubicin-induced toxicity in
cardiomyocytes (Du Y and Lou H, 2008). Neurodegeneration and
neuroprotection in neurodegenerative diseases (mandel S and Youdim BHM,
2004; Ruan H. 2009), prevents endothelial dysfunction in the prediabetic stage of
OLETF rats (Ihm SH et al., 2009), reduces atherosclerotic lesion (Auclair S et al.,
2009), antioxidant against rhabdomyolysis (Chander V.,2003), radical scavenger
(Lacopini P., 2008), reduce doxorubicin-induced hepatotoxicity in rats (Kalender Y.,
2005), anti-obesity (Murase T., 2009; Unno K., 92009), antimutagenic (Geetha T.,
2004), retinal disease (Siu AW et al., 2008), Maloney murine leukemia virus
(Tichopad A., 2005

# Kajian kimiawi dan aktivitas biologi tanaman polygonum di UHO

Metabolit Sekunder dari P. pulchrum

Kesimpulan

Tanaman Polygonum memiliki kandungan kimia dan aktivitas biologi yang


sangat bearagam.

Beberapa senyawa memiliki aktivitas biologi yang menarik untuk


dikembangkan menjadi senyawa target atau marker dalam pengembangan
herbal.

BAB II
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL

A. PENDAHULUAN

Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan,bahan mineral, sediaan sarian (galenik),
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai norma yang
berlaku di masyarakat.

SUPLEMEN KESEHATAN (Peraturan Kepala BPOM No.39/2013)


Suplemen kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk
melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan, dan atau
memperbaiki fungsi kesehatan; mengandung satu atau lebih bahan
berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari
tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempuyai nilai gizi dan atau efek
fisiologis, yang tidak dimaksudkan sebagai pangan.

REGULASI OBAT TRADISIONAL


UU No.36 tahun 2009 Kesehatan
Permenkes No.381 tahun 2007 Kebijakan Nasional Obat Tradisional
(KOTRANAS)
Permenkes 006 tahun 2012 Industri dan Usaha Obat Tradisional
Permenkes 007 tahun 2012 Registrasi Obat Tradisional
Keputusan Ka.BPOM RI No.HK.00.05.41.1384 tahun 2005 Kriteria dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka
Keputusan Ka.BPOM RI No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia

REGULASI SUPLEMEN MAKANAN


UU No.36/2009 tentang Kesehatan.
Keputusan Kepala BPOM RI No.HK. 00.05.23.3644 tahun 2004 tentang
Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan.

Keputusan Kepala BPOM RI No.HK. 00.05.41.1381 tahun 2005 tentang Tata


Laksana Registrasi Suplemen Makanan.
Peraturan Kepala BPOM RI No.39 tahun 2013 tentang Standar Pelayanan
Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Permenkes No. 006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
1. Produksi: param, tapel, pilis, Cairan Obat Luar (COL) dan rajangan.
Usaha Kecil Obat Tradisonal (UKOT)
1. Penanggung Jawab: sekurang-kurangnya 1 tenaga teknis kefarmasian yg
memiliki Sertifikat Pelatihan CPOTB.
2. Produksi: semua bentuk sediaan OT, kecuali tablet & Effervescen.
3. Jika akan memproduksi sediaan kapsul dan/atau COD harus memiliki
Apoteker yang bekerja penuh, dan memenuhi CPOTB.
Industri Obat Tradisional (IOT):
1. Penanggung jawab sekurang-kurangnya 1 Apoteker
2. Produksi seluruh bentuk sediaan OT
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA):
1. Penanggung Jawab: sekurang-kurangnya 1 Apoteker
2. Produksi ekstrak untuk obat tradisional dan suplemen makanan.

KELOMPOK
Jamu

PERSYARATAN

Keamanan dan klaim khasiat


dibuktikan melalui bukti empiris
produk.

Obat Herbal Terstandar

Keamanan dan klaim khasiat


dibuktikan melalui hasil uji pra
klinik finished product, uji
toksisitas dan uji
farmakodinamika produk.

Protokol uji pra klinik harus


disetujui oleh BPOM

Standardisasi bahan baku.

Fitofarmaka

Keamanan dan klaim khasiat


dibuktikan dengan
melampirkan:

1. Hasil Uji pra klinik finished


product.
2. Hasil uji klinik finished product.

Protokol uji pra klinik dan uji


klinik harus disetujui oleh
BPOM.

Standardisasi bahan baku dan


produk jadi.

B. PELUANG
Sumber daya hayati Indonesia sangat berlimpah (di darat dan laut) nomor 2
di dunia. Sumber daya laut akan menjadi perhatian pemerintah baru.
Jumlah penduduk Indonesia 240 juta orang pangsa pasar yang sangat besar.
Indonesia menjadi incaran untuk memasarkan produk-produk negara lain.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi (no 2 setelah Tiongkok) daya
beli masyarakat meningkat dan kesadaran terhadap pemeliharaan kesehatan
juga meningkat.
Kecenderungan masyarakat untuk back to nature dan produk jamu sudah
sangat dikenal masyarakat Indonesia lebih mudah diterima.
Saintifikasi Jamu (Permenkes No.003/2010) peluang OT dipakai dalam
pengobatan oleh dokter. Percontohan adalah Klinik Saintifikasi Jamu Hortus
Medicus di Tawang mangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
PERKEMBANGAN INDUSTRI OT
Industri Obat Tradisional (IOT):
1. Tahun 2003 15 industri
2. Tahun 2014 : 129 industri
Banyak industri farmasi yang membuat produk-produk OT menunjukkan pasar
OT menarik.
Dulu Industri Farmasi dengan Fasber, sekarang harus IOT.
UKOT dan UMOT tahun 2014 1.118 usaha.

Perkembangan pasar Ekstrak Bahan Alam ???


Beberapa Industri OT besar dan Industri Farmasi membangun fasilitas IEBA:
a. Indofarma
b. Darya Varia: Phyto Chemindo
c. Haldin
d. Deltomed : Javaplant (2000)
e. Borobudur: Borobudur Extraction Centre (2003)
e. Dexa Medica: DLBS (Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences) (2013)
f. Sido Muncul: Semarang Herbal Indo Plant (2014)

C. TANTANGAN

Jamu dengan Bahan Kimia Obat (BKO), temuan BPOM 2011-2014 2,1%
dampak :
1. merusak image OT secara keseluruhan baik lokal maupun eksport.
2. Efek samping bagi kesehatan konsumen pemakai.

Produk Tanpa Ijin Edar/Ilegal, temuan BPOM 2011 2014 di sarana distribusi
(OT 9,07%, Suplemen 13,41%) dampak:
1. Kualitas, khasiat dan keamanan produk tidak bisa dipertanggung jawabkan
merugikan konsumen

Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) tahun 2011
meningkatkan kualitas dan keamanan produk OT.Hal ini menjadi tantangan
besar bagi industri / usaha OT, karena memerlukan biaya besar untuk
memenuhi standar CPOTB. Termasuk didalamnya dituntut kompetensi Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang baik. Agar tidak mematikan UMOT,UKOT
pedoman dibuat berbeda dengan IOT.

Bahan baku yang sudah distandardisasi makin sulit mempengaruhi kualitas


produk OT yang dihasilkan.

Rencana penerapan harmonisasi ASEAN di bidang OT industri OT negaranegara lain lebih siap. Sebagian pelaku usaha OT di Indonesia bersikap skeptis
keniscayaan yang harus dihadapi dengan memenuhi standar CPOTB ASEAN
agar industri OT tidak kalah bersaing dengan perusahaan negara lain.

Kebijakan untuk pengembangan OT antar lembaga pemerintah kurang selaras


perlu penyelarasan dan koordinasi yang lebih baik serta pengurangan ego
sektoral antar pemangku kepentingan OT.

Saintifikasi Jamu masih menjadi pro dan kontra di kalangan profesi dokter.
Keterlibatan Apoteker kurang.

Kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap produk OT yang baik (aman,


bermutu dan berkhasiat) masih kurang. Karena pemikirannya minum jamu/OT
harus yang manjur untuk mendapatkan efek instan jamu BKO. Perlu edukasi
dan penyuluhan secara berkesinambungan.

Sumber Daya Manusia : Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang


kompeten di bidang OT dan menjunjung tinggi etika profesi.

D. PENUTUP
Peluang pengembangan obat tradisional masih sangat terbuka melalui industri
atau usaha OT yang sesuai.
Pelaku usaha, pemerintah, profesi Apoteker dan pemangku kepentingan yang
lain harus satu visi untuk menghasilkan produk-produk OT yang aman,
berkualitas dan berkhasiat untuk dikonsumsi masyarakat.
Dalam menghadapi pasar bebas, jadikan OT sebagai tuan rumah di negeri sendiri
dan tamu terhormat di negara lain.

