Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
Vision 2020 The Right to Sight merupakan sebuah program inisiatif global untuk
mengeliminasi kebutaan yang dapat dihindari, yang merupakan program gabungan World
Helth Organization (WHO) dan International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB).
Data WHO tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah tunanetra di dunia sebanyak 285 juta
penderita, 39 juta dinyatakan buta dan 246 juta penderita mengalami ketajaman visus yang
rendah. 1
Penyebab kebutaan utama di dunia adalah katarak sebanyak 51 %, galukoma 8 %,
AMD sebanyak 5 % , kelaianan kornea sebanyak 4 % , kelainan refraksi dan trachoma
sebanyak 3 % , retinopati diabetik 1%, dan 18 % kebutaan yang tidak di ketahui
penyebabnya.1
Di Indonesia sendiri menurut hasil survei kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia menduduki
peringkat ketiga di dunia, yaitu mencapai 1,5% dari jumlah penduduk. Penyebab utama
kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan di
retina (0,13%), serta kelainan di kornea (0,10%). 2 Berdasarkan data di atas tampak bahwa
penyakit pada kornea menempati urutan lima besar penyebab kebutaan di Indonesia.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan
kornea. Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah,
namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.3

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA


a. Embriologi Kornea

Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif, yaitu ektoderm,


neuroektoderm dan mesoderm. Kornea dibentuk dari lapisan nureal crest cell yang
merupakan derivat dari ektoderm.3
Pada akhir dari minggu ke 6 gestasional, kornea telah terdiri dari 3 lapis, yaitu
lapisan epitel skuamosa superfisial dengan sel basal yang berbentuk kubus, lapisan
stroma dan laisan set endotel. Pada bulan ke empat, lapisan Bowman dan descement
mulai terlihat. Saat lahir ukuran diameter kornea mencapai 10,00 mm dan terus
berkembang kemudian berhenti ketika telah berusia 1 tahun.3
b. Anatomi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skleraris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 12,5 mm dari
anterior ke posterior.3,4
Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel, lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan
refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea oedema karena suatu sebab, maka kornea
juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo.4

Gambar 2.1 Anatomi Kornea


Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:
Lapisan epitel
- Tebalnya 40 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
Membran Bowman
- Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari lapisan fibril
kolagen yang tersusun secara random.

- Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila terjadi luka yang mengenai
bagian ini maka akan digantikan dengan jaringan parut karena tidak memiliki daya
regenerasi.
Jaringan Stroma
- Stroma kornea menyusun sekitar 90 % ketebalan kornea.
- Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma. Jenis kolagen yang dibentuk adalah tipe I, III dan VI.
- Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air di stroma
sebesar 78%.
Membran Descement
- Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
- Sel endotel mempunyai fungsi transport aktif air dan ion yang menyebabkan stroma
menjadi relatif dehidrasi sehingga terut menjaga kejernihan kornea.

Gambar 2.2 Potongan Melintang Kornea


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.4
c. Fisiologi kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air
mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui
epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat
melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus.4

2.2 DEFINISI ULKUS KORNEA


Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.3,4,5
Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang
membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.3

2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus kornea
tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya
ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, infeksi dan kadangkadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan
pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura
melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas
atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan
refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih
banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang
dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
6

banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya


trauma termasuk trauma kornea.

2.4 ETIOLOGI
a.

Infeksi 4
Infeksi Bakteri : Pseudomonas aeraginosa, Staphylococcus aureus , Streptococcus
pneumonia dan spesies Moraxella
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium,
dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas

yang terdapat didalam air yang

tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.
b.

Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Trauma kimia asam
adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang disebabkan karena adanya kontak
dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan kerusakan permukaan epitel
bola mata, kornea dan segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan visus
permanen baik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan
7

mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih
dalam dapat membahayakan visus. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering
dari seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi dengan air mata yang melapisi
kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel
kornea. Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi dan mengendapkan protein.
Sel-sel terkoagulasi pada permukaan berfungsi sebagai penghalang relatif pada
penetrasi asam yang lebih parah. Protein jaringan juga memiliki efek buffer pada
asam, yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar asam.
Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahanbahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat
mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik
mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan
koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar
asam tidak penetrasi lebih dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda
dapat menyebabkan kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi secara
cepat, dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema kornea
karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel,
sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk kedalam kornea. Selain
itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga menyebabkan
tidak terjadinya reepitelisai kornea dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada
kornea. 3
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air
mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
8

lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.6

Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.4,5,7
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan
dilindung oleh palpebra.
Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada keadaan
ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang. Benda asing
pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada itu kuman dapat
berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan
stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea.

