Anda di halaman 1dari 6

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1

Hasil Pengamatan
(terlampir)

3.2

Pembahasan
Umur simpan merupakan rentang waktu antara saat produk mulai dikemas

dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana mutu sangat
berpengaruh pada suatu produk, semakin baik mutu suatu produk maka semakin
memuaskan konsumen. Peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan
telah dikeluarkan oleh Codex Allimentarius Commission (CAC) pada tahun 1985
tentang Food Labelling Regulation. Di Indonesia, peraturan mengenai penentuan
umur simpan bahan pangan terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP No.
69 tahun 1999.
Dalam menentukan umur simpan suatu bahan pangan, ada beberapa parameter
yang perlu diperhitungkan. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
menguda umur simpan suatu produk pangan yaitu kadar air. Kadar air dan aktivitas
air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktorfaktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifatsifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan
perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2004).
Selama penyimpanan, sejak terjadinya proses penyerapan uap air dari
lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi
lembab / tidak renyah (Robertson, 2010). Aktivitas air ini juga dapat didefinisikan
sebagai kelembaban relatif kesetimbangan (equilibrium relative humidity = ERH)
dibagi dengan 100 (Labuza, 1982). Aktivitas air menunjukkan sifat bahan itu sendiri,
sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan disekitarnya yang berada dalam
keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Bertambah atau berkurangnya kandungan
air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan sangat tergantung pada ERH
lingkungannya.

Parameter pengamatan yang kami lakukan pada bihun adalah kadar airnya.
Pada saat dilakukan uji proksimat kadar air, kami menggunakan metode duplo untuk
setiap bihun dalam suhu yang berbeda. Jumlah kadar air sangat menentukan umur
simpan dari bihun tersebut. Semakin tinggi kadar air yang terkandung pada bihun
menunjukkan semakin memburuknya kualitas dari bihuntersebut.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap bihun yang dikemas
dengan kertas, kami mendapati bahwa kadar air tinggi pada suhu yang rendah, begitu
juga sebaliknya.. Rendahnya kadar air pada bihun yang disimpan pada suhu 45oC
menunjukkan tingkat kualitas bihun yang baik. Selain itu, pada penyimpanan 45 oC
didapati bihundengan kegaringan yang paling baik jika dibandingkan dengan bihun
yang disimpan pada suhu berbeda. Semakin rendah suhu yang digunakan untuk
penyimpanan pada bihun, maka kegaringan bihun tersebut akan menurun. Hal ini
terjadi karena suhu yang ada tidak cukup mampu menguapkan kadar air pada bihun .
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap bihun yang dikemas
dengan plastik, kami mendapati bihun yang dikemas dengan plastik memiliki kadar
air terendah pada penyimpanan dengan suhu 45oC, sedangkan kadar air tertinggi
terdapat pada bihun dengan suhu penyimpanan 35oC. Hal ini menunjukkan
penyimpanan bihun dengan pengemasan plastik baik dilakukan pada suhu
penyimpanan 45oC karena mampu menjaga kualitas dan kegaringan dari bihun
tersebut.
Teknik pengolahan yang ada diantaranya adalah pengolahan beku, semi termal
dan termal. Proses pengolahan dengan suhu beku terhadap umur simpan yaitu akan
memperpanjang umur simpan. Menurut Hardenburg (1971), penyimpanan produk
pada suhu rendah dan kelembaban yang tinggi

adalah cara terbaik untuk

memperpanjang umur simpan produk pertanian. Pendinginan secara efektif dapat


menghambat laju respirasi sehingga proses pematangan dan penuaan dapat dihambat.
Menurut Yuniar (2004), dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyimpanan
mi pada suhu lemari es dapat memperpanjang umur simpan mi basah. Begitu pun,
menurut Pantastico (1986), penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum
dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura.
Penyimpanan pada suhu dingin bertujuan untuk menekan kecepatan respirasi dan
transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat dan sebagai akibatnya daya

simpannya cukup panjang dengan susut bobot minimal, mutu masih baik dan harga
jual di pasaran tetap tinggi. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena
kehilangan air, menurunnya laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada
bahan yang disimpan (Pantastico 1986).
Menurut Hardenberg (1986), pendinginan mempunyai pengaruh besar terhadap
atmosfer dalam kemasan. Pada umumnya, pendinginan pada suhu optimum untuk
komoditi yang disertai dengan kelembaban tinggi adalah cara paling baik untuk
memperpanjang umur simpan atau umur ketahanan komoditi. Pendinginan
mengendalikan pertumbuhan bakteri dan jamur yang menyebabkan pelapukan dan
memperlambat metabolisme komoditi itu sendiri. Selain itu, pendinginan dapat
memperlambat respirasi sehingga dapat memperlambat proses pematangan, penuaan
dan pengeluaran panas.
Teknik pengolahan semi thermal merupakan cara mengolah produk
menggunakan suhu di antara suhu pada teknik pengolahan beku dan teknik
pengolahan thermal. Menurut Singh (2008), pengaruh pada produk yang diolah
menggunakan teknik ini antara lain mikroba mudah tumbuh dan aktivitas enzimatis
masih aktif terjadi pada produk yang diolah. Hal ini disebabkan oleh suhu
pertumbuhan mikroba dan suhu aktifitas enzim optimal pada suhu ruang. Selain itu,
teknik pengolahan juga tidak menunjukkan adanya kerusakan secara langsung yang
ditimbulkan oleh lingkungan seperti cracking, berkurangnya bobot secara signifikan
dan lain-lain.
Teknik pengolahan termal menggunakan suhu yang tinggi dalam mengolah
suatu komoditi menjadi suatu produk. Pengaruh dari pengolahan terhadap produk
antara lain berkurangnya pertumbuhan mikroba dan menurunnya aktifitas enzimatis.
Hal Ini disebabkan oleh suhu yang tinggi sehingga pertumbuhan mikroba dan
aktifitas enzimatis menjadi terhambat. Selain itu, teknik pengolahan ini akan
mempengaruhi kadar nutrisi pada produk. Hal ini disebabkan temperatur tinggi yang
diberikan sehingga memicu tegangan termal pada makanan yang menyebabkan
nutrisi pada produk menjadi terdegradasi. Pengaruh lain yang disebabkan oleh teknik
pengolahan ini adalah perubahan rasa, warna, dan tekstur dari komoditi yang diolah
(Fellows 2010).Secara umum dapat diketahui bahwa suhu tinggi akam mempercepat
reaksi biokimia sehingga pematangan akan berlangsung lebih cepat.

Cara mendapatkan umur simpan suatu produk bisa dilakukan dengan


menggunakan metode Arrhenius. Pada saat pengamatan, data yang diperoleh adalah
kadar air dari produk. Langkah pertama yaitu memplotkan data kadar air tersebut
dengan menggunakan persamaan linier y=a+bx. Dimana y merupakana nilai
parameter mutu yang diamati, x adalah waktu penyimpanan, a adalah nilai parameter
pada saat mulai disimpan (to), dan b adalah laju perubahan parameter mutu (k).
Setelah nilai a dan b diperoleh, maka akan diperoleh nilai r2. Jika nilai
koefisiensi determinasi (r) 0,95 atau koefisien korelasi (R2) 90 % dari persamaan
linier untuk setiap suhu penyimpanan, maka nilai b = k (pada persamaan Arrhenius).
Jika nilai r atau R2 tidak terpenuhi, buang data pencilan (yang tidak normal). Nilai k
yang diperoleh langkah kedua digunakan pada persamaan Arrhenius, yaitu k=ko.eEa/RT

. Kemudian untuk masing-masing suhu dikonversi ke dalam bentuk Kelvin. Nilai

k yang diperoleh sebelumnya kemudian diln kan. Kemudian untuk masing-masing


nilai k dan nilai 1/T diplotkan sehingga akan diperoleh nilai A dan B dengan
persamaan -Ea/R = B yang mana nilai Ea akan ditemukan dan ln ko = A yang mana
nilai ko akan ditemukan.
Nilai Ea dan ko dimasukkan dalam persamaan Arrhenius, sehingga didapatkan
persamaan laju penurunan mutu yang dominan berubah selama penyimpanan. Dari
persamaan laju penurunan mutu tersebut dapat diduga nilai k untuk setiap suhu
penyimpanan yang digunakan. Umur simpan produk ditentukan dengan persamaan
At-Ao = -k.t. Dimana At merupakan jumlah A pada waktu t, Ao adalah jumlah A
awal, k adalah laju penurunan mutu dan t adalah umur simpan hasil pendugaan.
Praktikum pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan 3 kondisi suhu yang
berbeda, yaitu 25oC, 35oCdan 45oC. Pada setiap kondisi suhu ini akan diamati kadar
air sebagai bahan pertimbangan perubahan kimia bahan. Literatur menjelaskan
bahwa suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan.
Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan
semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu selama
penyimpanan perlu memperhitungkan faktor suhu. Perubahan kadar air ini diamati
pada 9 sampel bahan yang dikemas dalam inkubator dan memperhatikan perubahan
kadar air yang terjadi pada masa pengamatan yang telah ditentukan.

Produk yang diamati pada praktikum ini adalah keripik pisang yang dikemas
dengan kertas dan LDPE dan bihun yang dikemas dengan kertas dan LDPE. Dari
hasil pengamatan diperoleh bahwa keripik pisang yang dikemas dengan plastik
LDPE yang disimpan pada suhu 25oC memiliki umur simpan paling lama jika
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sedangkan kripik pisang yang dikemas
dengan kertas yang disimpan pada suhu 45oC memiliki umur simpan paling pendek.
Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan yang digunakan sebagai perlakuan. Hal
ini sesuai dengan literatur yaitu penyimpanan produk pada suhu rendah dan
kelembaban yang tinggi adalah cara terbaik untuk memperpanjang umur simpan
produk pertanian. Pendinginan secara efektif dapat menghambat laju respirasi
sehingga proses pematangan dan penuaan dapat dihambat (Hardenburg 1971).
Kemudian untuk produk bihun yang diamati oleh kelompok tiga dan empat.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur simpan terpanjang terdapat pada
produk bihun yang disimpan dengan kemasan LDPE dengan suhu 45oC. Sedangkan
umur simpan terpendek terdapat pada produk bihun yang dikemas dengan kertas
pada suhu 45oC. Hasil pengamatan pada umur simpan terpanjang kurang sesuai
dengan literatur yang ada. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain faktor kesalahan saat menghitung data, kemungkinan terjadinya kerusakan
produk sewaktu dimasukkan dalam oven dan kesalahan paralaks sewaktu melihat
naraca sehingga menghasilkan nilai yang salah.
Menurut data hasil praktikum, umur simpan keripik pisang yang dikemas
dengan kertas berada pada kondisi suhu 35oC dengan umur 28 hari. Pada kondisi
suhu 25oC umur simpannya 29 hari sedangkan pada kondisi suhu 45oC hanya dapat
bertahan selama 27 hari. Keripik pisang yang dikemas dengan plastik LDPE berada
pada kondisi suhu 35oC dengan umur 30 hari. Pada kondisi suhu 25oC umur
simpannya 42 hari sedangkan pada kondisi suhu 45oC hanya dapat bertahan selama
22 hari. Bihun yang dikemas dengan kertas berada pada kondisi suhu 35oC dengan
umur 10 hari. Pada kondisi suhu 25oC umur simpannya 28 hari sedangkan pada
kondisi suhu 45oC hanya dapat bertahan selama 4 hari. Dan Bihun yang dikemas
dengan plastik LDPE berada pada kondisi suhu 35oC dengan umur 25 hari. Pada
kondisi suhu 25oC umur simpannya 29 hari sedangkan pada kondisi suhu 45oC hanya
dapat bertahan selama 35 hari.

Dari data tersebut terlihat, keripik pisang yang disimpan pada suhu 25oC
memilki umur simpan yang lebih lama dari pada disimpan pada suhu 35oC dan 45oC.
Hal ini dipengaruhi oleh suhu,semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula laju
reaksi kimia yang terjadi pada produk. Suhu sangat mempengaruhi laju kimia yang
terjadi pada produk. Pada keripik pisang yang dikemas dengan kertas umur
simpannya lebih rendah daripada keripik pisang yang disimpan dengan plastik. Hal
erat kaitannya dengan sifat bahan kemasan. Kertas mempunyai karakteristik sifatnya
yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara
lingkungan. Sedangkan plastik tidak sensitif terhadap air,dan tidak mudah
terpengaruh oleh kelembaban udara lingkungan. Selain itu, plastik juga memiliki
karakteristik yang lebih baik dari kertas dalam hal permeabilitas. Begitu pun dengan
bihun, dari data tersebut bihun yang disimpan pada suhu 25 oC memiliki umur
simpan yang lebih lama daripada suhu diatasnya.

Anda mungkin juga menyukai