Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap saraf perifer di mana
terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor possinaptik nikotinat pada sambungan
neuromuskuler (NMJ). Patologi dasar adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada
membran otot posinaptik disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi. 1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot semakin berkurang
dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot setelah masa istirahat. Otot-otot bulbar
paling sering dipengaruhi dan paling parah, tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa
derajat kelemahan umum secara berfluktuasi. Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi
darurat adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenik krisi dan kolinergik krisis. 1
MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati. Terapi farmakologis termasuk
obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin,
plasmaferesis, dan immune globulin intravena (IVIG). Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan
untuk mengobati MG. Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien
dengn MG memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan dokter perawatan primer. 1
MG ini jarang terjadi. Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per 1.000.000. Prevalensi MG
di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000 orang. Angka ini telah meningkat selama 2
dekade terakhir, terutama karena peningkatan umur pasien dengan MG tetapi juga karena diagnosis
dini. 15-20% pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut mengalami
krisis pertama mereka dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di Inggris, prevalensi MG adalah 15
kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia, adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi
meningkat dari 0,75 per 100.000 pada 1958 - 4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986. MG dapat terjadi
pada semua usia. Puncak kejadian pada wanita terjadi dalam dekade ketiga kehidupan, sedangkan
puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam atau ketujuh. Usia rata-rata adalah 28 tahun
pada wanita dan 42 tahun pada pria. MG neonatal Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang
memperoleh antibodi anti-ACHR melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi mungkin menderita
miastenia neonatus sementara karena efek dari antibodi. Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu
myasthenic memiliki antibodi anti-ACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang menjadi MG
neonatal. Ini mungkin karena efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang menghambat pengikatan
antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadar antibodi serum ACHR ibu dapat meningkatkan
kemungkinan MG neonatal, dengan demikian, menurunkan titer serum ibu selama periode antenatal
dengan plasmaferesis mungkin berguna. Secara klasik, rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan
telah dianggap 3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu, pasien berusia 20-30
tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa yang lebih tua (yaitu, pasien lebih tua dari 50
1

tahun). Studi menunjukkan, bagaimanapun, bahwa dengan peningkatan harapan hidup, laki-laki dan
perempuan berada pada rasio yang sama. MG okular dominan pada laki-laki. Rasio laki-perempuan
pada anak dengan MG dan kondisi autoimun lain adalah 1:5. Permulaan MG di usia muda adalah
cenderung terjadi pada orang Asia dibandingkan ras lain. 2-3
2.1 Definisi Miastenia Gravis
Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis. Miastenia berarti kelemahan otot
motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama yang diinervasi oleh nukleus motorik di batang otak
seperti otot mata, otot kelopa mata, otot pengunyah, dan otot wajah. Gravis sendiri berasal dari kata
grave yang berarti buruk. Miastenia gravis adalah penyakit kelemahan otot motorik yang
berfluktuasi dan prognosisnya buruk.4 Romi dkk mengatakan bahwa Miastenia gravis (MG) adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan patologis yang berfluktuasi dengan remisi dan
eksaserbasi yang melibatkan kelompok otot satu atau beberapa rangka, terutama disebabkan oleh
antibodi terhadap reseptor asetilkolin (ACHR) di lokasi pasca sinaptik dari sambungan neuromuskuler
tanpa adanya gangguan sensorik. 5-6
2.2 Etiologi Miastenia Gravis
MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien. Meskipun penyebab utama di balik perkembangannya
masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah kekacauan regulasi sistem kekebalan tubuh. MG jelas
merupakan penyakit autoimun dimana antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya. Dalam sebanyak
90% kasus umum, IgG terhadap ACHR terbukti. Bahkan pada pasien yang tidak mengembangkan
miastenia klinis, anti-antibodi ACHR kadang-kadang dapat ditunjukkan. 1
Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk antibodi terhadap
MuSK (Muscle-Specific Kinase). biopsi otot pada pasien ini menunjukkan tanda-tanda miopati dengan
kelainan mitokondria menonjol yang bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering
ditemukan pada pasien positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan
keterlibatan anti MuSK positif MG okulobulbar. 1
Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan orang dengan leukosit
antigen tertentu manusia (HLA) jenis memiliki kecenderungan genetik terhadap penyakit autoimun.
Profil histokompatibilitas kompleks meliputi HLA-B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini
belum terbukti berhubungan dengan bentuk ketat okular MG). Kedua SLE dan RA mungkin
berhubungan dengan MG. 1
Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan reseptor AcH
nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi antigen pemicu belum
diidentifikasi. 1
2

Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG, termasuk yang berikut: 1
a. Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin, eritromisin, dan ampisilin)
b. Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi anti-ACHR titer antibodi
terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan, dan pemulihan penuh dicapai minggu
sampai bulan setelah penghentian obat
c. Beta-adrenergik reseptor memblokir agen (misalnya, propranolol dan oxprenolol)
d. Lithium, Magnesium, Procainamide, Verapamil, Quinidine, Klorokuin, Prednisone
e. Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
f. Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
g. Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien myasthenic untk menghindari blokade neuromuskuler yg berkepanjangan
h. Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular dalam 1 laporan kasus;
penghentian pemberian obat mengakibatkan pemulihan lengkap.
Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki penyakit timus, 85% memiliki
hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma. Tumor Ektratimik mungkin termasuk sel kanker
paru-paru kecil dan penyakit Hodgkin. Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan
memiliki hubungan tertentu dengan MG okular. 1
2.3 Patofisiologi Miastenia Gravis
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end plate, molekul
asetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui neuromuscular junction dan kemudian
akan berinteraksi dengan reseptor Ach (AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs
terbuka, memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat otot dan menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan berkumpul menjadi satu, dan jika
depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak
sepanjang serat otot untuk menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan
jumlah AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran postsinaptik
yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor endplates, sehingga depolarisasi yang
terjadi pada motor endplate lebih sedikit dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir. Hasilnya
adalah sebuah transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari penelitian
antara lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi endositosis, sehingga terjadi
deplesi AChR pada membran postsinaptik, autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi
AChR dengan memblokir situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan
kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah AChR. 7

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran autoantibodi


terhadap AChR. (Burmester, Thieme : color atlas of immunology, 2003)
Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka memiliki antigenisitas
reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam pathogenesis myasthenia gravis (MG)
tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat
kelainan timus (misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat fungsi
kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan timektomi, timus diduga
menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun, stimulus yang memulai proses autoimun belum
teridentifikasi.7

Gambar 2. Salah satu penyebab timbulnya autoantibodi terhadap AChR. (


2.4 Manifestasi klinis Miastenia Gravis
Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan kelemahan otot yang umum
dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi selama beberapa jam. Tidak terlalu terlihat pada pagi
hari dan biasanya memburuk seiring berjalannya hari. 3
Tabel 1. Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering terjadi sampai pada gejala
yang jarang terjadi.
4

Sering terjadi

Otot-otot

Gejala

Ocular

Ptosis

dan

penglihatan

ganda
Wajah

Kesulitan

mengunyah,

menelan, dan berbicara


Leher

Kesulitan

mengangkat

kepala saat posisi telentang


Ekstremitas proksimal

Kesulitan

mengangkat

lengan setinggi bahu dan


kesulitan berdiri dari posisi
duduk

dengan

bantuan

tangan
Pernapasan

Gangguan pernapasan dan


kesulitan untuk bangundari

Jarang terjadi

posisi tertidur
Ekstremitas distal

Kelemahan

saat

mengenggam

dan

kelemahan
pada pergelangan dan kaki
Sumber : Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis. Muscle & Nerve.
2004
Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia. Akhirnya,
90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular. Mungkin ptosis unilateral atau
bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata. Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan
kelelahan yang tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata
atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang
mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel pada arah otot yang lemah. 3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset penyakit mereka. Pasien
merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya tidak terlihat beberapa saat setelah bangun
tidur. Diplopia terjadi saat pasien melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien
menyetir, menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup. Gejala
terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot ekstraokular atau beberapa kombinasi otot.
Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis
unilateral, mata yang tidak ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan
menggunakan jari (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu. Setiap
5

