Anda di halaman 1dari 18

PEMBEKUAN DARAH

1.

Proses ini terjadi segera setelah ada cedera atau trauma pada pembuluh darah

yang ada di dalam tubuh. Hemostasis (pembekuan darah )merupakan pristiwa


penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah, sedangkan
thrombosis terjadi ketika endothelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau
hilang. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi ) dan melibatkan pembuluh
darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan
maupun yang melarutkan bekuan. Proses ini terjadi melalui tiga tahapan penting,
antara lain:

Sebagai respons terhadap kerusakan pembuluh darah/ darah itu sendiri, maka
rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah dan melibatkan banyak
faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks
substansi teraktivasi yang secara kolektif disebut aktivator protrombin.

Aktivator protrombin mengkatalisis perubahan protrombin menjadi trombin.

Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-benang


fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan.

(Guyton &Hall)

2.

Pembekuan darah

Dilihat dari faktor yang terlibat.


Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid
trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif). Sedangkan Lintasan
ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan
menghasilkan factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera
jaringan dengan ekspresi factor jaringan pada sel endotel.

Dilihat dari awal mulainya proses.


Jalur intrinsik di pembentukan aktivator protrombin dimulai dari dinding
pembuluh darah atau jaringan yang rusak yang kontak dengan darah.
Sedangkan jalur ekstrinsik pembentukan aktivator protrombin dimulai dari
terjadinya trauma terhadap darah itu sendiri atau darah berkontak dengan
kolagen dinding pembuluh darah yang rusak.

Dilihat dari langkah/ tahapannya.

Langkah-langkah jalur ekstrinsik, yaitu pelepasan faktor jaringan atau


tromboplastin jaringan, selanjutnya mengaktifasi faktor X yang dibentuk
oleh kompleks lipoprotein dari faktor jaringan dan bergabung dengan
faktor VII, kemudian dengan hadirnya ion Ca2+ akan membentuk faktor X
yang teraktivasi. Selanjutnya faktor X yang teraktivasi tersebut akan
segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, juga dengan faktor V untuk
membenuk senyawa yang disebut aktivator protrombin.

Langkah-langkah jalur intrinsik, yaitu pengaktifan faktor XII dan


pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma, kemudian
faktor XII yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor XI, kemudian
faktor XI yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor IX, faktor IX yang
teraktivasi bekerja sama dengan faktor VIII terakivasi dan dengan
fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang rusak, akan
mengkatifkan faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau trombosit
kurang maka langkah ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang
tidak dimiliki oleh penderita hemofilia. Trombosit tidak dimiliki oleh
penderita trombositopenia. Faktor X yang teraktivasi akan bergabung
dengan faktor V dan trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang
disebut aktivator protrombin.

(Guyton & Hall)

3.

Thrombus adalah bekuan abnormal yang terbentuk dalam pembuluh darah. Dimana
bekuan ini terdiri dari trombosit, eritrosit serta fibrin . Jika trombus ini bergerak
mengikuti aliran darah akan menjadi emboli. Seperti gambar di bawah ini (Guyton &
Hall)

4.

Tipe trombos :
1.Trombos putih tersusun dari trombosit serta fibrin dan relative kurang mengandung
eritrosit (pada tempat luka atau dinding pembuluh darah yang abnormal, khususnya
didaerah dengan aliran yang cepat[arteri]).
2. Trombos merah terutama terdiri atas eritrosit dan fibrin. Terbentuk pada daerah
dengan perlambatan atau stasis aliran darah dengan atau tanpa cedera vascular, atau
bentuk trombos ini dapat terjadi pada tempat luka atau didalam pembuluh darah yang
abnormal bersama dengan sumbat trombosit yang mengawali pembentukannya.

3. Endapan fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/p.darah yang amat kecil.
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan
ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan artificial
yang dipertahankan.
5.

Factor-faktor yang terlibat dalam proses pembekuan darah

Faktor I: Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein
plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini
menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.

Faktor II: Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan
diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan
mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin
kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan
hypoprothrombinemia.

Faktor III: Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa
sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan
Tromboplastin

penting

dalam

pembentukan

prothrombin

ekstrinsik

yang

mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.

Faktor IV: Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase
pembekuan darah.

Faktor V: Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan
panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik
dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin
trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada
kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai
derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.

Faktor VI: Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V,
tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.

Faktor VII: Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan
panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh
kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X.
Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau
diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam

kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor


akselerator dan stabil.

Faktor VIII: Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif
labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser
dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi,
sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic
globulin dan faktor antihemophilic A.

Faktor IX: Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan


yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi,
diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan
faktor antihemophilic B.

Faktor X: Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka
untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk
kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal
ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor
ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuartfaktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.

Faktor XI: Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat
dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX.
Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.

Faktor XII: Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak
dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi
dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan
trombosis.

Faktor XIII: Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah
fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam
urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan
faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase
dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.
(Medikal Bedah, 2002)

6.

Mekanisme Pembekuan Darah

Secara umum terjadi melalui tiga langkah utama:

Sebagai respons terhadap kerusakan pembuluh darah/ darah itu sendiri, maka
rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah dan melibatkan banyak
faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks
substansi teraktivasi yang secara kolektif disebut aktivator protrombin.

Aktivator protrombin mengkatalisis perubahan protrombin menjadi trombin.

Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-benang


fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan.
(Guyton & Hall)

7.

Antikoagulan:
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan
darah. Atas dasar ini antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan
meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah di luar tubuh
pada pemeriksaan laboratorium atau tranfusi. Antikoagulan oral dan heparin
menghambat pembentukan fibrin dan digunakan sebagai pencegahan untuk
mengurangi insiden tromboemboli (masuknya udara pada aliran darah) terutama pada
vena. Kedua macam antikoagulan ini juga bermanfaat untuk pengobatan trombosis
arteri

karena

mempengaruhi

pembentukan

fibrin

yang

diperlukan

untuk

mempertahankan gumpalan trombosit.


Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Heparin: Heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang diberikan secara
parenteral dan merupakan obat terpilih bila diperlukan efek yang cepat
misalnya untuk emboli paru-paru dan trombosis vena dalam, oklusi arteri akut
atau infark miokard akut.
1. Antikoagulan oral, terdiri dari derivat 4 -hidroksikumarin misalnya : dikumoral,
warfarin dan derivat indan-1,3-dion misalnya : anisindion. Antikoagulan oral
berguna untuk pencegahan dan pengobatan tromboemboli. Untuk pencegahan,
umumnya obat ini digunakan dalam jangka panjang.
2. Antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu faktor
pembekuan darah. Natrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi
kompleks kalsium sitrat
Antikoagulan yang ada didalam tubuh:

Plasmin:
Protein plasma mengandung euglubolin disebut dengan plasminogen yang bila
teraktivasi akan menjadi plasmin. Plasmin adahan enzim proteolitik yang menyerupai
tripsin. Plasmin bertugas mencerna benang-benang fibrin dan beberapa protein
koagulan lain seperti faktor V, Faktor VIII, protrombin, dan Faktor XII. Oleh karena
itu, kapan pun plasmin dibentuk, plasmin akan melisis bekuan dengan
menghancurkan banyak faktor pembekuan.
8.

Mekanisme Kerja Antikoagulan


Seperti yang dijelaskan diatas ada beberapa antikoagulan antara lain heparin,
antkoagulan oral(warafarin), ataupun antikoagulan yang berasal dari tubuh yaitu
plasmin. Mekanisme kerja dari beberapa antikoagulan tersebut adalah sebagai berikut:

Plasmin : plasminogen yang teraktivasi serta memiliki enzim proteolitik. Plasmin


bertugas mencerna benang-benang fibrin dan beberapa protein koagulan lain seperti
faktor V, Faktor VIII, protrombin, dan Faktor XII. Oleh karena itu, kapan pun plasmin
dibentuk, plasmin akan melisis bekuan dengan menghancurkan banyak faktor
pembekuan.