2.5 KLASIFIKASI ULKUS KORNEA


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
2.5.1. Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus pneumoniae :
Ulkus ini biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang
mengalami abrasi. Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
. Batas yang bergerak maju menampakan ulserasi dan infiltrasi aktif, sementara batas
yang ditinggalkan mulai sembuh (efek merambat ini menimbulkan istilah ulkus
serpiginosa akut). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan
tepi ulkus yang menggaung. Biasanya terdapat hipopion. Pada kerokan ditemukan
diplococcus gram positif berbentuk lancet. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia. 5

10

Ulkus Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus


alpha - hemolitikus
Ulkus sentral yang disebabkan oleh organisme- organisme ini kini lebih sering
dijumpai dibandingkan sebelumnya, banyak diantaranya ada pada kornea yang telah
biasa terkena kortikosteroid topical. Ulkus ini sering indolen, tetepi mingkin disertai
hipopion dan sedikit infiltrat pada kornea sekitar.
Kerokan dapat mengandung kokus gram positif satu-satu, berpasangan atau
dalam bentuk rantai.5

Gambar 2.3 Ulkus Kornea Bakterialis


Ulkus Pseudomonas aeruginosa
Ulkus kornea yang berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning ditempat epitel
kornea yang retak. Biasanya terasa sangat nyeri. Lesi ini cenderung cepat menyebar
kesegala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh organisme
ini. Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea dengan
cepat dan mengakibatkan kerusakan yang parah. Penyebaran ke dalam dapat
mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang
berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadangkadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak.5
Ulkus kornea Pseudomonas biasanya berhubungan dengan pengunaan lensa
kontak lunak. Organisme penyebab ditemukan melekat pada permukaan lensa
kontak lunak. 5
Kerokan dari ulkus mengandung batang gram negative halus panjang yang
jumlahnya sering tidak banyak.

11

Gambar 2.4 Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus kornea Moraxella liquefaciens


M liguefaciens (diplobacillus dari petit) menimbulkan ulkus lonjong indolen
yang umumnya mengenai kornea bagian inferior dan meluas ke stroma dalam
setelah beberapa hari. Biasanya tidak ada hipopion atau bila ada hanya sedikit,
kornea disekitarnya jernih. Ulkus ini biasanya hampir selalu terjadi pada pasien
peminum alcohol , diabetes, atau penyakit imunosupresi lainnya. Kerokan
menampilkan diplobacilli gram negatif besar dengan ujung persegi. 5
Ulkus Kornea Streptokokus Grup A
Ulkus kornea sentral yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolyticus
tidak memiliki ciri yang khas. Stroma kornea disekitar ulkus sering menunjukan
infiltrate dan sembab, biasanya disertai dengan hipopion berukuran sedang. Kerokan
mengandung kokus gram positif dalam bentuk rantai.

b.

Ulkus Kornea Fungi


Ulkus kornea jamur, yang pernah banyak dijumpai pada pekerjaan pertanian , kini

makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan sejak mulainya dipakai obat
kortikosteroid dalam pengobatan mata. Biasanya mata dapat tidak memberikan gejala selama
beberapa hari sampai beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi
jamur ini.
Gejala yang timbul adalah nyeri pada mata, fotofobia, mata kabur, berair dan
mengeluarkan sekret yang mukopurulen.
Tanda yang didapatkan pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabuabuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas iregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
12

sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang
disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai
hipopion.
Kerokan dari ulkus kornea, kecuali yang disebabkan oleh candida, mengandung unsurunsur hifa. Kerokan pada ulkus candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi
yang menampakan kuncup-kuncup khas.

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus Kornea Herpes Zoster :
Secara morfologi sama dengan penyakit herpes simpleks namun beda dari segi
antigen dan klinis. Zoster lebih sering menginfeksi pasien lanjut usia.
Kerusakan mata akibat penyakit ini dapat dikarenakan oleh dua hal yaitu
invasi virus langsung dan inflamasi sekunder akibat mekanisme autoimun.
Risiko keterlibatan mata sebesar 15% dari total kasus herpes zoster, meningkat
bila

dijumpai

keterlibatan

nervus

eksternal

nasal,keterlibatan

nervus

maksilaris, dan peningkatan usia. Herpes zoster oftalmikus dibagi menjadi 3


fase yaitu:
1. Fase akut, ditandai dengan penyakit seperti influenza, demam, malaise,
sakit kepala hingga seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia
preherpetik, kemerahan pada kulit, timbulnya keratitis dalam beberapa hari
setelah kemerahan itu muncul, keratitis numular yang muncul sekitar 10 hari
13

setelah kemerahan muncul, dan keratitis disciform yang dapat terjadi setelah
tiga minggu. 6
2 Fase kronik, ditandai dengan keratitis numular selama berbulan-bulan,
keratitis disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat
menyebabkan infeksi bakteri sekunder dan keratitis plak mukus yang dapat
timbul setelah bulan ketiga hingga keenam.
3.Fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut.
Hal ini dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi
yang paling umum adalah episkleritis, skleritis, iritis, glaukoma, keratitis
numular, disciform atau plak mukus. Dendrit Herpes zoster berwarna abu-abu
kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit
keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder
Ulkus Kornea Herpes Simplex
Herpes Simplex Virus (HSV) adalah virus DNA yang hanya menginfeksi
manusia, sekitar 90% dari populasi seropositif terhadap antibodi HSV-1,
walaupun sebagian besar bersifat subklinis. HSV-1 biasanya menginfeksi
bagian di atas pinggang dan HSV-2 pada bagian bawah pinggang. HSV-2 dapat
ditransmisikan ke mata melalui sekret genital yang terinfeksi dan persalinan
pervaginam. Infeksi primer terjadi pada masa kanak- kanak muda melalui
droplet atau inokulasi langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi di awal
kelahiran karena proteksi dari antibodi si ibu. Tanda : vesikel pada kulit
melibatkan alis dan area periorbital. Kondisi akut, unilateral, konjungtivitis
folikuler berhubungan dengan limphadenopathy preauriculer. Epitelial keratitis
dapat terjadi di segala usia, sakit ringan, mata berair dan penglihatan kabur.
Tanda yang muncul secara kronologis opaknya sel epitelial yang
tersusun dalam coarse punctate atau stellalte pattern, deskuamasi sentral yang
menghasilkan lesi garis linear bercabang (dendritik) dengan akhir terminal
bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat pada anterior stromal, perluasan
sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan konfigurasi amoeboid, dalam
masa pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk garis lurus yang persisten
yang mencerminkan arah dari sel pemulihan epitel. Bentuk dendrit Herpes
14

simplex kecil, ulceratif ,jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan


diujungnya.

3,5,6

Gambar 2.6 Ulkus Kornea Dendritik

Gambar 2.7 Ulkus Kornea Herpetik

d.

Ulkus Kornea Acanthamoeba


Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang

mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh Acanthamoeba biasanya
dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak lunak, termasuk lensa hidrogel silikon, atau
lensa kontak rigid (permeabel-gas) yang dipakai semalaman untuk memperbaiki kelainan
refraksi (orthokeratologi). Infeksi ini juga ditemukan pada individu bukan pemakai lensa
kontak setelah terpapar air atau tanah yang telah tercemar.5
Gejala awal adalah rasa nyeri yang tidak sebanding dengan temuan klinisnya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinis yang khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma
15

dan infiltrat perineural, tetapi seringkali ditemukan perubahan-perubahan yang terbatas pada
epitel kornea.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan diatas media khusus (agar non nutrien yang
dilapisi E coli). Pengambilan bahan lebih baik dilakukan dengan biopsi kornea karena
mungkin diperlukan pemeriksaan histopatologik untuk mendapatkan bentuk-bentuk amuba
(trofozoit atau kista). Sitologi impresi atau confocal microscopy adalah teknik-teknik
diagnostik yang lebih modern. Larytan dan tempat lensa kontak harus dikultur. Seringkali
bentuk amuba dapat ditemukan pada cairan tempat penyimpanan lensa kontak.4,11
Diagnosis diferensial meliputi keratitis herpes yang paling sering membingungkan,
keratitis jamur, keratitis mikrobakterial, dan infeksi nocardia di kornea.4
Debridement epitel bisa bermanfaat pada tahap awal penyakit. Terapi dengan obat
pada umumnya dimulai dengan isethionate propamidine topikal (laruten 1%) secara intensif
dan salah satu polyhxamethylene biguanide (larutan 0,01-0,02%) dan tetes mata neomycin
forte. Acanthamoeba ssp mungkin menunjukkan sensivitas obat yang bervariasi dan dapat
menjadi resisten terhadap obat. Terapi juga terhambat oleh kesanggupan organisme
membentuk kista di dalam stroma kornea sehingga memerlukan terapi yang lama.
Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengendalikan reaksi radang di dalam
kornea.11
Mungkin diperlukan keratoplasi pada penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan
progresivitas infeksi, atau setelah penyakit mengalami resolusi dan terbentuk parut untuk
memulihkan penglihatan. Transplantasi selaput amnion mungkin bermanfaat pada defek
epitel persisten. Begitu organisme ini mencapai sklera, terapi obat dan bedah biasanya tidak
berguna lagi.

Gambar 2.8 Ulkus Kornea Acanthamoeba


16

2.5.2. Ulkus Kornea Perifer


a.

Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksik atau
alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa,
dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan
pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 2.9 Ulkus Marginal


b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui.
Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus,
alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang
seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang
sentral.

17

C
Gambar 2.10 Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran lanjut
Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)

c.

Ring Ulcer
18

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang


berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.

Gambar 2.11 Ulcer Ring

2.6 PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea jernih sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil. 1
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.5,8
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
19

menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.5
Perjalanan ulkus kornea dibagi 4 stadium:7
-

stadium infiltrasi progresif

stadium ulserasi aktif

stadium regresif

stadium penyembuhan/sikatrisasi

Stadium Infiltrasi Progresif


Mikroorganisme mengalami kesulitan untuk melekat pada epitel, karena epitel
mempunyai permukaan yang licin, membran yang tidak dapat ditembus mikroorganisme, dan
ditambah dengan adanya refleks mengedip dari kelopak mata. Tetapi dengan adanya
penurunan alamiah ini maka kuman dapat melekat pada permukaan epitel dan masuk ke
dalam stroma melalui epitel yang rusak dan melakukan replikasi.
Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi radang yang diawali
pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi sel polimorphonuclear (PMN) ke
stroma kornea yang berasal dari lapisan air mata dan pembuluh darah limbus. Apabila tidak
terjadi infeksi maka sel PMN akan menghilang dalam waktu 48 jam dan epitel pulih dengan
cepat.
Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke
dalam epitel dan stroma. Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruhan yang berwarna putih atau
kekuning-kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis. Keadaan tersebut tergantung pada
virulensi kuman, mekanisme pertahanan tubuh dan pengobatan antibiotika.
Mikroorganisme akan difagosit oleh sel PMN. Sel ini akan mengeluarkan enzim
enzim yang mencerna bakteri, dan juga merusak jaringan sekitarnya.

20

Stadium Ulserasi Aktif


Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan, dan timbul suatu cekungan
(defek). Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema. Pada pemeriksaan klinis
terdapat kornea berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata
depan timbul reaksi radang ringan atau sampai terbentuk hipopion, dan blefarospasme pada
kelopak mata. Penderita mengeluh rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam
penglihatan. Ulkus meluas ke lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan
descemetokel, atau bahkan sampai perforasi.
Stadium Regresi
Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya
mekanisme pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara lain, berkurangnya
keluhan rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan keluhan lainnya. Secara klinis tampak
infiltrat mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah nekrotik mendangkal, tanda tanda radang
berkurang.
Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi
Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk
stroma baru dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk dibawah
epitel dan menebal, sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut mengisi seluruh
defek, sehingga permukaan kornea yang terinfeksi menjadi rata atau meninggalkan sedikit
cekungan. Pada stadium ini keluhan semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik.
Jaringan nekrotik mulai diganti dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan
menutup ulkus dengan membawa fibrosa. Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah
mengalami regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi lama kelamaan
kepadatannya

akan

berkurang

terutama pada dewasa

muda

anak anak. Derajat

dan

sikatrisasi

setelah ulkus bermacam

mulai

macam

makula, dan

dari

nebula,

leukoma.

21

Gambar 2.11 Kedalaman Ulkus Kornea

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama
keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
2.7.1. Gejala Subjektif 3,5,6
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
i. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
2.7.2. Gejala Objektif
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
22

c. Hipopion
2.7.3.

Pemeriksaan Penunjang
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Pemeriksaan slit-lamp
d. Keratometri (pengukuran kornea)
e. Respon reflek pupil
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.
Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.

Gambar 2.12 Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 2.13 Pewarnaan gram ulkus kornea herpes simpleks

23

Gambar 2.14 Pewarnaan gram ulkus kornea herpes zoster

Gambar 2.18 A. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri , B : Pewarnaan gram ulkus
kornea akantamoeba

2.8 PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik,
anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid.
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri,
tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
- Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
- Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
- Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis,
24

dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok,
gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :

Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan
ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.

Tabel 1: Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan keratitis bakteri beserta dosisnya5

Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi
1.

Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal


amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10
mg/ml, golongan Imidazole
25

2.

Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,


Natamicin, Imidazol

3.

Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4.

Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,


berbagai jenis anti biotik

Anti Viral
Untuk herpes simplek diberikan :
-

Topical : salap acyclovir 3 % dan gel ganciclovir 0.15 % , 5 kali

perhari6
-

Debridement adalah cara yang efektif untuk mengobati keratitis

dendritik dengan debridemen epitel karena virus berlokasi di dalam epitel


dan debridement juga mengurangi beban atigenik virus pada stroma kornea.
Debridemen di lakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Iodium
atau eter topical tidak bermanfaat dan menimbulkan keratitis kimiawi.
-

Oral antiviral di indikasikan untuk penyakit herpes mata berat , dosis

untuk penyakit aktif adalah 400 mg limakali sehari


Untuk herpes zoster diberikan : 6
-

Oral acyclovir 800 mg lima kali perhari selama 7-10 hari dimulai

dalam 72 jam saat pertamakali onset akan mengurangi komplikasi 50 % .


-

Intravena acyclovir 5-10 mg/kg

di indikasikan apabila dicurigai

ensefalopati
-

Sistemik steroid (prednisone 40-60 mg/ hari)

Memberikan efek penyembuhan kulit yang lebih cepat dan mengurangi


nyeri akan tetapi tidak mengurangi nyeri pada neuralgia post hepertik
-

Terapi simtomatik untuk lesi dengan antisepsis dan kompres dingin

pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi


gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder
analgetik bila terdapat indikasi.

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,


26

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.


Efek kerja sulfas atropine :
-

Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.


Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :


1. Kauterisasi
a. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir
ulkus sampai berwarna keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit


Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap
konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali.
27

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakangerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat
dilakukan :
-

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat


Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti

ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma
adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
3.

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan
kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa
kriteria yaitu :
a. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
2.9 Komplikasi Ulkus Kornea
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder

2.10 Prognosis Ulkus Kornea


Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan
yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan
28

dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya


menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.5,6.8
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat
melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

BAB III
KESIMPULAN
Ulkus kornea merupakan salah satu penyakit mata yang mengakibatkan kebutaan.
Penyakit ini makin banyak dijumpai pada pekerja pertanian dan kini makin banyak dijumpai
pada penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata.
29

Ulkus kornea dibagi menjadi dua menurut penyebabnya yaitu ulkus kornea yang
disebabkan oleh karena adanya infeksi berupa bakteri, virus, jamur, anthamoeba dan
golongan ulkus yang non infeksi yaitu ulkus marginal, mooren, dan ring ulce.
Penanganan harus dilakukan sedini mungkin, keratitis pada kornea dapat sembuh,
tanpa harus terjadi ulkus. Bila ulkus kornea tidak diterapi, dapat merusak kornea secara
permanen. Dan juga dapat mengakibatkan perforasi kornea, sehingga menimbulkan
penyebaran infeksi dan meningkatkan resiko kehilangan penglihatan yang permanen.
Semakin terlambat pengobatan ulkus kornea, akan menimbulkan kerusakan yang banyak dan
timbul jaringan parut yang luas.

30

Anda mungkin juga menyukai