BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut
typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama
menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang
selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa.
Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang terjadi di Athena sampai
Sparta Yunani pada tahun 430-424 SM. Sejarah yang tidak kalah menarik adalah tentang
Tifoid Marry yang pada tahun 1907 menjadi seorang carier/ pembawa penyakit tifoid
di Amerika, dimana setiap restoran tempat dia bekerja selalu terjadi epidemi tifoid.
Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena penyakit tifus atau
demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan
konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia
dibawah 5 tahun.
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan. Di daerah rural (Jawa Barat) didapatkan 157 kasus per 100.000
penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 kasus per 100.000 penduduk.
Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang
belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan salah satunya tempat pembuangan
sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Prevalensi kasus 91% demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah usia 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar
dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis
diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi. Demam yang terjadi biasanya
bertipe berkepanjangan (prolonged fever), yaitu demam yang berlangsung minimal lebih
dari 5 hari dengan pola yang biasanya khas/klasik yaitu demam yang rendah dan perlahan
BAB II
ISI
II.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif
Salmonella typhii. Disebut Tifoid karena pada awalnya penyakit ini memiliki
mnanifestasi yang hampir sama dengan Demam Tifus yang disebabkan oleh bakteri
Rickettsia oleh karena itu penyakit ini diberi akhiran id yang berarti mirip.
Di Indonesia sendiri penyakit ini lebih akrab dengan sebutan Tifus atau Tipes
karena kemiripannya dengan demam Tifus tersebut. Demam tifoid merupakan suatu
infeksi Fecal-Oral yang pada nantinya akan menyerang saluran Cerna khususnya usus
halus (jejunum dan ileum) dilanjutkan dengan masuknya ke dalam aliran darah
(bakteremia) yang akan menyebabkan gejala atau tanda yang khas tempat dimana kuman
melewati organ selama bakteremia tersebut.
II.2 Etiologi
Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative bentuk bacil
atau batang, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella peritrik, memiliki
ukuran 2-4 m x 0,5 -0,8 m. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif
anaerob, mati dalam suhu 56oC dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan
selama 4 minggu dan hidup subur dalam media yang mengandung garam empedu.
Memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida),
antigen H (flagel) dan antigen Vi
Berdasarkan serotipenya kuman Salmonella dibedakan menjadi 4: Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Serotipe group D.
Salmonella typhi, Paratyphi A, dan Paratyphi B merupakan penyebab infeksi
utama pada manusia, bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral, biasanya dengan
mengkontaminasi makanan dan minuman. Faktor- faktor lain yang mempengaruhi
kerentanan tubuh terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman lambung, flora normal
usus, dan ketahanan usus lokal.
II.3 Epidemologi
Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemic di
Asia, Afrika, Amerika Latin, kep. Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini
tergolong menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16
juta per tahun, 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian. Di Indonesia prevalensi
91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun dengan kejadian yang meningkat
setelah usia 5 tahun.
Ada dua sumber penularan penyakit ini yaitu pasien yang menderita demam tifoid
dan yang lebih sering adalah dari carier yaitu orang yang sudah sembuh dari demam
tifoid tapi masih mengekskresikan S. typhii dalam tinja selama lebih dari setahun.
kemerehan
kadangkala waktu lidah dijulurkan lidah akan tremor kesemua tanda pada lidah ini
disebut dengan Tifoid Tongue. Meskipun jarang ditemukan pada anak- anak tapi cukup
9
diselingi konstipasi. Diare merupakan respon terhadap adanya bakteri dalam lumen usus
yang perlu untuk secepatnya dikeluarkan, namun diare pada demam tifoid tidak sampai
menyebabkan dehidrasi, pun begitu dengan konstipasi yang mungkin baru dialami setelah
mengalami diare beberapa kali. Penderita anak- anak lebih sering mengalami diare
daripada konstipasi dewasa sebaliknya, hal itulah yang kadang- kadang membuat sering
miss diagnosis ketika penderita datang berobat.
Kuman yang mengalami
menimbulkan gejala pada organ Retikulo Endotelial System salah satunya Hepar dan
Lien. Hepato- splenomegali terjadi akibat dari replikasi kuman dalam sel- sel fagosit atau
sinusoid. Replikasi dalam hepar dan lien ini tentunya akan menyebabkan respon
inflamasi lokal yang melibatkan mediator radang seperti InterLeukin (IL-1, IL-6),
Prostaglandin (PGE-2) dimana menyebabkan permeabilitas kapiler akan meningkat
sehingga terjadi oedema. Pembesaran pada hepar-lien ini umumnya tidak selalu nyeri
tekan dan hanya berlangsung singkat (terutama terjadi waktu bakteremia sekunder).
Penanda ini cukup spesifik dalam membantu diagnostik.
Gangguan Sistem Saraf terjadi bila ada toksin yang menembus Blood Brain
Barier, pada anak gangguan sistem saraf akibat tifoid ini lebih sering bersifat Sindrom
Otak Organik yang berarti kelainan extra cranial mengakibatkan gangguan kesadaran
seperti Delirium, gelisah, somnolen, supor hingga koma. Pada anak- anak tanda- tanda ini
sering muncul waktu mereka tidur dengan manifestasi khas mengigau atau nglindur
yang terjadi selama periode demam tifoid tersebut. Gangguan otak organik ini biasanya
lebih berat ditemukan pada demam tifoid pada keadaan lanjut yang sudah mengalami
komplikasi. Pada keadaan ini biasanya gangguan kesadaran tidak lagi ditemukan hanya
sewaktu tidur saja melainkan bisa timbul sewaktu- waktu.
Pada ekstremitas, punggung, atau perut mungkin didapatkan floresensi kulit
berupa ruam makulo papular kemerahan dengan ukuran 1-5 mm yang mirip dengan
ptechiae disebut dengan Roseola/ Rose Spot. Penyebab roseola ini karena emboli basil
dalam kapiler kulit terkumpul di bawah permukaan kulit sehingga menyerupai bentuk
bunga roseola. Ruam ini muncul paa hari ke 7-10 dan beratahn selama 2-3 hari. Namun
10
Bradikardi Relatif, adalah tanda lain yang mungkin ditemukan pada infeksi tifoid.
Pada umumnya tiap kenaikan suhu 1oC akan diikuti oleh peningkatan denyut nadi sampai
10x tiap menitnya. Namun pada demam tifoid peningkatan suhu tubuh tidak diikuti oleh
peningkatan denyut nadi sehingga dikatakan Bradikardi yang relatif pada demam.
Bradikardi relatif ini juga cenderung jarang terjadi pada anak.
11
terkontaminasi
Salmonell typhii
Bakteri memproduksi
mikrovilli
Mencapai Plak
Endotoksin (Pirogen
Eksogen)
Peyer
Masuk Pembuluh darah
(Bakteremia Primer)
makrofag)
Sel-sel yang mengalami cedera,
Hepatome
Splenome
gali
gali
siklooksigenase membuat
Prostaglandin E2 (PGE2)
Mengubah setting
termostat di
hipothalamus
DEM
AM
12
Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit sampai dibawa ke pusat
pengobatan), tipe demam (demam terutama pada malam hari dan turun
menjelang pagi hari), menggigil atau tidak, keringat dingin, sejak kapan
mulai demam tinggi terus tanpa suhu turun, disertai kejang atau tidak
Gejala SSP, apakah anak sempat mengalami tidak sadar? Atau hanya sebatas
ngelindur atau mengigau saja waktu tidur.
Riwayat Penyakit dahulu ditanyakan untuk mencari tahu apakah pernah sakit
seperti ini, karena demam tifoid adalah infeksi yang sangat mungkin
menjadikan penderitanya sebagai carier atau pembawa meskipun tidak
menunjukkan gejala
Riwayat Terapi, bila sudah mendapatkan terapi baik hanya antipiretik dan
atau antibiotika klinis penyakit kemungkinan sangat mungkin sudah
mengalami perubahan
13
14
Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
kuman Salmonella typhi dengan antibody penderita yang disebut agglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense bakteri Salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah
untuk menentukan adanya agglutinin/antibodi dalam serum
penderita
15
II
III
IV
Larutan
0,9
0,5
0,5
0,5
0,5
0,1
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
1/10
1/20
1/40
1/80
1/160
garam
fisiologis
(ml)
Serum
pasien (ml)
Suspensi
antigen (ml)
Titer
antibodi
II
III
IV
Titer
1/10
1/20
1/40
1/80
1/160
Deretan +
Tabung
16
pemeriksaan
dengan
metode
Inhibition
Magnetic
Binding
19
20
21
dan Amoxicillin,
memiliki
kemampuan
yang
lebih
rendah
dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anakanak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang
diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2
minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi
chloramphenicol.
Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan
pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari Chloramphenicol
dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone
merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis
(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200
22
Identifikasi
dan
eradikasi
Salmonella
typhi
pada
pasien
Tifoid
23
25
BAB III
KESIMPULAN
26
terdiri
dari
Intraintestinal
dan
ekstraintestinal.
Komplikasi
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29