gangguan motilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil didapatkan normal, harus
mengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG. 3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata, tetapi biasanya kedua
gejala terjadi bersama-sama. Jika sensasi wajah terganggu, lesi yang mempengaruhi saraf kranial
seperti karsinoma nasofaring harus dicurigai. Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya
kedua kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkan gejala MG. Temuan mungkin akan sulit
untuk dilihat. 3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum dari MG yaitu
ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata tertutup atas terhadap upaya pemeriksa
untuk membukanya. Sebuah usaha dari pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mata akan
memperlihatkan adanya fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata.
Karena pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh kesulitan
menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan kelemahan myasthenic. Biasanya
tidak ada diplopia atau fotofobia dengan blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah
spasmodik dan dipaksa dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah. Kelemahan Orbicularis
Oris merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui kerutan bibir ketika
pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah. Tertawa mengungkapkan apa yang disebut
" myasthenic sneer". Pasien tersebut tidak dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan
balon. 3
Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan lidah, yang paling
mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi bagian dalam. Dalam kasus ringan MG,
bicara cadel dapat terdeteksi hanya selama berbicara berkepanjangan, seperti menjelang akhir
wawancara dengan dokter. Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah rentan terhadap
atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari atrofi ini. 3
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam mengunyah karena
kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter), sedangkan pembuka rahang tetap kuat.
Ketika kelemahan parah, rahang mungkin tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan tangan selama
mengunyah. Salah satu gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia karena kelemahan otot
lidah dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit untuk ditelan dari yang
padat, dan makanan panas lebih sulit daripada makanan dingin. Adakalanya pasien untuk
menggunakan es batu untuk meminum cairan yang dibutuhkan. regurgitasi cairan ke hidung dapat
menjadi masalah jika ada kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan untuk menelan air liur adalah
konsekuensi paling parah kelemahan faring dan membutuhkan suktion mulut.. Setelah disfagia
mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan tidak hanya untuk pemberian obat oral dan
juga untuk suplemen gizi. 3
6

Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot yang menyakitkan
dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta untuk menahan kepala ke atas. Fleksor
leher lebih sering terlibat dalam MG daripada ekstensor leher. Pasien telentang sangat mengalami
kesulitan dalam mengangkat kepala dari bantal. Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh penutupan
glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang pita suara. Hal tersebut dapat
dideteksi dengan adanya stridor, selama dalam usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan
darurat medis yang berkembang kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal. 3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. pasien myasthenic dengan
insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan napas paten dikatakan
crisis. kelumpuhan Vokal dapat menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat
oleh sekresi pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah. Batuk membutuhkan
penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama dengan cepat dapat menjadi tidak
efektif pada MG. Bahkan jika jalan napas paten, otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti
interkostalis dan diafragma, mungkin terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang
cukup (-50 cm H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus diintubasi
dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi wajah pasien, penderita MG dalam
masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat.
Biasanya, pasien duduk membungkuk ke depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada diafragma.
Bahkan pasien yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan mungkin memiliki kelemahan
otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka dan dengan demikian menyebabkan mereka menjadi
lelah dan kurang perhatian pada siang hari. Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam
mengidentifikasi masalah tersebut. 3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari kelemahan otot pada MG.
Namun, beberapa pasien MG wanita dengan inkontinensia urin mengklaim bahwa itu diringankan oleh
obat antikolinesterase. Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan prostat pada pria myasthenic
sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus
selama operasi, suatu sfingter eksternal yang lemah mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks
selama batuk atau regangan. 3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk transmisi
neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal pada MG, meskipun beratnya
keterlibatan biasanya asimetris. Kelemahan otot ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam
mengangkat lengan untuk mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau
mencukur menunjukkan kelemahan bahu dan lengan. kelelahan otot ekstremitas atas dapat diuji secara
semikuantitatif dengan kemampuan timing pasien untuk menahan lengan ke depan saat ekstensi.
Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic
syndrome. 3
7

Kelemahan otot ektrimitas bawah dimana kesulitan dalam berjalan menaiki tangga atau
berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot tungkai dapat diuji dengan meminta
pasien untuk mengangkat satu kaki di atas yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan
fleksor pinggul akan memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG,
dibandingkan dengan sisi tidak aktif. 3
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan yang terjadi
pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan pada miopati proksimal dari pada kelemahan
otot distal. Kelemahan otot-otot ekstremitas pada khususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang
terjadi dan prevalensinya hanya 10% saja. 3
Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:
a. Kelelahan, kurang tidur
b. Stres, kecemasan, Depresi
c. Kelelahan, gerakan berulang
d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan mungkin tetaptimbul
sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.5 Klasifikasi Miastenia gravis


Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari Myasthenia Gravis Foundation
of America (MGFA) membentuk satuan tugas untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang
diterima secara universal, sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang
menjalani terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya, Klasifikasi
MGFA Klinis diciptakan. Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5 kelas utama dan subclass beberapa,
sebagai berikut. 1
Tabel 2. Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA).
Kelas I

Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat


menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal

Kelas II

Kelas IIa

Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta


adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau

Kelas IIb

keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot


aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan

Kelas III

otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan


tingkat sedang
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau

Kelas III a

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot


orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau

Kelas III b

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot


anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan

Kelas IV

dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami


kelemahan dalam berbagai derajat
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan

Kelas IV a

atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan


dalam derajat ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan

Kelas IV b

pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya


dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube
tanpa dilakukan intubasi.

