PENDAHULUAN
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tuberkulosis paru?
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari tuberkulosis paru?
3. Untuk mengetaui bagaimana patofisiologi dari tuberkulosis paru?
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi dari tuberkulosis paru?
5. Untuk mengetahui apa saja kompliksa dari tuberkulosis paru?
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari tuberkulosis
paru?
7. Untuk apa saja pemeriksaan medis dari tuberkulosis paru?
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tuberculosis paru?
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah dan asuhan keperawatan ini adalah untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, khususnya mahasiswa
STIKES Eka Harap Palangka Raya agar dapat mengetahui tentang
bagaimana Tuberkulosis Paru ini sendiri.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini
akan mati atau dibersihkan oleh makrofag kewar dari cabang trakea bronchial
bersama gerakan silia dalam sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru,
maka akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Disini kuman dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Bila, masukke arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga
diikuti pembesaran kelenjar getah bening virus. Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu.
Kuman menyebar melalui jalan napas ke alveoli, di mana pada daerah
tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebarannya dapat
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebri) dan area lain dari paru-paru. Kemudian sistem kekebalan
tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag
memfagositosis bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberkulosis
menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
(Somantri, 2009: 67).
2.4 Manifestasi Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik.
2.4.1
Gejala respiratorik
1. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2.
Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
3.
4.
2.4.2
pendek.
Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
2.5 Kompliksai
Menurut Sudoyo (2009: 2238), penyakit tuberkulosis paru bila tidak
ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi
atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
2.5.1 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncets
2.5.2
arthropathy.
Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas, SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
Pemeriksaan CT-Scan
Menurut Muttaqin (2008: 92), dilakukan untuk menemukan
hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya
gambaran garis-garis fibrotik irreguler, kalsifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkovaskular, bronkhiektasis, dan
emfisema. Pemeriksaan CT-Scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada
pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
2.6.3
Pemeriksaan Darah
Menurut Sudoyo (2009: 2235), pada saat tuberkulosis baru mulai
(aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.
Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. LED mulai
turun ke arah normal lagi
2.6.4
Pemeriksaan Sputum
Menurut Sudoyo (2009: 2236), pemeriksaan sputum adalah penting
karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah
8
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan)
(Muttaqin, 2008: 80).
Pengobatan dilakukan dengan pengawasan yang ketat, disebut DOTS
(Directly Observed Treatment Short course). DOTS yang direkomendasikan
WHO terdiri dari lima komponen yaitu (Muttaqin, 2008: 80).
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
2.
sarana tersebut.
Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek di bawah
pengawasan langsung PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di
4.
5.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Setiadi, 2012: 10).
3.1.1 Identitas Klien
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang semua umur, mulai dari
anak-anak sampai dengan orang dewasa. Biasanya timbul di lingkungan
rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan cahaya
matahari masuk kedalam rumah. Dari aspek sosioekonomi, penyakit
tuberkulosis paru sering diserita oleh klien dari golongan ekonomi
menengah kebawah (Somantri, 2009: 68).
10
3.1.2
darah.
Batuk darah, pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan
utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini
disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan
nafas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-
c.
bercak darah.
Sesak nafas, ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
d.
2.
3.1.3
11
influenza karena keluhan demam dan batuk merupakan gejala awal dari
TB paru. Tanyakan apakah batuk disertai sputum yang kental atau tidak,
serta apakah klien mampu untuk melakukan batuk efektif untuk
mengeluarkan sekret yang menempel pada jalan napas.
Apabila keluhan utama adalah batuk darah, maka perlu ditanyakan
kembali berapa banyak darah yang keluar. Batuk darah terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah, berat dan ringannya batuk darah yang timbul
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah
tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga
dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus.
Tabrani Rab (1998) dalam Muttaqin (2008: 85), mengklasifikasikan
batuk darah berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan.
a. Batuk darah masif. Darah yang dikeluarkan adalah lebih dari 600
b.
c.
cc/24 jam.
Batuk darah sedang. Darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.
Batuk darah ringan. Darah yang di keluarkan kurang dari 250 cc/24
d.
jam.
Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, maka perawat perlu
mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara
sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pernapasan
3.1.4
12
erat dengan proses penyembuha penyakit serta adanya anoreksia dan mual
3.1.5
3.1.6
13
yang
membaut
penderitanya
mengalami
14
sakit.
Penting
mendokumentasikan
bagi
hasil
perawat
auskultasi
pemeriksa
untuk
di
mana
daerah
sakit.
B2 (Blood)
Inspeksi, tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
Palpasi, denyut nadi perifer melemah. Perkusi, batas jantung
mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masif
yang mendorong ke sisi sehat. Auskultasi, tekanan darah biasanya
c.
d.
e.
f.
B6 (Bone)
15
edema trakea/faring.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
3.
4.
16
3.4 Intervensi
No.
1.
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan
Intervensi
Rasional
1. Kaji fungsi respirasi misalnya suara napas, 1. Adanya perubahan
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
efektif.
Dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan
bahwa batuk
berkurang/hilang,
tidak ada sesak dan
sekret berkurang.
2. Suara napas normal (
menjadikan timbulnya
kongesti berlebihan
vesikular )
3. Frekuensi napas 16-
kontraindikasi.
6. Berikan oksigen udara inspirasi yang
20 x/menit
4. Tidak ada dispnea
lembab.
7. Berikan pengobatan sesuai indikasi.
8. Berikan agen anti-infeksi.
pada saluran
pernapasan.
3. Posisi semi fowler
memberikan
kesempatan paru-paru
berkembang secara
17
maksimal akibat
diagpragma turun
kebawah. Batuk efektif
mempermudah
ekspektorasi mukus.
4. Klien dalam kondisi
sesak cenderung untuk
bernapas melalui mulut
yang pada akhirnya jika
tidak ditindak lanjuti
akan mengakibatkan
stomatitis.
5. Air digunakan untuk
menggantikan
keseimbangan cairan
tubuh akibat cairan
banyak keluar melalui
pernapasan, air hangat
mempermudah
mengencerkan mukus
melalui proses kondisi
18
yang mengakibatkan
arteri pada area sekitar
leher bervasodilatasi
dan mempermudah
cairan dalam pembuluh
darah dapat diikat oleh
mukus atau sekret.
6. Berfungsi
meningkatkan kadar
tekanan potensia
oksigen dan saturasi
oksigen dalam darah.
7. Berfungsi untuk
mengencerkan dahak.
8. Meningkatkan atau
memperlebar salurn
udara.
9. Mempertebal dinding
saluran udara
(bronkus).
10.
Menurunnya
keaktifan dari
19
mikroorganisme,
sehingga dapat
menurunkan respons
implamasi dan nantinya
berefek pada
menurunnya produksi
2.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
untuk menentukan
rencana tindakan
keseimbangan nutrisi
lanjutan setelah
terjaga.
tindakan yang
Kriteria hasil :
1. Perasaan mual
hilang/berkurang.
2. Klien mengatakan
nafsu makan
meningkat.
3. Berat badan klien
tidak mengalami
penurunan drastis
sekret.
1. Menjadi data fokus
ada kontraindikasi.
5. Anjurkan kepada ahli gizi untuk
menentukan komposisi diet.
6. Monitor pemeriksaan laboratorium, misal
BUN, serum protein dan albumin.
7. Berikan vitamin atas indikasi.
laboratorium
menyatakan protien
meningkatkan intake
darah/albumin darah
dalam rentang
normal.
penyembuhan.
5. Menentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat bagi
klien.
6. Mengontrol keefektifan
tindakan terutama
dengan tindakan kadar
protein darah.
7. Meningkatkan kondisi
tubuh akan kebutuhan
vitamin dan nafsu
makan klien.
21
3.
Setelah dilakukan
1. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan
adekuatnya mekanisme
masalah klien
pertahanan.
walaupun pasien
inaktif, tidak berarti
tubuh klien sudah
terbebas dari kuman
tuberkolosis.
2. Mengurangi resiko
anggota keluarga untuk
tertular penyakit yang
sama dengan klien.
3. Penyimpanan sputum
pada wadah yang
terdesinfeksi akan
mengurangi
penyebaran, sedangkan
penggunaan masker
dapat meminimalisasi
penyebaran infeksi
22
doplet.
4. Peningkatan suhu
menandakan terjadinya
infeksi sekunder.
5. Penghentian terapi
mengakibatkan
pegobatan berulang
dari awal dan
mengakibatkan
resistensi bakteri.
6. Makanan seimbang
akan meningkatkan
mekanisme tubuh untuk
penyembuhan.
7. Berfungsi untuk
menonaktifkan/memati
kan virulensi dari
bakteri.
8. Sebagai data untuk
melihat efektifitas dari
terapi.
23
3.5 Inplementasi
1.
2.
3.
4.
5.
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
Dokumentasi intervensi dan respon klien (Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
3.6 Evaluasi
1. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan Intervensi)
harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah
tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
2. Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah :
3.
Tujuan tercapai
4.
5.
24
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Tuberkolosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini juga menyebar kebagian tubuh lain seperti menigen, ginjal tulang, dan
nodul limfe.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri dan menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil
tuberkulosis. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, tuberkulosis menjadi
salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam
MDGs (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,30,6/m. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau
fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan
banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu
apikal/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit teberkulosis.
4.2 Saran
Setelah membaca dan memahami isi makalah dan auhan keperawatan
ini, diharapkan perawat, mahasiswa calon perawat atau para pembaca bisa
mempelajari dan mengetahui apakah yang dimaksud dengan keluarga
pasangan baru.
Semoga makalah dan asuhan keperawatan ini bermanfaat dan
senantiasa mengalami
25
DAFTAR PUSTAKA
26