BAB III
BIOTEKNOLOGI PRODUKSI BAHAN BAKU FARMASI

A. NATURAL PRODUCTS
Naturally occurring compounds that are end products of secondary metabolism;
often, they are unique compounds for particular organisms or classes of organisms.
Natural products are the chemical compounds found in nature that usually has a
pharmacological or biological activity for use in pharmaceutical drug discovery and drug
design.
1. Plants are a valuable source of a wide range of secondary metabolites,
pharmaceuticals,
agrochemicals,
flavours,
fragrances,
colours,
biopesticides and
food additives.
2. Over 80% of 30,000 known natural products are of plant origin.
3. Plants will continue to provide novel products as well as chemical models for new
drugs in the coming centuries, because the chemistry of the majority of plant
species is yet to be characterized
B. BIOTECHNOLOGICAL STRATEGIES FOR ENHANCED PRODUCTION OF SECONDARY
METABOLITES FROM MEDICINAL PLANTS (HERBAL).
Plant cell and organ cultures are useful for theproduction of biomasses and
bioactive compounds. Bioreactor based systems successes for producing
1. metabolites OF plant (Shohael et al., 2014)
2. foreign proteins (Huang & McDonald (2012).

limited commercial success

screening of high yielding cell line,


media modification,
precursor feeding,
elicitation,
large scale cultivation in bioreactor system,
hairy root culture,
plant cell immobilization, biotransformation (8-12)

KEUNTUNGAN PTC VS METODE PRODUKSI KONVENSIONAL


DILAKUKAN PADA SKALA MIKRO (LARGE-SCALE)
tidak dipengaruhi keragaman geografi dan musim serta berbagai factor-faktor
lingkungan,
system produksi berkelanjutan yang menjamin supplai produk yang seragam
dalam kualitas dan jumlah,
memungkinkan untuk memanen senyawa baru yang tidak dijumpai pada
tanaman induknya,
Bebas microbe (fungi, bacteria, viruses, dan nematodes).
bebas dari politik,
produksi lebih cepat, bebas deposit pestisida dan logam berat
dapat memfasililtasi biotransformasi senyawa baru dari precursor yang murah

C. totipotency
The ability of a plant cell to give rise to a whole plant through dedifferentiation
and redifferentiation. Two morphogenic pathways:
1. Organogenesis the formation of unipolar organs, and
2. Somatic embryogenesis the production of bipolar structures, somatic
embryos with a root and a shoot meristem

Morphogenesis pathway ORGANOGENESIS AND SOMATIC EMBRYOGENESIS

Both of these technologies can be used as methods of micropropagation


PRODUCING of BIOMASSES.
They may (not always) result in populations of IDENTICAL ORGAN (PLANTS).
The most beneficial use of somatic embryogenesis and organogenesis is in the
production of whole plants from A SINGLE CELL (OR A FEW CELLS)
(UNIFORMITY).
HAVING BIOACTIVE COMPOUND INSIDE THE CELLS
Production of true to-type plants is important to retain and certify the clonal
fidelity for large-scale multiplication of true-to-type plants (Naing et al., 2013)

Organogenesis
This is the production of roots, shoots or leaves.
These organs may arise out of pre-existing meristems or out of differentiated
cells.
This, like embryogenesis, may involve a callus intermediate but often occurs
without callus.

EMBRYOGENESIS somatic and repetitive


The process of growth and differentiation that begins with a fertilized egg and
culminates in a newly germinated plant (Gifford and Foster 1989). Plant
embryogenesis can be divided into two phases;
a morphogenic phase; the body plan is established, and
a maturation phase; metabolic modifications occur to prepare the embryo for
subsequent desiccation and dormancy and to provide the nutrients needed for
germination and early growth (Pullman and Bucalo, 2014)

Somatic Embr yogenesis


The process in which somatic cells which are or iginally non -zygotic cells;
under induction conditions, generate embr yogenic cells, going through a
ser ies of morphological and biochemical changes that result in the
for mation of a somatic embr yo (Quiroz-Figueroa et al. 2006).
Usually involves a callus inter mediate stage, possible to develop a single
cell to be a plant
Journey from single cell to plant

8
explants
1. Single cells
2. Globular
3. Heart-shape

4. Torpedo-shape
5-6. Cotyledone-shape
7-8. Mini-plant

Proses Embriogenesis Somatic

(A) Initial explant at time of culture.


