Anda di halaman 1dari 79

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP


PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN
BASIL MYCOBACTERIUM TUBERKULOSA
DI RUANG RAWAT INAP
RSUD PANGKEP

ANDI TENRI ATY S


NH 0211017

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

ABSTRAK

Andi Tenri Aty S, Hubungan antara pengetahuan dan sikap penderita tuberkulosis
paru dengan perilaku pencegahan penularan basil mycobacterium tuberkulosa di
ruang rawat inap RSUD Pangkep.(Dibimbing oleh Yusran Haskas dan Sukriyadi)

Penyakit tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan yang mendunia


dimana peningkatan kasus tuberkulosis paru masih tinggi. Ini menunjukkan tingkat
penularan tuberkulosis paru masih tinggi. Untuk mencegah penularan tuberkulosis
paru diperlukan perilaku pencegahan yang efektif. Tujuan penelitian ini mengetahui
hubungan pengetahuan dan sikap penderita tuberkulosis paru dengan perilaku
pencegahan penularan basil mycobacterium tuberkulosa di ruang rawat inap RSUD
Pangkep. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 responden, dengan menggunakan
teknik accidental sampling. Variabel independen yang diukur adalah pengetahuan
dan sikap responden tentang pencegahan penularan tuberkulosis paru, sedangkan
variabel dependen adalah perilaku responden dalam mencegah penularan basil
mycobacterium tuberculosa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan
observasi. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan
menggunakan komputer program microsof excel dan program statistik (SPSS) versi
16,0. Analisis data mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi,
analisis bivariat dengan uji Chi Square (p<0,05) dengan koreksi Fisher's exact test
untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hasil analisis bivariat didapatkan adanya
hubungan pengetahuan responden dengan perilaku pencegahan penularan basil
mycobacterium tuberculosa dengan nilai p = 0,005 dan ada hubungan antara sikap
responden dengan perilaku pencegahan penularan basil mycobacterium tuberculosa
dengan nilai p = 0,000. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan
pengetahuan dan sikap dengan perilaku pencegahan penularan basil mycobacterium
tuberculosa di ruang rawat inap RSUD Pangkep.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, dan perilaku

KATA PENGANTAR

Alhamdullillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru Dengan
Perilaku Pencegahan Penularan Basil Mycobacterium Tuberculosa Di Ruang Rawat
Inap RSUD Pangkep sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
keperawatan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan,
arahan, kerjasama, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka penelitian ini
dapat diselesaikan dengan baik, untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Yahya Haskas, SH, M.M.Kes, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar.
2. Yasir Haskas, S.Pt, SE, M.M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nani Hasanuddin Makassar.
3. Sri Wahyuni, S.Kep,Ns selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar
4. Sri Darmawan, SKM, M.Kes selaku Penasehat Akademik

5. Yusran Haskas, SKM, S.Kep,Ns., M.Kes selaku pembimbing I dan Sukriyadi,


S.Kep, Ns., M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
arahan dan motivasi kepada peneliti sejak awal hingga selesainya penyusunan
skripsi ini.
6. Muh. Askar, S.Kep, Ns., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan arahan
dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Ayahanda dan ibundaku yang tercinta sebagai orang yang terpenting dalam
hidupku atas semua doa, kasih sayang, dukungan dan motivasi yang telah kalian
berikan.
9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan B angkatan 2011
yang turut memberikan semangat kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu kritikan dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan sehingga karya ini dapat mencapai hasil yang optimal
untuk pengembangan ilmu keperawaatan dan semoga Allah SWT meridhoi segala
usaha yang kita lakukan ini. Amin.
Makassar,

Februari 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL PENELITIAN..............................................................................

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................

iii

ABSTRAK.................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR...............................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................

vii

DAFTAR TABEL......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

xi

DAFTAR SINGKATAN...........................................................................

xii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................

A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................

A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit TBC Paru........................

B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan..................................

14

C. Tinjauan Umum Tentang Sikap............................................... 22


D.Tinjauan Umum Tentang Perilaku Pencegahan Penularan
Basil Mycobacterium Tuberculosa........................................... 24
E. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru
Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru..... 29
BAB III KERANGKA KONSEP..............................................................

33

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian ....................................

33

B. Hubungan Antar Variabel......................................................

34

C. Identifikasi Variabel..............................................................

34

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif...........................

35

E. Hipotesis Penelitian................................................................

36

BAB IV METODE PENELITIAN...........................................................

38

A. Jenis Penelitian......................................................................

38

B. Tempat Dan Waktu Penelitian...............................................

38

C. Populasi Dan Sampel.............................................................

38

D. Cara Pengumpulan Data........................................................

40

E. Langkah Pengolahan Data ....................................................

40

F. Masalah Etika.........................................................................

42

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........................

43

A. Hasil Penelitian......................................................................

43

B. Pembahasan............................................................................

52

C. Keterbatasan Penelitian.........................................................

57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN................................................

58

A. Kesimpulan.............................................................................

58

B. Saran.......................................................................................

59

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

60

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden TB Paru


di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Pangkep
Tahun 2013...............................................................................

44

Tabel 5.2 : Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden


TB Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013................................................................................

45

Tabel 5.3 : Distribusi Frekuensi Sikap Tentang Pencegahan Responden


TB Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013...............................................................................
Tabel5.4

46

: Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Responden


TB Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013................................................................................

47

Tabel 5.5 : Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden TB Paru.


dengan Perilaku Pencegahan di Ruang Rawat Inap
RSUD Pangkep Tahun 2013.....................................................
Tabel 5.6

49

: Hubungan Sikap Responden TB Paru dengan Perilaku


Pencegahan di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013.................................................................................

51

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 2

Lembar kesediaan menjadi responden

Lampiran 3

Kuesioner Penelitian

Lampiran 4

Master Tabel Penelitian

Lampiran 5

Hasil olah data Statistik dengan SPSS

Lampiran 6

Surat Pengantar Penelitian

Lampiran 7

Surat Keterangan izin/Rekomendasi Penelitian dari KESBANG


Kabupaten Pangkep

Lampiran 8

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian


di RSUD Kabupaten Pangkep

Lampiran 9

Riwayat hidup peneliti

DAFTAR SINGKATAN

AIDS

: Acquired Immune Deficiency Syndrome

HIV

: Human Immunodeficiency Virus

TB

: Tuberkulosis

WHO

: World Health Organization

RI

: Republik Indonesia

RSUD

: Rumah Sakit Umum Daerah

BBKPM

: Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

RSU

: Rumah Sakit Umum

RS

: Rumah Sakit

MDR

: Multi Drugs Resistences

BTA

: Basil Tahan Asam

TBC

: Tuberculosis

OAT

: Obat Anti Tuberkulosis

INH

: Isoniazid

SPSS

: Statistical Package for the Social sciences

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup
seseorang, karena itu kita wajib bersyukur apabila berada dalam kondisi sehat.
Banyak diantara kita yang sering mengalami gangguan kesehatan oleh berbagai
macam penyakit, ada yang hanya menderita penyakit yang ringan misalnya
demam dan flu namun ada pula yang menderita penyakit yang berat misalnya
penyakit jantung, HIV/ AIDS, tuberkulosis paru dan beberapa penyakit lain. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat diantaranya
tingkat ekonomi,pendidikan, keadaan lingkungan, kesehatan dan budaya sosial.
(Adnan, 2012)
Total estimasi insidens (kasus Baru) TB di Indonesia yang dilaporkan
oleh WHO dalam Global report 2011 adalah 450.000 pertahun sedangkan
prevalensinya sekitar 690.000 pertahun. Sejak tahun 2010 WHO tidak lagi
menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia memang masih termasuk 10 besar
negara TB dengan beban permasalahan TB terbesar. Sebetulnya insidens sudah
menunjukkan kecenderungan penurunan walaupun masih sangat lambat.
Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan tuberkulosis paru dimana
sebagian besar penderita tuberkulosis paru adalah usia produktif (15-55 tahun).
(Kementrian Kesehatan RI, 2012)

Di Sulawesi Selatan sendiri kasus tuberkulosis paru masih tinggi.


Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi-Selatan pada tahun 2011
penderita penyakit menular ini mencapai 8.939 kasus. Angka ini meningkat
signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 7.783 kasus. (Adnan, 2012)
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Pangkep diperoleh
jumlah penyakit menular, tuberkulosis paru tahun 2009 sebanyak 117 kasus,
tahun 2010 didapatkan 141 kasus, dan tahun 2011 didapatkan 175 kasus. Dari
data tersebut terlihat bahwa jumlah kasus tuberkulosis paru masih sangat tinggi
di daerah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnawaty, Y (2011)
penderita tuberkulosis

pada

paru dewasa muda di Balai Besar Kesehatan Paru

masyarakat Surakarta menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan


perilaku (-value 0.030) dan ada hubungan antara sikap dengan perilaku
pencegahan penularan penyakit tuberkulosis paru pada dewasa muda di BBKPM
Surakarta (-value 0.003).
Hasil penelitian diatas didukung oleh penelitian serupa yang dilakukan
oleh Maitum, J (2010) terdapat hubungan antara pengetahuan, perilaku dan sikap
keluarga dengan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis paru di ruangan
penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
Strategi Nasional pengendalian TB di Indonesia terobosannya
diarahkan kepada tujuan tercapainya akses universal layanan TB berkualitas
untuk menjamin agar semua kasus TB yang diketemukan dapat didiagnosa dan

diobati dengan benar, patuh dan tuntas berobat serta terjamin kesembuhannya.
Permasalahannya yang dihadapi adalah belum semua kasus yang diketemukan
terutama di RS swasta dan dokter praktek swasta yang terpantau oleh
pemerintah. Kendala lainnya adalah belum semua pasien TB diobati sesuai
standar internasional yang menjamin kesembuhan. (Irene, 2012)
Indonesia telah mencapai angka penemuan kasus 78,3 % pada tahun
2010 dan angka keberhasilan pengobatan sebesar 91,2% pada tahun 2009 (telah
melebihi target global 70% penemuan kasus dan 85% kesembuhan TB selama 9
tahun terakhir). Data tahun 2011 tercatat bahwa angka penemuan kasus 82.20%
dan angka keberhasilan pengobatan tahun 2010 sebesar 86.70%. Walaupun
banyak kemajuan yang dicapai, namun tantangan berupa meningkatnya koinfeksi
TB HIV, kasus TB MDR (Multi Drugs Resistences), kelemahan manajemen dan
kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB masih dihadapi. (Irene,
2012)
Penyakit TB Paru tidak bisa hanya ditangani oleh Pemerintah atau
jajaran kesehatan saja, tetapi harus melibatkan mitra dan sektor terkait yaitu
pemerintah, swasta, masyarakat, bahkan pasien TB. Peningkatan koordinasi,
sinkronisasi, harmonisasi dan keterpaduan di antara pemangku kepentingan dan
mitra harus dilakukan sejak dari perencanaan sampai penilaian agar program
mencapai tujuan program secara efektif dan efisien (Irene, 2012)
Penyakit tuberkulosis paru sangat berbahaya karena bisa menyebabkan
seseorang meninggal dan sangat mudah ditularkan kepada siapa saja dimana satu

orang pasien tuberkulosis paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) Positif bisa
menularkan kepada 1015 orang di sekitarnya setiap tahun. Kurangnya
pengetahuan, sikap, dan perilaku dari penderita itu sendiri untuk mencegah
penularan penyakit tuberkulosis paru akan menyebabkan semakin tingginya
jumlah penderita tuberkulosis paru. (Kementrian Kesehatan RI, 2012)
Dalam meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan menjawab
permasalahan-permasalahan

yang

terjadi,

khususnya

mengenai

masalah

kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bagaimana pencegahan, serta


sikap dan prilaku yang tidak mendukung dari penderita sehingga penyakit
tuberkulosis paru dapat menyebar kepada lebih banyak lagi penderita. Sehingga
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang : Hubungan antara
pengetahuan, sikap dan perilaku penderita tuberkulosis paru dengan pencegahan
penularan basil Mycobacterium Tuberkulosa di ruang rawat inap RSUD
Pangkep.
B. Rumusan Masalah
Uraian singkat dalam latar belakang masalah memberi dasar bagi
peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Bagaimana
hubungan antara pengetahuan dan sikap penderita tuberkulosis paru dengan
perilaku pencegahan penularan basil Mycobacterium Tuberkulosa di ruang rawat
inap RSUD Pangkep ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap penderita
tuberkulosis

paru

dengan

perilaku

pencegahan

penularan

basil

Mycobacterium Tuberkulosa di ruang rawat inap RSUD Pangkep.


2. Tujuan Khusus
a.

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan penderita tuberkulosis paru


dengan

perilaku

pencegahan

penularan

basil

Mycobacterium

Tuberculosa di ruang rawat inap RSUD Pangkep.


b.

Untuk mengetahui hubungan sikap penderita tuberkulosis paru dengan


perilaku pencegahan penularan basil Mycobacterium Tuberculosa di
ruang rawat inap RSUD Pangkep.

D. Manfaat Penelitian
1. Institusi Pendidikan
Menambah bahan referensi bagi institusi dan merupakan data awal bagi
peneliti selanjutnya.
2. Rumah Sakit
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan juga diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan pada
penderita tuberkulosis paru dan upaya-upaya dalam pencegahan penularan
tuberkulosis paru.

3. Peneliti
Memperkaya ilmu pengetahuan sehingga berguna bagi pekerjaan dan tugas
peneliti sebagai bahan masukan yang digunakan untuk penerapan prilaku
penderita yang baik dalam pencegahan penularan tuberkulosis paru yang
dapat menurunkan penularan tuberkulosis paru.
4. Pembaca
Memberikan informasi tambahan bagi pembaca khususnya mengenai penyakit
tuberkulosis paru tentang bagaimana sikap dan prilaku penderita penyakit
tuberkulosis paru, serta bagaimana pencegahan penularan Mycobacterium
Tuberculosa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tinjauan Umum tentang Penyakit TBC Paru


1.

Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis

(TBC) adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian


besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. (Price & Wilson, 2006)
Tuberkulosis

paru

adalah

penyakit

akibat

infeksi

kuman

mycobakterium tubercolosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir


semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya
merupakan infeksi primer. Tuberkulosis merupakan bakteri kronik dan
ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan
hipersensivitas yang diperantarai sel (Cell Madiated Hipersensivity).
(Guyton & Hall, 2007)
2.

Penyebab Tuberkulosis
Penyakit

tuberkulosis

adalah

suatu

penyakit

infeksi

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa. Bentuk

yang
bakteri

Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan


batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan
BTA (basil tahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang

panjangnya sekitar 2-4 m dan lebar 0,2 0,5 m yang bergabung


membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan
(Ginanjar, 2010).
Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal
24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi
nama basil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut
sebagai Koch Pulmonum (KP). (Smeltzer & Bare, 2001)
Mycobacterium tuberculosa bersifat aerob dan lambat tumbuh.
Suhu optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman TBC cepat mati pada
paparan sinar matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada
tempat yang gelap dan lembab serta dapat bertahan hidup 8-10 hari pada
sputum kering yang melekat pada debu. (Price & Wilson, 2006)
Sumber infeksi yang terpenting adalah dahak penderita TBC Paru.
Penularan terjadi melalui percikan dahak (Droplet Infection) saat penderita
batuk, berbicara atau meludah. Kuman TBC Paru dari percikan tersebut
melayang di udara, jika terhirup oleh orang lain akan masuk kedalam
system respirasi dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit pada
penderita yang menghirupnya. (Mansjoer, 2000)
Saat Mycobacterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru,
maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini
akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri

itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat


jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi

dormant

(istirahat).

Bentuk-bentuk

dormant

inilah

yang

sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.


(Smeltzer & Bare, 2001)
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah
yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang
telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. (Smeltzer &
Bare, 2001)
Mycobacterium tuberkulosa dapat menginfeksi berbagai bagian
tubuh dan lebih memilih bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paruparu merupakan tempat predileksi utama kuman TBC. Gambaran TBC
pada paru yang dapat di jumpai adalah kavitasi, fibrosis, pneumonia
progresif dan TBC endobronkhial. Sedangkan bagian tubuh ekstra paru
yang sering terkena TBC adalah pleura, kelenjar getah bening, susunan
saraf pusat, abdomen dan tulang. (Price & Wilson, 2006)

Kemungkinan suatu

infeksi

berkembang menjadi penyakit,

tergantung pada konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan tubuh
(Price & Wilson, 2006)
3.

Gejala Klinis Tuberkulosis


a. Demam
Dimulai dengan demam subfebris seperti influenza. Terkadang panas
mencapai 40-41 C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk. (Murniasih, E & Livana, 2007)
b. Batuk darah
Batuk darah terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah terjadi peradangan
menjadi produktif hal ini berlangsung 3 minggu atau lebih. Keadaan
lanjut adalah terjadinya batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Yang merupakan tanda adanya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kavitas. Kematian dapat terjadi karena
penyumbatan bekuan darah pada saluran nafas .(Smeltzer & Bare, 2001)
c. Sesak nafas
Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
ilfiltrasinya sudah setengah bagian paru (Subijakto, 2011)

d. Nyeri dada
Terjadi bila ilfiltrasinya radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis (Subijakto, 2011)
e. Malaise (Badan lemah)
Penyakit tuberculosis paru adalah penyakit radang yang bersifat
menahan nyeri otot dan keringat dimalam hari. Gejala-gejala tersebut
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
(Subijakto, 2011)
4.

Diagnosis Tuberkulosis
Adapun Pemeriksaan Diagnostik tubekculosis paru adalah sebagai
berikut:
a.

Kultur sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukanya
kuman BTA, diagnosa tuberkulosis paru sudah dapat dipastikan.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukanya sekurangkurangya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan dan sedikitnya dua
dari tiga kali pemekrisaan spesimen BTA hasilnya nyatakan positif.
(Suarni, 2009)

b.

Foto thorak
Menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan. Adanya perluasan kuman

tuberkulosis paru ditunjukan dengan adanya rongga atau area fibrosa


(Doenges, 2002)
c.

Tes tuberkulin (Mantoux)


Reaksi positif area durasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam
setelah injeksi intradermal antigen menunjukan massa lalu dan adanya
antibodi, tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi
bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa infeksi
disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda (Doenges, 2002)

d.

Pemeriksaan darah
Pada waktu kuman tuberkulosis mulai aktif jumlah leukosit sedikit
meninggi dan jumlah limfotsit masih dibawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila sakit mulai sembuh jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi. Laju endap
darah mulai turun kearah normal lagi. (Price & Wilson, 2006)

e.

Pemeriksaan fungsi paru


Terjadi

penurunan

kapasitas

vital,

peningkatan

ruang

mati,

peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total. Saturasi


oksigen terjadi penurunan sekunder terhadap infiltrasi parenkim paru,
kehilangan jaringan paru ketika tuberkulosis paru kronis sudah meluas
(Doenges, 2002).

5.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Tuberkulosis


a.

Harus ada sumber infeksi


Sumber infeksi dapat berasal dari penderita tuberkulosis dengan BTA
positif yang ditularkan melalui droplet. Baik itu melalui penggunaan
alat makan secara bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu ataupun pada
waktu penderita batuk atau bersin.

b.

Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup


Semakin banyak jumlah basil yang terhirup, maka semakin besar
kemungkinan seseorang untuk mengidap penyakit tuberkulosis.

c.

Virulensi yang tinggi dari basil tuberkulosis


Apabila tingkat keaktifan kuman tinggi maka akan semakin cepat
berkembang biak didalam tubuh. Selain itu akan semakin cepat pula
massa inkubasinya.

d.

Daya tahan tubuh yang menurun


Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil berkembang
biak dan keadaan ini menyebabkan timbulnya penyakit tuberkulosis
baru. (Suarni, 2009)

6.

Cara Penularan
a.

Percikan ludah (droplet infection)


Pada saat penderita tuberkulosis batuk akan mengeluarkan droplet
dengan ukuran mikroskopis yang bervariatif. Ketika pertikel tersebut
berada di udara, air akan menguap dari permukaannya sehingga

menurunkan volume dan menaikan konsetrasi kumannya. Partikel


inilah yang disebut dengan droplet. (Smeltzer & Bare, 2001)
b.

Inhalasi debu yang mengandung basil tuberkulosa (air bone infection)


Seseorang yang melakukan kontak erat dalam waktu yang lama
dengan penderita tuberkulosis paru akan mudah tertular karena
menginhalasi udara yang telah terkontaminasi kuman tuberkulosis.
(Putra, 2011)

7.

Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis

terbagi menjadi 2 fase yaitu fase

intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a.

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin, INH ,


Pirazinamid, Streptomisin , Etambutol.

b.

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) : Kanamisin, Amikasin, Kuinolon,


Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat. (Subijakto, 2011)

B.

Tinjauan Umum tentang Pengetahuan


1.

Pengetahuan Secara Umum


a.

Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra


penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan

manusia

diperoleh

melalui

mata

dan

telinga

(Notoatmodjo, 2008).
Pengetahuan

merupakan

pedoman

dalam

membentuk

tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan


penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
(Notoatmodjo, 2008)
Pengetahuan adalah segala yang telah diketahui dan mampu
diingat oleh setiap orang yang setelah mengalami, menyaksikan,
mangamati atau diajarkan semenjak ia lahir sampai menginjak dewasa
khususnya setelah diberi pendidikan baik melalui pendidikan formal
maupun non formal dan diharapkan dapat mengevaluasi terhadap suatu
materi atau obyek tertentu untuk melaksanakannya sebagai bahan
dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan diperoleh dari kenyataan
fakta melihat dan mendengar sendiri serta alat komunikasi seperti surat
kabar dan radio atau televisi. (Notoatmodjo, 2008)
b. Tingkatan Pengetahuan
Untuk mengetahui tingkatan pengetahuan dalam Notoatmodjo
(2008) menyatakan pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkat yakni:

c.

Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.

d.

Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara

benar

tentang

obyek

yang

diketahui,

dan

dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang


telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari.
e.

Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

f.

Analisis (Analysis)
Analisis adalah sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

didalam suatu struktur organisasi. Kemampuan analisis ini dapat


dilihat dari penggunaan kata-kata kerja seperti menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
g.

Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

h.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Penilaian berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria yang ada. (Notoatmodjo, 2008)
Pendidikan merupakan dasar untuk menentukan daya tangkap

dan daya nalar serta menentukan cakrawala berpikir bagi seseorang


untuk menganalisa setiap perubahan yang ada serta mempengaruhi
daya nalar seseorang sehingga pada akhirnya akan tahu sesuatu yang
belum diketahuinya dan akan termotivasi untuk melakukannya setelah
mengerti maksud dan tujuannya. Pendidikan dapat bersifat informal,
pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan dapat didapatkan
dibangku sekolah maupun di tempat-tempat khusus seperti pada waktu
Posyandu, di Puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya. Dalam

proses pendidikan terdapat proses belajar sehingga dapat memberikan


pengetahuan yang akhirnya seseorang dapat menentukan sikap atau
perilaku terhadap apa yang telah dipelajarinya.
c.

Jenis Pengetahuan
Macam-macam pengetahuan menurut Menurut Wawan &
Dewi (2010) sebagai berikut:
1)

Pengetahuan khusus, yaitu mengenai yang satu saja.

