Anda di halaman 1dari 10

1.

Buatlah konsep dasar system triage (definisi, klasifikasi beserta contoh kliennya,

A.

keunggulan dan kelemahan)


ATS (Australian Triase Scale)
Australian Triage Scale (ats) merupakan panduan triage yang didesain di ruang

emergensi rumah sakit di new zealand australia pada tahun 1993. Tata ruang dan peralatan dalam
ats harus memenuhi standar precaution (tempat cuci tangan dan sarung tangan), pengukur waktu,
alat komunikasi yang memadai seperti telepon atau intercom dan fasilitas pendokumentasian
triage (australian college for emergency medicine, 2002). Skala ATS memiliki penilaian klinis
urgensi sehingga tindakan pertolongan dapat dilakukan dengan efektif sesuai dengan tingkatan
urgensi klien. ATS telah dirancang untuk memberikan penilaian yang tepat waktu dan intervensi
medis yang tepat waktu untuk semua orang yang datang ke UGD. Dampak dari penggunaan
ATS ini adalah secara prinsip bahwa baik itu secara

klinis atau etis, tidak wajar untuk

membiarkan pasien menunggu lebih lama dari dua jam untuk memperoleh perawatan medis
dalam di UGD.
Kategori ATS (Australian Triage Scale)
a) ATS1 (membutuhkan penilaian dan penanganan segera)
Karakteristik klinis:
Cardiac arrest
Respiratory arrest
RR klien < 10x/menit
Kejang berkepanjangan
Gangguan perilaku berat dengan ancaman langsung terhadap bahaya kekerasan
b) ATS 2 (membutuhkan penilaian dan penanganan dalam 10 menit)
Karakteristik klinis:
Distress pernapasan
Hipotensi yang mempengaruhi hemodinamik klien
Kehilangan darah yang parah
Penurunan kesadaran (gcs<13)
Multi trauma mayor
Nyeri berat yang berhubungan dengan pe atau kehamilan logistik
Keadaan pskiatri:
- Agresif dan kekerasan
- Mengancam kekerasan terhadap diri sendiri
- Agitasi
c) ATS 3 (membutuhkan penilaian dan penanganan dalam 30 menit)
Karakteristik klinis:
Hipertensi berat

Kehilangan darah sedang-berat


Gejala demam akibat imunodefisiensi misalnya pasien kanker atau penggunaan steroid
Dehidrasi
Muntah yang persisten
Cedera anggota tubuh sedang atau deformitas, laserasi berat
Sensasi yang berubah, nadi (-) secara akut
Konsisi pskiatrik :
- Distressed- melukai diri sendiri
- Psikotik akut atau gangguan berpikir
- Melukai diri sendiri dengan sengaja
- Agitasi atau menyendiri atau menjadi agresif
d) ATS 4 (membutuhkan penilaian dan penanganan dalam 60 menit)
Karakteristik klinis:
Perdarahan ringan
Cedera pada dada tanpa nyeri dan distress pernapasan
Kesulitan menelan
Cedera kepala ringan tanpa kehilangan kesadaran
Muntah atau diare tanpa dehidrasi
Inflamasi pada mata tetapi tidak mengganggu penglihatan
Nyeri perut yang tidak spesifik
Keadaan pskiatrik :
- Semi urgent masalah kesehatan mental
- Tidak menunjukkan perilaku kekerasan pada diri sendiri maupun orang lain.
e) ATS 5 (membutuhkan penilaian dan penanganan dalam 120 menit)
Karakteristik klinis:
Nyeri minimal
Luka lecet dan ringan
Imunisasi dan lain-lain
(Australian College for Emergency Medicine, 2006)
Keunggulan

: Kekuatan ATS terletak dalam penggunaan deskriptor fisiologis


menentukan keluhan umum pasien kedalam

untuk

kategori triase yang sesuai.

Pendekatan ini dapat mempercepat pengambilan keputusan dengan mengurangi


Kelemahan

waktu yang dibutuhkan untuk menentukan kode triase.


: Apabila dibandingkan dengan START, AST lebih rumit dilakukan karena harus
mengelompokan klien pada 5 kategori yang ada. Selain itu juga, AST juga lebih
sesuai dengan ruang emergensi dibandingakan digunakan saat bencana.

B.

SIT (Single Triage)


Single Triage merupakan metode triase yang digunakan untuk korban/pasien individu.

Disini proses triase bisa diartikan menentukan priorotas penanganan beberapa problem yang ada

pada seorang individu sehingga dapat ditentukan problem mana yang akan di tangani lebih
dahulu. Pemilihan pasien SIT, diantaranya:
- Emergent, Pasien-pasien dengan kategori ini merupakan prioritas pertama. Contohnya:
-

Trauma Mayor, Acute Miokardial Infarction, Sumbatan Jalan Napas, Syok Anafilaksis
Urgent, Pasien dalam kategori ini adalah pasien-pasien yang harus sudah mendapatkan
penanganan dalam hitungan jam. Contohnya: Spinal Injury, Stroke (Cerebro Vascular

Acident), Appendicitis Acuta , Cholecystitis


Pasien-pasien cedera yang dapat berjalan kaki/memiliki kondisi sakit yang ringan termasuk
dalam kategori ini. Contoh: Laserasi kulit, Kontusion, Luka abrasi dan luka lainnya , Fraktur
tertentu dan dislokasi, Demam dan kondisi medis lainnya yang termasuk kategori ini.
(Hanafi, 2012)

Keunggulan

: Lebih fokus dalam menangani klien, dapat mengatasi masalah klien


sesuai dengan prioritas, lebih cepat dalam menstabilkan kondisi klien

Kelemahan

karena prioritas masalah yang dialami sudah tertangani.


: Tidak dapat digunakan untuk menangani pasien dalam jumlah yang
besar sehingga tidak dapat digunakan dalam kondisi bencana.

C.

Simple Triage and Rapid Treatment (START)


Metode ini dipergunakan dalam situasi dimana terdapat jumlah korban yang cukup

banyak, tetapi jumlah penolong masih mencukupi walaupun untuk itu harus ada kerja ekstra.
Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode S.T.A.R.T atau
Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini membagi penderita menjadi 4 kategori:
1.

Prioritas 1 Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis keadaannya seperti
gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan berat atau perdarahan tidak
terkontrol, penurunan status mental.

2.

Prioritas 2 Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang mengalami keadaan
seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau kerusakan alat gerak, patah tulang
tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera punggung.

3.

Prioritas 3 Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai Walking
Wounded atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri.

4.

Prioritas 0 Hitam
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.

Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas. Untuk
memudahkan pelaksanaan triage maka dapat dilakukan suatu pemeriksaan sebagai berikut:
1.

Kumpulkan semua penderita yang dapat/mampu berjalan sendiri ke areal yang telah
ditentukan, dan beri mereka label hijau.

2.

Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa:

3.

Pernapasan:
a.
b.

Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label merah.


Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan bersihkan
jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai maka beri label merah, bila tidak beri
hitam.

c.
4.

Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian kapiler.
Waktu pengisian kapiler:

a. Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri merah, hentikan perdarahan besar bila ada.
b. Bila kurang dari 2 detik maka nilai status mentalnya.
5.

Pemeriksaan status mental:


a. Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah sederhana
b. Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana maka beri merah.
c. Bila mampu beri kuning.
(Benson et al, 2006)

Keunggulan:

Cocok digunakan jika terdapat korban dalam jumlah yang banyak


Metodenya mudah dan sederhana
Bisa dengan cepat dalam pengelompokan dan memprioritaskan penanganan pasien

Kelemahan:

D.

Penolong akan cepat kewalahan


Pertolongannya akan kurang optimal
Secondary Assessment to Victim Endpoint (SAVE)

Pada keadaan dimana terdapat korban dalam jumlah yang sangat banyak, yang jauh
melampaui kapasitas penolong, maka harus dilakukan triase secara cepat dengan tujuan
menyelamatkan korban sebanyak-banyaknya. Untuk itu, pada triase dengan metode SAVE,
korban dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

Kelompok korban yang diperkirakan akan meninggal (unsavegable), apapun tindakan yang
akan diberikan.

Kelompok korban yang diperkirakan akan mampu bertahan hidup (delayed), apapun tindakan
yang akan diberikan (termasuk tidak dilakukan pertolongan).

Kelompok yang tidak termasuk dalam 2 kategori diatas (immediately), yang berarti korban
pada kelompok ini keselamatannya sangat tergantung pada intervensi yang akan diberikan.
Kelompok inilah yang harus mendapat prioritas penanganan.
(Benson et al, 2006)

Keunggulan:

Dapat digunakan jika jumlah penolong kurang dari jumlah pasien


Bisa menolong korban yang banyak dalam waktu singkat
Sederhana dan mudah
Mudah dalam pengelompokan korban

Kelemahan:

2.

Penolong akan cepat kewalahan


Pertolongan akan kurang optimal karena jumlah penolong tidak seimbang dengan korban
Hal yang perlu diperhatikan pada saat terjadinya bencana dan yang diperhatikan
dalam memasuki daerah bencana
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya,

peringatan dan persiapan.


Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset
yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang
karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di

masa lalu.
Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang
bencana yang akan mengancam.

Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi


sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang
daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk
mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah
aman.

Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Tahap Tanggap Darurat
merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang
tertimpa

bencana,

guna

menghindari

bertambahnya

korban

jiwa.

Penyelenggaraan

penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:


1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya;
2. Penentuan status keadaan darurat bencana;
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. Pemenuhan kebutuhan dasar;
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Hal yang perlu diperhatikan pada saat terjadinya bencana:

Jangan panik
Menjauhi daerah sumber bencana
Hati-hati bencana susulan
Cari titik aman bencana

Hal yang diperhatikan dalam memasuki daerah bencana:

3.

Tunggu sampai status aman


Perhatikan keselamatan diri
Bawa korban ke tempat aman
Memastikan membawa perlengkapan penyelamatan
Sebutkan peran apa saja yang ada dalam tim penanganan bencana dan jelaskan
fungsi serta tanggung jawab dari masing-masing peranan tersebut!

A. Peran Masyarakat

Dalam penanganan bencana peran masyarakat menjadi elemen yang paling penting. Karena
kekuatan pemerintah semata sangatlah kecil jika dibandingkan dengan tantangan yang begitu
besar. Peran masyarakat dalam penanganan bencana dapat diwujudkan dalam beberapa
bentuk: relawan lapangan dengan menyumbangkan tenaga dan keahlian, mobilisasi dana, dan
akses fasilitas (Ahyudin, 2005).
B. Relawan
1. Relawan sebagai donatur. Sesungguhnya masyarakat yang mendermakan dananya untuk
membantu korban bencana, maka sejatinya iapun adalah relawan. Dana bahkan menjadi
hal yang sangat penting untuk mendukung hasil maksimal penanganan bencana.
2. Relawan sebagai penyumbang tenaga dan keahlian. Termasuk dalam kelompok ini adalah
ahli evakuasi, ahli medis, jurnalis, ahli gizi, juru masak, tukang bangunan, psikolog, guru,
seniman, dan lainya yang secara sukarela turun langsung membantu korban bencana di
lapangan.
3. Relawan sebagai penyedia fasilitas yang diperlukan dalam penaganan bencana. Misalnya
ada relawan yang menyediakan sarana transportasi, menydediakan rumah atau kantornya
untuk dijadikan markas posko kemanusiaan, dll.
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun 2010
tentang Pedoman Pembentukan Pos KomandoTanggap Darurat Bencana, terdapat beberapa peran
yang memiliki masing-masing fungsi tertentu dalam penanganan bencana, diantaranya:
1. Kepala pelaksana BPBD
- Memimpin dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi Unsur Pelaksana;
- Melaksanakan sistem pengendalian intern dilingkungan masing-masing;
Bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan dan memberikan
-

pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan;


Dalam melaksanakan tugas, melakukan pembinaan, pengawasan dan memberikan sanksi
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur satuan organisasi dibawahnya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.


2. Sekretariat
- Sekretariat mempunyai tugas membantu Kepala Pelaksana dalam mengkoordinasikan
perencanaan, pembinaan dan pengendalian terhadap program, administrasi dan
sumberdaya serta kerjasama.

Bertanggungjawab atas

pengkoordinasian,

singkronisasi dan integrasi

program

perencanaan dan perumusan kebijakan dilingkungan BPBD Kabupaten Jepara;


- Melaksanakan pengumpulan data dan informasi kebencanaan diwilayahnya;
- Melaksanakan pengkoordinasian dalam penyusunan laporan penanggulangan bencana;
3. Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan
- Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas membantu Kepala Pelaksana
BPBD dalam mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang pencegahan,
mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
4. Seksi Kedaruratan dan Logistik
- Perumusan kebijakan dibidang penanggulangan bencana saat tanggap darurat,
-

penanganan pengungsi dan dukungan logistik;


Pengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada

saat tanggap darurat, penanganan pengungsi dan dukungan logistik;


Komando pelaksanaan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat;
Pelaksanakan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap

darurat, penanganan pengungsi dan dukungan logistik;


5. Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
- Melaksanakan perbaikan lingkungan daerah bencana;
- Melaksanakan perbaikan prasarana dan sarana umum;
- Memberikan bantuan perbaikan rumah masyarakat;
- Melaksanakan pelayanan kesehatan;
- Melaksanakan rekonsiliasi konflik;
- Melaksanakan pemulihan psikologis, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketertiban,
fungsi pemerintahan serta pelayanan publik
Menurut Sedyaningsih & Endang Rahayu (2011), dalam penanganan bencana di lapangan
umumnya dibagi menjadi 4 peran, yaitu:
1. Ketua
- Bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan dan memberikan pengarahan
serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas pertolongan bencana
- Memimpin dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi Unsur Pelaksana
2. Logistik
- Memantauan, mengevaluasi dan menganalisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, penanganan
-

pengungsi dan dukungan logistik;


Melaksanakan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian

dan sumberdaya;
Menentukan keadaan status keadaan darurat bencana;
Melaksanakan pemenuhan kebutuhan dasar;

Melaksanakan penyusunan perencanaan dibidang logistik dan peralatan dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana


3. Triage
- Mengklasifikasikan pasien berdasarkan keadaan dan kondisi kegawatdaruratan
4. Penolong
- Menyelamatkan dan mengevakuasi masyarakat terkena bencana;
- Memberikan pertolongan pertama pada korban bencana.

Ahyudin. (2005). Peran Masyarakat Dalam Penanganan Bencana Oleh: - Director ACT
Dompetdhuafa, Disampaikan pada Focus Group Discussion Masyarakat Penanggulangan
Bencana Indonesia (MPBI) tgl 17 Maret 2005 materi seminar di Jakarta

Australian College for Emergency Medicine. 2006. Policy on The Australian Triage Scale.
Melbourne : Australian College for Emergency Medicine , Diakses 4 Desember 2013

Benson, Mark et al. 2006. Disaster Triage, START then SAVE a new method of Dynamic
Triage for Victims of a Catastrophic Earthquake. California : Prehospital and Disaster
Medicine Journal , Diakses 4 Desember 2013
BNPB. 2010. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun
2010 tentang Pedoman Pembentukan Pos KomandoTanggap Darurat Bencana. Jakarta
Hanafi.

2012.

Konsep

Triage.

Diakses

pada

tanggal

http://www.docstoc.com/docs/118650940/KONSEP-TRIAGE

November

2014,

dari

Koenig, K L. 2005. Beyond Red, Yellow, Green and Black : Principles of Multiple Casualty
Incident (MCI) Triage. Washington DC : Scientific Assembly, Diakses 4 Desember 2013
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Diakses tanggal 4 November
melalui:http://www.gitews.org/tsunamikit/en/E6/further_resources/national_level/peraturan_kep
Sedyaningsih, Endang Rahayu. (2011). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan
Bencana (mengacu pada standar intersional) panduan bagi petugas kesehatan yang
bekerja

dalam

penanganan

krisis

kesehatan

akibat

bencana

di

Indonesia.

http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=22&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjABOB
Q&url=http%3A%2F%2Fino.searo.who.int%2FLinkFiles
%2FEmergency_and_humanitarian_action_Technical_quide_for_Health_Crisis_Respons
e_in_Disaster.pdf&ei=V1NYVMetPMm5uASh0oC4Bw&usg=AFQjCNEUCA_6NCxJC
Vg1UTQWG2j7_LnpMg&bvm=bv.78677474,d.c2E

Anda mungkin juga menyukai