Kredit Pajak
Kredit Pajak
Pengertian kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar atau
dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak. Sebagaimana telah
diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada saat penghasilan diperoleh atau
diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit pajak), terkait dengan PPh pasal 21, pasal 22 dan
pasal 23.
Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak
boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk pajak penghasilan yang dipungut atau
dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri. Pajak penghasilan yang telah dipungut di luar
negeri dapat dikurangkan dengan pajak penghasilan yang terhutang di Indonesia, bila telah ada
perjanjian kerjasama timbal balik (tax treaty) di bidang perpajakan antara Indonesia dengan Negara lain.
Bila belum ada perjanjian pajak, maka wajib pajak tidak dapat melakukan kredit pajak. Perhitungan
besarnya pajak yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan yang telah
dipungut di luar negeri diatur dalam pasal 24.
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Wajib pajak menggabungkan (menjumlahkan) penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar
negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri, guna menentukan jumlah pajak
penghasilan yang terutang pada tahun pajak berdasarkan tarif normal (pasal 17). Penggabungan
penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan berikut :
Untuk penghasilan dari usaha dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun
pajak diperolehnya penghasilan tersebut
Untuk penghasilan lainnya dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut
Indonesia menganut kredit pajak dengan metode ordinary credit, sehingga tidak semua PPh
yang terutang/dibayar di luar negeri dapat dikreditkan. Menurut pasal 24 ayat 2 UU Perpajakan No. 17
tahun 2000, besarnya kredit pajak yang boleh dikreditkan adalah sebesar pajak penghasilan yang
dibayar/terutang diluar negeri. Tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan
antar penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak dikalikan jumlah pajak terutang,
atau setinggi-tingginya sama dengan pajak terutang dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil darip
penghasilan luar negeri. Jadi besarnya batas maksimum kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan
dipilih mana yang paling rendah dari 3 kemungkinan berikut :
1. PPh yang terutang/dibayar diluar negeri
2. PPh yang dihitung dari penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak (PKP) dikali
PPh terutang atas PKP
3. PPh yang terutang atas PKP
Jika penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam negeri berasal dari beberapa Negara, maka
penghitungan jumlah batas maksimum kredit pajak yang diperbolehkan dihitung untuk masing-masing
Negara.
Jika terjadi kerugian atas usaha diluar negeri, maka besarnya kerugian tersebut tidak boleh
dikompensasikan/digabung dengan penghasilan yang terima di Indonesia.
Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 6.000.000.000,00, dimana PPh yang
dibyar sebesar Rp 1.500.000.000,00
Rp 8.000.000.000,00
Rp 2.000.000.000,00
Rp 6.000.000.000,00
________________
Rp 16.000.000.000,00
*Rugi neto yang berasal dari Malaysia tidak boleh digabung (tidak diakui).
Rp 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00
Rp 7.500.000,00
30% x Rp 15.900.000.000,00
Rp 4.770.000.000,00
__________________
Rp 4.782.500.000,00
Rp 4.782.500.000,00
Kredit pajak :
Dari pembayaran PPh ke Singapura
Rp 597.812.500,00
Rp 1.793.437.500,00.
----------------------- (+)
Rp 2.391.250.000,00
------------------------- (-)
Rp 2.391.250.000,00
===============
KREDIT PAJAK YANG DAPAT DIKURANGKAN PADA PENGHITUNGAN PPH PADA AKHIR TAHUN (UU
Nomor 17 Tahun 2000 Ps 28)
Bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), pajak yang terutang dikurangi
dengan kredit pajak (pajak yang dibayar di muka/prepaid tax) untuk tahun pajak yang bersangkutan,
yang terdiri dari :
a. PPh Pasal 21 (khusus wajib pajak orang pribadi), yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.
b. PPh Pasal 22, yaitu pemungutan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
c. PPh Pasal 23, yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa dividen, bunga,
royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa tertentu.
d. PPh Pasal 24 (kredit pajak luar negeri), yaitu pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan
dari luar negeri yang boleh dikreditkan.
e. PPh Pasal 25, yaitu pembayaran (angsuran) pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri.
f.
PPh Pasal 26 ayat (5), yaitu pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan kantor pusat
suatu BUT, dimana penghasilan kantor pusat tersebut menurut ketentuan fiskal diakui sebagai
penghasilan BUT yang bersangkutan, dan pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan
orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau
Bentuk Usaha Tetap.
Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang
pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh :
Pajak Penghasilan yang terutang
Rp 80.000.000,00
Kredit pajak :
Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21)
Rp 5.000.000,00
Rp 10.000.000,00
Rp 5.000.000,00
Rp 15.000.000,00
Rp 10.000.000,00
----------------------- (+)
Rp 45.000.000,00
------------------------- (-)
Rp 35.000.000,00
===============
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku
tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang.