PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media terjadi karena faktor pertahan tubuh yang terganggu, adanya infeksi serta sumbatan tuba
Eustachius yang disebabkan oleh sekret, tampon dan tumor merupakan faktor penyebab utama. Karena
fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradanganSelain itu otitis media juga
terjadi pada bayi/anak yang mempunyai riwayat infeksi saluran nafas atas (ISPA).
Otitis media dapat menyebabkan komplikasi seperti mastoiditis, meningitis otogenik, dan abses
tetes hidung, dan anakgetika, sedangkan terapi bedah pula berupa miringotomi.
Pencegahan untuk otitis media dapat dilakukan secara dengan profilaksis antibiotik, perubahan gaya
hidup, operasi, evaluasi imunologi dan pemberian vaksin. Prognosis otitis media umumnya baik dengan
penanggulangan yang tepat dan cepat hingga tidak menyebabkan kematian.
otak. Dasar dalam pengobatan otitis media terdiri dua yaitu terapi farmakologi seperti antibiotika, obat
1. KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini merupakan salah satu tugas PBL (Problem Based Learning) Blok 23: Special Senses
yang di berikan oleh Dosen pengajar. Besar harapan penulis agar makalah ini dapat berguna dan
memberikan informasi bagi seluruh pembaca.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari adanya berbagai kekurangan, baik dalam isi
materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang berlanjut
sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan supaya karya yang
lebih baik dapat dihasilkan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada tutor
Emir Afif
MATERI
RUMUSAN MASALAH
1. Anak menangis dan memegangi telinga kanan.
2. 3 minggu lalu demam, batuk dan pilek.
DEFINISI
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid.(1)
2. PEMERIKSAAN
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Prognosis
3.1 Anamnesis(2)
Dilakukan secara allo anamnesis
Data identitas pasien secara lengkap
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya jika ada
Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
sekret yang keluar dari liang telinga di sebut otore. Ditanyakan apakah sekret ini keluar
dari satu atau kedua telinga, disertai nyeri atau tidak dan sudah berapa lama. Sekret yang
sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan bersifat mukoid umumnya berasal
dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur
darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar
tinitus.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinganya,
keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil sering terlihat gejala khas OMA seperti suhu tinggi dapat sampai
39,5C (pada stadium supuratif), anak gelisah, sukar tidur, menjerit tiba-tiba pada waktu tidur,
diare, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Pribadi
Riwayat Sosial Ekonomi
3.2 Pemeriksaan Fisik(3)
Pemeriksaan tanda vital :
Tekanan darah
Dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan
akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membran timpani.
Membran timpani : Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala
lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan
membrana timpani. Pemeriksaaan membrana timpani dilakukan dengan memakai otoskop
supaya dapat terlihat dengan lebih jelas. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk
memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memriksa telinga kiri. Supaya
posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan
pada pipi pasien. Pada bayi/anak kecil akan terlihat berwarna merah muda.
Auskultasi: dengan stetoskop didengar dan dihitung bunyi pernafasan pasien. Rata-rata
frekuensi normal pernafasan pada anak 2-3 tahun adalah 25-35 x/menit.
telinga (retro aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi.
3.3.1
Pemeriksaan Radiologi
Setelah memperoleh riwayat lengkap dan pemeriksaan telinga tengah dan mastoid yang cermat dengan
otoskop, maka dapat diputuskan perlu tidaknya pemeriksaan radiologis tulang temporal . Radiogram
konvensional pada tulang temporal khususnya bermanfaat untuk mempelajari mastoid, telinga tengah,
labirin dan kanalis akustikus internus. Posisi yang seringkali digunakan adalah posisi Law, Schuller,
Mayer, Owens, Towne dan Stenvers
3.3.2
Pemeriksaan pendengaran
Uji Rinne dilakukan dengan menggetarkan garpu tala 512 Hz dengan jari atau mengetukkannya pada
siku dan lutut pemeriksa. Kaki garpu tala tersebut diletakkan pada lubang mastoid telinga yang diperiksa
selama 2-3 detik. Pasien menentukan di tempat mana yang terdengar lebih keras. Jika bunyi terdengar
lebih keras bila garpu tala diletakkan di depan liang telinga berarti telinga yang diperiksa normal atau
menderita tuli sensorineural. Keadaan seperti ini disebut Rinne positif. Bila bunyi yang terdengar lebih
Uji Weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis tengah wajah atau
kepala. Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar lebih keras. Pada keadaan normal pasien
mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras.
Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat) berarti telinga yang sakit menderita tuli
sensineural. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit)
berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
keras di tulang mastoid, maka telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20
Timpanometri(4)
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri yang
abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan
pendengaran konduktif.
3. DIAGNOSIS
3.1 Working Diagnosis (Diagnosis Kerja) (5,6)
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien seorang anak laki-laki berusia 2 tahun datang dengan keluhan
tiba-tiba terbangun di tengah malam sambil menangis dan memegangi telinganya menunjukkan adanya
rasa sakit dari bagian dalam telinganya. Sejak 3 minggu yang lalu anak itu juga menderita demam, batuk
dan pilek.
Gejala
OMA Oklusi
OMA Hiperemis
OMA Supuratif
OM Efusi
Terbangun sambil
Riwayat ISPA
+/-
Suhu 39,8C
Nadi dan
(?)
(?)
(?)
menangis (karena
nyeri) dan
memegang telinga
pernapasan cepat
Dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan gejala klinik yang ditunjukkan, diagnosis kerja bagi kasus
ini adalah otitis media supuratif akut.
3.2 Differential Diagnosis (Diagnosis Banding) (7)
Otitis Media Akut Stadium Hiperemis
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta sedikit edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
kanan
Pada stadium perforasi, anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
dapat tertidur nyenyak. Nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar akibat membran
timpani meruptur karena faktor seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi.
4. ETIOLOGI(8)
Otitis media terjadi karena faktor pertahan tubuh yang terganggu, adanya infeksi serta sumbatan tuba
Eustachius yang disebabkan oleh sekret, tampon dan tumor merupakan faktor penyebab utama. Karena
fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Kuman penyebab utama OMA
(i)
Streptococcus haemolyticus
(ii)
Staphylococcus aureus
(iii)
Pneumococcus
(iv)
Haemophilus influenza
(v)
Escherichia coli
(vi)
Streptococcus anhemolyticus
(vii)
Proteus vulgaris
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas.
5. EPIDEMIOLOGI
Otitis Media Akut (OMA) sering dideritai pada anak, karena tuba Eustachiusnya masih pendek, lebih
lebar, dan letaknya lebih horizontal. Haemophilus influenza sering ditemukan pada anak berusia di
bawah 5 tahun.
6. PATOFISIOLOGI OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT(9)
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik
terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba
Eustachius, enzim dan antibodi. Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media
serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Pembagian tersebut
dapat terlihat pada Gambar 1.
Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis
media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronik (OMSK / OMP). Begitu pula otitis media serosa
terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain
itu, terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis
atengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan
tekanan udara luar. Pada anak, tuba lebih pendek dan kedudukannya lebih horizontal. Panjang tuba
orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Obstruksi tuba dapat terjadi
oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di nasofaring, peradangan adenoid atau tumor nasofaring.
Perubahan tekanan udara secara tiba-tiba, alergi, infeksi dan sumbatan oleh sekret, tampon, dan tumor
menyebabkan terjadi gangguan pada tuba Eustachius. Tekanan dalam telinga tengah menjadi negatif
sehingga menyebabkan terjadi efusi di dalam telinga tengah. Pada anak yang mempunyai sistem
pertahanan tubuh yang baik akan sembuh, namun pada anak yang tetap terganggu fungsi tubanya tetapi
bukan disebabkan infeksi akan melanjut menjadi otitis media efusi. Sedangkan pada adanya disertai
infeksi kuman, akan terjadi otitis media akut yang bisa sembuh setelah diberikan pengobatan, atau
terjadinya otitis efusi atau otitis media supuratif kronik / congek jika terjadinya perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah.
7. MANIFESTASI KLINIK(11)
Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5C (pada stadium
Gambar 3. Patogenesis terjadi otitis media akut - otitis media efusi - otitis media supuratif kronik
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan
10
kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu :
(i)
tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa disebabkan oleh virus atau
alergi.
(ii)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
(iii)
Stadium Supuratif
eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibattekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan
nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar
membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi,
luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur
(perforasi) tidak akan menutup kembali.
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
11
(iv)
Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi,
maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat
tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
(v)
Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali.
Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh
baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis media
akut berubah menjadi otitis media supuratif kronis bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar
terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media
serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK
stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda
adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke
telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah
12
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
Rasa pusing yang berputar (Vertigo)
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin
oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum.
Suara berdenging/berdengung (tinitus)
Mastoiditis
Merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi telinga
bagian tengah yang berulang-ulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada matoid berupa
penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama-kelamaan akan terjadi peradangan tulang (oseitis)
dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak, yang akhirnya mencari jalan keluar ke arah daerah
yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses subperiosteium. Kelainan pada
mastoid dapat berupa reaksi peradangan mukosa, edema dan pada beberapa tempat terjadi ulserasi.
Macam mastoiditis ialah :
(i)
(ii)
Mastoiditis + kolesteatoma
8. KOMPLIKASI (12)
13
Gejalanya adalah suhu meningkat dan keluar cairan dari telinga yang banyak. Kadang-kadang tampak
pulsasi cairan. Hal ini disebabkan denyutan pembuluh darah yang diteruskan oleh cairan. Nyeri di
belakang telinga, pembengkakan di belakang telinga dan hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan
telah melampaui korteks, menyebar ke jaringan lunak di atas tulang mastoideus, kemudian terjadi abses
di belakang telinga. Adanya abses Bezold, yaitu pembengkakan os zigomatikus dan leher, gejala iritasi
vestibular berupa vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
Meningitis otogenik
Merupakan salah satu komplikasi dari peradangan telinga tengah. Penyakit ini terbanyak ditemukan
pada anak. Hal ini disebabkan jarak antara ruang telinga tengah dengan fossa media relatif pendek pada
anak dan dipisahkan oleh masa tipis yang kadang-kadang berpori, tebalnya 3-4 m, disebut tegmen
timpani. Tegmen timpani ini dilalui sutura skuamosa. Pada bayi dan anak, sutura ini masih renggang,
sehingga duramater fosa media masih berimpit dengan mukosa telinga tengah. Sutura ini sampai anak
umur 2 tahun masih dapat terlihat, malahan kadang-kadang menetap sampai tua. Penyebabnya ialah
kuman yang menyebabkan otitis media, yaitu Streptococcus, Staphyloccoccus, dan Pneumococcus.
Menurut Boies, Streptococcus hemolyticus merupakan kuman penyebab meningitis otogenik tersering
(60%), menyusul Staphylococcus aureus dan albus (30%) dan sisanya Streptococcus viridans,
Haemophilus influenza dan lain-lain. Gejalanya berupa keadaan umum yang menunjukkan penderita
sakit berat, gelisah, mudah terangsang, Suhu tubuh meningkat. Pada anak yang besar nyeri kepala
perjalanan perjalanan penyakit. Didapatkan tanda rangsangan meningeal berupa kaku kuduk.
Abses otak
Merupakan komplikasi otitis media dan biasanya terjadi setelah tromboflebitis snius lateral, petrositis,
meningis dan sebagainya. Gejalanya berupa nyeri kepala, demam, muntah, kesadaran menurun, nadi
lambat, kejang dan gejala proses desak ruang intrakranial.
10. PENATALAKSANAAN(13)
10.1 Medikamentosa
merupakan gejala penting, karena nyeri kepala ini sangat hebat. Menggigil, terutama pada permulaan
14
Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman dan bukan oleh sebab virus atau alergi.
Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin tau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah bagi menghindari terjadi
mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Pemberian
antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan
eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40 mg/kg BB/hari. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Obat tetes hidung
Obat tetes hidung diberikan terutama untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Obat yang diberikan adalah HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang melibatkan tindakan insisi pada pars tensa
membran timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Tindakan ini
idealnya dilakukan setelah pemberian antibiotika bila membran timpani masih utuh. Untuk melakukan
tindakan minringotomi ini beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu :
untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang umur di
15
Lokasi miringotomi ialah kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala
yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga,
dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril. Dianjurkan untuk melakukan
miringotomi dengan narkosis umum dan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga untuk mengisap
sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya. Miringotomo hanya dilakukan bila jelas tampak adanya
nanah di telinga tengah. Dengan miringotomi, gejala-gejala klinis lebih vepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
11. PENCEGAHAN(15)
1. Profilaksis antibiotik.
Pengunaan antibiotik dosis rendah selama 6-12 bulan. Namun karena pengunaan antibiotik dosis
rendah dihindari, biasanya cara ini dilakukan pada situasi yang tidak biasa. Misalnya pada pasien
yang akan menjalani tympanostomy tube replacement karena infeksi berulang. tidak dianjurkan
pada pasien dengan otitis media efusi.
3. Operasi.
Timpanostomi dapat dilakukan kalau sering terjadi infeksi berulang.2
4. Evaluasi imunologi.
Pasien yang sering relaps perlu diperiksa sistem imunnya. Adanya immunodefisiensi terutama
faktor IgA menaikkan resiko OMA, sinusitis, dan pneumonia.2
5. Vaksin.
Pemberian vaksin untuk influenza dan bakteri pneumococcus dibuktikan mampu menurunkan
angka kejadian OMA. Transfer antibodi pasif dari ibu ke bayi juga sudah dibuktikan sehingga ada
baiknya calon ibu untuk divaksin.2
12. PROGNOSIS
belum diketahui.2
Prognosis OMA adalah baik. Gejala akan membaik antara 24-72 jam setelah pengobatan.(16) Relaps
16
biasanya terjadi karena eradikasi yang kurang sempurna. Karena itu pasien dihimbau untuk
mengkonsumsi antibiotik secara tepat dan tetap melakukan kontrol meskipun gejala telah membaik.(17)
13. KESIMPULAN
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid sehingga dapat menyebabkan gangguan pendengaran/tuli pada
penderita. Usaha pencegahan dan penanggulangan yang tepat dan cepat dapat menghindari atau
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Definisi Otitis Media. Edisi
Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; h65.
2. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Anamnesis Otitis Media. Edisi
Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; h1-3.
3. Siegel LG, Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Anamnesis dan pemeriksaan kepala dan leher,
penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. EGC: Jakarta; 1997. 4-11, 88-117.
4. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Ronny Suwento, Semiramis Zizlavsky dan Hendarto Hendramin,
Pemeriksaan Timpanometri. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; h35.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penyakit telinga
bagian luar. Dalam: Hasan R, Alatas H, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h918.
6. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Ronny Suwento, Semiramis Zizlavsky dan Hendarto Hendramin,
Otitis Media Supuratif Akut. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran
Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; h64-5.
18
11. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Manifestasi Klinik Otitis
Media. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
h64-5.
12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Komplikasi Otitis
Media. Dalam: Hasan R, Alatas H, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h921-2.
13. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Penatalaksanaan Otitis
Media. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
h67-8.
14. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Terapi Bedah Miringotomi .
Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
h68-9.
15. Siegel LG, Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Pencegahan Otitis Media. Dalam: Adams GL,
Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC: Jakarta; 1997. 4-11, 88-117.
16. Nelson WE, Behram RE, Kliegman R, Arvin AM. Infeksi streptokokus. Ilmu kesehatan anak.
Jakarta: EGC; 2008.p.929.
17. Gelfand SA. Middle ear disorder : otitis media. Essential of audiology, 3rd Ed. New York : Thieme
19