1. Epidemiologi
Di Indonesia katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak, begitu juga di
dunia. Saat ini setengah dari 45 juta kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Di
Indonesia pada tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan 1,2% dengan kebutaan karena
katarak sebesar 0,67%. Pada tahun 1996 angka kebutaan meningkat 1,47%. Tahun 2005
dilaporkan bahwa daerah pedesaan di Indonesia memiliki prevalensi katarak tertinggi di
daerah Asia tenggara.
2. Batasan
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau karena kedua-duanya.
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Penyebab katarak diantaranya genetik,
kongenital, metabolik, traumatik, toksik dan senilis. Senilis adalah yang paling sering
dijumpai dan berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan). Katarak timbul karena sel lensa
mata sangat rentan terhadap gangguan baik mekanik maupun hilangnya susunan kimia lensa,
sedang sel lensa tidak mengalami pergantian dan dipertahankan selama hidup.
3. Klasifikasi.
Berdasarkan usia terjadinya katarak dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Katarak kongenital jika terlihat sebelum usia 1 tahun.
2. Katarak juvenil jika terlihat setelah usia 1 tahun, biasanya kelanjutan dari katarak
kongenital.
3. Katarak senilis jika terjadi pada dewasa tua (>50 tahun).
KATARAK SENILIS
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu pada
usia di atas 50 tahun.
Berdasarkan bentuknya katarak senilis dibagi menjadi:
1. Subkapsular
katarak imatur.
2. Nuklearis
terganggu daripada penglihatan dekat. Pada awalnya terjadi miopisasi, dimana makin
lama diperlukan koreksi yng semakin besar, hal ini terjadi karena nukleus mengeras
sehingga indeks refraksi meningkat. Perubahan mendadak indeks refraksi antara
nukleus sklerotik dengan korteks lensa bisa mengakibatkan diplopia monokuler.
Kekuningan lensa akan menyebabkan kesulitan membedakan corak warna.
3. Kortikal
kekeruhan terhadap aksis. Tanda utamanya ialah silau ketika melihat cahaya.
Perubahan lensa pada usia lanjut
1. Kapsul
a. Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopia
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel
a. Makin tipis
b. Sel epitel (germinative) pada ekuator bertambah besar dan berat
c. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Lebih ireguler
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar uv lama kelamaan merubah protein nukleus
(histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna coklat
protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal
d. Korteks tidak berwarna karena:
i. Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
ii. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
Perjalanan Penyakit (Stadium)
Perkembangan katarak bisa diurutkan menjadi 4 stadium yaitu katarak insipien, katarak
imatur, katarak matur, dan katarak hipermatur. Katarak insipien dan imatur adalah jenis
katarak yang kekeruhannya masih sebagian (parsial). Katarak matur ialah katarak dengan
seluruh lensa keruh dan mulai membengkak (edematous). Pembengkakan yang terus
Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
Bilik mata depan
Sudut bilik mata
Shadow test
Visus
Penyulit
Insipien
Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
+
-
Imatur
Sebagian
Bertambah
Terdorong
Dangkal
Sempit
+
<
Glaukoma
Matur
Seluruh
Normal
Normal
Normal
Normal
<<
-
Hipermatur
Masif
Berkurang
Tremulans
Dalam
Terbuka
-/+
<<<
Uveitis, glaukoma
Gejala:
a. Penurunan visus baik dekat maupun jauh.
b. Silau dengan sinar surya, lampu jalan atau lampu kendaraan.
c. Distorsia garis.
d. Diplopia monokuler.
e. Gangguan warna(menjadi kekuningan).
f. Tidak berkaitan dengan nyeri, mata merah, dan/atau cairan yang keluar.
g. Pada presbiopia, penglihatan dekat menjadi lebih baik untuk sementara.
Tanda:
a. Penurunan tajam penglihatan dengan snellen card
b. Refleks fundus abnormal ketika retina dilihat dengan ophtalmoskop. Pada katarak
nuklear tampak bayangan melewati refleks fundus, sedangkan pada katarak kortikal
tampal bayangan seperti jeruji pada tepi refleks fundus.
c. Penurunan sensitivitas terhadap kontras.
d. Pupil tampak putih, pada katarak yang sudah parah.
e. Pada pemeriksaan dengan slit lamp dapat dilihat tipe katarak.
Tatalaksana ini hanya memperbaiki fungsi visual untuk sementara, bahkan hanya
mencegah agar tidak lebih buruk dengan cepat. Belum ada penelitian yang membuktikan
obat-obatan dapat menghambat progresivitas katarak. Beberapa obat yang diduga dapat
memperlambat katarak diantaranya: penurun kadar sorbitol, aspirin, antioksidan, vitamin C
dan E.
b. Bedah
Indikasi dilakukan tatalaksana bedah untuk katarak adalah tingkat gangguan visual
terhadap aktivitas sehari-hari. Misalnya jika katarak masih imatur dengan visus 6/24 namun
pasien adalah seorang pelukis dan sangat terganggu maka bisa dilakukan operasi. Jika katarak
sudah matur namun pasien tidak merasa tidak terganggu berarti tidak perlu dilakukan bedah.
Namun jika katarak mencapai hipermatur dapat meningkatkan resiko terjadinya glaukoma
dan uveitis.
Jenis bedah katarak:
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular(EKIK)
Operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan.
Kontraindikasi metode ini: anak-anak, ruptur kapsul karena trauma(KI absolut); miopia
tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni, vitreus masuk ke KOA. Keuntungan metode
ini tidak diperlukan operasi tambahan untuk memasang lensa pengganti, peralatan
sederhana,
penurunan
penglihatan
dengan
kacamata
ditambah
+10
dioptri.
Teknik ini merupakan bagian dari EKEK dengan irisan yang lebih kecil sehingga
hampir tidak perlu dijahit. Kondisi ideal untuk dilakukan manual SICS adalah kondisi
kornea jernih, ketebalan normal, endotelium sehat, KOA cukup dalam, dilatasi pupil
cukup, zonula utuh, tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II dan III.
Keuntungan metode ini: penyembuhan lebih cepat dan resiko astigmatisme minimal.
Dibanding fakoemulsifikasi: kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan
kapsulotomi can opener, instrumentasi lebih sederhana, alternatif utama jika operasi
fakoemulsifikasi gagal, resiko komplikasi rendah, waktu bedah singkat, lebih murah.
c. EKEK dengan Fakoemulsi
Teknik operasi ini menggunakan sebuah tip yang dikendalikan dan
menggunakan gelombang ultrasonik untuk memecah nukleus lensa, kemudian
mengaspirasinya. Keuntungan operasi ini lukanya lebih ringan sehingga penyembuhan
luka juga cepat serta perbaikan penglihatan juga lebih baik, astigmatisme pasca operasi
bisa diabaikan. Kerugiaanya adalah pembelajaran lebih lama, biaya tinggi dan
komplikasi operasi lebih serius.
ICCE
ECCE/ SICS
PE
Teknis
Mudah
Sulit
Lebih sulit
Learning curve
Cepat
Cepat
Lama
Katarak
Mature
Semua stadium
Semua stadium
Alat
Mahal
Murah
Sangat mahal
IOL
Anterior
Ant/ posterior
Ant/posterior/
foldable/injectable/
multifocal/
accomodative IOL
Pasca bedah
Bebat
Bebat
3 5 hari
3 5 hari
Rehabilitasi visus
Lama
Lama
Cepat
Kaca Mata
KM afaki
KM baca
KM baca/ tanpa KM
Tanpa bebat
2. Choroidal bleeding
3. Vitreous prolap phtisis bulbi
4. Iridodialysis
5. Sebagian masa lensa tertinggal/ cortex remnant
6. Droped nucleus/ pada PE
Post operasi :
Jangka pendek :
a. Hifema
b. BMD dangkal
c. Iris prolaps
d. Iritis hingga endophthalmitis
e. Glaucoma
f. Descemet fold
Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus
dibawah ini:15
P = [ nV / ( AL C ) ] [ K / ( 1 K x C /
nA ) ]
P
= Kekuatan IOL (satuan dioptri)
K
= Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
AL
= Axial lenght (milimeter)
C
= ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL
(milimeter)
nV
= Indeks refraksi dari vitreus
nA
= Indeks refraksi dari humor aquos
Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan
IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan
kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi
akan turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75
D/mm pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam
pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL
panjang. 15
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula
menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi
postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan
keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. 15
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan
suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk
mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan.
Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran
biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau
nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan
sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar
antara kedua mata.
Diagnosis Banding
1. Refleks senilis : pada orang tua dengan lampu senter tampak warna pupil keabu-abuan
mirip katarak, tetapi pada pemeriksaan refleks fundus positif.
2. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyulit dari penyakit mata (misal uveitis
anterior) atau penyakit sistemik (misal Diabetes Mellitus)
3. Katarak karena penyebab lain : misal obat-obatan (kortikosteroid), radiasi, rudapaksa
mata, dan lain-lain.
4. Kekeruhan badan kaca
5. Ablasi retina