Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman sekarang yang semakin modern, masih banyak masyarakat
yang menderita gangguan kesehatan pada sistem pernapasan. Masalah
tersebut pun banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstrinsik maupun
intrinsik. Semakin kurangnya kepedulian masyarakat terhadap keadaan
lingkungan di sekitarnya juga menjadi salah satu faktor pemicu banyaknya
gangguan kesehatan yang dialami oleh masyarakat saat ini terutama pada
sistem pernapasan. Salah satu masalah kesehatan pada sistem pernapasan
yang masih marak terjadi di tengah-tengah kehidupan modern saat ini yaitu
tuberkulosis paru. Masalah ini juga masih menjadi perhatian global karena
menduduki peringkat kedua sebagai salah satu penyebab kematian terbanyak
setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tuberkulosis paru (TB)
adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada
manusia yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit
ini paling banyak menyerang sistem pernapasan.
Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan
sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5 (Djojodibroto,
2009; 153). Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3
sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun 2012
turun ke peringkat ke-4 dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1
tahun Kementerian Kesehatan. Pada Global Report WHO 2010, didapat data
TB Indonesia, total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus,
dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TB
BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB Extra Paru, 3.709 adalah kasus TB
kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh
(retreatment). (WHO 2014, http://www.ppti.info/2012/09/tbc-di-indonesiaperingkat-ke-5.html). Angka keberhasilan pengobatan yang distandarkan oleh
WHO yaitu minimal 85%. Pencapaian Success Rate (SR) pada tingkat
1

provinsi menunjukkan bahwa terdapat 23 provinsi memiliki capaian melebihi


target minimal WHO sebesar 85%. Berdasarkan data tersebut, didapatkan
bahwa provinsi Kalimantan Tengah masih belum mencapai target WHO
karena baru mencapai keberhasilan sebesar 81,2% (Kementerian Kesehatan,
2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
menjadi fokus pembahasan yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apa yang dimaksud dengan tuberkulosis paru?


Apa saja etiologi dari tuberkulosis paru?
Bagaimana patofisiologi dari tuberkulosis paru?
Apa saja manifestasi dari tuberkulosis paru?
Apa saja kompliksa dari tuberkulosis paru?
Apa saja pemeriksaan diagnostik dari tuberkulosis paru?
Apa saja pemeriksaan medis dari tuberkulosis paru?
Bagaimana asuhan keperawatan tuberculosis?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah agar perawat atau pembaca dapat
mengetahui dan memahami tentang Tuberkulosis Paru yang dibahas pada
makalah dan asuhan keperawatan ini.
1.3.2

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tuberkulosis paru?
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari tuberkulosis paru?
3. Untuk mengetaui bagaimana patofisiologi dari tuberkulosis paru?
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi dari tuberkulosis paru?
5. Untuk mengetahui apa saja kompliksa dari tuberkulosis paru?
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari tuberkulosis

paru?
7. Untuk apa saja pemeriksaan medis dari tuberkulosis paru?
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tuberculosis paru?
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah dan asuhan keperawatan ini adalah untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, khususnya mahasiswa
STIKES Eka Harap Palangka Raya agar dapat mengetahui tentang
bagaimana Tuberkulosis Paru ini sendiri.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Tuberkolosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang


parenkim paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini juga menyebar kebagian tubuh lain seperti menigen, ginjal tulang, dan
nodul limfe.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri dan menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil
tuberkulosis. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, tuberkulosis menjadi
salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam
MDGs (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Menurut Price (2003: 852),
tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosa yang merupakan kuman batang aerobik dan
tahan asam dan dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit.
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis
paru adalah penyakit infeksi pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis, yang dapat menyebabkan peradangan
pada parenkim paru sehingga dapat menimbulkan berbagai keluhan
respiratorius mau pun keluhan sistemis tubuh (seperti demam, berkeringat
malam, anoreksia, penurunan BB, malaise, dll) dan transmisi utama
penyebarannya adalah melalui udara karena dapat menular melalui droplet
orang yang telah terinfeksi.
2.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,30,6/m. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau
fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan
banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu
apikal/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit teberkulosis.

Kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang


membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA). Kuman ini dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es),
hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Sifat lain dari
kuman ini adalah aerob, menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga menjadi
tenpat predileksi penyakit tuberkulosis (Sudoyo, 2009: 2232). Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human
dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bias berada di bercak ludah
(droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru (Kusuma ed., 2013:
561).
Dapat disimpulkan bahwa penyebab dari tuberkulosis paru yaitu kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini memiliki berbagai sifat yaitu basil
ini disebut juga basil tahan asam karena struktur utamanya sebagian besar
terdiri atas lemak/lipid yang membuatnya tahan terhadap asam, kuman ini
juga dapat hidup dalam lingkungan yang dingin mau pun kering karena
bakteri ini memiliki sifat dormant, sifat lainnya yaitu aerob karena kuman ini
sangat menyukai daerah yang kaya akan oksigen seperti di bagian
apikal/apeks paru.
2.3 Patofisiologi
Penyebab tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaman. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulanbulan. BCG partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman akan dihadapi pertama

kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini
akan mati atau dibersihkan oleh makrofag kewar dari cabang trakea bronchial
bersama gerakan silia dalam sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru,
maka akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Disini kuman dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Bila, masukke arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga
diikuti pembesaran kelenjar getah bening virus. Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu.
Kuman menyebar melalui jalan napas ke alveoli, di mana pada daerah
tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebarannya dapat
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebri) dan area lain dari paru-paru. Kemudian sistem kekebalan
tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag
memfagositosis bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberkulosis
menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
(Somantri, 2009: 67).
2.4 Manifestasi Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik.
2.4.1

Gejala respiratorik
1. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2.

Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung

3.

dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.


Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,

4.

2.4.2

pneumothorax, anemia dan lain-lain.


Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.


Gejala sistemik
1. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
2.

pendek.
Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.

2.5 Kompliksai
Menurut Sudoyo (2009: 2238), penyakit tuberkulosis paru bila tidak
ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi
atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
2.5.1 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncets
2.5.2

arthropathy.
Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas, SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


2.6.1 Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Menurut Muttaqin (2008: 89), pada hasil pemeriksaan ini sering
didapatkan adanya suatu lesi. Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna
untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe
keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT.
Gambaran radiologis yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru /pleura
(pneumotoraks). Pada suatu foto dada sering didapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat,
garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (sklerotik/non sklerotik) maupun
atelektasis dan emfisema
2.6.2

Pemeriksaan CT-Scan
Menurut Muttaqin (2008: 92), dilakukan untuk menemukan
hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya
gambaran garis-garis fibrotik irreguler, kalsifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkovaskular, bronkhiektasis, dan
emfisema. Pemeriksaan CT-Scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada
pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.

2.6.3

Pemeriksaan Darah
Menurut Sudoyo (2009: 2235), pada saat tuberkulosis baru mulai
(aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.
Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. LED mulai
turun ke arah normal lagi

2.6.4

Pemeriksaan Sputum
Menurut Sudoyo (2009: 2236), pemeriksaan sputum adalah penting
karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah
8

dapat dipastikan. Kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum,


terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non-produktif. Dalam
hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien
dianjurkan minum air sebanyak 2 L dan diajarkan melakukan refleks
batuk. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan
biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan
bronkus, jaringan paru pleura, cairan pleura, caira lambung, jaringan
kelenjar, cairan serebrospinal, urine, dan tinja.
2.7 Pemeriksaan Medis
Menurut Djojodibroto (2009: 167), tujuan Program Pemberantasan TB
paru (P2TB-paru) adalah untuk memutus rantai penularan sehingga penyakit
tuberkulosis paru tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Pengobatan TB harus adekuat. Pengobatan TB memakan waktu
minimal 6 bulan. Dalam memberantas penyakit tuberkulosis, negara
mempunyai pedoman dalam pengobatan TB yang disebut Program
Pemberantasa TB (National Tuberculosis Programme).
Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen, hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat.
Obat anti tuberkulosis dibagi dalam dua golongan besar yaitu obat lini
pertama dan obat lini kedua. Yang termasuk obat lini pertama yaitu Isoniazid
(H), Ethambutol (E), Streptomisin (S), Pirazinamid (Z), Rifampisin (R), dan
Tioasetazon (T). Yang termasuk dalam obat lini kedua yaitu Etionamide,
Sikloserin, Amikasin, Kanamisin, Kapreomisin, Siprofloksasin, Ofloksasin,
Klofazimin, Rifabutin, dan PAS (Para Amino Salisilik). Obat lini kedua ini
untuk mengobati pasien HIV yang terinfeksi oleh multidrugs-resistant
tuberculosis (Djojodibroto, 2009: 165). Pengobatan tuberkulosis terbagi

menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan)
(Muttaqin, 2008: 80).
Pengobatan dilakukan dengan pengawasan yang ketat, disebut DOTS
(Directly Observed Treatment Short course). DOTS yang direkomendasikan
WHO terdiri dari lima komponen yaitu (Muttaqin, 2008: 80).
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
2.

dalam penanggulangan TB.


Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan

penunjang lainnya seperti pemeriksaan

radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki


3.

sarana tersebut.
Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek di bawah
pengawasan langsung PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di

4.
5.

mana penderita harus minum obat setiap hari.


Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
Pencatatan dan pelaporan yang baku.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Setiadi, 2012: 10).
3.1.1 Identitas Klien
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang semua umur, mulai dari
anak-anak sampai dengan orang dewasa. Biasanya timbul di lingkungan
rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan cahaya
matahari masuk kedalam rumah. Dari aspek sosioekonomi, penyakit
tuberkulosis paru sering diserita oleh klien dari golongan ekonomi
menengah kebawah (Somantri, 2009: 68).
10

3.1.2

Keluhan Utama (Muttaqin, 2008: 82).


1. Keluhan respiratoris, meliputi.
a. Batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan
batuk bersifat non-produktif/produktif atau sputum bercampur
b.

darah.
Batuk darah, pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan
utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini
disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan
nafas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-

c.

bercak darah.
Sesak nafas, ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,

d.
2.

pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.


Nyeri dada, pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala

ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.


Keluhan sistemis, meliputi.
a. Demam, biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam
influeza, hilang timbul dan semakin lama semakin panjang
serangan, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek, hilang
timbul dan semakin lama semakin panjang serangan, sedangkan
masa bebas serangan semakin pendek.
b. Keluhan sistemis lain, seperti keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya
bersifat dradual muncul dalam beberapa minggu-bulan. Akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak nafas dapat

3.1.3

juga timbul menyerupai gejala pneumonia.


Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien
hanya kata Ya atau Tidak atau hanya dengan anggukan dan gelengan
kepala. Apabila keluhn utama adalah batuk, maka perawat harus
menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk muncul (onset).
Tanyakan selama keluhan batuk muncul, apakah ada keluhan lain
seperti demam, keringat malam, atau menggil yang mirip dengan demam

11

influenza karena keluhan demam dan batuk merupakan gejala awal dari
TB paru. Tanyakan apakah batuk disertai sputum yang kental atau tidak,
serta apakah klien mampu untuk melakukan batuk efektif untuk
mengeluarkan sekret yang menempel pada jalan napas.
Apabila keluhan utama adalah batuk darah, maka perlu ditanyakan
kembali berapa banyak darah yang keluar. Batuk darah terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah, berat dan ringannya batuk darah yang timbul
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah
tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga
dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus.
Tabrani Rab (1998) dalam Muttaqin (2008: 85), mengklasifikasikan
batuk darah berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan.
a. Batuk darah masif. Darah yang dikeluarkan adalah lebih dari 600
b.
c.

cc/24 jam.
Batuk darah sedang. Darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.
Batuk darah ringan. Darah yang di keluarkan kurang dari 250 cc/24

d.

jam.
Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, maka perawat perlu
mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara
sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pernapasan

3.1.4

dan sistem kardiovaskular.


Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes melitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang bisa diminum oleh klien pada
masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan
antitusif. Catat adnya efek samping yang terjadi di masa lalu. Adanya
alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Sering
kali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih
dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam
bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan

12

erat dengan proses penyembuha penyakit serta adanya anoreksia dan mual
3.1.5

yang sering disebabkan karena meminum OAT.


Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota kelurga

3.1.6

lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.


Riwayat Psikososiospiritual
Pada kondisi klinis, klien dengan TB paru sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Perawat
juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien bertempat tinggal. Hal
ini penting, mengingat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang
bertempat tinggak di pemukiman padat dan kumuh karena populasi kuman
TB paru lebih mudah hidup di tempat yang kumuh dengan ventilasi dan
pencahayaan sinar matahari yang kurang. Klien TB paru kebanyakan
berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari

bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang penting.


3.1.7 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan
secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian
tubuh, perlu juga dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang
terdiri atas CM, apatis, somnolen, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut badi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
a. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Klien dengan
TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit
dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka
terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran

13

intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang


disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris,

yang

membaut

penderitanya

mengalami

penyempitan intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.


