PENDAHULUAN
Angka kematian maternal dan perinatal merupakan indikator keberhasilan
pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kebidanan dan perinatal. Sampai sekarang
angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu
sebab tingginya kematian maternal dan perinatal di Indonesia dan negara-negara
sedang berkembang salah satunya adalah preeklampsia dan eklampsia. Hasil AMP
(Audit Maternal dan Perinatal) di RSUD Jombang yang merupakan salah satu rumah
sakit rujukan, selama periode Januari sampai Desember 1994 mendapatkan bahwa
penyulit ibu terbanyak adalah partus lama (16 %), disusul partus kasep (11 %),
preeklampsia dan eklampsia (6,4%).
Data dari RS Tarakan diperoleh dari 1431 persalinan selama periode 1
Januari - 31 Desember 2000 didapatkan 74 kasus dengan preeklampsia - eklampsia
(5,1%). Kasus preeklampsia dan eklampsia tesebut sering terjadi pada usia muda dan
nullipara dan dapat menyebabkan kematian ibu. Kematian pada preeklampsia dan
eklampsia terbanyak disebabkan karena edema paru (Sudinaya, 2003)
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi yang serius pada
kehamilan dengan etiologi pasti yang belum jelas. Masalah inilah yang mendasari
tindakan preventif guna mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Penelitian
penelitian terbaru menjelaskan tentang berbagai aktifitas fisik yang teryata dapat
membantu mengurangi resiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Berlanjutnya
preeklampsia dapat menyebabkan progresivitas menjadi eklampsia meskipun tidak
semua kasus eklampsia didahului oleh preeklampsia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1.
b.
c.
2.
Concidental hypertension.
Merupakan hipertensi berdasarkan proses kronik dimana hipertensi sudah ada
sebelum kehamilan atau yang tetap ada pada post partum.
3.
Pregnancy-aggravated hypertension
Adalah hipertensi yang didasari proses kronik dan memburuk dengan
kehamilan.
4.
Transient hypertension
Merupakan hiertensi yang muncul setelah trimester kedua kehamilan dengan
karakteristik berupa elevasi ringan dari tekanan darah yang tidak
membahayakan kehamilan (Aashit, 2007)
Pada kenyataannya, definisi di atas tidak menggunakan nilai tekanan
darah sebagai garis pedoman. Tidak ada konsensus dalam hal nilai tekanan darah
dalam diagnosis PIH (Pregnancy-induced Hypertension). Pada umumnya, ketika
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, diagnosis PIH sudah dapat ditegakkan.
Namun, beberapa penulis menyepakati peningkatan tekanan darah diastolik 15
mmHg dan sistolik 30 mmHg dari tekanan darah normal maka diagnosis PIH
dapat ditegakkan (Aashit, 2007)
Pembagian preeklampsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan
berat. Berikut ini adalah penggolongannya :
a. Preeklamsia ringan
Dikatakan preeklamsia ringan bila :
b. Preeklamsia berat
Dikatakan preeklamsia berat bila :
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah sistolik >
110 mmHg.
Frekuensi
Frekuensi preeklampsia dan eklampsia tidak sama. Hal ini dikarenakan
tidak semua kasus preeklampsia berlanjut menjadi eklampsia. Selain itu, tidak
semua kasus eklampsia didahului oleh gejala gejala pada preeklampsia.
jumlah primigravida
b.
keadaan sosioekonomi
c.
a.
3.
Nullipara, primigravida
b.
c.
Riwayat keluarga (ibu hamil atau suaminya lahir dari ibu yang
mengalami preeklamsia )
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Stress
k.
Kehamilan ganda
l.
m.
Hydrops fetalis
n.
Molahidatidosa
(Brooks,
2005)
Selain faktor faktor resiko di atas, sebuah penelitian terbaru
menyebutkan bahwa defisiensi vitamin D pada ibu hamil meningkatkan resiko
terjadinya preeklamsia atau tekanan darah yang tiba-tiba naik saat kehamilan
dan bisa membahayakan nyawa ibu dan bayinya (Anonim 2, 2007).
4.
Patofisiologi
a. Implantasi Trofoblastik yang kurang sempurna
Pada preeklamsia, terjadi pendangkalan implantasi placental bed oleh
extravili
cytotrofoblast.
Seharusnya
extravili
cytotrofoblast
ini
aliran
darah
plasenta
terganggu
sebagai
akibat
menyebabkan disfungsi endotel yang akan mengganggu sawar darahotak dan menyebabkan hipertensi intrakranial, yang akan menyebabkan
edema hati dan mempengaruhi fungsi kapiler glomerulus. Saat vascular
endothelial growth factor (VEGF) pada prodocyte ginjal menurun
hingga 50%, sel endotel glomerulus akan membengkak, kapiler kolaps
dan menyebabkan proteinuria (Kaplan et al, 2002; Luttun A and
Carmeliet P. 2003; Karumanchi A and Quaggi S, 2004).
d. Vasospasme dan disfungsi endotel
Penyempitan vaskuler akibat dari vasospasme menyebabkan hambatan
aliran darah dan kemudian akan menyebabkan kerusakan endotel
vaskuler karena segmen dari vaskuler teregang dan melebar.
Pada wanita hamil yang sebelumnya telah menderita hipertensi
(sekunder) dan atau diabetes cenderung mengalami disfungsi endotel. Adanya
angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi sel endotel sehingga akan
menyebabkan kebocoran sel antar endotel sehingga melalui kebocoran
tersebut trombosit dan fibrinogen mengendap pada lapisan sub endotel.
Perubahan
vaskuler
disertai
hipoksia
jaringan
sekitar
menimbulkan
perdarahan, nekrose dan kelainan organ, misalnya seperti yang tejadi pada
preeklamsia berat (Kaplan et al, 2002; Luttun A and Carmeliet P. 2003)
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Dari biopsi ginjal,
ditemukan spasme yang hebat pada arteriola glomerolus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sangat kecil sehingga hanya dapat dilewati oleh satu sel
menunjukkan
adanya
preeklampsia
berat,
namun
adanya
dan
tekanan
osmotik
plasma
mneurun
pada
Gambaran Klinis
Akibat dari patofisiologi tersebut di atas, maka akan timbul beberapa
gambaran klinis antara lain peningkatan tekanan darah seperti yng telah
dikemukakan sebelumnya, dan juga proteinuria dan disertai gejala tambahan
antara lain : hiperefleksia, oedema tungkai, peningkatan berat badan selama
10
kehamilan secara tiba-tiba (> 1kg/ minggu; namun gejala ini tidak
patognomonik), sakit kepala, nyeri abdomen kuadran kanan atas dan
epigastrium, gangguan penglihatan, perubahan fungsi hati, oliguria (Williams,
2001; Brinckman, 2001).
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda tanda yang
lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik
harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau
mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih
dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mHg atau lebih atau
menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam
pada keadaan istirahat (Wibowo dan Rachimhadi, 2006).
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 0,3 g/liter atau lebih dalam air kencing atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 g/liter atau lebih dalam air kncing yang
dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada
hipertensi dan kenaikan berat badan (Wibowo dan Rachimhadi, 2006).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering
ditemukan pada kehamilan biasa sehingga tidak seberapa berarti unntuk
penentuan diagnosis preeklampsia. Kenaikan berat badan kg setiap minggu
dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap
timbulnya preeklampsia.
Umumnya tanda tanda preeklampsia dimulai dari penambahan berat
badan yang berlebihan yang diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya
proteinuria. Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala
subyektif. Pada preeklampsia berat di dapatkan sakit kepala di daerah frontal,
11
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nyeri epigastrium
8.
Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
9.
Perdarahan retina
10.
Edema pulmonum
11.
Koma
6.
Diagnosis
Diagnosis dini harus sesegera mungkin untuk mengurang angka
mortalitas ibu dan anak. Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan
atas adanya 2 dari trias utama yaitu hipertensi, edema, dan proteinuri. Namun
saat ini kriteria edema sudah tidak digunakan lagi karena edema umum terjadi
pada kehamilan. Adanya satu tanda harus segera meninmbulkan kewaspadaan
karena progresivitasnya tidak dapat diramalkan.
Uji diagnostik pada preeklampsia :
1.
12
fungsi
hati
(bilirubin,
protein
serum,
aspartat
aminotransferase)
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
3.
13
tidak sadar. Kejang klonik dapat sangat hebat, sehingga penderita dapat
jatuh dari tempat tidur., kejang berhenti dan penderita dapat mendengkur.
4. Tingkat koma. Perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, tapi sebelum
sadar bisa juga timbul serangan berulang, sehingga tetap koma.
Selama serangan, tekanan
Epilepsi
b.
c.
d.
e.
f.
Perdarahan cerebellum
(Aashit, 2007; Wibowo dan Rachimhadi, 2006)
7.
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda
tanda dini preeklampsia. Kita harus lebih waspada akan timbulnya
eklampsia dengan adanya faktor predisposisi seperti telah diuraikan di atas.
Walaupun timbunya preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensi dapat dikurangi dengan pemberian penjelasan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil
(Wibowo dan
Rachimhadi, 2006).
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun
pekerjaan sehari hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk
dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam, dan
penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
14
pada
tiap
pemeriksaan
tanda-tanda
preeklampsi
dan
Penatalaksanaan
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena etiologi
preeklampsia dan faktor faktor penyebabnya belum diketahui secara pasti.
Tujuan utama penanganan adalah :
a. mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia
b. melahirkan janin hidup
c. melahirkan janin dengan trauma sekecil kecilnya.
Pada dasarnya penanganan preeklampsia terdiri dari pengobatan medik
dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan
bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan
dengan cukup matur untuk hidup di luar uterus. Tindakan medis diusahakan
selama mungkin sampai janin cukup matur untuk hidup di luar uterus.
Indikasi merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah :
a. tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik
90 mmHg atau lebih.
b. proteinuria 1+ atau lebih
c. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang
d. penambahan edema berlebihan secara tiba tiba
15
2.
b.
c.
Gerakan janin
Tonus janin
3.
4.
2.
3.
preeklampsia berat
4.
eklampsia
16
preeklampsia.
Istirahat
dengan
berbaring
pada
sisi
tubuh
17
kejang. Apabila setelah 12 24 jam bahaya akut dapat diatasi, tindakan terbaik
untuk menghentikan kehamilan dapat ditentukan.
Beberapa obat untuk mencegah timbulnya konvulsi yaitu :
1.
2.
Klorpromazin 50 mg intramuskular
3.
Diazepam 20 mg intramuskular
Jenis Obat
Penghambat adrenergik (adrenolitik)
a.
Adrenolitik sentral
Metildopa
Klonodin
b.
c.
Dosis
3 x 125 mg/hr 3 x 500 mg/hr
3 x 0,1 mg/hr atau 0,3 mg/500
ml glukosa 5%/6 jam
Beta Blocker
Pindolol
1 x 5 mg/hr 3 x 10 mg/hr
Alfa Blocker
Prazosin
3 x 1 mg/hr 3 x 5 mg/hr
d.
2.
3.
3 x 100 mg/hr
4 x 25 mg/hr atau parenteral 2,5
mg-5 mg
Antagonis calsium
Nifedipin
3 x 10 mg/hr
Penggunaan obat antihipertensi pada preeklampsia berat diperlukan
18
serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi
glukosa 20% secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Kadang kadang keadaan penderita dengan pengobatantersebut di atas
menjadi lebih baik. Akan tetapi, umumnya preeklampsia berat sesudah bahaya
akut berakhir sebaiknya dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan oleh
karena dalam keadaan demikian harapan janin hidup menurun, dan keberadaan
janin dalam uterus akan menghambat penyembuhan.
Penanggulangan Preeklampsia Dalam Persalinan
Rangsang timbulnya kejang dapat berasal dari luar maupun dalam
penderita. His merupakan rangsang yang kuat yang datang dari dalam. Oleh
karena itu, preeklampsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu
persalinan.
Kadang hipertensi timbul untuk pertama kali dalam persalinan dan dapat
menjadi eklampsia walaupun dalam pemeriksaan antenatal tidak didapatkan tanda
dan gejala preeklampsia. Dengan demikian, pada persalinan normal tetap harus
mengontrol tekanan darah dan kadar protein pada urin.
Penderita preeklampsia memerlukan analgetika dan sedativa lebih
banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya
perdarahan dalam otak lebih besar sehingga apabila apabila syarat syarat telah
dipenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan jalan cunam atau ekstraktor
vakum dengan memberikan narkosis umum untuk menghindari rangsangan pada
susunan saraf pusat. Anestesia lokal dapat diberikan bila tekanan darah tidak
terlalu tinggi dan penderita masih somnolen karena pengaruh obat.
Ergometrin mekatnyebabkan kontriksi pembuluh darah dan dapat
meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, pemberian ergometrin secara rutin
pada kala III tidak dianjurkan kecuali jika ada perdarahan postpartum karena
atonia uteri. Pemberian obat penenang diteruskan selama 48 jam postpartum
karena ada kemungkinan kenaikan tekanan darah dan timbulnya eklampsia.
Selanjutnya obat penenang dapat dikurangi setelah 3-4 hari.
19
yang
perlu
diberikan
pada
waktu
kejang,
ialah
20
secara iv, dosis inisial 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml, secara perlahanlahan, diikuti 8g im dan selalu disediakan kalsium glukonas 1g dalam 10 ml
sebagai antidotum.
3. Lytic cocktail, terdiri atas petidin 100mg, klorpromazin 100mg, dan
prometazin 50mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500ml dan diberikan secara
infus iv. Jumlah tetesan sesuai tensi penderita, jadi tensi dan nadi diikur tiap 5
menit dalam waktu setengah jam pertama, bila sudah stabil pengukuran bisa
lebih jarang, menurut keadaan penderita.
Pemberian obat-obat tersebut disertai dengan pengawasan yang teliti dan
terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian disesuaikan dengan keadaan
penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatan ibu dan janin dalam kandungan.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, penderita harus
dihindarkan dari pemicu kejang, seperti keributan, injeksi dan pemeriksaan
dalam.
Jika diagnosis eklampsia sudah ditegakkan, maka tindakan yang dapat
dilakukan adalah :
1. Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang
2. Tekanan darah , nadi, pernapasan dicatat tiap 30 menit pada kertas grafik,
suhu dicatat tiap jam secara rectal
3. Bila belum melahirkan, lakukan pemeriksaan obstetrik, untuk mengetahui saat
permulaan dan kemajuan persalinan
4. Lancarkan pengeluaran sekret jalan pernapasan dengan memposisikan
penderita dalam letak trendelenburg, selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan
kanan tiap jam untuk menghindari ulkus dekubitus
5. Bersihkan jalan pernapasan dengan suction dan berikan oksigen bila sianosis
6. Pasang dauer catheter, untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan
protein dalam air kencing secara kuantitatif
7. Perhatikan balans cairan dengan cermat, pemberian cairan sesuai dengan
jumlah diuresis dan air yang hilang melalui kulit dan paru-paru; biasanya
dalam 24 jam diberikan 2000ml, balans cairan dinilai dan diberikan tiap 6 jam
21
22
Komplikasi
Yang terberat, kematian ibu dan janin. Komplikasi-komplikasi yang
biasa terjadi pada preeklampsi berat dan eklampsi :
a. Solusio plasenta. Biasa pada ibu dengan hipertensi akut dan lebih sering
pada preeklampsi
b. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsi berat dapat ditemmukan 23%,
maka periksa kadar fibrinogen secaara berkala.
c. Hemolisis. Pada preeklampsi berat kadang ditemukan gejala klinik
hemolisis, karena ikteerus. Belum diketahui dengan pasti penyebab
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrsis periportal
hati, sering ditemukan pada autopsi.
d. Perdarahan otak. Penyebab utama kematian maternal pada eklampsi.
e. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, bisa sampai
seminggu. Kadang terjadi perdarahan pada retina, tanda gawat akan terjadi
apoplesia serebri.
f. Edema paru-paru. Ditemukan 1 dari 69 kasus eklampsi, disebabkan karena
patyah jantung.
g. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklampsi-eklampsi, akibat
vasospasmus arteriol umum.
h. Sindroma HELLP. Yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
i. Kelainan ginjal.Berupa endoteliosis glomerulus, yaitu pembekakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya,
kelainan lain anuria sampai gagal ginjal.
23
j. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang-kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.
k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin
10.
Prognosis
Di Indonesia merupakan penyakit pada kehamilan dengan korban
besar dari ibu dan bayi. Kematian ibu berkisar 9,8%-25,5%, sedang
kematian bayi 42,2%-48,9%. Di negara maju lebih kecil lagi. Tingginya
angka kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan
antenatal dan natal, juga penderita eklampsi sering terlambat mendapat
pengobatan yang tepat.
Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, dekompensasio
kordis dengan edema paru-paru, payah ginjal dan aspirasi isi lambung saat
kejang. Sebab kematian bayi, terutama karena hipoksia intrauterin, dan
prematuritas.
Preeklampsi dan eklampsi tidak menyebabkan hipertensi menahun.
B.
Adaptasi Muskuloskeletal
Perubahan saat hamil baik anatomi maupun fisiologis akan
mempengaruhi system musculoskeletal. Saat istirahat ataupun selama
olahraga, yang kentara adaah penambahan berat badan , penambahan berat
badan tersebut sebanding dengan penggunaan persendian terutama sendi
panggul dan lutut sebanyak 100% selama
24
kenaikan berat badan selama hamil terhadap nyeri sendi dan kelainan yang
ditemukan karena perubahan anatomi. Diidentikkan dengan lordosis lumbal
dimana dikaitkan dengan kejadian LBP (50%). Keseimbangan badan dapat
mempengaruhi postur, dan resiko jatuh. Perubahan yang lain yakni
Peningkatan kekakuan ligament karena peningkatan estrogen dan relaxin,
yang secara teoritis dapat menyebabkan pegal dan kaku hal tersebut telah
diujikan pada persendian metacarpophalangeal.
2.
Adaptasi Kardiovaskular
Terjadi peningkatan hemodinamik termasuk peningkatan volume darah, detak
jantung, dan stroke volume serta cardiac output dan penurunan presisitensi
sistemik vaskuler. Pada pertengahan hamil cardiac output meningkat 30 50
%, terjadi kenaikan stroke volume 10 % pada TM 1 dan 20 % pada TM 2 dan
3. Tekanan arteri turun 5 10 mmHg pada pertengahan TM 2 dan secara
bertahap naik seperti sebelum hamil, penurunan tersebut disebabkan kenaikan
vaskularisasi uterus, sirkulasi uteroplacenta dan penurunan resistensi vaskuler
pada kulit dan ginjal. Perubahan hemodinamik muncul untuk memenuhi
sirkulasi guna menyediakan nutrisi dan oksigen untuk ibu dan janin saat
istirahat atau pun aktivitas sedang (tidak berat).
Perubahan caridiovaskuler menyesuaikan dengan postur tubuh saat istirahat
atau aktivitas. Setelah TM 1 posisi terlentang menimbulkan obstruksi relative
dari aliran balik dan penurunan cardiac output, untuk itu posisi tersebut
dihindari. Saat berdiri tanpa gerak akan terjadi penurunan cardiac output.
3.
Adaptasi Respirasi
Perubahan pernafasan diantaranya peningkatan ventilasi 50 % per menit dan
kenaikan volume tidal. Hal ini meyebabkan kenaikan tekanan oksigen arteri
106 108 mmHg pada TM 1, turun 101 106 mmHg pada TM 3. Hal ini
dihubungkan dengan uptake oksigen dan peningkatan konsumsi oksigen basal
(10 20 %). Melalui treadmill pada hamil oksigen arteri dan vena turun,
karena peningkatan kebutuhan oksigen dan peningkatan pernafasan karena
tekanan dari pembesaran uterus menekan diafragma, dimana penurunan
25
Adaptasi Termoregulasi
Sistem kardiovaskuler mempengaruhi peningkatan permintaan metabolic saat
aktivitas dan itu merupakan factor utama. Pengeluaran panas di diatur oleh
aktivitas saat hamil, BMR dan produksi panas meningkat dibawah batas pada
saat tidak hamil.
dengan intensitas aktivitas. Intensitas sedang naik 1,5 derajat celcius selama 30
menit dan mencapai plateu jika latihan dilanjutkan 30 menit kemudian.
(Bell et al, 2006)
Tidak cukup banyak bukti yang menyatakan jika olahraga membantu
dalam pencegahan preeklampsia dan komplikasinya. Olah raga teratur pada
wanita yang tidak hamil diketahui mempunyai manfaat kesehatan, diantaranya
peningkatan aliran darah dan pengurangan resiko hipertensi. Jadi pentingnya
untuk berolahraga adalah untuk membantu mencegah timbulnya preeklamsia pada
wanita hamil. Meskipun demikian olahraga berlebih saat hamil memungkinkkan
janin lahir lebih dini (Meher and Duley , 2007)
Kepercayaan bahwa wanita harus melakukan aktifitas fisik selama
kehamilan didapatkan pada bererapa budaya dan kepercayaan ini juga didapatkan
sejak zaman kuno. Sehingga, wanita yang tidak terbiasa melakukan aktivitas fisik
selama kehamilannya mempunyai risiko persalinan yang sulit. Hal ini karena
aktivitas fisik dipercaya dapat mempermudah bayi melalui pelvis saat persalinan.
Pada umumnya, kebanyakn wanita zaman dulu, termasuk yang sedang hamil,
sudah terbiasa dengan aktivitas fisik sehari-hari di rumah. Tapi hal ini tampaknya
tidak terjadi pada wanita zaman modern, sehingga pada wanita ini memerlukan
konsep bentuk latihan fisik yang berbeda. Latihan ini bertujuan untuk menyiapkan
wanita hamil dalam menghadapi persalinannya. Dengan adanya perubahan gaya
hidup pada zaman modern, olahraga dan latihan menjadi kebutuhan penting bagi
seorang wanita. Bagi seorang wanita yang bekerja di luar rumah kadang timbul
26
kekhawatiran pada merekasa saat mereka hamil yaitu adanya kekhawatiran bahwa
dengan aktifitas yang mereka lakukan bisa berpengaruh pada bayi yang
dikandungnya. Padahal berbagai macam latihan dan aktivitas fisik selama
kehamilan mempunyai hubungan yang erat dengan pencegahan preeklampsia dan
eklampsia (Meher and Duley , 2007)
Istilah exercise meliputi latihan otot, anggota badan, dan sebagainya yang
meliputi latihan tubuh, mental dan spiritual. Istilah aerobic exercise merujuk
pada latihan yang energic dan memerlukan konsumsi O2
peningkatan denyut jantung yang lebih tinggi. Intensitas latihan paling sedikit 10
menit, 2 kali seminggu. Latihan non aerobic bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan dan flexibilitas otot.
Januari 2002 ACOG menerbitkan pedoman dan rekomendasi olahraga
selama kehamilan dan pos partus. Olahraga regular dianjurkan untuk tujuan
kesehatan. Kehamilan dikenal sebagai waktu yang unik untuk modifikasi
perilaku. Biasanya kebiasaan waktu hamil menjadi kebiasaan seumur hidupnya.
Rekomendasi tersebut juga mempromosikan olahraga untuk wanita dengan gaya
hidup yang buruk dan dengan komplikasi obstetric lainnya, tetapi dilakukan
setelah dilakukan evaluasi kesehatan terlebih dahulu.
CDC ASM ( The Center for Disease Control and Prevention and the
American College of Sport Medicine) merekomendasikan untuk melakukan
latihan fisik selama 30 menit / lebih dari intensitas latihan level sedang, tiap hari
selama 1 minggu. Latihan level sedang tersebut memerlukan energy 3-5 METS
(Metabolic Equivalent). Untuk dewasa sehat sama dengan jalan santai 3 - 4 meter
per jam. Pernyataan CDC ASM intensitas latihan 20-60 menit /sesi dalam 3-5
hari / minggu akan menghasilkan level latihan yang lebih berat.
Tidak ada konsensus ideal mengenai kadar latihan atau aktivitas fisik lain
selama kehamilan. Di Amerika Serikat, latihan sedang sedikitnya 30 menit setiap
hari direkomendasikan bagi orang tidak hamil dan menurut the American College
of Obstetricians and Gynecologists, hal itu juga berlaku bagi wanita hamil tanpa
komplikasi medis maupun obstetric.Tekanan darah akan mengalami kenaikan
27
selama latihan fisik. Meskipun demikian, terdapat bukti bahwa aktifitas fisik rutin
dapat mengurangi risiko hipertensi. Latihan aerobic secara rutin pada wanita
hamil yang sehat meningkatkan kebugaran fisik tapi tidak jelas apakah ada efek
lain pada ibu maupun bayinya.
Penelitian case control menunjukkan bahwa terapi okupasi dan rekreasi
mungkin berhubungan dengan pengurangan risiko gestasional hipertensi dan pre
eklampsia. Penelitian ini dilakukan pada wanita primipara dengan evaluasi efek
latihan
kehamilan. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa latihan atau aktivitas fisik
dapat mencegah pre eklampsia & komplikasinya.
Perubahan fisiologik karena adanya latihan fisik bisa melindungi
kemungkinan mengalami pre eklampsia. Mekanismenya meliputi peningkatan
pertumbuhan dan vaskularisasi placenta, mengurangi stress oksidatif, koreksi
disfungsi endothel pembuluh darah, pada umumnya hal ini dengan latihan
aerobic. Latihan rutin berhubungan dengan peningkatan volume plasma dan
cardic output. Latihan juga menurunkan trigliseride plasma, sitokin, resistensi
insulin, dimana semuanya itu meningkat pada preeklampsia. Latihan berhubungan
dengan stabilnya emosi dan mengurangi stress dan kecemasan dan non latihan
aerobik seperti yoga dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi baik
pada wanita hamil maupun tidak resiko preeklampsia dan eklampsia. Hubungan
antara aktivitas fisik, istirahat, dan resiko preeklampsia tidak jelas. Meskipun
demikian, wanita hamil dengan hipertensi cenderung dinasehatkan untuk istirahat
dan latihan terbatas.
(Meher and Duley , 2007)
Latihan yang disarankan
Harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Diantaranya
kesehatan dasar, rekreasi atau olah raga kompetisi. Latihan yang diberikan
berdasar tipe dan intensitas dari latihan serta durasi dan frekuensi latihan, serta
28
29
Bronkhitis kronis
DM tipe II tidak terkontrol
Obesitas berat
Under Weight (BMI <12)
Riwayat gaya hidup buruk
Pertumbuhan janin yang lambat
Keterbatasan otropedik
Kejang tidak terkontrol
Gangguan tiroid tidak terkontrol
Perokok berat
c. Tanda peringatan untuk menghentikan kehamilan
Perdarahan pervaginam
Dyspnoe sebeleum latihan
Pusing
Nyeri kepala
Nyeri dada
Kelemahan otot
Oedem (tromboflebitis)
Kelahiran preterm
Penurunan pergerakan janin
Hidramnion
Beberapa hal mengenai latihan aerobik yang disarankan :
Tipe Latihan
Pada wanita hamil latihan bermanfaat untuk peningkatan kardiorespirasi dan
status muskuloskeletal. Latihan aerobic termasuk aktivitas yang menggunakan
sekumpulan otot besar yang ritmis juga berkelanjutan seperti jalan kaki, naik
gunung, jogging atau lari, berenang, bersepeda, dan lompat tali.
Intensitas latihan
CDC ACSM, latihan sedang (3 4 METS / = jalan santai), intensitas
seharusnya 60 90 % dari denyut jantung maksimal atau 50 85 % dari
30
uptake oksigen maksimal. Dibawah range di atas sesuai untuk wanita yang
tidak pernah olah raga sebelumnya dan di atas range diperbolehkan untuk
wanita hamil yang sudah biasa olah raga sebelum hamil. Latihan dengan
intensitas 81 % dari denyut jantung maksimal berefek tidak signifikan. Untuk
latihan sedang harus 12 -14 dalam skala 6 20.
Target tekanan darah latihan aerobic saat kehamilan
Umur ibu
target tekanan darah
<20
140-155
20 29
135 150
30 39
130 145
>40
125 140
Skala Borg, Tingkat Penerimaan Latihan
6
7 ( very, very light)
8
9 ( somewhat light)
10
11 ( fairly light )
12
14
15 ( hard)
16
17 ( very hard)
18
19
20
Durasi Latihan
Selama 45 menit latihan berkelanjutan. Pertama Thermoregulasi, diperhatikan
hidrasi yang tepat dan stress suhu yang esensial. Kedua keseimbangan energy,
diperhitungan antara energy yang masuk dengan yang keluar.
Frekuensi Latihan
CDC ACSM merekomendasikan latihan untul wanita hamil 30 menit per hari
dengan pertimbangan tidak ada kontraindikasi atau komplikasi obstetric.
Progresi
Latihan bertahap meningkat, 30 menit per hari
Aktivitas Rekreasi
Pada umumnya aktivitas rekreasi aman. Aktivitas dengan resiko jatuh dan
trauma abdomen harus dihindari.
31
D.
REHABILITASI
FISIK
POST
32
berbeda pada kasus normal maupun pada preeklamsia dan eklampsia. Namun
pada preeklampsia dan eklamspsia harus diperhatikan perbaikan kondisi vital
ibu sampai siap menjalani program rehabilitasi fisik. Terutama pada kasus
kasus preeklampsia dan eklampsia yang menjalani partus melalui seksio
sesarea.
Perubahan fisik saat hamil menetap sampai dengan 4 6 minggu
setelah melahirkan, untuk itu latihan rutin dilakukan bertahap dan personal.
Aktivitas fisik dilakukan segera setelah dinyatakan aman dan sangat bervariasi
untuk berbagai kondisi. Latihan postpartum dihubungkan dengan penurunan
berat badan, peningkatan mood yang positif, penurunan kecemasan dan depresi
serta peningkatan energy. Rekomendasi baru menyarankan latihan ringan
termasuk jalan kaki, latihan peregangan otot pelvis dapat menurunkan resiko
inkontinensia urin (Bell et al, 2006)
Beberapa latihan postnatal yang direkomendasikan antara lain :
a.
Yoga
b.
Pilates
c.
Aqua aerobik
d.
Jalan cepat
e.
Bersepeda
f.
Stroller circiuts
g.
h.
(Falvo,
2007)
Latihan penguatan atau strength training ini terutama ditujukan untuk
memperkuat otot otot perut bagian dalam (musculus transversus abdominis),
otot otot perut bawah, dan otot otot dasar panggul (Anonim 3, 2007)
Latihan penguatan yang disarankan pada pospartus dikelompokkan
dalam dua fase :
1. Fase enam minggu pertama, meliputi gerakan :
33
a. Transversus Abdominus
b. Pelvic Tilt
c. Pelvic Floor
d. Head and Shoulder Raises
e. Leg Slide
f. Push-ups
2. Fase setelah enam minggu, meliputi gerakan :
a. Leg Slide
b. Seated Row
c. Rear Dumbbell Fly
d. Head and Shoulder Raises / More Advanced Exercises
e. Diagonal Abdominal Curl-ups
(Anonim 4, 2007)
2.
3.
4.
dikurangi atau bahkan dihentikan juka terjadi hal hal seperti di dawah ini :
1. meningkatnya kelemahan
2. otot terasa sakit dan nyeri
3. berubahnya warna lochia menjadi merah jambu sampai merah
4. lochia menjadi semakin banyak
5. Lochia muncul lagi setelah selesainya nifas
34
BAB III
KESIMPULAN
Preeklamsia adalah suatu keadaan yang terjadi pada wanita hamil dimana
terjadi peningkatan tekanan darah (hipertensi) dengan disertai proteinuria, edema atau
keduanya yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Preeklampsia berat
yang diikuti dengan kejang disebut eklampsia.
Etiologi preeklamsia dan eklampsia diperkirakan berhubungan dengan faktor
plasenta. Faktor yang mempengaruhinya antara lain implantasi trophoblastik yang
kurang sempurna, hipoperfusi uteroplasental, Soluble fms-like tyrosine kinase 1
(sFlt), vasospasme, dan disfungsi endotel.
Tindakan preventif preeklampsia dan eklampsia dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan antenatal secara rutin untuk mengontrol tekanan darah
selama kehamilan dan pengenalan terhadap faktor resiko yang dimiliki oleh ibu hamil
tersebut.
Akhir akhir ini berkembang konsep tentang aktivitas fisik yang dianggap
mampu mengurangi resiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Berbagai
penelitian dikembangkan dengan tujuan mengetahui secara pasti manfaat latihan fisik
atau olah raga saat hamil dalam mengurangi resiko tersebut. Teori yang berkembang
menyebutkan bahwa latihan fisik secara teratur mampu peningkatan volume plasma
dan cardic output. Latihan juga menurunkan trigliseride plasma, sitokin, resistensi
insulin, dimana semuanya itu meningkat pada preeklampsia. Latihan berhubungan
dengan stabilnya emosi dan mengurangi stress dan kecemasan dan non latihan
aerobik seperti yoga dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi baik
pada wanita hamil maupun tidak yang mempunyai resiko preeklampsia dan
eklampsia.
Postpartus pada preeklampsia dan eklampsia juga tetap dianjurkan untuk tetap
melakukan latihan fisik guna memperbaiki dan mengembalikan kondisi fisik ke
keadaan sebelum hamil. Latihan pada postpartus ini terutama bermanfaat pada
penguatan kembali otot otot perut bagian dalam, otot perut bawah, dan otot dasar
panggul.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
37