(B) Reddish embryonic callus (arrow)
seen through milky mucilaginous
callus.
(C) Embryonic red structures (arrows)
that have emerged from milky
callus.
(D) Reddish embryonic nodular callus
(arrow) on a cellular mucilaginous
mass.
(E) Callus with embryos at various
stages (a, red globular embryos;
b, green heart shaped embryos;
c, green cotyledonary embryos).
(F) Somatic embryos developing into
plants. For interpretation of
colours, see the web version of
this article.

C. R. Biologies 331 (2008) 198205

Perkembangan Embrionik

Working
volume (L)

GROWTH AND SAPONIN ACCUMULATION OF ADVENTITIOUS GINSENG ROOTS


AFTER 42 DAYS OF CULTURE IN 5, 20, 500 AND 1,000-L BALLOON-TYPE BUBBLE
BIOREACTORS

Inoculums

Fresh Wt.

Dry Wt.

Saponin content
Total Saponin (g)
(mg/g-1 Dry Wt.)

(g)
5

20

520

48

5.6

0.3

20

90

2,294

212

5.8

1.2

500

2,500

58,500

5,800

6.0

34.8

*50,000

108,000

120,000

33.5

4,020.0

1,000

D. ADVANTAGES OF BIOREACTORS
Controlled supply independent of plant availability,
increased working volumes,
homogeneous culture due to mechanical or pneumatic stirring mechanism,
better control of cultural and physical environment, therefore easy optimization
of growth parameters such as pH, nutrient media, temperature, etc. for
achieving metabolite production,
reproducible yields of end product under controlled growth conditions,
enhanced nutrient uptake stimulating multiplication rates and yielding a higher
concentration of yield of bioactive compounds,
simpler and faster harvest of cells,
the opportunity to perform biosynthetic and/or biotransformation experiments
related to metabolite production with enzyme availability.
easier separation of target compounds because of lower complexity of extract,
better control for scale-up,

BAB IV
REGULASI KOSMETIK di INDONESIA

A. KOSMETIKA
Adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia seperti:
epidermis, contoh sediaan perawatan kulit
rambut, contoh shampoo, hair conditioner, pewarna rambut
kuku, contoh nail color
bibir, contoh lipstik
organ genital bagian luar, contoh feminine hygiene
gigi dan mukosa mulut, contoh pasta gigi, mouth wash
Bertujuan untuk ;

membersihkan,
mewangikan,
mengubah penampilan
memperbaiki bau badan
melindungi dan atau
memelihara tubuh pada kondisi baik

Berdasarkan Definisi Tersebut, Kosmetika Tidak Untuk Mengobati

Setiap kosmetika yang beredar wajib memenuhi:


standar
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
Saat ini terdapat kurang lebih 600 herbal yang digunakan dalam notifikasi kosmetik

B. KRITERIA KOSMETIKA
Kosmetika yang diedarkan harus memenuhi kriteria:
a. Keamanan
Bahan kosmetika yang digunakan harus sesuai peraturan perundang-undangan dan
kosmetika yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan
manusia.
b. Kemanfaatan
Tujuan penggunaan kosmetika harus sesuai dengan
klaim yang dicantumkan.
Klaim yg dicantumkan harus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Persyaratan Keamanan
Kosmetik yang dipasarkan di Indonesia tidak boleh membahayakan kesehatan
manusia jika digunakan pada penggunaan normal atau pada kondisi normal produk
tersebut kemungkinan terpapar (reasonably foreseeable condition), misalnya
kemungkinan masuknya sampo kedalam mata. Setiap Bahan Kosmetika yang digunakan
dalam formula harus sesuai dengan daftar bahan dalam Peraturan Kepala Badan POM RI
nomor HK.03.1.23.08.11.07517 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetik

Daftar Komposisi Pada Kosmetika


C. Herbal Ingredient
Dapat digunakan dalam kosmetika dengan persyaratan :
Tidak termasuk dalam bahan yang dilarang
Bila termasuk dalam daftar bahan dengan pembatasan maka persyaratan
pembatasan harus dipenuhi

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.06.12.3697 TAHUN


2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika pasal (1) yang menyebutkan bahwa bahan alam di Indonesia
dapat digunakan sebagai pewarna/pengawet/tabir surya sepanjang disertai
pembuktian secara empiris dan/atau ilmiah.