Batuk dan sputum. Saat pengkajian, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan
produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa
jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
2) Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea
menunjukkan penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru
yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks
akan mendorong posisi trakhea ke arah berlawanan dari sisi
sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan.
Gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang
antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan
dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru
dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa
adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring
arah distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat
dinding dada dalam getaran resonan, terutama pada bunyi
konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding
dada disebut Taktil Fremitus. Adanya penurunan taktil
fremitus biasanya ditemukan pada klien yang disertai
komplikasi efusi pleura masif.
3) Perkusi
Pada klien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pad seluruh lapang
paru. Pada klien TB paru yang disertai komplikasi seperti
efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga

14

pleura. Apabila disertai penumothoraks, maka didapatkan


bunyi hiperresonan.
4) Auskultasi
Didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi) pada sisi
yang

sakit.

Penting

mendokumentasikan

bagi
hasil

perawat
auskultasi

pemeriksa

untuk

di

mana

daerah

didapatkan adanya ronchi. Klien dengan TB paru yang


disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks
akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang
b.

sakit.
B2 (Blood)
Inspeksi, tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
Palpasi, denyut nadi perifer melemah. Perkusi, batas jantung
mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masif
yang mendorong ke sisi sehat. Auskultasi, tekanan darah biasanya

c.

normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.


B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata,
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan
hemaptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru

d.

dengan gangguan hati.


B4 (Bladder )
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga

e.

pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal.


B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami muntah, mual, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.

f.

B6 (Bone)

15

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan


TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, keletihan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak
teratur.
3.2 Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
viskous atau mengandung darah, fatigue, kemampuan batuk kurang,
2.

edema trakea/faring.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

3.

dengan perasaan mual, batuk produktif.


Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

4.

mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia/sekret statis.


Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan citra diri negatif tentang
penyakit, perasaan malu.

3.3 Prioritas Masalah


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
viskous atau mengandung darah, fatigue, kemampuan batuk kurang,
edema trakea/faring.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perasaan mual, batuk produktif.
3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
mekanisme pertahanan.

16

3.4 Intervensi
No.
1.

Diagnosa Keperawatan

Perencanaan
Intervensi
Rasional
1. Kaji fungsi respirasi misalnya suara napas, 1. Adanya perubahan

Bersihan jalan napas tidak efektif

Tujuan
Setelah dilakukan

berhubungan dengan sekret

tindakan keperawatan

jumlah, irama, dan kedalaman serta

kental, viskous atau mengandung

3x24 jam diharapkan

darah, fatigue, kemampuan batuk

jalan napas bersih dan

penggunaan otot napas tambahan.


2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan

kurang, edema trakea/faring.

efektif.
Dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan
bahwa batuk
berkurang/hilang,
tidak ada sesak dan
sekret berkurang.
2. Suara napas normal (

mukus/batuk secara efektif.


3. Atur posisi tidur semi atau high fowler.
Bantu klien untuk berlatih batuk secara
efektif dan tarik napas dalam.
4. Bersihkan sekresi dari dalam mulut dan
trakea, suction jika memungkinkan.
5. Berikan minum kurang lebih 2.500

funsi respirasi dan


penggunaan otot
tambahan menandakan
kondisi penyakit yang
masih harus
mendapatkn
penanganan penuh.
2. Ketidakmampuan
mengeluarkan mukus

ml/hari, anjurkan untuk diberikan dalam

menjadikan timbulnya

kondisi hangat jika tidak ada

kongesti berlebihan

vesikular )
3. Frekuensi napas 16-

kontraindikasi.
6. Berikan oksigen udara inspirasi yang

20 x/menit
4. Tidak ada dispnea

lembab.
7. Berikan pengobatan sesuai indikasi.
8. Berikan agen anti-infeksi.

pada saluran
pernapasan.
3. Posisi semi fowler
memberikan
kesempatan paru-paru
berkembang secara

17

maksimal akibat
diagpragma turun
kebawah. Batuk efektif
mempermudah
ekspektorasi mukus.
4. Klien dalam kondisi
sesak cenderung untuk
bernapas melalui mulut
yang pada akhirnya jika
tidak ditindak lanjuti
akan mengakibatkan
stomatitis.
5. Air digunakan untuk
menggantikan
keseimbangan cairan
tubuh akibat cairan
banyak keluar melalui
pernapasan, air hangat
mempermudah
mengencerkan mukus
melalui proses kondisi

18

yang mengakibatkan
arteri pada area sekitar
leher bervasodilatasi
dan mempermudah
cairan dalam pembuluh
darah dapat diikat oleh
mukus atau sekret.
6. Berfungsi
meningkatkan kadar
tekanan potensia
oksigen dan saturasi
oksigen dalam darah.
7. Berfungsi untuk
mengencerkan dahak.
8. Meningkatkan atau
memperlebar salurn
udara.
9. Mempertebal dinding
saluran udara
(bronkus).
10.
Menurunnya
keaktifan dari

19

mikroorganisme,
sehingga dapat
menurunkan respons
implamasi dan nantinya
berefek pada
menurunnya produksi
2.

Setelah dilakukan

dari kebutuhan tubuh

tindakan keperawatan

turgor kulit, berat badan saat ini dan

untuk menentukan

berhubungan dengan perasaan

3x24 jam diharapkan

tingkat kehilangan berat badan, integritas

rencana tindakan

mual, batuk produktif.

keseimbangan nutrisi

mulut, tonus perut, riwayat nausea

lanjutan setelah

terjaga.

(pomitus/diare). Monitor intake output

tindakan yang

Kriteria hasil :
1. Perasaan mual
hilang/berkurang.
2. Klien mengatakan
nafsu makan
meningkat.
3. Berat badan klien
tidak mengalami
penurunan drastis

1. Dokumentasikan status nutrisi klien, catat

sekret.
1. Menjadi data fokus

Ketidakseimbangan nutrisi kurang

serta berat badan terjadwal.


2. Berikan perawatan mulut (oralcare)
sebelum dan sesudah penatalaksanaan
respiratori.
3. Anjurkan makanan sedikit tapi sering
dengan diet tinggi kalori tinggi protein
(TKTP).
4. Anjurkan keluarga membawa makanan
dari rumah terutama yang sesuai oleh
klien dan makan bersama klien jika tidak
20

diberikan kepada klien.


2. Meningkatkan
kenyamanan flora
normal mulut, sehingga
akan meningkatkan
perasaan nafsu makan.
3. Meningkatkan intake
makanan dan nutrisi
klien terutam pada

dan cenderung stabil.


4. Klien terlihat dapat
menghabiskan porsi
makanan yang
disediakan.
5. Hasil analisis

ada kontraindikasi.
5. Anjurkan kepada ahli gizi untuk
menentukan komposisi diet.
6. Monitor pemeriksaan laboratorium, misal
BUN, serum protein dan albumin.
7. Berikan vitamin atas indikasi.

laboratorium

protein tinggi akan


meningkatkan
mekanisme tubuh
dalam proses
penyembuhan.
4. Merangsang klien
untuk bersedia

menyatakan protien

meningkatkan intake

darah/albumin darah

makanan yang berfunsi

dalam rentang

sebagai sumber energi

normal.

penyembuhan.
5. Menentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat bagi
klien.
6. Mengontrol keefektifan
tindakan terutama
dengan tindakan kadar
protein darah.
7. Meningkatkan kondisi
tubuh akan kebutuhan
vitamin dan nafsu
makan klien.

21

3.

Resiko penyebaran infeksi

Setelah dilakukan

1. Review patologi penyakit (fase aktif dan

1. Untuk mengetahui

berhubungan dengan tidak

tindakan keperawatan

inaktif) dan potensial penyebaran infeksi

kondisi nyata dari

adekuatnya mekanisme

3x24 jam penyebaran

melalui airborne droplet selama batuk,

masalah klien

pertahanan.

infeksi tidak terjadi.


Kriteria hasil :
1. Klien dapat
memperlihatkan
perilaku sehat
(menutup mulut
ketika batuk, bersin).
2. Tidak muncul tandatanda infeksi
lanjutan.
3. Tidak ada anggota
keluarga atau orang
terdekat yang tertular
TB.

bersin, meludah, berbicara, tertawa, dll.


2. Indentifikasi resiko yang lain, misalnya
anggota keluarga, teman dekat.
Instruksikan kepada klien jika batuk atau
bersin ludahlah di tisu.
3. Anjurkan menggunakan tisu untuk
membuang spotum, review pentingnya
untuk mengontrol infeksi misalnya
penggunaan masker.
4. Monitor suhu sesuai indikasi.
5. Anjurkan untuk tidak menghentikan
terapi.
6. Berikan makanan seimbang
7. Berikan agent anti infeksi.
8. Monitor pemeriksaan laboratorium
(sputum)

walaupun pasien
inaktif, tidak berarti
tubuh klien sudah
terbebas dari kuman
tuberkolosis.
2. Mengurangi resiko
anggota keluarga untuk
tertular penyakit yang
sama dengan klien.
3. Penyimpanan sputum
pada wadah yang
terdesinfeksi akan
mengurangi
penyebaran, sedangkan
penggunaan masker
dapat meminimalisasi
penyebaran infeksi

22

doplet.
4. Peningkatan suhu
menandakan terjadinya
infeksi sekunder.
5. Penghentian terapi
mengakibatkan
pegobatan berulang
dari awal dan
mengakibatkan
resistensi bakteri.
6. Makanan seimbang
akan meningkatkan
mekanisme tubuh untuk
penyembuhan.
7. Berfungsi untuk
menonaktifkan/memati
kan virulensi dari
bakteri.
8. Sebagai data untuk
melihat efektifitas dari
terapi.

23

3.5 Inplementasi
1.
2.
3.
4.
5.

Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
Dokumentasi intervensi dan respon klien (Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)

3.6 Evaluasi
1. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan Intervensi)
harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah
tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
2. Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah :
3.

Tujuan tercapai

4.

Tujuan tercapai sebagian

5.

Tujuan tidak tercapai

24

BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Tuberkolosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini juga menyebar kebagian tubuh lain seperti menigen, ginjal tulang, dan
nodul limfe.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri dan menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil
tuberkulosis. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, tuberkulosis menjadi
salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam
MDGs (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,30,6/m. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau
fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan
banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu
apikal/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit teberkulosis.
4.2 Saran
Setelah membaca dan memahami isi makalah dan auhan keperawatan
ini, diharapkan perawat, mahasiswa calon perawat atau para pembaca bisa
mempelajari dan mengetahui apakah yang dimaksud dengan keluarga
pasangan baru.
Semoga makalah dan asuhan keperawatan ini bermanfaat dan
senantiasa mengalami

perbaikan dalam setiap pembuatan makalah dan

asuhan keerawatan yang akan datang.

25

DAFTAR PUSTAKA

Sumantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan, Edisi 2. Jakarta: Selemba Medika
Martha & Smith Kelly, 2010. Nanda Diagnosa Keperaawatan. Yogyakarta:
Digna pustaka.
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html
diakses pada tanggal 16 November 2010
http://jarumsuntik.com/asuhan-keperawatan-dengan-tb-paru diakses pada tanggal
16 November 2010

26

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen19 halaman
    Bab 4
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Dafrar Pustaka
    Dafrar Pustaka
    Dokumen4 halaman
    Dafrar Pustaka
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen3 halaman
    Bab 5
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen60 halaman
    Bab 2
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen60 halaman
    Bab 2
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen20 halaman
    Bab 3
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Dokumen8 halaman
    Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Stress Dan Adaptasi
    Stress Dan Adaptasi
    Dokumen13 halaman
    Stress Dan Adaptasi
    dwita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Lam - Lembar Konsul
    Lam - Lembar Konsul
    Dokumen1 halaman
    Lam - Lembar Konsul
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bagian Depan
    Bagian Depan
    Dokumen18 halaman
    Bagian Depan
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • PEMBATAS
    PEMBATAS
    Dokumen8 halaman
    PEMBATAS
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen28 halaman
    Bab I
    Agustriati Muniz
    0% (1)
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • LP Ruptur Tendon
    LP Ruptur Tendon
    Dokumen8 halaman
    LP Ruptur Tendon
    Ruben Suciono
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen19 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Out 2
    Out 2
    Dokumen9 halaman
    Out 2
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen8 halaman
    Tugas
    Ruben Suciono
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Maria
    BAB 3 Maria
    Dokumen12 halaman
    BAB 3 Maria
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Out 1
    Out 1
    Dokumen9 halaman
    Out 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Out 3
    Out 3
    Dokumen10 halaman
    Out 3
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen22 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan (Isi)
    Pembahasan (Isi)
    Dokumen15 halaman
    Pembahasan (Isi)
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Dokumen11 halaman
    Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Faringitis Kel 3
    Faringitis Kel 3
    Dokumen10 halaman
    Faringitis Kel 3
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen15 halaman
    Tugas
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Dokumen8 halaman
    Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat