Anda di halaman 1dari 23

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah dan pencemarannya
Kegiatan manusia hampir semuanya menghasilkan barang sisa. Barang sisa
itu pun bisa berupa zat padat, cair ataupun gas. Jika tidak terjadi pengolahan yang
bersih dan sehat serta sesuai cara yang tepat maka zat sisa tersebut dapat berdampak
buruk bagi semua aspek, misalnya kesehatan tubuh, kesehatan lingkungan dan juga
kelestarian alam. Dalam pengendalian zat sisa yang kemudian disebut sampah dan
limbah maka pemerintah mengaturnya dalam undang undang dan peraturan
Limbah dapat mencemari lingkungan dalam kondisi tertentu. Untuk mencegah
terjadinya pencemaran maka dibutuhkan tindakan khusus dalam mengatur dan
mengolah limbah yang dihasilkan baik berupa zat padat, cair ataupun gas.
2.1.1 Limbah
Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi,
termasuk di sini limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Menurut Peraturan
Pemerintah no 18 tahun 1999 tentang pengolahan limbah berbahaya dalam pasal 1
menyebutkan Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah
sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. (PP no 18 tahun 1999)

10

Limbah dapat dibedakan berdasarkan nilai ekonomisnya dapat digolongkan


dalam 2 golongan yaitu :
1. Limbah yang memiliki nilai ekonomis limbah yang dengan proses lebih
lanjut/diolah dapat memberikan nilai tambah. Contohnya : limbah dari pabrik gula
yaitu tetes, dapat dipakai sebagai bahan baku pabrik alkohol, ampas tebunya dapat
dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas. Limbah pabrik tahu masih
banyak mengandung protein dapat dimanfaatkan sebagai media untuk
pertumbuhan mikroba misalnya untuk produksi Protein Sel Tunggal/PST atau
untuk alga, misalnya Chlorella sp.
2. Limbah non ekonomis limbah yang tidak akan memberikan nilai tambah
walaupun sudah diolah, pengolahan limbah ini sifatnya untuk mempermudah
sistem pembuangan. Contohnya: limbah pabrik tekstil yang biasanya terutama
berupa zat-zat pewarna
Berdasarkan sifatnya limbah dapat dibedakan menjadi :
1.

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, bubur
yang berasal dari sisa kegiatan dan atau proses pengolahan. Contohnya : limbah
dari pabrik tapioka yang berupa onggok, limbah dari pabrik gula berupa bagase,
limbah dari pabrik pengalengan jamur, limbah dari industri pengolahan unggas,
dan lain-lain.
Limbah padat dapat di bagi 2 yaitu:
a. Dapat didegradasi, contohnya sampah bahan organik, onggok
b. Tidak dapat didegradasi contoh plastik, kaca, tekstil, potongan logam.

11

2.

Limbah Cair adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
Contohnya antara lain : Limbah dari pabrik tahu dan tempe yang banyak
mengandung protein, limbah dari industri pengolahan susu, dan limbah deterjen
pencucian.

3.

Limbah gas/asap adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud
gas/asap. Contohnya : limbah dari pabrik semen
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1999 tentang pengolahan

limbah berbahaya dalam pasal 7 menyebutkan jenis limbah B3 menurut sumbernya


meliputi :
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Dalam peraturan pemerintah yang sama pun menyebutkan setiap badan usaha
yang menghasilkan limbah cair, padat dan gas pun wajib pengolahan untuk
mereduksi kandungan limbah cair yang ada melakukan pembuangan langsung ke
lingkungan alam bebas . Banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan
pengolahan, terutama dapat menimbulkan ketidakstabilan lingkungan ekosistem dan
bisa memperngaruhi kesehatan lingkungan.
Di dalam PP no 20 tahun 1990 menjelaskan bahwa pengendalian lingkungan
akan diatur oleh pemerintah setempat dalam hal ini kekuasaan tertinggi yaitu

12

Gubernur, pemerintah setempat harus tegas bagi mereka pelaku usaha yang
menghasilkan limbah untuk melakukan proses pengolahan terlebih dahulu.
2.1.2 Proses Pengolahan limbah
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah agar tidak
berbahaya :
1.

Proses Pengolahan Secara Aerobik :


Prinsip pengolahan secara aerobik adalah menguraikan secara sempurna
senyawa organik yang berasal dari buangan di dalam periode waktu yang relatif
singkat. Penguraian dilakukan terutama dilakukan oleh bakteri dan hal ini
dipengaruhi oleh:
a. Jumlah nutrient
b. Oksigen
Contoh dari proses pengolahan limbah secara aerobik antara lain :
a. Lumpur aktif (Activated Sludge)
Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di
dalam setiap tahap pengolahan, tersusun oleh serat-serat organik yang kaya
akan selulosa dan di dalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme
b.

Saringan trickling (Trickling Filter)


Merupakan suatu bejana yang tersusun oleh lapisan materi kasar, keras dan
kedap air. Kegunaannya untuk mengolah air buangan dengan mekanisme
aliran air yang jatuh dan mengalir perlahan-lahan melalui lapisan batu untuk
kemudian disaring.

13

Saringan trickling memiliki 3 sistem utama yaitu:


1. Distributor
2. Pengolahan
3. Pengumpul
c.

Kolam oksidasi/stabilisasi (Oxidation Ponds)


Kolam ini tidak memerlukan biaya yang mahal. Terdapat beberapa kolam
yang utama digunakan yaitu kolam fakultatif, kolam maturasi, dan kolam
anaerob. kelebihan kolam ini yaitu:
1)

Beban BOD pada kadar rendah dapat menghasilkan kualitas efluen

sehingga 97 %.
2) Alga yang hidup dalam kolam mempunyai potensi sebagai sumber protein
yang tinggi dan dapat digunakan untuk perikanan. Ikan dapat dibiakkan
dalam kolam maturasi.
3).Pengoperasiannya mudah. Kebutuhan pengoperasiannya minimum.
Kekurangan kolam pengoksidaan seperti berikut:
1) Kolam pengoksidaan ini untuk mengalirkan efluen dengan kepekatan
suspended solis (SS) dan BOD yang tinggi
2) Pengeluaran bau yang busuk mengganggu penduduk yang tinggal di sekitar
kolam ini. Hal ini terjadi jika tidak ada cahaya matahari (ketika hujan dan
waktu malam).

14

3).Untuk membuat kolam pengoksidaan diperlukan kawasan yang luas jika


dibandingkan dengan sistem konvensional yang lain. Sehingga tidak sesuai
jika dibuat di kawasan yang tanahnya mahal. (Hamdiyanti, Yanti)
e. Parit oksidasi (Oxidation Ditch)
Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, axidation ditch
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai
85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.
Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%).
f. Perabukan Cairan
Merupakan suatu proses penanganan limbah organik yang pekat secara
aerobik dimana energi yang berasal dari oksidasi limbah dilakukan oleh
mikroorganisme dihasilkan pada suhu operasi yang dinaikkan. Naiknya suhu akan
menyebabkan : kekentalan padatan total tertinggi menurun (di bawah kondisi
aerob), meningkatkan laju reaksi oleh mikroorganisme dan membantu
menghasilkan stabilitas bahan organik yang cepat dan detuksi patogen.
Keberhasilan proses perabukan cairan ditentukan oleh aerob yang dapat
memindahkan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dari
campuran cairan yang pekat. Proses ini digunakan pada rabuk sapi, babi dan susu.
h. Kontraktor biologik berputar (Rotating biological contractor)
Analog dengan rotating trickling filter/penyaring menetes berputar. Digunakan
antara lain untuk menangani limbah kota, air limbah yang berasal dari industri

15

pengemasan daging, susu dan keju, minuman keras dan anggur, produksi babi dan
unggas, pengolahan sayuran dan indutri perekat dan kertas
2. Proses Pengolahan Secara Anaerobik
Proses anaerobik adalah :
a. fermentasi dalam stadia asam
b. regresi dalam stadia asam
c. fermentasi dalam stadia basa
Prinsip proses pengolahan secara anaerobik adalah menghilangkan atau
mendegradasi bahan karbon organik dalam limbah cair atau sludge. Keuntungan
proses secara anaerobik adalah tidak membutuhkan energi untuk aerasi, lumpur atau
sludge yang dihasilkan sedikit, polutan yang berupa bahan organik (misalnya :
polisakarida, protein dan lemak) hampir semuanya dikonversi ke bentuk gas metan
(biogas) yang memiliki nilai kalor cukup tinggi. Sedangkan kelemahan proses
pengolahan cara anaerobik adalah pada kemampuan pertumbuhan bakteri metan yang
sangat rendah, sehingga membutuhkan waktu yang lebih panjang antara dua sampai
lima hari untuk penggandaannya, sehingga diperlukan reaktor yang bervolume cukup
besar.
Proses degradasi dalam pengolahan secara anaerobik tersebut dibagi dalam
beberapa tahap, yaitu:
a. Hidrolisi molekul organik polimer .
b. Fermentasi gula dan asam amino.
c. B oksidasi anaerobik asam lemak rantai panjang dan alkohol.

16

d. Oksidasi anaerobik produk antara seperti asam lemak (kecuali asam asetat).
e. Dekarboksilasi asam asetat menjadi metan.
f. Oksidasi hidrogen menjadi metan.
Kecepatan degradasi biopolimer tergantung pada jumlah jenis bakteri yang
ada dalam reaktor, efisiensi dalam mengubah substrat dengan kondisi-kondisi waktu
tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan pH di dalam
bioreaktor. Jika substrat yang mudah larut dominan, reaksi substrat dengan kondisi
seperti waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan
pH yang terjadi di dalam bioreaktor maka reaksi kecepatan terbatas, akan cenderung
membentuk metan dari asam asetat dan dari asam lemak dengan kondisi stabil atau
steady state. Faktor lain yang mempengaruhi proses antara lain waktu tinggal atau
lamanya substrat berada dalam suatu reaktor sebelum dikeluarkan sebagai sebagai
supernatan atau digested sludge (efluen). Minimum waktu tinggal harus lebih besar
dari waktu generasi metan sendiri, supaya mikroorganisme didalam reaktor tidak
keluar dari reaktor atau wash out.
Penanganan limbah secara anaerobik ada 4 jenis proses, yaitu :
1). Cara Konvensional
2.) Proses Dua Tahap
3). Proses Dua Tahap dengan Daur Ulang Padatan
4). Proses Menggunakan Saringan Anaerobik (Loehr, 1977)
Contoh pengolahan secara aerobik antara lain : lagun anaerobik, digester dan filter
anaerobik.

17

3.

Bioremediasi
Bioremediasi merupakan suatu teknologi inovatif pengolahan limbah, yang dapat

menjadi teknologi alternatif dalam menangani pencemaran yang diakibatkan oleh


kegiatan pertambangan di Indonesia. Bioremediasi ini teknik penanganan limbah atau
pemulihan lingkungan, dengan biaya operasi yang relatif murah, serta ramah dan
aman bagi lingkungan. Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah
dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau
tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ada dua jenis bioremediasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan
lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara
bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah yang
tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol,
kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba. Bioremediasi exsitu dapat berlangsung lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis
tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi
in-situ.
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
a. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan
penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb

18

b. Inokulasi

(penanaman)

mikroorganisme

di

lokasi

tercemar,

yaitu

mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus


c. Penerapan immobilized enzymes
d. Penggunaan

tanaman

(phytoremediation)

untuk

menghilangkan

atau

mengubah pencemar.
2.1.3 Standar baku Mutu Limbah dan Perundang undangannya
Peraturan pemerintah RI No. 85 tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang pengolahan limbah berbahaya dan beracun
menetapkan bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap
mampu menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, bahwa dengan
meningkatnya pembangunan di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang
industri, semakin meningkat pula jumlah limbah yang dihasilkan termasuk yang
berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan
manusia.
Mengubah ketentuan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
sebagai berikut: a) Pasal 6 (limbah B3 dapat diidentifikasikan menurut sumber dan
atau uji karakteristik dan atau uji toksikologi); b) Pasal 7 (Jenis limbah B3 menurut
sumbernya meliputi: Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; Limbah B3 dari sumber
spesifik; serta Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan,
dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Perincian dari masing-masing
jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum dalam lampiran

19

Peraturan Pemerintah ini. Hal ini pun tercantum dalan Undang Undang No 32
Tahun 2009.
Uji karakteristik limbah B3 meliputi: mudah meledak; mudah terbakar; dan
bersifat reaktif; beracun; menyebabkan infeksi; dan bersifat korosif. Pengujian
toksikologi untuk menentukan sifat akut dan atau kronik. Daftar limbah dengan kode
limbah D220, D221, D222, dan D223 dapat dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan
uji karakteristik dan atau uji toksikologi, serta c) Pasal 8 (Limbah yang dihasilkan
dari kegiatan yang tidak termasuk dalam Lampiran , Tabel 2 Peraturan Pemerintah
ini, apabila terbukti memenuhi pasal 7 ayat (3) dan atau (4) maka limbah tersebut
merupakan limbah B3 serta Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam
Lampiran , Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini dapat dikeluarkan dari daftar tersebut
oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa
limbah tersebut bukan limbah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi
yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis, lembaga
penelitian terkait dan penghasil limbah. Pembuktian secara ilmiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan: uji karakteristik limbah B3; uji
toksikologi; dan atau hasil studi yang menyimpulkan bahwa limbah yang dihasilkan
tidak menimbulkan pencemaran dan gangguan kesehatan terhadap manusia dan
makhluk hidup lainnya. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) akan ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah
berkoordinasi dengan instansi teknis dan lembaga penelitian terkait (Alamsyah ;
2008).

20

a. Suhu
Suhu adalah temperatur air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri ,
suhu menjadi parameter yang penting. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan
viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi selain itu juga menyebabkan
penurunan kelarutan gas dalam air, misal O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya
(Haslam, 1995 dalam Alamsyah ; 2008).
Peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga
keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi
organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003
dalam alamsyah ; 2008). Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk parameter
suhu adalah maksimum 30oc.
b. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang
dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan buangan
dalam air (Fardiaz, 1992 dalam alamsyah ; 2008) atau merupakan suatu nilai empiris
yang mendekati secara global terjadinya proses penguraian bahan-bahan yang
terdapat dalam air dan sebagai hasil dari proses oksidasi tersebut akan terbentuk CO2,
air, dan NH3 (Alaert, 1987 dalam Alamsyah ; 2008). BOD merupakan parameter
utama dalam menentukan tingkat pencemaran perairan, dan tingkat pencemaran
berdasarkan nilai BOD disajikan pada Tabel 1 berikut ini:

21

Tabel 1. Tingkat Pencemaran Berdasarkan Nilai BOD


Nilai BOD (mg/l)

Tingkat pencemaran

< 200
200-350
350-750
>750

Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1/1998


Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk parameter BOD adalah
maksimum 50 mg/l.
c. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh bahan oksidan (misal: Kalium Dikromat) untuk menguraikan bahan organic
(Fardiaz, 1992). Uji COD sebagai alternatif uji penguraian beberapa komponen yang
stabil terhadap reaksi biologi atau tidak dapat diurai/dioksidasi oleh mikroorganisme.

22

Tabel 2. Tingkat Pencemaran Berdasarkan Nilai COD


Nilai COD (mg/l)

Tingkat pencemaran

< 400
400-700
700-1500
>1500

Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1/1998


Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk parameter COD adalah
maksimum 100 mg/l.
d. TSS (Total Suspended Solid)
TSS (Total Suspended Solid) adalah besaran total dari seluruh padatan dalam
cairan atau banyaknya partikel yang berukuran lebih besar dari 1 m yang tersuspensi
dalam suatu kolom air (Anderson, 1961), menurut Effendi (2003) TSS adalah bahanbahan tersuspensi dengan diameter > 1 m yang tertahan pada saringan millipore
dengan diameter pori 0,45 m. Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk
parameter TSS adalah maksimum 100 mg/l.
e. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan suatu ukuran konsentrasi ion Hidrogen dan
menuju suasana air tersebut bereaksi asam/basa (Pescod, 1973 dalam alamsyah ;
2008). Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk parameter pH adalah berkisar
antara 6,09,0.

23

f. NH3N (Ammonia bebas)


Ammonia di perairan berasal dari hasil dekomposisi nitrogen organic (protein
dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal
dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh
mikroba dan jamur (Effendi, 2003).
Ammonia bebas dan klorin bebas akan saling bereaksi dan membentuk
hubungan yang antagonis (Warren, 1971). Baku mutu limbah cair industri atau usaha
untuk parameter NH3N (ammonia bebas) adalah maksimum 0,5 mg/l.
g. Fosfat
Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat)
dan senyawa organik yang berupa partikulat (Effendi, 2003). Fosfat adalah bentuk
fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan merupakan salah satu unsur penting
yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, manusia, binatang maupun tumbuhan
walaupun dalam kadar yang berbeda satu sama lainnya, kegunaannya antara lain
adalah untuk mengaktifkan bekerjanya beberapa enzim penting untuk tubuh mahluk
hidup ATP (Adenosin Triphosphate) dan ADP (Adenosin Diphophate). Secara alami
fosfat juga diproduksi dan dikeluarkan oleh manusia/binatang dalam bentuk air seni
dan tinja, sehingga fosfat juga akan terdeteksi pada air limbah yang dikeluarkan
industri atau usaha (Suriawiria, 2003).
Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau detergen, bahan industri
keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis, dan sebagainya.

24

Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan ikan (Effendi, 2003). Baku
mutu limbah cair industri atau usaha untuk parameter Fosfat Total adalah maksimum
2 mg/l.
h. Total Bakteri
Kelompok bakteri ecoliform merupakan kelompok bakteri yang dapat
digunakan sebagai bakteri indikator untuk mengukur kadar pencemaran perairan
karena memenuhi sebagian besar kriteria bakteri indikator yang ditetapkan oleh
National Academy of Sciences USA (Timotius dan Prasetyo, 1984 dalam Ruyitno,
1997). Bakteri coliform total merupakan perhitungan dari banyaknya koloni bakteri
Escherichia, Citobacter, Klebsiella, dan Enterobacter yang terdapat pada membran
filter setelah dibiakkan selama 1824 jam di inkubator. Beberapa satuan jumlah yang
digunakan untuk menentukan kuantitas bakteri adalah jumlah sel, MPN (Most
Probable Number), dan PFU (Plaque-Forming Unit) (Yates, 1992 dalam Alamsyah :
2007).
Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk parameter Kuman Golongan
Koli adalah maksimum 10.000 koloni/ 100 ml air limbah.
i. Logam Berat

Industri atau usaha pada umumnya menggunakan beberapa bahan yang


mengandung logam berat pada beberapa unit kerja di industri atau usaha sebagai
bahan pemeriksaan atau bahan penunjang lainnya seperti adanya kandungan bahan
Perak dan Bromium pada proses pencucian film X Ray/Rentgent, beberapa reagent
pada pemeriksaan laboratorium klinik dan sebagai bahan tambalan gigi. Adanya

25

kandungan logam berat pada badan air atau makanan yang dikonsumsi anusia/hewan,
tidak secara langsung menyebabkan kerugian bagi manusia/hewan tersebut, karena
beberapa unsur logam berat memang dibutuhkan oleh manusia/hewan untuk
kesempurnaan hidupnya seperti unsur tembaga, besi, kobalt, magnesium, mangan,
dan seng . Pada tumbuhan, termasuk algae, tembaga (Cu) berperan sebagai penyusun
plastocyanin yang berfungsi dalam transpor elektron dalam proses fotosintesis.
Seng (Zn) termasuk unsur yang esensial bagi mahluk hidup, yakni berfungsi
untuk membantu kerja enzim, selain itu seng juga diperlukan dalam proses
fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan
protein.
Beberapa unsur logam berat memang harus diwaspadai keberadaannya karena
memang sangat berbahaya terutama bagi manusia walaupun logam berat tidak
dimasukkan sebagai parameter uji kualitas air limbah industri atau usaha. (Anonim)

26

Tabel 3. BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI


No.

Parameter

Satuan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

pH
TSS
BOD
COD
Sulfida
Amonia (NH3-N)
Fenol
Minyak & Lemak
MBAS
Kadmium
Krom Heksavalen (Cr6+)
Krom total (Cr)
Tembaga (Cu)
Timbal (Pb)
Nikel (Ni)
Seng (Zn)
Kekeruhan

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU

Kadar Maksimum
69
150
50
100
1
20
1
15
10
0,1
0,5
1
2
1
0,5
0,5
25

Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1/1998


Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
2.1.4 Pengaruh Limbah cair
Pada umumnya zat sisa yang tidak bisa diolah dengan baik dan dilepas
kelingkungan begitu saja akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan itu
sendiri. Oleh karenanya manusia sebagai penentu kebijakan harus menjaga
kelestarian alam dengan langkah langkah yang bijak. Banyak orang yang hanya
dapt memanfaatkan alam dengan sebesar besarnya tanpa memlindungi alam itu
sendiri. Pemgbuangan limbah yang tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat
menimbulkan gangguan bagi lingkungan dan juga manusia itu sendiri. Gangguan
yang dapat ditimbulkan misalnya rusak lingkungan, kestabilan ekosistem terganggu,

27

kondisi lingkungan yang buruk dari nilai estetika hingga menimbulkan gangguan
kesehatan pada manusia. Begitu pentingnya pengolahan limbah cair agar tidak
berdampak buruk bagi lingkungan dan manusia.
Usaha pencucian motor yang kian menjamur karena prospek yang dapat
menguntungkan pun harus memiliki SPAL untuk dapat mempertahankan kelestarian
lingkungan. Usaha pencucian motor menghasilkan zat zat kimia yang tidak bisa
diuraikan oleh tanah bahkan merusak kesuburan tanah. Limbah cair yang dihasilkan
oleh usah pencucian motor ini dari bilasan air pencucian motor dalam beberapa tahap
dengan sifat sifat yang dihasilakan berupa kekeruahan , pH, padatan organik dan
bahan kimia. Oleh karenanya diharuskan untk menggunakan SPAL dengan sistem
pemisahan endapan zat (Sugiharto : 1987)
2.1.5 Dampak limbah cair terhadap kesehatan
Limbah cair yang dilepaskan begitu saja akan sangat berbahaya bagi
kesehatan karena dapat membawa penyakit yang ditularkan. Pada umumnya limbah
cair bersifat pembawa penyakit dan menimbulkan penyakit jika terjadi kontaminasi.
Banyak pula bakteri dan virus yang dibawa oleh limbah cair ini diantaranya :
1. Virus ; menyebabkan penyakit polio hepatitis dan myelitis. (Sugiharto ; 1987)
2. Vibrio kolera ; menyebabkan penyakit kolera. (Sugiharto ; 1987)
3. Salmonella typosa ; merupakan penyebab tifus abdonimalis (Sugiharto ; 1987)
4. Shigellar Spp ; penyebab disentri bacsillar dan banyak terdapat dalam air yang
tercemar. (Sugiharto ; 1987)

28

5. Basillus anthraksis ; penyebab penyakit antraks dan terdapat pada air limbah
dan spora tahan pada pengolahannya. (Sugiharto ; 1987)
6. Skistosoma Spp ; penyebab penyakit skistosomiasis, akan tetapi daoat
dimatikan pada saat melewati pengolahan limbah cair. (Sugiharto ; 1987)
2.1.6 Dampak limbah cair terhadap kehidupan biotik
Banyaknya zat kimia yang berada di limbah cair akan dapat menurunkan
kadar oksigen yang terlarut dalam limbah tersebut. Dengan demikian akan dapat
mempengaruhi kehiduapan biotik di alam.
Apabila limbah cair mencemari lingkungan yang banyak dengan kehidupan
biotik misalnya sungai dan juga tanah makan akan menyebabkan kematian bagi
kehidupan biotik, misalnya akan mematikan bakteri dan juga ikan ikan yang ada di
sungai.
Banyak bakteri yang bermanfaat bagi lingkungan yaitu untuk membantu
proses penguraian dalam tanah sehingga tanah menjadi subur. Jika kehidupan mereka
terganggu maka akan dapat mempengaruhi populasi mereka. Jika mereka semua
musnah maka proses penguraian tidak akan berjalan lancar dan tidak akan terjadi
proses penyuburan tanah secara alami. Oleh karenanya limbah cair sangat berbahaya
apabila dilepas begitu saja ke alam tanpa proses pengolahan terlebih dahulu.

29

2.1.7 Dampak limbah cair terhadap keindahan


Beberapa sifat yang ditimbulakan oleh limbah cair adalah pH, kekeruhan,
suhu , bau busuk dan juga kotor (Sugiharto :1987). Dari sifat fisik tersebut dapat
mengganggu nilai estetika lingkungan. Bau busuk yang ditimbulkan oleh limbah cair
dapt mengganggu indera penciuman kita dan membuat kita tidak menyukai
lingkungan lagi.
Selain itu kandungan zat kimia yang ada dapat menghambat pertumbuhan
tanaman misalnya pepohonan dan juga bunga sehingga dapat mengganggu nilai
keindahan tumbuhan yang ktia tanam. Selain itu limbah yang dibiarkan begitu saja
akan menyebabkan lingkungan terlihat kotor dan jorok sehingga membuat kita tidak
nyaman memandang lingkungan dan kotor dan seperti biasa hal ini mengurangi nilai
estetika dan keindahan lingkungan sekitar.

30

2.2 Kerangka berpikir


2.2.1 Kerangka teori
Pencemaran Lingkungan

Tidak Melebihi NAB

Parameter Biologi :
Bakteri

Melebihi NAB

Parameter Fisik :
kekeruhan dan Suhu

Parameter Kimia :
BOD dan pH

Kualitas Limbah Cair

Limbah Padat

Limbah cair

Pencucian Motor

Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti

Limbah Gas

31

2.2.2 Kerangka Konsep

Kekeruhan

Suhu

KUALITAS
LIMBAH CAIR
PENCUCIAN
MOTOR

pH

BOD

Keterangan :
= indikator penelitian atau variabel variabel yang diteliti
= tujuan penelitian

Anda mungkin juga menyukai