Herbal Cosmetic
Traditional herbal medicines provide an interesting, largely unexplored source
for development of potential new drugs.
The potential use of traditional herbal medicines for development of new skincare cosmetics has been emphasized recently
Herbs and spices have been used in maintaining and enhancing human beauty
because herbs have many beneficial properties, such as sunscreen, antiaging,
moisturizing, antioxidant, anticellulite, and antimicrobial effects
As compared with synthetic cosmetic products, herbal products are mild,
biodegradable, and have low toxicity profile

Ket ; Herbal Kosmetik dapat digunakan karena disebabkan Indonesia kaya akan
biodiversity, mengurangi ketergantungan produk sintetik, dan pengembangan
riset harus terfokus dengan bahan alam Indonesia
D. PENGUJIAN KEAMANAN PRODUK JADI KOSMETIKA
Suatu formula yang telah terbukti keamanannya maka dapat digunakan sebagai
referensi untuk produk lain dengan formula yang sama
Uji in vitro/in vivo dapat dilakukan untuk melengkapi informasi yang telah
tersedia dengan menggunakan referensi yang sesuai
Hasil pengujian produk seperti dermatologically tested, allergy tested,
opthalmologist tested, consumer test, uji fotosensitifitas


NO

1.

POTENSI HERBAL INDONESIA UNTUK KOSMETIK

TANAMAN

Carica papaya

BAGIAN YG
DIGUNAKAN

KEGUNAAN/

Buah

SC : facial & face


cream, exfoliant

(pepaya)

KANDUNGAN SENYAWA

INDIKASI
papain (getah). caricaksatin,
violaksantin karpasida, alkaloid
karpain, glukosida karpasida,
enzim proteolitik papain,
papayotin, damar, protein,
lemak, asam organik, protease,
enzim tenin. Karpalna (asam
alkaloid

2.

Aloe vera

Daun

(Lidah buaya)

Hair Care:
Moisturizer,shampoo
SC: Moisturizer, sun
screen, emollient

Anthranoids glycosides
(aloin A and B), aloesin and
aloeresin. phenylpyrone
glycosides, cinnamic acid, and
1-methyltetralin (leaf).
Pectins, polysaccharides
(glucomannan, galactan,
galacturonan, arabinan,
arabinorhamnogalactan),.

3.

Alpinia galangal
(Lengkuas)

Rimpang

Skin Care : Aromatic,


dusting powders

Minyak atsiri (1%) : metilsinamat 48 %, sineol 20 % - 30


%, eugenol, kamfer 1 %,
seskuiter pen, -pinen,
galangin.
Resin (galangol), kristal
berwarna kuning (kaemferida
dan galangin), kadinen,
heksabidrokadalenhidrat,
kuersetin, amilum,

NO

TANAMAN

Azadirachta
indica
(Nimba)

BAGIAN YG
DIGUNAKAN

KEGUNAAN/

Daun

Skin Care :
Antiseptic, reduce
dark spots,
antibacterial, skin
cleanser

KANDUNGAN SENYAWA

INDIKASI
Diterpenoids. triterpenoids : limonoids
(protomeliacin, azadirone and derivatives,
gedunin and derivatives,vilasinin, and C
secomeliacins, nimbin, salannin, and
azadirachtin).

DC : antibacterial,
dental carries
5.

Centella
asiatica
(Pegagan)

Herba

Skin Care : reduce


stretch marks,
creams

triterpenoid glycosides :
asiaticoside,madecassoside,Oligosaccharides
(meso-inositol and centellose),
polysaccharides,
(arabinogalactan), sterols (stigmasterol),
flavonoids (kaempferol, quercetin), and
polyphenols, essential oil (about 20%)

6.

Citrus
aurantium
(Jeruk nipis)

Kulit

Skin Care : Skin


creams, anti acne,
anti bacteria

coumarins: psoralene, xantho


toxin,bergapten, isopimpi nellin, imperatorin ,
isobergapten,marmesin, umbellifrone,
psoralene, quercetin, hiperin

BOTANICAL SAFETY ASSESSMENT GUIDELINE


Botanical Safety Assessment Guideline adalah pedoman yang akan digunakan
oleh seluruh negara ASEAN untuk mengumpulkan data /informasi yang akan
menggambarkan data keamanan bahan tanaman
Saat ini Botanical Safety Assessment Guideline masih berupa konsep yang
dikembangkan oleh seluruh negara anggota ASEAN
Prinsip yang digunakan pada pedoman tersebut adalah :
1. History of safe use (Sejarah penggunaan) ;
2. Comparative approach or the similarity approach
(Pendekatan perbandingan dengan bahan lain yang mirip);
1. Threshold of toxicity concern
(Ambang kadar dimana tidak ada efek samping);
1. Classical toxicology/clinical safety (Uji toksisitas).

BAB V
IMPLEMENTATION OF HERB MEDICINE

A. HERBAL UNTUK DIABETES


Yeh et al. (2003) melakukan kajian sistematik penelitian-penelitian obat herbal
untuk DM. Didapatkan 58 penelitian klinis terkendali (42 penelitian dengan randomisasi
dan 16 tanpa randomisasi), 76% (44 penelitian ) menunjukkan bukti perbaikan , dan
Pengendalian glukosa darah dan efek samping yang dilaporkan sedikit.
1. Buah Pare (Momordica charantia)

Mengandung glikosida mormordin dan charantin, alkaloid mormordicine,


polipeptida-P peptida.
Bijinya mengandung mormorcharin alfa dan beta serta
pirimidin nukleosida vicine.
Komponen spesifik yang menimbulkan efek hipoglikemik adalah charantin,
polypeptide P, dan vicine
Mempunyai aktivitas seperti insulin
Aktivitas ekstra pankreas ambilan glukosa jaringan, sintesis glikogen hati dan
otot, serta penurunan sintesis glukosa darah melalui penekanan enzim glukosa-6-fosfat,
fructose-1, dan 6 bisphosphatase, dan peningkatan oksidasi glukosa oleh jalur
enzim G6PDH.
2. Sambiloto (Andrographis paniculata)
Efek andrographolide intravena berulang pada tikus diabetes selama 3 hari
meningkatkan kadar
mRNA dan protein glukosa transporter (GLUT4) pada
otot tunggal, pemanfaatan glukosa yang lebih baik oleh otot rangka (Akbar,
2011).
Wibudi,2008 menyimpulkan efek hipoglikemik karena insulin rilis dari sel pankreas , mirip dengan insulinotropic agen antidiabetes.
3. Brotowali (Tinospora Crispa)
Efek hipoglikemi brotowali diperantarai sekresi insulin oleh sel Langerhans tikus
maupun manusia (Sangsuwan, 2004).
Bubuk kering T. crispa 2 x 250 mg selama 2 bulan untuk pasien-pasien
sindroma metabolik penurunan bermakna pada kadar glukosa darah puasa
dibandingkan di awal. (Sriyapai, 2009)

4. Kayu manis (Cinnamonum cassia)


Pemberian 1, 3, atau 6 g kayu manis per hari mengurangi kadar glukosa
serum, trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol total pada pasien DMT2
Menyarankan
asupan kayu manis dalam makanan untuk DMT2
mengurangi faktor risiko yang terkait dengan diabetes dan penyakit
kardiovaskular
Penelitian acak terkendali di Amerika Serikat menyimpulkan penambahan
cinnamon pada tx medikamentosa berguna dalam menurunkan HbA1C

Beberapa agen kemoterapi

Alkaloid vinka (Vincristine, Vinblastine)


Taksan (Paclitaxel, Doxetaxel)
Epipodofilotoksin (Etoposide, Teniposide)
Kamptotesin (Irinothecan, Topothecan)
Enzim (Asparaginase)
Antibiotik (Daunaorubicin, Doxorubicin, Bleomycin, Actinomycin)

5. KELADI TIKUS
KANDUNGAN KIMIA : Phenylpropanoid glikosida, Sterol dan cerebrosida .
Triterpenoid yang didapat dari umbi keladi tikus digunakan sebagai antikanker,
terutama kanker darah (Harfia, 2006), Alkaloid, saponin, Flavonoid, Steroid
FARMAKOLOGI : Penelitian tentang aktivitas ekstrak keladi tikus terhadap sel
kanker yang dilakukan oleh Choon (2008) diperoleh kesimpulan bahwa senyawa
yang terkandung dalam ekstrak keladi tikus dapat menginduksi terjadinya
kematian sel kanker paru-paru (NCI-H23 Human Lung Cancer) dan menghambat
terjadinya proliferasi sel secara in vitro. Senyawa yang berperan dalam peristiwa
tersebut diduga adalah fitol yang bergabung dengan asam lemak (fatty acid).
Menurut Field C.J (2004), asam lemak dapat meningkatkan sistem imun dengan
cara meningkatkan proliferasi limfosit dan meningkatkan proses apoptosis sel
kanker.

Anda mungkin juga menyukai