Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara nasional, pembangunan daerah ditahun 2012 masih
dihadapkan pada permasalahan utama yaitu masih tingginya
kesenjangan antar wilayah, yaitu antara Jawa-Bali dan luar JawaBali, antara wilayah barat dan timur Indonesia, antara pusat-pusat
pertumbuhan utama dan antara kota-kota besar atau metropolitan
dengan wilayah perdesaan. Dalam konteks spasial, proses
pembangunan yang dilaksanakan ternyata telah menimbulkan
permasalahan tingkat kesejahteraan wilayah yang tidak
berimbang. Terutama ketimpanganantara kawasan perkotaan dan
perdesaan ditunjukkan olehrendahnyatingkat kesejahteraan
masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan
dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan
kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan.
Pembangunan ekonomi di Indonesia lebih menekankan pada
pusat-pusat pertumbuhan di perkotaan (growth pole) dengan
diharapkan akan terjadi efek penetasan (trickle down effect) ke
daerah-daerah
belakangnya
(hiterland).
Namun
pada
kenyataannya, penetasan pembangunan tidak terjadi, dan yang
terjadi adalah pengurasan sumber daya yang dimiliki oleh daerah
(massive backwash effect). Begitu pula yang terjadi pada
hubungan antara desa dengan kota. Berkembangnya kota sebagai
pusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek
penetasan terhadap desa, tetapi justru menimbulkan efek
pengurasan sumberdaya dari wilayah di sekitarnya (Anwar dan
Rustiadi, 1999). Penyebabnya yakni menurut Anwar (2001),
seringkali kaum elit kota memanfaatkan terbukanya akses ke
daerah perdesaan untuk mengeksploitasi sumberdaya yang ada di
desa. Masyarakat desa sendiri tidak berdaya karena secara politik

2
dan ekonomi para kaum elit perkotaan memiliki posisi tawar yang
jauh lebih kuat.
Menurut Rustiadi dan Pranoto (2007) terjadinya backwash
effect, pada akhirnya mengakibatkan penguasaan pasar dan
pendapatan serta kesejahteraan yang lebih dimiliki masyarakat
perkotaan. Sebagai akibatnya masayarakat perdesaan semakin
terpuruk dalam kemiskinan. Dengan terjadinya kemiskinan yang
ada di perdesaan, menjadi salah satu dorongan bagi mayarakat
desa untuk melakukan urbanisasi yang berlebihan yang nantinya
menimbulkan permasalahan di perkotaaan.
Oleh karena itu, pentingnya keterkaitan desa-kota dalam
jaringan wilayah adalah untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan, dan dapat dilakukan melalui konsep
agropolitan dikemukakan oleh Mike Douglass (1998) dalam
Tarigan (2009). Adanya keterkaitan antara kota dengan desa
(urban-rural linkages) dalam konsep agropolitan bersifat
interdependensi /timbal balik dan saling membutuhkan, dimana
kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budi daya
(on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm),
sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya
usaha budi daya dan agribisnis seperti penyediaan sarana
pertanian antara lain: modal, teknologi, informasi, peralatan
pertanian dan pasar (Deni,2003).
Kesadaran akan pentingnya keterkaitan desa kota telah
tertuang apa tujuan penataan ruang dalam RTRW Provinsi Jawa
Timur 2011-2031 yakni bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah propinsi yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan
melalui pengembangan sistem agropolitan dan sistem
metropolitan. Dalam RTRW Kabupaten Mojokerto 2012-2032
juga dinyatakan bahwa pengembangan perdesaan tidak terlepas
dari peningkatan intensitas keterkaitan desa-kota melalui
pengembangan kegiatan ekonomi berbasis pada potensi desa.
Pengembangan perdesaan berbasis potensi dikemas dalam

