Anda di halaman 1dari 13

I.

Pendahuluan
II. TinjauanPustaka
A. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari bagian
muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan
isi hernia. Semua hernia terjadi melalui celah lemah atau kelemahan yang
potensial pada dinding abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan tekanan
intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan. Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa hernia adalah ketidaknormalan tubuh berupa
tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot abdomen,
dapat kongenital maupun akuisita. (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004).
B. Etiologi dan Predisposisi
Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai
kontroversi, tetapi diyakini ada tiga penyebab, yaitu (Brunicardi, 2005):
1. Akuisita
a) Overweight Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan
ukuran badan
b) Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan
saluran kencing
c) Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
d) Batuk

yang

kronis

dikarenakan

infeksi,

bronchitis,

asthma,

emphysema, alergi
e) Kehamilan
f) Ascites
2. Kongenital
Karena gagal menutupnya tunica vaginalis
C. Klasifikasi Hernia
Secara garis besar , pembagian hernia dibagi menjadi 3 yaitu
(Sjamsuhidajat, 2005) :
1. Hernia Inguinalis

Hernia inguinalis dapat terjadi karena kelainan kongenital atau


karena sebab yang didapat. Hernia inguinalis timbul paling sering pada
pria dan lebih sering pada sisi kanan dibandingkan pada sisi kiri. Pada
orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya
struktur m.oblikus internus abdominis yang menutup annulus inguinalis
internus ketika berkontraksi, dan adanya fascia transversa yang kuat
menutupi trigonum Hasselbach yang umunya hampir tidak berotot.
Faktor paling kausal yaitu adanya proses vaginalis (kantong hernia) yang
terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut, dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Hernia inguinalis di bagi lagi, yaitu :
a. Hernia inguinalis medialis
Hernia inguinalis direk ini hampir selalu di sebabkan oleh faktor
peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding
di trigonum Hasselbech. Oleh karena itu, hernia ini umumnya terjadi
bilateral, khususnya pada laki-laki.
b. Hernia inguinalis lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui
dua buah pintu dan saluran, yaitu anulus dan kanalis inguinalis. Pada
pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong.
2. Hernia Skrotalis
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai
skrotum (Sjamsuhidayat R, 2005)
3. Hernia fermolis
Hernia femoralis umumnya di jumpai pada perempuan tua. Keluhan
biasanya muncul berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama
pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen.
Pintu masuk hernia femoralis adalah annulus femoralis. Selanjutnya, isi
hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar
dengan v.femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa
ovalis di lipat paha.

4. Hernia lain lain


Hernia yang termasuk dalam jenis ini yaitu hernia yang jarang terjadi
(Grace, 2006):
a. Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus
yang hanya tertutup peritoneum dan kulit. Hernia ini terdapat pada
kira kira 20 persen pada bayi dan lebih tinggi lagi pada bayi
prematur .
a. Hernia para-umbilikalis
Hernia para-umbilikalis merupakan hernia melalui suatu celah di
garis tengah di tepi kranial umbilikalus, jarang spontan terjadi di tepi
kaudalnya.
c. Hernia epigastrika
Hernia epigastrika adalah hernia yang keluar melalui defek di
linea alba antara umbilikus dan prosesus xifoideus. Isi terdiri atas
penonjolan jaringan lemak preperitoneal dengan atau tanpa kantong
peritoneum.
d. Hernia ventralis
Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di
dinding perut bagian anterolateral seperti hernia sikatriks. Hernia
sikatriks merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka
operasi yang baru maupun yang lama.
e. Hernia spieghel
Hernia spieghel ialah hernia interstisial dengan atau tanpa isinya
mealui fasia Spieghel.
f. Hernia obturatoria
Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatorium.
g. Hernia perinealis
Hernia perinealis merupakan tonjolan hernia pada perineum
melalui defek dasar panggul yang dapat terjadi secara primer pada
perempuan multipara, atau skunder setelah operasi melalui perineum
seperti prostatektomia atau reseksi rectum secara abdominoperineal.

h. Hernia pantalon
Hernia pantolan merupakan kombinasi hernia inguinalis dan
medialis pada satu sisi.
D. Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen
muncul didaerah sekitar lipat paha. Hernia indirect lebih banyak daripada
hernia direct yaitu 2:1, dimana hernia femoralis lebih mengambil porsi yang
lebih sedikit.(Mansjoer, 2000)
Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Perbandingan
pria:wanita pada hernia indirect adalah 7:1. Ada kira-kira 750000
herniorrhaphy dilakukan tiap tahunnay di amerika serikat, dibandingkan
dengan 25000 untuk hernia femoralis, 166000 hernia umbilicalis, 97000
hernia post insisi dan 76000 untuk hernia abdomen lainya. (Bhatia, 2003)
Hernia femoralis kejadiannya kurang dari 10 % dari semua hernia tetapi
40% dari itu muncul sebagai kasus emergensi dengan inkarserasi atau
strangulasi. Hernia femoralis lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki
yang pernah menjalani operasi hernia inguinal.. meskipun kasus hernia
femoralis pada pira dan wanita adalah sama, insiden hernia femoralis
dikalangan wanita 4 kali lebih sering dibandingkan dikalagan pria, karena
secara keseluruhan sedikit insiden hernia inguinalis pada wanita. .(Mansjoer,
2000)
E. Patogenesis dan pafisiologi
Hernia Inguinalis
Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
dari kehamilan, terjadi desensus vestikulorum melalui kanal tersebut.
Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga
terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis
peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi,
sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. tetapi dalam
beberapa hal sering belum menutup karena testis yang kiri turun terlebih
dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan akan lebih

sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup
pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal
terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia
inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa terjadi
karena usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah.
Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami
proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun
karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan
yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk-batuk
kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang-barang berat, dan
mengejan. kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul
hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan
keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah
melemas akibat trauma, hipertrofi prostat, asites, kehamilan, obesitas, dan
kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua (Bathia dan John, 2003).
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial
komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi
penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang
masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obstruksi usus yang
kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila
inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga
terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis.
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar.
Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, dan
abses.

Hernia

Kongenital

Akuisita

Kegagalan
penutupan
prosesus vaginalis
saat kehamilan

Karena hamil,
batuk kronis,
pekerjaan berat,
usia tua

Masuknya isi
rongga perut
melalui kanalis
inguinalis

Masuknya isi
rongga perut
melalui kanalis
inguinalis

Menonjol keluar
dari anulus
inguinalis eksterna

Tonjolan ke
skrotum
menyebabkan
hernia

Kesulitan berjalan dan


aktivitas terganggu

Dapat kembali secara


spontan maupun manual

Penekanan terhadap cincin


hernia maka isi hernia akan
menceik sehingga terjadi
hernia stringulate

Gejala ileus yaitu perut


kembung, muntah,
osbtipasi, daerah benjolan
merah

Tidak dapat (karena


perlekatan isi hernia dengan
dinding kantong hernia
sehingga tidak dapat
dimasukkan kembali)

Gejala obstruksi usus


sehingga menyebabkan
peredaran darah terganggu
dan kurangnya oksigen dan
terjadi iskemik

Isi hernia menjadi nekrosis

Hernia

Kantong hernia terdiri atas


usus maka terjadi perforasi
dan abses lokal

Obstruksi usus

Penurunan peristaltik usu


dan menyababkan
konstipasi

F. Penegakan Diagnosis
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Umum
Terapi konservatif berupa penggunaan alat penyangga dapat digunakan
sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia
ventralis. Sementara itu, pada hernia inguinalis pemakaian korset tidak
dianjurkan karena selain tidak menyembuhkan, alat ini dapat melemahkan
dinding perut (Sjamsuhidayat R, 2005).
Umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional,
dan usia lanjut bukan merupakan kontraindikasi dilakukannya operasi
(Sjamsuhidayat R, 2005).
2. Indikasi Pembedahan

Pada umumnya, semua hernia harus diperbaiki, kecuali jika ada


keadaan lokal atau sistemik dari pasien yang tidak memungkinkan hasil
yang aman. Pengecualian yang mungkin dari hal umum ini adalah hernia
dengan leher lebar dan kantung dangkal yang diantisipasi membesar secara
perlahan. Bebatan atau sabuk bedah bermanfaat dalam penatalaksanaan
hernia kecil jika operasi merupakan kontraindikasi, tetapi bebatan
merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan hernia femoralis (Schwartz,
2000).
Pada hernia inkarserata, apalagi pada hernia strangulata, kemungkinan
pulihnya isi hernia harus dinilai saat operasi. Bila isi hernia sudah nekrotik,
dilakukan reseksi. Kalau sewaktu operasi daya pulih isi hernia diragukan,
diberikan kompres hangat dan setelah lima menit dievaluasi kembali warna,
peristaltis, dan pulsasi pada a. arkuata pada usus (Sjamsuhidayat R, 2005)
Jika ternyata pada operasi dinding perut kurang kuat, yang memang
terjadi pada hernia direk, sebaiknya digunakan marleks untuk menguatkan
dinding perut setempat (Sjamsuhidayat R, 2005).
Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera V. femoralis, N.
ilioinguinalis, N. iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk
pada hernia geser (Sjamsuhidayat R, 2005).
Komplikasi dini beberapa hari setelah herniorafi dapat pula terjadi
berupa hematoma, infeksi luka, bendungan V. Femoralis, terutama pada
operasi hernia femoralis, fistel urin atau feses, dan hernia residif
(Sjamsuhidayat R, 2005).
Komplikasi lanjut berupa atrofi testes karena lesi A.spermatika atau
bendungan pleksus pampiniformis, dan komplikasi yang paling penting
adalah hernia residif (Sjamsuhidayat R, 2005).
Insidens dari residif bergantung pada umur pasien, letak hernia, teknik
hernioplastik yang dipilih dan cara melakukannya. Hernia inguinalis indirek
pada bayi sangat jarang residif. Angka residif hernia inguinalis indirek pada
segala umur lebih rendah dibandingkan dengan hernia inguinalis direk atau
hernia femoralis. Reparasi pertama memberikan tingkat keberhasilan yang

paling tinggi, sedangkan operasi pada kambuhan memberikan angka residif


sangat tinggi (Sjamsuhidayat R, 2005).
3. Tatalaksana Hernia Inguinalis
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang utnuk mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis
strangulata, kecuali pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara
bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan
perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkarserasi
lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih
sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi
dibandingkan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia yang
lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak
dengan pemberian sedatif dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi
ini berhasil, anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi
hernia tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera
(Sjamsuhidayat R, 2005).
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang
telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai
seumur hidup. Namun, cara yang sudah berumur lebih dari 4000 tahun ini
masih saja dipakai sampai sekarang. Sebaiknya cara ini tidak dianjurkan
karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot
dinding perut di daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap
mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena
tekanan pada tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis
(Sjamsuhidayat R, 2005).
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional
hernia inguinalis. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosa ditegakkan.
Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplastik
(Sjamsuhidayat R, 2005).

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke


lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu
dipotong (Sjamsuhidayat R, 2005).
Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik
lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplastik, seperti memperkecil
anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan
memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m.transversus
internus abdominis dan m.obliqus internus abdominis yang dikenal dengan
nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale Poupart menurut metode
Bassini, atau menjahitkan fasia transversa, m.transversus abdominis, m.
obliqus internus abdominis ke ligamentum Cooper pada metode McVay
(Sjamsuhidayat R, 2005).
Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama dipublikasi
tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar
lipat paha dengan cara mengaproksimasi muskulus obliqus internus,
muskulus transversus abdominis, dan fasia transversalis dengan traktus
iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik dapat diterapkan, baik pada
hernia direk maupun indirek (Sjamsuhidayat R, 2005).
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot-otot
yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun delapan puluhan
dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan. Pada teknik itu digunakan
prostesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis yang membentuk dasar
kanalis inguinalis tanpa menjahitkan otot-otot ke inguinal (Sjamsuhidayat R,
2005).
Pada hernia kongenital pada bayi dan anak-anak yang faktor
penyebabnya adalah prosesus vaginalis yang tidak menutup hanya
dilakukan herniotomi karena anulus inguinalis internus cukup elastis dan
dinding belakang kanalis cukup kuat (Sjamsuhidayat R, 2005).

Terapi operatif hernia bilateral pada bayi dan anak dilakukan dalam
satu tahap. Mengingat kejadian hernia bilateral cukup tinggi pada anak,
kadang dianjurkan eksplorasi kontralateral secara rutin, terutama pada
hernia inguinalis sisnistra. Hernia bilateral pada orang dewasa, dinajurkan
melakukan operasi dalam satu tahap, kecuali jika ada kontraindikasi
(Sjamsuhidayat R, 2005).
Kadang ditemukan insufisiensi dinding belakang kanalis inguinalis
dengan hernia inguinalis medialis besar yang biasanya bilateral. Dalam hal
ini, diperlukan hernioplastik yang dilakukan secara cermat dan teliti. Tidak
satu pun teknik yang dapat menjamin bahwa tidak akan terjadi residif. Yang
penting diperhatikan ialah mencegah terjadinya tegangan pada jahitan dan
kerusakan pada jaringan. Umumnya dibutukan plastik dengan bahan
prostesis mesh misalnya (Sjamsuhidayat R, 2005).
Terjadinya residif lebih banyak dipengaruhi oleh teknik reparasi
dibandingkan dengan faktor konstitusi. Pada hernia inguinalis lateralis
penyebab resididf yang paling sering ialah penutupan anulus inguinalis
internus yang tidak memadai, di antaranya karena diseksi kantong yang
kurang sempurna, adanya lipoma preperitoneal, atau kantung hernia tidak
ditemukan. Pada hernia inguinalis medialis penyebab residif umumnya
karena tegangan yang berlebihan pada jahitan plastik atau kekurangan lain
dalam teknik (Sjamsuhidayat R, 2005).
Pada operasi hernia secara laparoskopi diletakkan prostesis mesh di
bawah peritoneum dinding perut (Sjamsuhidayat R, 2005).
4. Tatalaksana Hernia Femoralis
Operasi terdiri atas herniotomi disusul dengan hernioplastik dengan
tujuan menjepit anulus femoralis. Hernia femoralis dapat didekati dari
krural, inguinal, atau kombinasi keduanya. Pendekatan krural tanpa
membuka kanalis inguinalis dipilih pada perempuan. Pendekatan inguinal
dengan membuka kanalis inguinalis sambil menginspeksi dinding
posteriornya biasanya dilakukan pada lelaki karena hernia femoralis pada
lelaki lebih sering disertai hernia inguinalis medialis. Pendekatan kombinasi

dapat dipilih pada hernia femoralis inkarserata, hernia residif, atau


kombinasi dengan hernia inguinalis (Sjamsuhidayat R, 2005).
Pada pendekatan krural, hernioplastik dapat dilakukan dengan
menjahitkan ligamentum inguinale ke ligamentum Cooper (Sjamsuhidayat
R, 2005).
Pada teknik Bassini melalui regio inguinalis, ligamentum inguinale
dijahitkan ke ligamentum lakunare Gimbernati (Sjamsuhidayat R, 2005).
5. Tatalaksana Hernia Skrotalis
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai
skrotum (Sjamsuhidayat R, 2005). Operatif (Kapoor, 2011):
a. Hernioplasty: memperkecil angulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis.
b. Herniotomy: pembesaran hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan, jika ada perlengketan kemudian direposisi,
kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
c. Herniorraphy: mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan muskulus
transversus internus dan muskulus oblikus internus abdominalis ke
ligamen inguinale.

Daftar Pustaka
Bhatia., John S.J. 2003. Laparoscopic Hernia Repair (a step by step approach)
Edisi I. New Delhi: Penerbit Global Digital Services, Bhatia Global
Hospital & Endosurgery Institute.
Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartzs Principles of Surgery.
Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-1394
Grace, Pierce A., Borley , Neil R . 2006. At a Glance Ilmu Bedah .ed. 3. Jakarta :
Erlangga
Kapoor, V. K. 2011. Inguinal Hernioplasty . Medscape Reference.3.
A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-317
R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. Hal 700-718

Schwartz, S. S. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta:EGC.


Sjamsuhidayat R, W. d. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai