Disusun Oleh :
Tono Haryono
NPM 130120140008
Andi Wijayakesuma
NPM 130120140009
NPM 130120140010
Michael VL Tumbol
NPM 130120140011
Zamziri
NPM 130120140012
NPM 130120140013
Ginna Megawati
NPM 130120130025
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan utama penelitian epidemiologi adalah untuk
mengidentifikasi
penyebab
penyakit.
Penyebab
penyakit
dapat
TUJUAN
1) Mendeskripsikan definisi kausalitas
2) Mendeskripsikan inferensi kausa
BAB II
ISI
2.1.
DEFINISI
Mervyn Susser mengajukan bahwa untuk hubungan kausal dalam
epidemiologi memiliki atribut-atribut seperti asosiasi, urutan waktu, dan
arah. Sebuah kausa adalah sesuatu yang diasosiasikan dengan efeknya,
yang muncul sebelum atau paling tidak pada saat yang bersamaan dengan
efek tersebut, dan bertindak terhadap efeknya. Dalam prinsipnya, sebuah
kausa dapat diharuskan-tanpanya efek tidak akan muncul-dan/atau
memadai-dengannya efek akan muncul walaupun tidak ada atau ada faktor
lain yang terlibat di dalamnya.(4)
Berdasarkan Weed (2001) terdapat definisi kausalitas epidemiologi
antara lain : (3), (4)
(1) Produksi
Sesuatu yang menciptakan atau menghasilkan akibat. Kausa
dipandang sesuatu yang memproduksi hasil.
(2) Necessary causa (kausa yang diperlukan)
Merupakan keadaan yang mutlak untuk terjadinya suatu akibat.
Tanpa keadaan tersebut tidak dapat dihasilkan akibat. Adapun
rinciannya adalah sebagai berikut :
i. A diperlukan dan mencukupi untuk mengakibatkan B
ii. A diperlukan tetapi tidak mencukupi untuk mengakibatkan B
iii. A tidak selalu diperlukan tetapi mencukupi untuk mengakibatkan B
iv. A tidak diperlukan dan tidak mencukupi untuk mengakibatkan B
(3) Sufficient component causa (kausa komponen mencukupi)
Kausa komponen mencukupi terdiri dari beberapa komponen,
tak satupun diantaranya secara dini mencukupi terjadinya suatu
penyakit. Tetapi ketika semua komponen hadir maka terbentuklah
mekanisme kausal yang mencukupi.
KONSEP PENYEBAB
Pada kausalitas terdapat 2 tipe penyebab utama, antara lain : (5)
(1) Necessary cause
Necessary cause mengacu kepada faktor-faktor yang harus ada dari
suatu penyakit dan tidak ada bila tidak terkena penyakit tertentu.
Penyakit
Tidak ada Penyakit
(2)
Penyakit
(3)
salah satu penyebab. Contoh : pada kasus aging, banyak faktor yang
berpengaruh seperti paparan sinar ultraviolet, hormonal, penggunaan
kosmetik, dll.
A
B
Penyakit
C
Bagan 3. Sufficient tapi bukan necessary
cephalgia (nyeri kepala). Begitu pula jika stress disertai pola makan
kurang baik akan menyebabkan cephalgia (nyeri kepala).
+
B
Penyakit
D
F
2.3.
PENDEKATAN KAUSALITAS
Pada prinsipnya terdapat dua pendekatan untuk mengetahui
hubungan sebab-akibat antara faktor yang diteliti dan penyakit antara lain :
(4), (5)
MODEL KAUSALITAS
1) Model determinasi murni
Model determinasi dikemukakan pertama kali oleh Jacob
Henle, empat puluh tahun sebelum para ahli mikrobiologi berhasil
mengisolasi dan menumbuhkan bakteri dalam kultur. Pada tahun 1840,
ia membuat model kausasi yang melibatkan relasi antara sebuah agen
sebagai penyebab dan sebuah hasil sebagai akibat. Pada perkembangan
selanjutnya, model tersebut dilanjutkan oleh muridnya Robert Koch
(1982), untuk menjelaskan hubungan basil tuberkulosis dan penyakit
tuberkulosis. Model tersebut dikenal sebagai postulat Henle-Koch.