Warfarin merupakan bagian dari kumarin. Mekanisme warfarin itu dengan


menurunkan kadar protrombin dan faktor VII, IX, X dalam plasma yang diproduksi
dihati. Warfarin memiliki efek penekanan yang kuat terhadap hati dengan cara
berkompetisi dengan vitamin K dalam menduduki tempat reaktif pada proses
enzimatik pembentukan protrombin dan faktor VII,IX,X sehingga menghambat kerja
vitamin K.

Heparin: antikoagulan yang diberikan secara parenteral dan merupakan obat terpilih
bila diperlukan efek yang cepat misalnya untuk emboli paru-paru dan trombosis vena
dalam, oklusi arteri akut atau infark miokard akut.
Mekanisme Kerja Heparin dengan memeberikan beberapa efek antara lain:
Terhambatnya koagulasi oleh karena meningkatnya kerja anti trombin serin
protease faktor pembekuan (IIa, Xa, XIIa, XIa, dan IXa).
Berkurangnya agregasi trombosit.
Permeabilitas vaskular yang meningkat.
Pelepasan lipase lipoprotein ke dalam plasma.

9.

Penyakit yang berhubungan dengan terganggunya pembekuan darah:


o Hemofilia: suatu penyakit pendarahan yang hampir seluruhnya timbul pada
pria yang disebabkan oleh kelainan atau defisiensi Faktor VIII atau pun Faktor
IX. Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan
dengan defisiensi atau kelainan biologic factor VII dan factor IX dalam
plasma. (David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran). Hemofilia adalah
penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X.
Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa
sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika
mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier dan
bersifat letal. Pada wanita jarang terjadi karena hemofili pada wanita hanya
bersifat carier.
o Trombositopenia: trombosit dalam darah yang bersirkulasi jumlahnya sedikit.
Pasien dengan penyakit ini cenderung mengalami pendarahan. Sebagian besar
trombositopenia ini dikenal dengen trombositopenia idiopatik belum
diketahui secara pasti penyebabnya. (patofisiologi, 2006)

Autoimun dan Hipersensitivitas


1. Apa yang anda ketahui mengenai Autoimunitas?
Autoimunitas didefinisikan sebagai terjadinya kerusakan struktural atau fungsional sel
akibat reaksi limfosit atau imunoglobulin dengan komponen tubuh yang
tampaknormal. (Prise and Wilson. Patofisiologi volume 1)
Autoimunitas merupakan respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan oleh hilangnya toleransi. Autoimun terjadi oleh karena dikenalnya self
antigen yang menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif
menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan.
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan
oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance
sel B, sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun,
menyerang bagian dari tubuh tersebut.

2. Penyakit apa saja yang berhubungan dengan kelaianan Autoimun?


Gangguan autoimun adalah suatu kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
secara keliru menyerang dan menghancurkan jaringan sehat. Normalnya, pasukan
sistem kekebalan tubuh sel darah putih membantu melindungi tubuh terhadap zat
berbahaya, yang disebut antigen. Contoh antigen termasuk bakteri, virus, racun, selsel kanker dan darah atau jaringan dari orang atau spesies lain. Sistem kekebalan
tubuh akan membuat antibodi yang menghancurkan zat-zat berbahaya. Tapi pada
pasien dengan gangguan autoimun, sistem kekebalan tidak bisa membedakan antara
jaringan tubuh yang sehat dan antigen. Hasilnya adalah respon imun yang merusak
jaringan tubuh normal. Ini adalah reaksi hipersensitivitas mirip dengan respon di
alergi. Pada alergi, sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap zat eksternal yang
biasanya akan diabaikan. Tapi pada gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh
bereaksi terhadap jaringan tubuh normal. Yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh
tidak bisa membedakan antara jaringan normal dan antigen tidak diketahui.

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan kelainan Autoimun


Beberapa Gangguan Autoimun
Gangguan

Jaringan yang terkena

Konsekwensi
Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah)

Anemia
hemolitik

terjadi, menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan


Sel darah merah

autoimun

sakit
Limpa

kepala

ringan.

mungkin

membesar.

Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.


Lepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang
Bullous
pemphigoid

Kulit

merah,

terbentuk

di

kulit.

Gatal

biasa.

Dengan pengobatan, prognosis baik.


Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah,
Sindrom
Goodpasture

kepenatan,

bengkak,

dan

gatal,

mungkin

Paru-paru dan ginjal berkembang.


Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum
kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.
Kelenjar

gondok

menghasilkan

dirangsang

kadar

tinggi

dan

membesar,

hormon

thyroid

(hyperthyroidism).
Penyakit Graves

Kelenjar tiroid

Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak


tahan

panas,

tremor,

berat

kehilangan,

dan

kecemasa.
Dengan pengobatan, prognosis baik.
Kelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan
Tiroiditis
Hashimoto

kadar hormon thyroid rendah (hypothyroidism).


Kelenjar tiroid

Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar,


tidak

tahan

ke

dingin,

dan

mengantuk.

Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid

perlu dan biasanya mengurangi gejala secara


sempurna.
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya,
sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti
biasanya.
Multiple
sclerosis

Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi


Otak dan spinal cord abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan,
kekejangan

otot,

dan

sukar

menahan

hajat.

Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin


datang

dan

pergi.

Prognosis berubah-ubah.
Koneksi antara saraf
Myasthenia

dan otot

gravis

(neuromuscular
junction)

Pemphigus

Kulit

Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan


lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda
dalam hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi
secara

luas.

Obat biasanya bisa mengontrol gejala.


Lepuh

besar

terbentuk

di

kulit.

Gangguan bisa mengancam hidup.


Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat
kesulitan menyerap vitamin B12. (Vitamin B12
perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan
sel

syaraf).

Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan


Pernicious

Sel tertentu di

anemia

sepanjang perut

kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan.


Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan
kehilangan

sensasi.

Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin


rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi,
kelemahan,
Risiko

dan
kanker

sukar

menahan

perut

hajat.

bertambah.

Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.


Rheumatoid

Sendi atau jaringan Banyak

gejala

mungkin

terjadi.

arthritis

lain seperti jaringan termasuk demam, kepenatan, rasa sakit sendi,


paru-paru, saraf, kulit kekakuan sendi, merusak bentuk sendi, pendeknya
dan jantung

nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa


sakit

dada,

dan

bengkak

di

bawah

kulit.

Progonosis bervariasi
Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat.
Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan
ringan-headedness, dan yang dipunyai ginjal, paruSystemic lupus

sendi, ginjal, kulit,

erythematosus

paru-paru, jantung,

(lupus)

otak dan sel darah

paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan,


pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada,
mungkin

terjadi.

Bercak

mungkin

Ramalan

berubah-ubah

timbul.

secara

luas,

tetapi

kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif


meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan.
Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan,
buang

air

kecil,

dan

selera

makan,

seperti

komplikasi bervariasi dengan jangka panjang.

Diabetes
mellitus tipe 1

Sel beta dari pankreas


(yang memproduksi
insulin)

Pengobatan

seumur

diperlukan,

sekalipun

hidup

dengan

perusakan

sel

insulin
pankreas

berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada


untuk

memproduks

iinsulin

yang

cukup.

Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi


lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan
hingga waktu yang lama.
Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di
satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit,
ginjal, paru-paru, atau usus) atau beberapa bagian.
Vasculitis

Pembuluh darah

Ada beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa


sakit abdominal, kehilangan berat badan, kesukaran
pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala,
kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf

atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian


badan

mana

yang

dipengaruhi.

Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak


jaringan

rusak.

Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan.

3. Bagaimana mekanisme terjadinya Autoiminitas?


Tahapannya sebagai berikut :

Antigen dari luar yang akan diproses oleh makrofag (APC) akan menyebabkan
berbagai keadaan seperti: apoptosis, aktivasi atau kematian sel tubuh.

Sedangkan beberapa antigen di tubuh tidak dikenal (selanjutnya disebut Self Antigen)
contoh nucleosomes, U1RP dan Ro/SS-A. Antigen tersebut akan diproses seperti
umumnya antigen lain oleh APC dan sel B. Peptida ini akan menstimulasi sel T dan
akan diikat oleh sel B pada reseptornya. Selanjutnya menghasilkan suatu anti-bodi
yang merugikan tubuh.

Antibodi yang dibentuk oleh peptida ini dan antibodi yang dibentuk oleh antigen
eksternal akan merusak organ target (glomerulus, sel endotel dan thrombosit).

Di sisi lain antibodi juga dapat berikatan dengan antigennya untuk membentuk
komplek imun (IC) yang dapat merusak berbagai organ tubuh bila terjadi endapan.

Perubahan abnormal di dalam sistem imun tersebut dapat mempresentasikan protein


RNA, DNA dan phospholipid ke dalam sistem imun tubuh.

Aktivasi sel T dan sel B tersebut sebetulnya akan di kontrol oleh gen-gen yang
berbeda, yang mungkin dapat direspon tubuh dengan cara PEMBERSIHAN sel
apoptosis, antigen atau komplek imun di dalam sirkulasi.

Beberapa autoantibodi dapat meliputi trombosit dan eritrosit karena antibodi tersebut
dapat berikatan dengan glycoprotein II dan III di dinding trombosit dan eritrosit. Anti
bodi juga dapat bereaksi dengan antigen sitoplasmik trombosis dan eritrosit yang
akhirnya akan menyebabkan proses APOPTOSIS pada LES dan keadaan ini
menimbulkan kerusakan jaringan bila terjadi pengendapan.

Komplek imun tersebut dapat juga berkaitan dengan komplemen yang akhirnya
berikatan dengan reseptor C3b di sel darah merah yang akan menimbulkan hemolisis.
Bila komplek imun melalui hepar maka akan dieliminasi dengan cara mengikat C3bR

dan bila melalui limpa akan diikat oleh FcR. IgG. Ketidakmampuan kedua organ
tersebut akan menimbulkan manifestasi klinik berupa hemolisis.
4. Apa yang anda ketahui mengenai reaksi Hipersensitivitas
interaksi immunoglobulin atau sel T dengan imunogen / antigen kadang - kadang
dapat menyebabkan cedera pada tubuh. Reaksi yang merugikan ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas.
Kata alergi juga sering dipergunakan untuk menjelaskan reaksi hipersensitivitas
tertentu yang sering dijumpai pada manusia.
Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi yang terjadi bila individu pernah kontak
dengan agen khusus yang mempunyai karakteristik kimia tertentu yang menyebabkan
individu tersebut sensitive terhadap partikel tertentu.
(Prise and Wilson. Patofisiologi volume 1)
Hipersensitivitas adalah suatu reaksi respon imun yang menyebabkan kerusakan sel
dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Antigen yang dapat memprovokasi respon
hipersensitif pada seseorang disebut alergen. (Kamus Dorland, 2006).
5. Kapan reaksi hipersensitivitas terjadi?
Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi bila jumlah antigen yang masuk relatif banyak
atau bila status imunologis seseorang, baik seluler maupun humoral meningkat.
Reaksi ini tidak pernah timbul pada pajanan pertama. Reaksi hipersensitivitas
menimbulkan manifestasi klinik dan patologik yang heterogen di mana hal tersebut
ditentukan oleh (1) jenis respon imun yang menyebabkan kerusakan jaringan dan (2)
sifat serta lokasi antigen yang menginduksi atau yang menjadi sasaran dari respon
imun. Hipersensitivitas terbagi dalam 4 kategori, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I,
II, III, dan IV. Klasifikasi tersebut didasarkan pada mekanisme patologis utama yang
bertanggung jawab atas kerusakan sel atau jaringan. (Guntur, 2007)
Hipersensitifitas terjadi bila kontak dengan antigen kimia yg memilikiciri khusus dan
menyebabka seseorang menjadadi sensitif terhadap agen tertentu.

