Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium
pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk
mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Pada kasus ini digunakan obat induksi:
a. Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi
yang berisi 10% saya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang
dianjurkan 2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi3.
Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat intravena lainnya,
namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi
umum. Selain itu, secara subjektif, pasien merasa lebih baik setelah postoperasi karena
propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi. Propofol digunakan baik sebagai induksi
maupun mempertahankan anestesi dan merupakan agen pilihan untuk operasi bagi pasien
rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien
dalam keadaan kritis. Penggunaan propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat
(kritis) dapat memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi pernapasan dan
kemungkinan adanya skuele neurologik2'3.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara cepat. Rasa nyeri
kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis.
Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat,
N2O
induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan venodilatasi. Propofol
menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena
vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal
dengan intubasi trakea.
Setelah pemberian propofol secara intravena, waktu paruh distribusinya adalah 2-8
menit, dan waktu paruh redistribusinya kira-kira 30-60 menit Propofol cepat dimetabolisme di
hati 10 kali lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus. Propofol
diekskresikan ke dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang dari 1%
diekskresi dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh total anestesinya lebih besar daripada aliran
darah
hepatik,
sehingga
eliminasinya
melibatkan
mekanisme
ekstrahepatik
selain
metabolismenya oleh enzim-enzim hati. Propofol dapat bermanfaat bagi pasien dengan
gangguan kemampuan dalam memetabolisme obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan
intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental
dan konvulsi pasca operasi yang minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat dan
dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung
dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgesik.
Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan
muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek antiemetik .
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan, apnea,
bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia,
takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing,
euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga saat
pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg)1,3.
TwwjlCar
Prukup dassi ictafM est rat) mia Iah
t taapou cairan > *ng bifawf. Tanfi twrw pcrta>yr*>r biK
lemnnmin kebutuhan esmi, fctrofei m msh ym$ tutanf Kiwi
k. McnKM fyo MA kelainan ymg draabuikaci Imma tonfa yaeg Mte
I 4kiom opciTflU
*t I initMn, Mm Wf n Uw k**
fcBWP^^A
aift^ftjfr
^NBMRMnV.
(^(P^^w
Ringan
= 4 mi/kgBB/jam.
Sedang
= 6 ml/kgBB/jam
Berat
= 8 ml/kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka
dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi
ditambah kebutuhan sehari-hari pasien .
i. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien
pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke
bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya2.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan
skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang
biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward, dimana cara Steward mulamula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang sangat luas pemakaiannya, termasuk
untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari ananmesis, pemeriksaan fisik akan
dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK
Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena radang, dimana kebutuhan cairan
dapat meningkat, sehingga pasien dapat mengalami dehidrasi. Tanda-tanda radang dapat
dilihat dari suhu maupun angka leukosit. Pada pasien ini suhu tubuh tidak mengalami
peningkatan dan angka leukosit masih dalam batas normal. Hal ini mungkin disebabkan
karena pasien sebelumnya sudah menerima terapi antibiotik oleh teman sejawat lain
sebelum memutuskan untuk periksa ke RSUD Sragen.
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1.
2.
menggunakan electocauter dimana perdahan durante operasi dan post operasi lebih
sedikit karena pemotongan jaringan maupun hemostasis dilakukan dalam satu prosedur.
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Pemeriksaan pra anestesi
Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :
a. Puasa lebih dari 6 jam (pasien sudah puasa selama 6 jam)
b. Pemeriksaan
laboratorium darah
Permasalahan yang ada
adalah:
-
- Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan keadaan
umum
penderita.
Dalam mempersiapkan operasi pada penderita perlu dilakukan :
Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS. Pada pasien ini
diberikan cairan Ringer Laktat 20 tetes per menit, terhitung sejak pasien mulai
puasa hingga masuk ke ruang operasi. Puasa paling tidak 6 jam untuk
mengosongkan lambung, sehingga bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.
Terdapat tiga jenis cairan berdasarkan tujuan terapi, yaitu:
1.
water
Cairan khusus
Bcrsifa bipcrtonls: konsentrasi partikel terlarut > CIS;
menyebabkan air keluar dari sel, menuju daerah dengan
Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada kasus ini
diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit, amnesia dan mencegah resiko aspirasi
dengan menggunakan premedikasi sulfas atropin dan fentanyl. Teknik anestesinya
semi closed inhalasi dengan pemasangan endotrakheal tube.
Selama operasi dipasang ET teknik cepat. 2.
Premedikasi
a. Sebagai antiemetic pada pasien diberikan ondansentron 4 mg iv
b. Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah maka diberikan
fentanyl 100 mcg I. V.
3. Induksi
a.
efek induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat Selain itu juga
propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi
ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik.
b.
5. Terapi Cairan
Perhitungan kebutuhan cairan pada kasus ini adalah (Berat Badan 41 kg)
a. Defisit cairan karena puasa 6 jam
(2 cc/jam x 41 kg x 6 jam) = 492 cc
Cairan ini sudah terpenuhi karena walaupun pasien
infus.
b. Perdarahan yang terjadi 25
cc
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan
anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan
memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi
tonsilektomi pada penderita perempuan, usia 14 tahun, status fisik ASA I, dengan diagnosis
tonsilitis kronik yang dilakukan teknik anestesi semi closed dengan SCCS NTT no 30 cuff (+)
respirasi spontan.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang ada
diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi dapat ditekan
seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari
segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak teriadi
J
hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.