Suatu agen adalah penyebab penyakit jika memenuhi kriteria sebagai
berikut :
i) Agen tersebut selalu dijumpai pada setiap kasus penyakit pada
keadaan yang sesuai (necessary cause)
ii) Agen tersebut hanya mengakibatkan penyakit yang diteliti, tidak
menyebabkan penyakit lain (spesifIsitas efek)
iii) Jika agen diisolasi sempurna dari tubuh dan berulang-ulang
ditumbuhkan dalam kultur yang murni, ia dapat menginduksi
terjadinya penyakit. (2)(5)
iv) Pada model determinasi murni, hubungan kausal antara agen dan
penyakit digambarkan memliki bentuk konstan, satu lawan satu,
Faktor A
ini
dikemukakan
oleh
Rothman
(1976)
tunggal. Antar
faktor
saling
mempengaruhi
untuk
Segitiga epidemiologi
Model segitiga cocok untuk menerangkan penyebab penyakit
infeksi. Sebab peran agen (seperti mikroba) mudah diisolasikan
dengan jelas dari lingkungannya. Untuk penyakit non ineksi,
etiologi penyakitnya pada umumnya tidak duhubungkan dengan
peran agen yang spesifik. Jika bisa diidentifikasi, para ahli lebih
memandang bahwa agen adalah bagian integral dari lingkungan
secara keseluruhan (biologik, sosial dan fisik).(3), (5)
iii)
iv)
2.5.
diperoleh, dan perancu yang tidak dikontrol serta sumber bias lainnya.
Pada suatu kasus, tidak cukup untuk menggambarkan bahwa suatu studi
memiliki atau tidak memiliki sumber error, karena hampir setiap studi
memiliki tipe error. Maka dari itu, perhatian utama adalah untuk
mengukur kesalahan/error. Karena tidak ada titik potong (cutoff) yang
tepat menghitung banyak error yang dapat ditoleransi (sebelum suatu studi
valid), maka tidak ada alternatif kuantifikasi kesalahan penelitian dalam
memperluas probabilitas. Meskipun tidak ada kriteria absolut untuk
mengukur kevalidan suatu bukti ilmiah, namun masih memungkinkan
untuk menentukan validitas suatu penelitian. Sebagai gantinya, kita harus
menggunakan seluruh kritisi, dengan tujuan
mendapatkan kuantifikasi
evaluasi dari keseluruhan error yang yang terjadi dalam penelitian/studi. (5)
2.6.
abstrak
untuk
memahami
alam.
Bacon
tidak
umum
tidak
seperti
matematika,
dapat
deduktif
untuk
memprediksi
hipotesis
dan
kemudian
abad
ke-20,
terutama
Thomas
Kuhn
(1962)
kunci
dari
berbagai
metode
penelitian
untuk
bukti baru. Misalnya bila H adalah hipotesis dan E adalah suatu bukti
yang baru ditemukan, maka menurut paham Bayeisanisme, tatkala
sesorang
menemukan
E,
ia
harus
menyesuaikan
derajat
INFERENSI KAUSAL
Secara praktis, para epidemiologis memisahkan penjelasan kausa
dari penjelasan nonkausa. Jika seperangkat kriteria necessery causa dan
sufficient causa dapat digunakan untuk membedakan hubungan kausa dari
nonkausa dalam studi epidemiologi, maka hal ini akan mempermudah para
ilmuan dalam meneliti. Dengan kriteria seperti itu, semua konsep
mengenai logika atau tidak adanya teori dalam inferensi kausa dapat
diabaikan: hanya diperlukan untuk mengkonsultasikan daftar kriteria
untuk melihat jika hubungan itu bersifat kausa.(1), (5)
Kriteria yang umumnya digunakan adalah yang diusulkan oleh
Bradord Hill. Kriteria ini merupakan pengembangan dari kriteria
sebelumnya dalam surgeon generals report on smoking and health, yang
didahului oleh aturan induksi oleh John Stuart Mill dan aturan yang
diberikan oleh Hume. Hill menyatakan bahwa aspek-aspek berikut tentang
hubungan yang digunakan dalam usaha untuk membedakan hubungan
kausa dari nonkausa : (1) strength/kekuatan, (2) konsistensi, (3) spesifitas,
(4) kronologi waktu, (5) biological gradient, (6) plausibilitas (dapat
diterima akal), (7) koherensi/keselarasan, (8) bukti eksperimen dan, (9)
analogi. Kriteria tersebut diambil dari induk aslinya, namun membutuhkan
pembahasan yang lebih spesifik mengenai kegunaannya masing-masing. (1),
(5)
1) Strength (kekuatan)
Pada dasarnya bahwa hubungan/asosiasi yang kuat lebih
bersifat kausa. Jika asosiasi ini dapat dijelaskan melalui beberapa
faktor lainnya, maka efek dari faktor itu harus lebih kuat dibanding
asosiasi yang diamati sehingga akan menjadi terbukti. Asosiasi yang
lemah, pada sisi yang lain, lebih dapat dijelakan melalui bias yang
tidak terdeteksi. Hill juga mengemukkan bahwa asosiasi yang lemah
tidak mengesampingkan adanya hubungan kausa/sebab-akibat. Contoh
yang umumnya digunakan adalah hubungan antara merokok dan
penyakit kardiovaskuler. Penjelasan yang membuat hubungan menjadi
lemah adalah bahwa etiologi penyakit kardiovaskuler sangat luas.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa merokok adalah penyebab
penyakit kardiovaskuler. Contoh lainnya adalah perokok pasif dan
kanker paru-paru, suatu asosiasi yang lemah bahwa sedikit
pertimbangan menjadi nonkausa. (1), (5)
2) Konsistensi
Makin konsisten dengan riset-riset lainnya yang dilakukan pada
populasi dan lingkungan yang berbeda, makin kuat pula keyakinan
hubungan kausal. Kriteria konsistensi juga sangat penting untuk
meyakinkan masyarakat peneliti tentang hubungan kausal. (1), (5)
3) Spesifitas
Makin spesifik efek paparan, makin kuat kesimpulan hubungan
kausal. Begitu pula, makin spesifik penyebab, makin kuat
kesimpulan hubungan kausal. Kriteria yang memerlukan spesifitas
yaitu suatu kausa yang menimbulkan satu efek, bukan banyak efek. Di
sisi lain, Weiss dengan argumennya yang meyakinkan bahwa spesifitas
dapat digunakan untuk membedakan beberapa hipotesis kausa dari
hipotesis nonkausa, sementara hipotesis kausa memprediksi hubungan
dengan satu hasil tetapi tidak ada hubungan dengan hasil yang lainnya.
Dengan demikian, spesifitas mempunyai peran bila spesifitas
disimpulkan secara logis dari pertanyaan hipotesis kausa. (1), (5)
4) Kronologi waktu
Kronologi waktu mengacu pada perlunya suatu kausa untuk
mendahului
munculnya
suatu
efek.
Hubungan
kausal
harus
tidak
didasarkan
data.
Namun
bukan
berarti
bahwa
analogi
mencerminkan
tidak
adanya
imajinasi
atau
PENELITIAN
MENGENAI
EFEK
MENGENAI
INFERENSI
dan
mengembangkan
metode
transparan
untuk
memperkirakan
Penjelasan
Fungsi
Diskriminan
untuk kategori 1
(91 agen)
-14.77999
Fungsi
Diskriminan
untuk kategori
2A
(69 agen)
-10.08346
0.06223
0.01923
0.04061
0.01803
Konstanta
1. Kekuatan
(strength)
2.
Konsitensi
Apakah
asosiasi
sama
beberapa penelitian ?
pada
3.
Spesifisitas
-0.02787
-0.03877
4.
Kronologi
waktu
0.07657
0.08281
Dosis respon
-0.03528
-0.03534
6.
Plausabilitas
0.23025
0.21689
7.
Koherensi
0.0009621
-0.00334
0.00843
-0.00659
8. Bukti
eksperimen
9.
Analogi
-0.01294
-0.01011
Penjelasan
Probabilitas dari
setiap kriteria
menjadi benar
(%)
Konstanta
1. Kekuatan
(strength)
Probabilitas ><
Weight pada
Kategori 1
Probabilitas ><
Weight pada
Kategori 2A
-14.77999
-10.08346
Asosiasi
kuat
yang
dilaporkan
tidak
berdasarkan kofounding
95
5.91185
1.182685
2.
Konsitensi
95
3.85795
1.71285
3.
Spesifisitas
80
-2.2296
-3.1016
100
7.657
8.281
95
-3.3516
-3.3573
4. Kronologi
waktu
5.
Dosis
respon
penelitian
6.
Plausabilitas
Rokok
merupakan
genotoksik dan mutagenik
serta asosiasi pada model
hewan coba telah ada
90
20.7225
19.5201
7.
Koherensi
80
0.076968
-0.2672
8.
Bukti
penelitian
95
0.80085
-0.62605
9.
Analogi
80
-1.0352
-0.8088
17.630818
13.09635
Jumlah
Hasil
akhir
probabilitas
17.630818/17.630818+13.0963
5
= 98.94 %
BAB III
KESIMPULAN
1. Inferensi kausal dari studi epidemiologi merupakan hal kompleks dan telah
menjadi pokok perdebatan yang luas. Terdapat banyak asosiasi antara faktorfaktor risiko dan efek kesehatan yang ada sehingga menyebabkan keraguan
mengenai kausalitasnya.
2. Kriteria Hill merupakan kriteria terbaik dalam inteferensi kausal hingga saat
ini. Untuk menilai kriteria Hill secara kuantitatif, telah dilakukan analisis
diskriman yang salah satunya dilakukan oleh Swean.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hofler, M. Analytic Perspective. The Bradford Hill considerations on causality
; a counterafctual perspective. BioMed Central 2009 ; 2(11) ; 1-7