6. Apa saja mediator- mediator kimia yang terlibat dalam reaksi hipersensitivitas
dan bagaimana mekanisme kerjanya?

Histamin
Histamin, yang merupakan mediator primer terpenting, menyebabkan
meningkatnya permeabilitas vaskular, vasodilatasi, bronkokontriksi, dan
meningkatnya sekresi mukus. Mediator lain yang seger dilepaskan meliputi
adenosin (menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi
trombosit) serta faktor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil.

SRS-A (Slow reacting substance of anaphylaxis)


Terdiri dari leukotrien yang timbul waktu terjadi reaksi anafilaksis. Leukotrien
dibentuk dari asam arachidonat dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskuler serta kontraksi otot polos. Ini adalah mediator utama terjadinya
bronkokonstriksi pada asma dan tidak dapat dipengaruhi oleh antihistamin.

ECF-A (Eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis)


Merupakan tetrapeptida yang berada di dalam granula sel mast.
Ketika dilepaskan pada waktu anafilaksis, ia menarik eosinofil yang sangat
prominen pada reaksi alergi tipe cepat. Peranan eosinofil tidak tentu, tetapi
dapat melepas histaminase dan arylsulfatase yang menimbulkan degradasi 2
mediator penting yaitu histamin dan SRS-A.

Serotonin (hydroxytryptamine)
yang preformed pada sel mast dan blood platelets.
Pelepasan waktu anafilaksis menyebab-kan dilatasi kapiler, peningkatan
permea-bilitas kapiler dan kontraksi otot polos. (peranannya kecil pada
manusia)

Prostaglandin dan tromboksan


Kedua zat ini berhubungan dengan leukotrien, dan diturunkan dari asam
arakidonat

lewat

jalur

siklooksigenase.

Prostaglandin

menyebabkan

bronkokonstriksi dan dilatasi serta peningkatan permeabilitas kapiler.


Tromboksan menggumpalkan trombosit.

7. Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas ?


Reaksi hioersensitivitas menurut waktu :

Reaksi cepat.
Terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Antigen yang diikat
IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif.
Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaxis sistemik atau anafilaxis lokal seperti
asma, pilek-bersin, urtikaria dan eksim.

Reaksi intermediat
Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini
melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui
aktivasi komplemen.
Manifestasinya dapat berupa :
1. Reaksi transfusi darah, eritroblastosis
foetalis dan anemia hemolitik autoimun.
2. Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik yaitu
serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis rematoid
dan LES (lupus eritematosis sistemik)

Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah pajanan dengan antigen.
Pada DTH yang berperan adalah sitokin yang dilepas sel T yang mengaktifkan
makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh : dermatitis kontak,
reaksi Mycobacterium tuberculosis dan reaksi penolakan graft.