3
program Agropolitan. Menurut penetapan SK Gubernur Jawa
Timur No 188.45/451/HK/416-012/2003 Kecamatan Pacet
ditentukan sebagai kawasan agropolitan di Kabupaten Mojokerto,
dengan 7 desa pengembangan yakni Cepokolimo, Claket, Kemiri,
Pacet, Padusan, Petak dan Sajen.
Kecamatan Pacet yang merupakan kawasan yang subur
sehingga sesuai dijadikan salah satu kawasan agropolitan di Jawa
Timur. Bahkan di Jawa Timur, Pacet dikenal sebagai sentra
produksi hortikultura. Namun keberhasilan kegiatan usaha tani
budidaya ini tidak serta merta dapat meningkatkan pendapatan
petani disana. Berdasarkan data dari Kecamatan Pacet dalam
Angka 2012, diketahui penduduk kecamatan pacet secara
mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan masih terdapat
29% dari jumlah keseluruhan rumah tangga tergolong kedalam
keluarga pra sejahtera atau belum sejahtera (sangat miskin).
Pokok permasalahan dalam hal ini bukan pada teknik budidaya
akan tetapi terletak pada sektor pemasaran, dimana petani sering
kali menjadi pihak yang dirugikan. Upaya meningkatkan posisi
tawar petani sempat dilakukan dengan membangun STA dengan
harapan terjadi pemusatan pemarasan dari masing-masing desa
dan untuk mengarahkan pedagang kota membeli hasil tani ke STA
tidak langsung ke petani, namun langkah itu belum berhasil
(Bappeda Kab. Mojoketo, 2013)
Selama ini pemasaran komoditas lebih bersifat internal
wilayah, dan untuk pemasaran komoditas keluar wilayah lebih
dilakukan dengan cara yang masih sederhana, dimana masyarakat
desa cenderung memproduksi dan menjual hasil pertanian secara
mandiri ke luar wilayah. Kerap terjadi pula situasi dimana
pedagang dari kota langsung masuk ke desa-desa penghasil
komoditas dan membeli hasil produksi pertanian yang masih
berupa bahan mentah langsung dari lahan sawahnya. Kondisi
seperti ini juga terjadi pada pemasaran produk home industri
pengolahan bahan makanan yang ada di kawasan agropolitan
Pacet.

4
Terjadinya pola pemasaran yang demikian, berakibat pada
ekonomi desa yang tidak memperoleh nilai tambah (value added)
yang proporsional akibat dari wilayah perkotaan hanya sekedar
menjadi pipa pemasaran (marketing pipe) dari arus komoditas
primer dari perdesaan. Dalam konteks demikian, yang kerap
terjadi justru pengurasan sumber daya (backwash effect) oleh kota
terhadap desa secara sistematis dan kota hanya mengambil
keuntungan dari jasa distribusi semata, sehingga seringkali terjadi
kebocoran wilayah (regional leakages) yang merugikan
pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri.
Dengan memperhatikan kondisi dan interaksi desa-kota yang
terjadi dalam pola pemasaran hasil produksi pertanian, apabila
dihiraukan terjadi begitu saja maka eksploitasi sumberdaya
perdesaan oleh perkotaan akan terus menerus terjadi dan
menyebabkan kemiskinan yang ada di desa akan terus menerus
terakumulasi. Persoalan-persoalan yang muncul tersebut tidak
dapat lagi diselesaikan secara terpisah, melainkan dengan
intensifikasi keterkaitan desa kota yang bersifat saling
menguntungkan dalam suatu iklim simbiosis mutualisme (Lo &
Salih, 1978 dalam Tarigan, 2009). Oleh sebab itu, menjadi hal
yang penting untuk merumuskan keterkaitan desa dengan kota
yang menguntungkan dalam pengembangan kawasan agropolitan
Pacet demi tercapainya ekonomi perdesaan yang berkelanjutan.
Dengan demikian penelitian ini akan menemukan keterkaitan
antara desa dan kota (rural urban linkage) melalui pendekatan
pembangunan interaksi spasial antar wilayah agar kesenjangan
dapat berkurang dan terwujudnya pembangunan desa kota yang
berimbang.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan
permasalahan yang mendasar pada penelitian ini adalah
keterkaitan antara desa dengan kota dalam konteks agropolitan
pacet terjadi tidak saling menguntungkan dan melemahkan

5
perekonomian perdesaan. Hal ini ditunjukan dengan pemasaran
hasil tani yang cenderung melemahkan posisi tawar petani dan
berimplikasi pada kesejahteraan petani. Permasalahan ini apabila
dibiarkan terjadi begitu saja akan semakin menekan pertumbuhan
perekonomian perdesaan yang seharusnya mampu bertumbuh
pesat dari potensi pertanian yang dimilikinya. Sehingga
diperlukan arahan yang mampu mengarahkan terjalinnya
keterkaitan antar desa dan keterkaitan desa dengan kota yang
saling menguntungkan.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka pertanyaan
penelitian dalam penelitian ini adalah Bagaimana arahan linkagelinkage dalam aspek ekonomi yang dapat dikembangkan antar
desa-desa pengembangan kawasan agropolitan Kecamatan Pacet
dengan kota tujuannya guna mewujudkan pembangunan desakota yang berimbang?
1.3 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan arahan
pengembangan
keterkaitan
ekonomi
antara
desa-desa
pengembangan kawasan Agropolitan Pacet dengan kota
tujuannya. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka sasaran yang
dilakukan antara lain :
1) Mengidentifikasi persebaran komoditas unggulan di
Kecamatan Pacet
2) Mengidentifikasi aliran komoditas unggulan baik di dalam
maupun keluar Kecamatan Pacet
3) Menganalisa kota tujuan keterkaitan ekonomi bagi desa-desa
pengembangan kawasan agropolitan Pacet
4) Merumuskan arahan keterkaitan ekonomi antar desa-desa
dan dengan kota dalam pengembangan kawasan agropolitan
Pacet

6
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah dalam penelitian ini, yakni Kabupaten
Mojokerto khususnya Kecamatan Pacet yang merupakan
kawasan agropolitan. Penetapan Kecamatan Pacet sebagai
kawasan agropolitan didasarkan pada SK Gubernur Jawa
Timur No 188.45/451/HK/416-012/2003 dan juga telah
tertuang pada Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten
Mojokerto tahun 2012-2032 Kawasan Agropolitan
Kecamatan Pacet terdapat pada 7 desa pengembangan
yaitu :
1. Cepokolimo,
2. Claket,
3. Kemiri,
4. Pacet,
5. Padusan,
6. Petak dan
7. Sajen
Adapun batas-batas yang menjadi wilayah penelitian di
kawasan perdesaan sebagai berikut :
Batas Utara
: Kecamatan Kutorejo;
Batas Timur
: Kecamatan Trawas;
Batas Selatan
: Kota Batu;
Batas Barat
: Kecamatan Gondang.
Secara keseluruhan, lingkup wilayah studi dapat dilihat pada
Peta 1.1
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana
menumbuhkan keterkaitan antara desa dengan kota agar
saling menguntungkan dan berimplikasi pada pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Dalam penelitian ini,
keterkaitan antara desa kota hanya akan diteliti dari aspek
keterkaitan produksi dan keterkaitan komoditas.

7
Dalam
tahapannya,
penelitian
ini
akan
mengidentifikasi persebaran komoditas unggulan dan
keterkaitan antar desa penghasil komoditas di Kecamatan
Pacet. Selanjutnya akan dipetakan pola aliran komoditas
unggulan baik di dalam Kecamatan Pacet dan yang keluar
wilayah studi. Sehingga diketahui wilayah yang memiliki
potensi untuk menjalin ketekaitan dengan kawasan
agropolitan Pacet. Dengan mengetahui beberapa kota tujuan
pemasaran dan kriteria penentuan kota, maka dapat dianalisa
prioritas kota yang akan menjadi kota tujuan keterkaitan
ekonomi bagi desa pengembangan agropolitan Kecamatan
Pacet. Dan pada tahap akhir merumuskan arahan keterkaitan
antara desa pengembangan agropolitan dengan kota
tujuannya dalam pengembangan kawasan agropolitan Pacet.
1.4.3 Ruang Lingkup Substansi
Dalam penelitian ini, substansi teori yang akan
digunakan adalah konsep Keterkaitan Desa Kota (Rural
Urban Linkage) yang ditekankan pada keterkaitan ekonomi,
Kriteria Kota tujuan keterkaitan desa kota. Mengingat
konsep pengambangan yang diterapkan di wilayah studi
adalah konsep agropolitan, maka substansi teori yang perlu
digunakan yakni konsep agropolitan beserta sistem
agribisnisnya.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu perencanaan wilayah dan kota dalam
hal memberikan informasi mengenai keterkaitan ekonomi
bagi desa pengembangan agropolitan dengan kota dan
kriteria yang mempenaruhi terjalinnya keterkaitan desa kota
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan
pada pemerintah dalam hal menentukan kebijakan mengenai

8
pengembangan kawasan agropolitan Kecamatan Pacet
Kabupaten Mojokerto khusunya dalam penentuan kegiatan
sub sistem agropolitan.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang studi, rumusan permasalahan dan
pertanyaan penelitian, tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai, manfaat, ruang lingkup studi, serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan hasil studi literatur yang berupa dasar-dasar
teori dan referensi yang berkaitan dengan penelitian. Dalam
tinjauan pustaka ini akan membahas tentang teori
keterkaitan ekonomi desa-kota, kriteria kota tujuan
keterkaitan serta dan juga mengenai konsep agropolitan.
BAB III METODE PENELITIAN
Menjelaskan tentang pendekatan penelitian, jenis
penelitian, metode penelitian, metode pengumpulan data
dan teknik analisis serta tahapan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Memuat hasil pengamatan atau pengumpulan data dan
informasi lapangan, pengolahan data dan informasi serta
memuat analisis dan hasil pembahasan data / informasi
yang diperoleh.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat rincian kesimpulan dan saran.

Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis, 2013

No. Peta : 1.1

10

Halaman ini sengaja dikosongkan

11

Anda mungkin juga menyukai