Kelas V

Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.


9

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012


Terdapat klasifikasi menurut osserman dimana miastenia gravis dibagi menjadi : 4
1.

Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian

2.

Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan bulber.
System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan.

3.

Severe generalized myasthenia


Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit biasanya komplit
dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan
mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma

4.

Late severe myasthenia


Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat
pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan
prognosis jelek

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada waktu
pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada
pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun. 1

2.6 Diagnosis Miastenia Gravis


A. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan
terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi
anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan akan
timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita
disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga
tidak tampak lagi.
c. Uji kelelahan otot
10

Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk
berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat (uji Simpson).
Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda kelelahan. Peningkatan fenomena ptosis dapat
ditunjukkan pada pasien dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjaga kelopak
mata yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap. Kelopak mata berlawanan perlahan jatuh dan
mungkin akan menutup sepenuhnya. Tanda kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk
menguji kelelahan otot. Pasien diarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan
kemudian kembali dengan cepat dalam posisi semula. Pengamatan pada gerak kelopak mata
yang lebih keatas ditambah dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,
mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi dan pemulihan yang lambat dari otot. Tanda
mengintip terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak mata
secara volunter. 1
Muscle Grading Chart
Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi
1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0-nol Tanpa kontraksi
Tes Lainnya : 9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka
disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan
hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang
memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan
sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat. Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc
atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin
atau mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala
seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap. 9
b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi
(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia
gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji
11

ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah
berat. 9
B. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana
terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata
dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes antiasetilkolinreseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering
kali terjadi false positive anti-AChR antibodi. Rata-rata titer antibodi pada pemeriksaan antiasetilkolin reseptor antibodi, yang dilakukan oleh Tidall, di sampaikan pada tabel berikut: 1
Tabel 3. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis.
Osserman Class

Mean antibodi Titer

Percent Positive

0.79

24

2.17

55

IIA

49.8

80

IIB

57.9

100

III

78.5

100

IV

205.3

89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate


generalized,III = acute severe, IV = chronic severe

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia gravis
dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk
memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.
b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini
menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang
dari 40 tahun.Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkanhasil positif.
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab
negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab. 1
d. Antistriational antibodies

12

Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibodi
yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita.
Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi
ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda.
Terdeteksinya titin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya
thymoma pada pasienmuda dengan miastenia gravis. 1
C. Imaging
a. Chest x-ray
foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen
thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum. 7
Hasil roentgen belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga
terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus
miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua. 7
b. MRI
Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat
digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak. 7

2.7 Differensial diagnosis Miastenia Gravis


Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen. Ekspresi klinis dari
gangguan

ini

adalah

fitur

miasthenik

dalam

bentuk

kelemahan

otot

variabel

dan

kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan
patofisiologi yang berbeda dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun. 4
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang jarang terjadi
dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH) pada sambungan neuromuskuler
terjadi peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia,
mulutkering, dan sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama cell carcinoma
pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada
transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan
stimulasi padafrekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada
membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik,
dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal, sehingga jumlah asetilkolin yang
akhirnya sampai ke membran post sinaptik tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi. 4
2. Botulisme
13

Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik, termasuk
neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf parasimpatik, dan ganglia perifer. Blokade
ini menghasilkan karakteristik penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh
saraf otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat penurunan saraf
adrenergik atau sensoris. Botulisme memiliki pola berat, progresif, dan simetris. 4

2.8 Penatalaksanaan Miastenia Gravis


Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada konsensus yang jelas
pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah salah satu gangguan neurologis yang paling
dapat diobati. Beberapa faktor (misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan perkembangan
penyakit) harus dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau diubah. 1
Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin intravena (IVIG).

Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG. Mereka bukan
merupakan terapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi mereka berfungsi dengan cara
memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy merupakan pilihan pengobatan yang penting
untuk MG, terutama jika terdapat thymoma. 1
MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan memburuk selama beberapa hari atau
minggu. Pengobatan memerlukan evaluasi kembali yang terjadwal dan hubungan dokter-pasien yang
dekat. Pasien dengan MG memerlukan perawatan ketat bekerja sama dengan dokter. 1
Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien myasthenic krisis
dengan gagal pernapasan. Kegagalan pernapasan yang cepat dapat terjadi jika pasien tidak diawasi
dengan benar. Pasien harus diawasi sangat hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan mengukur
kekuatan inspirasi negatif dan kapasitas vital. Setelah pasien dengan dugaan MGC telah diidentifikasi,
langkah segera harus diambil untuk mengintubasi pasien. Hal ini harus dilakukan melalui intubasi oral
cepat. Pasien harus disiapkan O2 mask sampai saturasi oksigen arteri 97%. IV normal saline harus
tetes cepat untuk menghindari hipotensi yang berhubungan dengan intubasi. Pemantauan tekanan
darah terus menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen anestesi umum digunakan pada dosis IV
bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus dihindari kecuali mutlak diperlukan karena pasien
MG sensitif terhadap efek mereka. Jika perlu, agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.
Pengaturan ventilator harus dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu
ekspansi paru. Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir ekspirasi positif
(PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat badan ideal), dan tingkat pernapasan 12
sampai 16/min. Meskipun dahulu, tidal volum yang besar (12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien
MG, literatur baru menunjukkan bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan
14

yang lebih cepat (12-16 napas / menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang
terintubasi. 2
Bagan 1. Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.
Diagnosis MG

MG okular

MRI kepala
(+) reasses

MG krisis

Antikolinesterase
(pyridostigmine)

Intensive care unit

Evaluasi untuk thimektomi


Indikasi : thimoma atau MG
generalisata
Evaluasi resiko operasi, FVC

Antikolinesterase
(pyridostigmine)

Jika tidak
memuaskan

MG generalisata

Resiko bagus
FVC bagus

Resiko jelek
FVC jelek

Thimektomi

Plasmaparesis atau
IVIg

perbaikan

Tidak ada
perbaikan

Evaluasi status klinis,


immunosupresan bila ada
indikasi
Imunosupresan

A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan kelenjar sekretori, di
mana kerjanya memblok AChE. agen intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan
klinis daripada short-acting bromida neostigmine dan long acting klorida ambenonium.
bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam. MG tidak mempengaruhi semua otot
rangka yang sama, dan semua gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek
15

samping. Pada pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV). Di
Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg tab, 180-mg timespan
tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet timespan bertahan 2,5 kali lebih lama.
Bentuk timespan adalah sebagai adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala
myasthenic pada malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan bervariasi
antara pasien. 1
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga memfasilitasi
transmisi impuls di NMJ. Ini adalah AChE inhibitor short-acting yang tersedia dalam
bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau
subkutan (SC). Waktu paruhnya 45-60 menit. Obat ini sulit diserap dalam saluran
gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine tidak ada. 1
c. Edrophonium
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk memprediksi respon
terhadap long-acting cholinesterase inhibitor. Seperti cholinesterase inhibitor lain,
edrophonium menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di NMJ. 1
B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan untuk mengobati
idiopatik dan gangguan autoimun. Obat ini termasuk di antara para agen imunomodulasi yang
pertama kali digunakan untuk mengobati MG dan masih sering digunakan dan efektif. Obat ini
biasanya digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon terhadap AChE
inhibitor dan thymectomy. Pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid efektif dan dapat
menyebabkan remisi atau menyebabkan perbaikan pada kebanyakan pasien. Perburukan
mungkin terjadi awalnya, perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu. Agen ini biasanya
diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun. Remisi didapatkan 30% dan perbaikan 40%. Kortikosteroid
bekerja di kedua MG baik ocular MG maupun MG generalisata. Mereka dapat dikombinasikan
dengan obat imunosupresif lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan
durasi yang lebih singkat. 1
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di Amerika Serikat.
Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka panjang dari prednison bermanfaat, tetapi
yang lain menggunakan obat hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang
merugikan dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi eksaserbasi
MG dengan menekan pembentukan autoantibodi. Namun, efek klinis sering tidak terlihat
selama beberapa minggu. Peningkatan signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer
antibodi menurun, biasanya terjadi pada 1-4 bulan. 1
16

b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan pada mereka tidak
dapat mentoleransi asupan oral. Ini mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi sel
polimorfonuklear (PMN) dan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler. 1
C. Imunosupresan
a.

Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik, efek
sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan
saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5
mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan
sekali. Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena
efek samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan steroid-sparing
medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis yang ditingkatkan secara bertahap
sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO. Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena
kerja azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid. Azathioprine digunakan
bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai monoterapi. 1

b.

Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-sparing therapy,
dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama mimum obat ini, disarankan untuk
menghindari paparan sinar ultraviolet. Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan setelah
1-2 bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6 bulan.
Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan azathioprine tidak dianjurkan. 1

c.

Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x sehari; setelah 4
minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari dengan interval 2 minggu, sampai dosis
maksimum 4 mg/KgBB/hari) dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang
benar-benar paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam urat,
potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien secara ketat (setiap 2
minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu setiap bulan jika pasien sudah stabil). 1

D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan berat yang kurang
terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti dari pertukaran plasma dengan dosis 1
g / kg. IVIG efektif dalam MG sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis. Dosis tinggi
IVIG berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui. Hal ini digunakan dalam
manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan periode perioperatif) bukan atau dalam
17

kombinasi dengan plasmapheresis. Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi
efek berlangsung hanya dalam waktu singkat. 1
E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan menghilangkan faktor humoral
(yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai
tambahan untuk terapi imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti
IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan kasus-kasus refrakter.
Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak berlangsung lebih dari 2 bulan.
Plasmaferesis merupakan terapi efektif untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi
atau jangka pendek pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap
minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat mengendalikan penyakit
ini. Komplikasi terutama terbatas pada komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan
garis pusat) tetapi juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun jarang). 1
F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam myasthenia gravis
(MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah diusulkan sebagai terapi lini pertama
pada kebanyakan pasien dengan myasthenia gravis (MG) umum. Thimectomi dapat
menyebabkan remisi. American Association of Neurology merekomendasikan thimectomi
untuk

nonthymomatous

pasien

myasthenia

gravis

(MG)

autoimun.

Thimectomi

direkomendasikan sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan. 1

2.9 Prognosis Miastenia Gravis


a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okuler.
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler, > 50% kasus berkembang ke myasthenia gravis (MG)
umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%. Sekitar 15-17% pasien akan tetap mengalami
gejala okular selama masa tindak lanjut rata-rata hingga 17 tahun. Pasien-pasien ini disebut sebagai
myasthenia gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan kelemahan umum dan disebut sebagai
generalized myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari 37 pasien myasthenia gravis (MG)
menunjukkan bahwa kehadiran thymoma terkait dengan gejala yang lebih buruk. 1

18

BAB III
KESIMPULAN

1.

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal
dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan
kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot
akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau
pada neuromuscular junction.

2.

Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu
dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi
menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak berperanan.

3.

Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia. Akhirnya, 90% dari
pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular. Mungkin ptosis unilateral atau bilateral,
dan akan beralih dari mata ke mata . Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah
berkedip beberapa kali.

4.

Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis Foundation of America
(MGFA) yang terbagi dalam 5 kelas dan menurut osserman terbagi dalam 4 tipe.

5.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Lab
penunjang.

6.

Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga tujuan penting: transmisi
neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan
memodifikasi riwayat alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan
sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan

7.

Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang mendapat pengobatan,


angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 20 Januari 2012. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012.
2. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern Medical Journal. 2008;
101: 1: 69-63.
3. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis. Muscle & Nerve.
2004; 29: 505-484.
4. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction. In: Ropper A,
Brown R, eds. Adam and Victors : Principles of Neurology 8th ed. McGraw Hill. 2005; 53:
1264-1250.
5. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological, and therapeutic advances.
Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.
6. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku Kedokteran Dorland.
25 ed. EGC. 1998: 723.
7. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The Neuromuscular Junction Kasper.
In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrisons : Principle of Internal Medicine 16th
ed. McGraw Hill. 2005; 366: 2523-2518.
8. Burmester GR, Pezzutto A. Color Atlas of Immunology. 1st ed. Thieme. 2003: 239-238
9. Myasthenia Gravis & Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh dari
http://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 07 Juni 2012.

20

Anda mungkin juga menyukai