Reaksi Hipersensitivitas Menurut Mekanisme :


Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip Gell (1963) dibagi dalam 4
tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi yaitu tipe I, II, III
dan IV.
Tipe I : Hipersensitivitas cepat (Anafilaktik)
Tipe II : Hipersensitivitas sitotoksik
Tipe III : Hipersensitivias kompleks imun
Tipe IV : Hipersensitivitas lambat (berperantara sel)
Catatan : Tipe I, II, III berperantara antibodi

8. Gambarkan (reaksi, patofisiologi, tanda dan gejala, contoh klinis) dari masingmasing reaksi!
Tipe

Reaksi

Tipe I

Anafilaktik

Patofisiologi
Antibodi

IgE

Tanda dan Gejala

Asma ekstrinsik

terikat Sistemik :

Rinitis

(immediate, atopik, dengan sel-sel tertentu;


peningkatan
IgE-mediated,
reaginik)

antigen

Angioedema

menyebabkan pelepasan

Hipotensi

amina

Spasme bronkus

vasoaktifdan

alergika

musiman
Anafilaksis

mediator lainnya yang

GI atau Uterus

mengakibatkan

Stridor

sistemik
Reaksi

terhadap

serangga

vasodilatasi,peningkatan

penyengat
Reaksi

permeabelitas, kontraksi
otot polos serta eusinofil

Contoh Klinis

terhadap

beberapa makanan

Lokal :

dan obat
Urtikaria

Beberapa

kasus

urtikaria
Ekzem infanlitis

Tipe II

Sitotoksik
(sitolitik,
sitotoksisitas yang
tergantung
komplemen, reaksi
yang menstimulasi
sel)

Sindrom

Antibodi IgG atau IgM Bervariasi


terikat dengan antigen menurut

jenis

seluler

dapat

atau

antigen penyakit;

eksogenus. Keadaan ini mencangkup


dapat

menyebabkan

pengaktifan komponen Dispnea


komplemen lewat C3 Hemoptisis
dengan fagositosis atau panas
opsonisasi

sel

pengaktifan

atau
sistem

goodpasture
Anemia hemolitik
autoimun
Trombositopenia
Pemfigus
Pemfigoid
Anemia pernisiosa
Rejaksi
cangkokan

komplemen yang penuh

hiperakut

dengan

transplantasi

sitolisis

kerusakan jaringan.

atau

ginjal

pada

Reaksi transfusi
Kelainan
hemolitik

pada

bayi baru lahir


beberapa

reaksi

obat
Tipe III

Kompleks Imun
(kompleks
solubel,kompleks
toksik)

Kompleks

antigen

antibodi IgG atau IgM

urtikaria

Sistemik :

ruam

bertumpuk

dalam

multiformis

jaringan

tempat

skarlatiniformis

kompleks

tersebut

mengaktifkan

morbiliformis
adenopati

ditandai oleh infiltrasi

nyeri sendi

leukosit

panas

polimorfonuklear

dan

sickness

akibat

serum,

obat atau antigen

atau

komplemen. Reaksi in

serum

virus hepatitis
glomerulonefritis
akut
sistemik

lupus

eritematosus

sindrom

yang

artritis rematoid

pelepasan enzim-enzim

menyerupai

proteolitik lisosom serta

poliarteritis

serum sickness

krioglobu-linemia

faktor
dalam

permeabilitas
jaringan

menimbulkan

yang
reaksi

inflamasi yang akut

Lokal :
reaksi arthus

Tipe IV

Lambat/Delayed
(seluler,

akan

menyampaikan menurut

antigen kepada sel-sel T penyakit;


Cell-mediated,
Tipe-tuberkulin)

dermatitis kontak

Sel penyampai antigen Bervariasi


jenis
dapat

penyakit
cangkokan-

dengan adanya MHC. mencangkup

versus-resipien

Sel-sel T yang sudah

(graft-versus-host
panas

tersensitisasi
melepaskan
yang

limfokin

menstimulasi

disease)

eritrema

rejeksi alograft

gatal-gatal

granuloma akibat

makrofag;

lisozim

dilepaskan; dan jaringan


disekitarnya dirusak

mikroorganisme
intraseluler
beberapa
sensitivitas obat
tiroiditis
hashimoto
tuberkolosis
sarkoidosis

(Bruner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3)

Anda mungkin juga menyukai