2)

Pengetahuan umum, yaitu berlaku bagi seluruh macam dan


masing-masing dalam macamnya.
Pengetahuan khusus maupun umum, keduanya menjadi milik

manusia berlandaskan pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun


pengalaman orang lain, sehingga manusia mengetahui sesuatu.
Demikian orang mungkin tahu, bahwa pengetahuannya tidak sesuai
objeknya, maka salahlah pengetahuannya, kelirulah orangnya. Kalau
pengetahuan itu ternyata sesuai dengan objeknya, maka puaslah dia
serta dikatakan bahwa pengetahuannya itu benar atau ia mencapai
kebenaran.
d. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1). Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun
yang mati. Umur manusia diukur sejak dia lahir hingga waktu

umur itu dihitung. Hidup dimulai dengan kelahiran dan diakhiri


dengan kematian. jangka waktu antara kelahiran dan kematian
itulah yang disebut umur. Ada yang jangka pendek, yaitu
beberapa menit, jam atau hari saja. Dan ada juga yang berjangka
panjang sertahun-tahun, belasan tahun, puluhan tahun bahkan
lebih dari 100 tahun. (Wawan & Dewi, 2010)
2).Pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar

yang

berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses perkembangan atau


perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan matang
pada individu, kelompok atau masyarakat. Instruksi verbal dan
penerimaan informasi verbal dari pihak lain. Pengetahuan
diperoleh dari kenyataan fakta melihat dan mendengar sendiri
serta alat komunikasi seperti surat kabar dan radio atau televisi
dan sebagainya. (Notoatmodjo 2008)
3). Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2008), pekerjaan
adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari
nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.

Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita


waktu.
Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam aktivitas untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dan timbulnya penyakit
melalui

faktor-faktor

lingkungan

yang

langsung

dapat

menimbulkan kejadian kesakitan, sedangkan situasi pekerjaan


yang penuh dengan beban psikologis dapat menimbulkan stress.
4). Cara Menilai Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan
dengan Skala yang bersifat kuantitatif, menurut Arikunto (2010)
bahwa dalam menentukan kriteria interval kelompok untuk
menentukan lebar interval tidak ada ketentuan pasti, namun
sebaiknya diambil untuk memudahkan perhitungan selanjutnya,
banyaknya

kelompok

terdapat

suatu

pegangan

yaitu

pengetahuan baik bila jawaban atau hasil skoring >76%.


2.

Pengetahuan tentang Pencegahan TB Paru


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2011) yang mencari
hubungan antara perilaku penderita dengan kejadian TB Paru di Kota Solok
didapatkan hasil uji statistik didapat nilai p<0,05 (p=0,034) yang berarti
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden
dengan kejadian TB Paru di Kota Solok. Nilai Odds Ratio didapatkan
4,667 (CI : 95% : 1,299-16,761) artinya responden yang tingkat

pengetahuannya rendah 4,667 kali lebih beresiko menderita TB Paru


dibandingkan dengan responden dengan tingkat pengetahuannya tinggi.
Hal tersebut sesuai dengan teori Notoadmojo (2008) mengatakan
bahwa secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan
refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan dan sikap.
Pengetahuan yang baik diharapkan akan mempunyai sikap yang baik pula,
akhirnya dapat mencegah atau menanggulangi masalah penyakit tersebut.
Tingkat pengetahuan adalah awal terbentuknya perilaku, dengan
tingkat pengetahuan yang rendah berarti ini merupakan faktor resiko untuk
timbulya TB Paru karena responden kurang memiliki pengetahuan dalam
mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit TB Paru, sehingga
mereka tidak waspada dan hati-hati terhadap faktor-faktor resiko penularan
TB Paru. (Putra, 2011)
Penelitian serupa juga didukung oleh hasil penelitian Suhardi
(2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara pengetahuan pasien TB paru dengan perilaku pencegahan
penularan TB paru di wilayah Puskesmas Pringsurat Kabupaten
Temanggung dengan nilai p = 0,042 < 0,05 dengan kekuatan hubungan
lemah ( C = 0,376 ) namun secara statistik bermakna ( p = 0,40 ) dan Ada
hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap pasien TB paru
dengan perilaku pencegahan penularan TB paru di wilayah Puskesmas
Pringsurat Kabupaten Temanggung dengan nilai p = 0,032 < 0,05 dengan

kekuatan hubungan lemah ( C = 0,368 ) namun secara statistik bermakna (


p = 0,40 ).
C.

Tinjauan Umum tentang Sikap


Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap
suatu objek adalah pendapat mendukung atau memihak (favorable) maupun
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unforable) pada objek tersebut.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu, kesiapan dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk
bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respon. (Azwar, 2005)
Sikap adalah perilaku sebagai reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Manifestasi Sikap tidak
dapat langsung dilihat hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu, secara nyata
sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu. Menurut Allpor (1954) dalam Notoatmodjo (2008) menyatakan bahwa
sikap mempunyai 3 komponen yaitu kepercayaan, ide dan konsep terhadap
objek, kehidupan emosional dan kecenderungan untuk bertindak. Seperti halnya
pengetahuan sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
1.

Menerima (Receiving), yaitu menerima diartikan bahwa orang


(subyek) mau dan memperhatikan stimulasi yang diterima/diberikan
(objek).

2.

Merespon (Responding), yaitu memberikan jawaban jika ditanya,


mengerjakan dan menyelesaikan suatu tugas berarti orang tersebut
menerima ide tersebut.

3.

Menghargai

(Valuing),

yaitu

mengajak

orang

lain

untuk

mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu


masalah.
4.

Bertanggungjawab (Responsible), yaitu bertanggung jawab atas


segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko adalah
merupakan sikap yang paling tinggi. (Notoatmodjo, 2008)
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden


terhadap suatu objek. Struktur sikap terdiri tiga komponen yang saling
menunjang yaitu kognitif, afektif dan konatif. Kognitif merupakan representasi
apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan
perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif merupakan
kecenderungan berprilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki seseorang.
(Notoatmodjo, 2008)
Hal-hal yang mempengaruhi sikap yaitu budaya karena kita hidup
dalam budaya sosial yang mengutamakan kehidupan berkelompok, pengaruh
media massa terhadap sikap tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual
secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap
peranan media massa tidak kecil artinya. Lembaga pendidikan dan agama juga

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, pemahaman akan


baik dan buruk, merupakan garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak
boleh dilakukan. (Azwar, 2005).
D.

Tinjauan

Umum

tentang

Perilaku

Pencegahan

Penularan

Basil

Mycobacterium Tuberculosa
1.

Pengertian Perilaku
Perilaku adalah merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang
tidak dapat diamati pihak luar. Perilaku manusia adalah merupakan reaksi
seseorang atas sikap yang dimilikinya saat itu, baik yang sederhana
maupun yang kompleks. Perilaku ini tidak akan bersifat langgeng atau
stabil, bila terjadi tanpa didasari sikap dan keyakinan yang mendalam akan
suatu objek. (Azwar, 2005)
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor
lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun
stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang
berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat di
bedakan menjadi 2, yaitu :

a.

Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang


bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : umur,
pendidikan, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin,
dan sebagainya.

b.

Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik


lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, pekerjaan dan
sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang
dominan yang mewarnai perilaku seseorang. (Azwar, 2005)

2.

Perilaku dalam Upaya Pengendalian Penyakit TB Paru


Perilaku penderita merupakan

salah satu faktor yang dapat

menyebabkan timbulya masalah penyebaran bakteri Mycobacterium


tuberculosis. Seorang penderita rata-rata dapat menularkan 2-3 orang
anggota keluarganya. Namun demikian pengetahuan dan perilaku penderita
dalam mencegah agar anggota keluarga tidak tertular berpengaruh besar
dalam kesembuhan dan pencegahan penyakit TB paru (Putra, 2011).
Perilaku manusia sangat berpengaruh dalam menularkan penyakit
menular terutama perilaku yang tidak positif, sehingga lingkungan dapat
berubah sedemikian rupa menjadi tempat yang ideal sebagai tempat
penularan penyakit. Perilaku penderita TB paru BTA positif yang tidur
bersama-sama dalam satu tempat tidur/ kamar dengan istri, suami anak dan
anggota keluarga lainnya dapat menularkan penyakit TB paru sebanyak
68%. Selama sakitnya penderita TB paru dengan sputum BTA positif bisa

menularkan berpuluh-puluh orang sampai beratus-ratus orang tetapi bisa


juga hanya 1-2 orang saja atau nihil. Untuk mempertahankan keadaan
seimbang atau prevalensi tetap sama. Seorang penderita TB paru dengan
BTA positif hanya perlu menulari 20 orang sehat, dan kemudian di
antaranya satu orang akan menjadi pengganti sebagai sumber penularan
baru setelah lama menjadi sembuh atau mati (Putra, 2011).
Adapun pengendalian TB paru yang terbaik adalah mencegah agar
tidak terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB paru pada dasarnya
adalah mencegah penularan bakteri dari penderita yang terinfeksi dan
menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya penularan (Putra, 2011).
Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan
berbagai cara, yang utama adalah memberikan obat anti tuberculosis yang
benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan
obat. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan
faktor risiko yang pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan
lingkungan dan perilaku, antara lain dengan pengaturan rumah agar
memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan anggota keluarga,
mengatur kepadatan penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk
sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan
seimbang. (Putra, 2011)

3.

Perilaku Hidup Sehat


Menurut Kementrian Kesehatan RI (2012), perilaku hidup sehat
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pengendalian penyakit
TB paru. Berikut ini ada beberapa upaya pengendalian diri terhadap
penyakit TB paru yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat yaitu:
a.

Memelihara kebersihan diri, rumah dan lingkungan


1) Badan : mandi minimal dua kali sehari, gosok gigi, cuci tangan
dan sebagainya.
2) Rumah dan lingkungan : di sapu, membuang sampah, membuang
kotoran dan air limbah pada tempatnya, membuka jendela pada
siang hari dan lain-lain.

b.

Makanan yang sehat


1) Makan makanan yang bersih, bebas dari penyakit, cukup
kualitas maupun kuantitasnya dan
2) bagi penderita TB paru untuk tidak makan dengan mengunakan
piring atau gelas yang sama dengan keluarga yang lain.

c.

Cara hidup sehat dan teratur


1) Makan, tidur, bekerja dan beristirahat secara teratur.
2) Rekreasi dan menikmati hiburan pada waktunya.
3) Penderita tidak tidur satu kamar dengan keluarga lainnya
terutama anak-anak.

d.

Meningkatkan daya tahan tubuh


1) Menghindari kontak dengan sumber penularan penyakit baik
yang berasal dari penderita maupun sumber-sumber yang
lainnya.
2) Menghindari pergaulan yang tidak baik.
3) Membiasakan diri untuk mematuhi aturan-aturan kesehatan.
4) Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makanmakanan yang bergizi dan selalu menjaga kesehatan badan
supaya sistem imun senantiasa terjaga dan kuat.
5) Tidur dan istirahat yang cukup dan menghindari melakukan
hal-hal yang dapat melemahkan sistem imunitas (sistem
kekebalan tubuh).
6) Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung
alkohol.
7) Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.
Selain hal-hal diatas ada beberapa langkah yang bisa dilakukan

dalam pengendalian penyakit TB paru yaitu dengan cara pencegahan


penyebaran dan penularan penyakit sebagai upaya agar penderita tidak
menularkan kepada orang lain dan meningkatkan derajat kesehatan pribadi
dengan cara:
a.

Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan
atau tissu.

b.

Tidak batuk di hadapan anggota keluarga atau orang lain.

c.

Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama


pengobatan.

d.

Tidak meludah disembarang tempat, tetapi dalam wadah yang


diberi lysol, dan dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah.
Meludah di tempat yang terkena sinar matahari merupakan hal
yang dianjurkan bagi penderita TB paru.

e.

Menjemur alat tidur secara teratur pada siang hari karena bakteri
Mycobacterium tuberculosis akan mati bila terkena sinar matahari.

f.

Membuka jendela pada pagi hari dan mengusahakan sinar


matahari masuk ke ruang tidur dan ruangan lainnya agar rumah
mendapat udara bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga
bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat mati.

g.

Minum obat secara teratur sampai selesai dan sembuh bagi


penderita TB paru. (Kementrian Kesehatan RI, 2012)

E.

Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru dengan


Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru
Tingginya jumlah kasus tuberkulosis paru di kota-kota yang ada di
Indonesia disebabkan oleh faktor lemahnya ekonomi, rendahnya pendidikan
sebagian

masyarakat

menyebabkan

kurangnya

pengetahuan

mengenai

penanganan dan pencegahan penyakit tuberkulosis paru, yang terlihat dari sikap
dan perilaku penderita yang tidak mencerminkan adanya upaya untuk

pencegahan penularan tuberkulosis paru. Hal tersebut mempengaruhi


pandangan masyarakat dalam menangani dan mencegah penularan penyakit
TBC (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2011) yang mencari
hubungan antara perilaku penderita dengan kejadian TB Paru di Kota Solok
didapatkan hasil

uji statistik dengan

nilai p<0,05 (p=0,034) yang berarti

terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden


dengan kejadian TB Paru di Kota Solok. Nilai Odds Ratio didapatkan 4,667 (CI
: 95% : 1,299-16,761) artinya responden yang tingkat pengetahuannya rendah
4,667 kali lebih beresiko menderita TB Paru dibandingkan dengan responden
dengan tingkat pengetahuannya tinggi.
Hal tersebut sesuai dengan teori Notoadmojo (2008) mengatakan
bahwa secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi
dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan dan sikap. Pengetahuan yang
baik diharapkan akan mempunyai sikap yang baik pula, akhirnya dapat
mencegah atau menanggulangi masalah penyakit tersebut.
Tingkat pengetahuan adalah awal terbentuknya perilaku, dengan
tingkat pengetahuan yang rendah berarti ini merupakan faktor resiko untuk
timbulya TB Paru karena responden kurang memiliki pengetahuan dalam
mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit TB Paru, sehingga mereka
tidak waspada dan hati-hati terhadap faktor-faktor resiko penularan TB Paru.
(Putra, 2011)

Sedangkan hasil penelitian variabel sikap hubungannya dengan


pencegahan penularan TB Paru terdapat total sikap responden yang positif
adalah 63,6% dan yang negatif yaitu 36,4%. Hasil uji statistic diperoleh nilai p
<0,05 (p=0,028), maka terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan
kejadian TB Paru di Kota Solok. Odds ratio 5,4 (1,372-21,26) yang berarti
responden yang memiliki sikap tentang pencegahan TB Paru yang rendah
beresiko 5,4 kali tertular TB Paru dibandingkan responden yang mempuyai
sikap yang positif. (Putra, 2011)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zalmi (2008) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap
responden dengan kejadian TB Paru dimana nilai p<0,05 dan Odds Ratio
sebesar 0,129 artinya pada responden dengan perilaku sikap kurang baik
beresiko terkena TB Paru sebesar 0,129 kali bila dibandingkan dengan
responden dengan perilaku sikap baik.
Hasil penelitian tentang hubungan perilaku pencegahan didapat total
sikap responden yang baik adalah 36,4% dan yang negatif yaitu 63,6%. Hasil
uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,028), maka terdapat hubungan yang
bermakna antara perilaku dengan kejadian TB Paru di Kota Solok. Odds ratio
5,4 (1,372-21,26) yang berarti responden yang memiliki tindakan tentang
pencegahan TB Paru yang kurang beresiko 5,4 kali tertular TB Paru
dibandingkan responden yang mempuyai tindakan pencegahan yang baik.
(Putra, 2011)

Tindakan merupakan tahap akhir dari perilaku, sehingga tindakan yang


baik atau yang kurang yang dilakukan oleh responden adalah pengaruh dari
tingkat pengetahuan dan sikap responden. Tindakan yang kurang merupakan
faktor resiko untuk penyakit TB Paru. Untuk menjadikan tindakan yang baik
masyarakat haruslah lebih sering dipaparkan dengan bagaimana, apa dan
dampak dari penyakit TB Paru tersebut serta ada stimulan atau rangsangan yang
baik dari Pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan dan memberdayaka
masyarakat. (Putra, 2011).

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel


Tingkat pengetahuan adalah awal terbentuknya perilaku,

tingkat

pengetahuan yang rendah merupakan faktor resiko untuk timbulya TB Paru


karena responden kurang memiliki pengetahuan dalam mencegah dan
menanggulangi penyebaran penyakit TB Paru, sehingga mereka tidak waspada
dan hati-hati terhadap faktor-faktor resiko penularan TB Paru. (Putra, 2011)
Sedangkan sikap yang kurang baik merupakan faktor resiko untuk
terjadinya penularan TB Paru. Sikap merupakan suatu perilaku yang dimiliki
seseorang sebelum mengambil tindakan. Jika sikap masyarakat sudah baik maka
masyarakat akan mudah untuk melakukan suatu perbuatan yang baik, tapi jika
sikap ini masih kurang maka memiliki dampak yang buruk bagi derajat kesehatan
masyarakat.
Tindakan merupakan tahap akhir dari perilaku, sehingga tindakan yang
baik atau yang kurang yang dilakukan oleh responden adalah pengaruh dari
tingkat pengetahuan dan sikap responden. Tindakan yang kurang mencerminkan
pencegahan penularan TB Paru merupakan faktor resiko untuk penyakit TB Paru.
(Putra, 2011)

B. Hubungan Antar Variabel


Variabel
Independen

Variabel Dependen

Pengetahuan

Perilaku Pencegahan
penularan basil
Mycobacterium
Tuberculosa

Sikap
Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Hubungan antar variabel yang diteliti


C. Identifikasi Variabel
1. Variabel Independen
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan
sikap penderita Tuberkulosis paru.
2. Variabel dependen
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah perilaku pencegahan
penularan basil Mycobacterium Tuberculosa.

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Variabel Independen
a.

Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
jawaban

responden

mengenai

pemahaman

penderita

tentang

pencegahan penularan tuberkulosis paru. Yang dinilai dengan skala


Guttman dalam bentuk pertanyaan jika jawaban benar diberi nilai 1 dan
jika salah, diberi nilai 0.
Kriteria Obyektif :
1) Baik

: Jika jawaban responden > 50 % dari total skor

2) Kurang : Jika jawaban responden < 50 % dari total skor


b.

Sikap
Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jawaban
responden berupa respon yang dilakukan penderita terhadap pencegahan
penularan penyakit tuberkulosis paru . Yang dinilai dengan skala Likert
dalam bentuk pernyataan jika jawaban sangat setuju diberi nilai 4, setuju
diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2, dan sangat tidak setuju diberi
nilai 1.
Kriteria Obyektif :
1) Baik

: Jika jawaban responden > 63% dari total skor

2) Kurang : Jika jawaban responden < 63% dari total skor.

2. Variabel Dependen
Perilaku Pencegahan penularan basil Mycobacterium Tuberculosa
Yang dimaksud dengan perilaku pencegahan penularan basil
Mycobacterium Tuberculosa pada penelitian ini yaitu temuan peneliti yang
diperoleh

melalui

observasi/pengamatan

mengenai

kegiatan

yang

merupakan usaha yang dilakukan penderita untuk menghindari tertularnya


penyakit tuberkulosis paru ketika dirawat. Yang dinilai dengan skala
Guttman dalam bentuk pernyataan jika jawaban dilakukan diberi nilai 1
dan jika tidak dilakukan, diberi nilai 0.
Kriteria Obyektif :
1) Baik

: Jika jawaban responden > 50% dari total skor

2) Kurang : Jika jawaban responden < 50% dari total skor

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian
yang telah dirumuskan. Hipotesis dalam penelitian terbagi atas hipotesis nol
(hipotesis statistik/nihil), yang menyatakan tidak ada hubungan antarvariabel dan
hipotesis alternatif (hipotesis kerja), yang menyatakan adanya hubungan
antarvariabel (Hidayat, 2007).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


Ha :
1.

Ada hubungan pengetahuan penderita Tuberkulosis paru dengan


perilaku pencegahan penularan basil Mycobacterium Tuberculosa
di ruang rawat inap RSUD Pangkep.

2.

Ada hubungan sikap penderita Tuberkulosis paru dengan perilaku


pencegahan penularan basil Mycobacterium Tuberculosa di ruang
rawat inap RSUD Pangkep

H0 :
1.

Tidak ada hubungan pengetahuan penderita Tuberkulosis paru


dengan perilaku pencegahan penularan basil Mycobacterium
Tuberculosa di ruang rawat inap RSUD Pangkep

2.

Tidak ada hubungan sikap penderita Tuberkulosis paru dengan


perilaku pencegahan penularan basil Mycobacterium Tuberculosa
di ruang rawat inap RSUD Pangkep

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan cross sectional yaitu peneliti mencari hubungan antara variabel
bebas/independen (faktor risiko) dengan variabel tergantung/dependen (efek)
dengan melakukan pengukuran sesaat. Pada desain cross sectional tidak ada
tindak lanjut atau follow-up. (Sugiyono 2012)
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RSUD Pangkep
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 28 Desember 2012 sampai dengan
tanggal 28 Januari 2013
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Sugiyono 2012). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua penderita Tuberkulosis paru yang dirawat di ruang rawat inap
RSUD Pangkep selama penelitian dilakukan (infinite population)

2. Sampel
a. Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita tuberkulosis
paru yang dirawat di ruang rawat inap di RSUD Pangkep. Dengan rumus
besar sampel yaitu berdasarkan Hidayat (2007) :

n=
Keterangan :
n = Besar sampel
P = Proporsi (0,02)
q = 1,0 p
Z2 = Derajat kemaknaan 1,96
d = Tingkat kepercayaan (0,05)

Maka ukuran sampel yaitu :

=
= 30
Maka diambil sampel sebanyak 30 orang tehnik pengambilan
berdasarkan accidental sampling.

b. Teknik sampling
Teknik sampling menggunakan accidental sampling yaitu metode
pengambilan sampel dengan memilih sampel yang kebetulan ada atau
dijumpai pada saat penelitian.
c. Kriteria Sampel
1) Kriteria inklusi
a) Pasien tuberkulosis paru yang dirawat di ruang rawat

inap

RSUD Pangkep dan bersedia diteliti.


b) Pasien tuberkulosis paru yang sehat jiwanya.
2) Kriteria eksklusi
a) Pasien tuberkulosis paru yang dirawat di ruang rawat inap
RSUD Pangkep dan tidak bersedia diteliti.
b) Pasien tuberkulosis bayi/ anak-anak dan berusia lanjut.
c) Pasien tuberkulosis paru dalam keadaan kronis
d) Pasien tuberkulosis paru yang terganggu jiwanya.
D. Cara Pengumpulan Data
Dengan cara penyebaran kuisioner dan teknik wawancara langsung pada
responden dan melalui observasi langsung pada responden.

E. Langkah Pengolahan Data


Data yang diperoleh nantinya akan diolah dengan melalui tahap-tahap
sebagai berikut :
1.

Editing
Editing yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh
responden penelitian, yang meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan
pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban. Jangan sekali-kali mengganti
jawaban responden sesuai dengan keinginan peneliti. Mengganti data
orisinal adalah perbuatan yang melanggar prinsip kejujuran intelektual.

2.

Koding
Koding adalah usaha memberi kode-kode tertentu pada jawaban responden

3.

Tabulasi data
Tabulasi merupakan proses lanjutan dari pengkodean, dimana setelah data
tersebut dikoding langkah selanjutnya yaitu ditabulasi agar mempermudah
penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi.

4.

Analisa Data
Dilakukan melalui uji hipotesis univariat dan bivariat. Analisis univariat
yaitu distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yaitu pengetahuan,
sikap, dan perilaku pencegahan penularan basil mycobacterium tuberculosis
sedangkan analisis bivariat yaitu analisis dua variabel yang dilakukan untuk
menguji ada tidaknya hubungan antara satu variabel bebas dan variabel
terikat.

F. Masalah Etika
1.

Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
reaponden, dengan memberikan lembar persetujuan kepada responden.
Tujuannya adalah subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta
dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek bersedia diteliti
maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subjek menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak
subjek.

2.

Anonimity (tanpa nama)


Untuk

menjaga

kerahasiaan

identitas

subjek,

peneliti

tidak

akan

mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh
subjek. Lembar tersebut hanya diberi inisial atau nomor kode tertentu
3.

Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RSUD Kabupaten
Pangkep yang mana proses pengumpulan data dilakukan dengan berpedoman
pada kuesioner penelitian. Proses pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 28
Desember 2012 sampai dengan 28 Januari 2013.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap
RSUD Kabupaten Pangkep. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang
terdiagnosa tuberkulosa paru yang di rawat di ruang rawat inap RSUD Pangkep
selama penelitian dilakukan. Penentuan responden didasarkan pada pemilihan
sampel yang kebetulan ada atau dijumpai pada saat penelitian dengan sampel
sebanyak 30 orang. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu
accidental sampling. Data selanjutnya diolah secara komputer dengan SPSS yang
terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dan pengolahan data, maka hasil
penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

1. Analisa Univariat
Untuk melihat hasil analisis variabel independen secara deskriptif
kemudian disajikan dalam bentuk tabel yang disertai dengan penjelasan. Maka
hasil penjelasan tersebut sebagai berikut :
a. Distribusi Responden Berdasarkan Data Demografi
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden Tuberkulosis
Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Pangkep
Tahun 2013
Variabel

Jumlah

Kelompok Umur

21-30 tahun

16,7

31-40 tahun

10,0

41-50 tahun

10,0

51-60 tahun

30,0

61-70 tahun

26,7

>71 tahun

6,7

30

100

Laki-laki

24

80,0

Perempuan

20,0

30

100

SD

17

56,7

SMP

3,3

SMA

12

40,0

30

100

Jumlah
Jenis Kelamin

Jumlah
Pendidikan

Jumlah

Jumlah
Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.1 jumlah Kelompok umur terbanyak berada


pada kelompok umur 51 - 60 tahun sebanyak 9 orang (30,0%) sedangkan
kelompok umur yang paling rendah berada pada kelompok umur > 71
tahun sebanyak 2 orang (6,7%).
Berdasarkan tabel jumlah responden terbanyak pada jenis kelamin
laki-laki sebanyak 24 orang (80,0%) sedangkan responden jenis kelamin
perempuan sebanyak 6 orang (20,0%).
Berdasarkan tabel pendidikan responden terbanyak adalah Sekolah
Dasar sebanyak 17 orang (56,7%) sedangkan pendidikan responden yang
terendah adalah Sekolah Menengah Pertama sebanyak 1 orang (3,3%).
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tuberkulosis
Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Tingkat Pengetahuan
Frequency
Percent
Baik

20,0

Kurang

24

80,0

Jumlah

30

100

Sumber : Data Primer 2013


Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan
responden Tuberkulosis paru terbanyak berada pada tingkat pengetahuan
yang masih kurang yaitu 24 responden (80,0%) sedangkan tingkat
pengetahuan responden yang baik berjumlah 6 responden (20,0%).

Grafik 5.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tuberkulosis
Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013

80
80
70
60
50

Baik

40

Kurang baik

24

30

20

20
6

10
0

Frequency

Percent

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Sikap Tentang Pencegahan Responden
Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Sikap

Frequency

Percent

Baik

11

36,7

Kurang

19

63,3

Jumlah

30

100

Sumber : Data Primer 2013


Berdasarkan tabel 5.3 terlihat bahwa sikap tentang pencegahan
tuberkulosis paru yang paling banyak adalah sikap kurang baik yaitu

sebanyak 19 responden (63,3%) sedangkan

sikap baik sebanyak 11

responden (36,7%).
Grafik 5.3
Distribusi Frekuensi Sikap Tentang Pencegahan Responden
Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013

63.3

70
60
50
36.6

40

Kurang

30
20

Baik

19
11

10
0
Frequency

Percent

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Responden Tuberkulosis
Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Perilaku
Frequency
Percent
Baik

30,0

Kurang

21

70,0

Jumlah

30

100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa perilaku pencegahan


tuberkulosis paru yang terbanyak adalah pada tindakan pencegahan yang
masih kurang yaitu 21 responden (70,0%) dan tindakan pencegahan yang
baik ada 9 responden (30,0%).
Grafik 5.4
Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Responden Tuberkulosis
Paru di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013

70
70
60
50
40

30

30
20

Kurang Baik

21
9

10
0
Frequency

Baik

Percent

2. Analisa bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk melihat hubungan variabel dependent
dan independent.
a. Hubungan tingkat pengetahuan responden tuberkulosis paru dengan
perilaku pencegahan basil mycobacterium tuberculosa di ruang rawat
inap RSUD Pangkep.

Tabel 5.5
Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Tuberkulosis Paru
dengan Perilaku Pencegahan di Ruang Rawat Inap
RSUD Pangkep Tahun 2013
Perilaku Pencegahan
Total
Pengetahuan

Baik
Kurang
Responden
n
n
n
%
%
%
Baik

55,6

4,8

20,0

Kurang

44,4

20

95,2

24

80,0

Total

100

21

100

30

100

0.005

Sumber : Data Primer 2013


Berdasarkan tabel 5.5 dapat kita lihat hubungan antara pengetahuan
responden tuberkulosis paru dengan perilaku pencegahan yang
dilakukan responden tuberkulosis paru yang berjumlah 30 orang.
Responden yang memiliki pengetahuan yang baik dengan tindakan
pencegahan yang baik berjumlah 5 orang (55,6%) sedangkan responden
yang memiliki pengetahuan baik tetapi memiliki perilaku pencegahan

yang kurang terdapat 1 orang (4,8%). Adapun responden yang memiliki


pengetahuan kurang dengan perilaku pencegahan yang baik berjumlah 4
orang (44,4%) sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang
dengan perilaku pencegahan yang kurang merupakan yang paling tinggi
berjumlah 20 orang (95,2%).
Dari hasil analisis hubungan kedua variabel diatas dengan
menggunakan uji statistik chi square dengan koreksi Fisher's exact test
menunjukkan kemaknaan/signifikansi dari hubungan kedua variabel
tersebut adalah (p) = 0.005.

Grafik 5.5
Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Tuberkulosis Paru
dengan Perilaku Pencegahan di Ruang Rawat Inap
RSUD Pangkep Tahun 2013
20
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Pengetahuan
responden Baik
5

Pengetahuan
responden Kurang baik

4
1

Baik

Kurang Baik

Perilaku Responden

b. Hubungan sikap responden tuberkulosis paru dengan perilaku


pencegahan basil mycobacterium tuberculosa di ruang rawat inap
RSUD Pangkep
Tabel 5.6
Hubungan Sikap Responden Tuberkulosis Paru dengan Perilaku
Pencegahan di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Perilaku Pencegahan
Sikap
Responden

Baik

Total

Kurang

Baik

100

9,5

11

36,7

Kurang

19

90,5

19

63,3

Total

100

21

100

30

0.000

100

Sumber : Data Primer 2013


Berdasarkan tabel 5.6 dapat kita lihat hubungan antara sikap
responden tuberkulosis paru dengan perilaku pencegahan yang
dilakukan. Responden yang memiliki sikap yang baik dengan perilaku
pencegahan yang baik pula berjumlah 9 orang (100%) sedangkan
responden yang memiliki sikap baik tetapi memiliki tindakan
pencegahan yang kurang terdapat 2 orang (9,5%). Adapun responden
yang memiliki sikap kurang dengan perilaku pencegahan yang kurang
pula berjumlah 19 orang (90,5%).
Dari hasil analisis hubungan kedua variabel diatas dengan
menggunakan

uji

statistik

chi-square

menunjukkan

kemaknaan/signifikansi dari hubungan kedua variabel tersebut adalah


(p) = 0.000.
Grafik 5.7
Hubungan Sikap Responden Tuberkulosis Paru dengan Perilaku
Pencegahan di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013

19

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Sikap Responden Baik


Sikap Responden Kurang
2
0

Baik

Kurang Baik

Perilaku Responden

B. Pembahasan
a. Pengetahuan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 6 responden (20,0%)
berada pada kategori pengetahuan baik, sedangkan 24 responden (80,0%)
berada pada kategori pengetahuan kurang. Dari sebaran jawaban responden
tentang pengetahuan, kebanyakan dari responden tidak mengetahui penyebab

dari Tuberkulosis paru, cara penularan Tuberkulosis paru, dan tidak


mengetahui bahwa penyakit tuberkulosis paru dapat menular.
Dominasi rendahnya tingkat pengetahuan tentang tuberkulosis paru
didukung oleh latar belakang pendidikan responden yaitu Sekolah Dasar dan
kurangnya mendapat informasi kesehatan dari lingkungan sekitarnya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Putra (2011) yang mencari
hubungan antara perilaku penderita dengan kejadian Tuberkulosis paru di
Kota Solok didapatkan hasil uji statistik dengan nilai p<0,05 (p=0,034) yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
responden dengan kejadian tuberkulosis paru di Kota Solok. Nilai Odds Ratio
didapatkan 4,667 (CI : 95% : 1,299-16,761) artinya responden yang tingkat
pengetahuannya rendah 4,667 kali lebih beresiko menderita Tuberkulosis paru
dibandingkan dengan responden dengan tingkat pengetahuannya tinggi.
Hasil yang sama didapatkan pada penelitian yang telah dilakukan
oleh Purnawaty, Y (2011) pada penderita tuberkulosis paru dewasa muda di
Balai Besar Kesehatan Paru masyarakat Surakarta menunjukkan ada
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku (-value 0.030) dan ada
hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis paru pada dewasa muda di BBKPM Surakarta (-value 0.003).
Hasil penelitian ini sesuai pula dengan teori pengetahuan oleh
Notoatmodjo (2008) yang mengatakan bahwa secara lebih terperinci perilaku
manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti

pengetahuan dan sikap. Pengetahuan yang baik diharapkan akan mempunyai


sikap yang baik pula, akhirnya dapat mencegah atau menanggulangi masalah
penyakit tersebut.
Teori lain yang mendukung adalah teori pengetahuan yang
dikemukakan oleh Kate dan Barbara ( 1992) dikutip dari Notoatmodjo (2008)
mendefinisikan pengetahuan sebagai suatu bangunan statik yang berisi faktafakta, dibangun secara bertahap, langkah demi langkah dan mencakup tentang
ide bahwa pengetahuan merupakan sebuah cara pandang terhadap sesuatu,
sebuah perspektif, yang belum tentu benar tetapi cukup baik, sampai
ditemukan sesuatu yang cukup baik
Dari penelitian diatas dapat dilihat kesamaan bahwa tingkat
pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku
pencegahan penularan penyakit tuberkulosis paru (p = 0,005) . Tingkat
pengetahuan adalah awal terbentuknya perilaku dengan tingkat pengetahuan
yang rendah berarti ini merupakan faktor resiko untuk timbulya Tuberkulosis
paru karena responden kurang memiliki pengetahuan dalam mencegah dan
menanggulangi penyebaran penyakit tuberkulosis paru, sehingga mereka tidak
waspada dan hati-hati terhadap faktor-faktor resiko penularan tuberkulosis
paru.
b. Sikap
Hasil penelitian sikap tentang pencegahan terdapat total sikap
responden yang baik sebanyak 11 orang (36,6%) sedangkan sikap yang

kurang baik lebih tinggi yaitu sebanyak 19 orang (63,3%). Hasil uji statistic
diperoleh nilai p <0,05 (p=0,000), artinya terdapat hubungan yang bermakna
antara sikap dengan tindakan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis
paru.
Hasil penelitian ini sesuai pula dengan penelitian yang dilakukan
oleh Zalmi (2008) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara sikap responden dengan kejadian tuberkulosis paru dimana nilai p<0,05
dan Odds Ratio sebesar 0,129 artinya pada responden dengan perilaku sikap
kurang baik beresiko terkena tuberkulosis paru sebesar 0,129 kali bila
dibandingkan dengan responden dengan perilaku sikap baik.
Begitupula hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Maitum, J
(2010) menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan,
perilaku dan sikap keluarga dengan pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi
Tondano.
Berdasarkan teori sikap yang dikemukakan Hendrik L Blum dapat
digambarkan bahwa penyakit tuberkulosis paru memiliki banyak faktor resiko
yang mempengaruhi yaitu, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan, Host, Agent, dan Environment. Status kesehatan akan tercapai
secara optimal bilamana semua faktor tersebut secara bersama-sama dalam
kondisi yang optimal pula. Bila salah satu faktor saja terganggu maka akan
berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru itu sendiri.

Hasil penelitian ini sejalan pula dengan teori sikap yang


dikemukakan oleh Notoatmodjo (2008) yang menyatakan sikap merupakan
reaksi interval seseorang dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu pengalaman
pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, agama serta faktor
emosi dalam diri individu yang memegang peranan penting untuk
terbentuknya sikap.
Teori lain yang mendukung penelitian diatas adalah teori sikap oleh
Comb (1978) dikutip dari Notoatmodjo (2008). menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka
atau tingkah laku terbuka.
Dari penelitian diatas terdapat kesamaan yaitu sama-sama bermakna
antara hubungan sikap responden tuberkulosis paru dengan perilaku
pencegahan penularan basil mycobacterium tuberculosa. Ini membuktikan
bahwa sikap yang kurang baik merupakan faktor resiko untuk terjadinya
penularan tuberkulosis paru. Sikap merupakan suatu perilaku yang dimiliki
seseorang sebelum mengambil tindakan. Jika sikap masyarakat sudah baik
maka masyarakat akan mudah untuk melakukan suatu perbuatan yang baik,
tapi jika sikap ini masih kurang maka memiliki dampak yang buruk bagi
derajat kesehatan masyarakat. Untuk merubah sikap, pengetahuan harus

ditingkatkan dan pemerintah harus memberikan contoh yang baik kepada


masyarakat agar perilaku hidup sehat dapat terlaksana.
C. Keterbatasan Penelitian
Adapun beberapa hambatan yang ditemukan dalam penelitian ini yang
turut berperan dalam memperoleh informasi yang lengkap. Keterbatasan dalam
penelitian ini, antara lain :
1.

Sampel yang diambil hanya 30 sampel data yang dirawat di ruang rawat inap
RSUD Kabupaten Pangkep selama penelitian dilakukan.

2.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Data


diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap responden berdasarkan
panduan kuesioner. Dalam hal ini data yang diperoleh lebih banyak
berdasarkan subyektifitas responden.

3.

Peneliti juga mempunyai keterbatasan dalam jumlah variabel yang diteliti.


Masih ada variabel-variabel independen lain yang mempunyai hubungan
dengan variabel dependen dalam penelitian ini yang tidak diteliti karena
adanya keterbatasan biaya dan tenaga

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian mengenai hubungan antara
pengetahuan

dan

sikap

dengan

perilaku

pencegahan penularan

basil

mycobacterium tuberkulosa di ruang rawat inap RSUD Pangkep, maka dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan penderita tuberkulosis


dengan perilaku pencegahan basil

paru

mycobacterium tuberkulosa di ruang

rawat inap RSUD Pangkep tahun 2013.


2.

Ada hubungan antara sikap penderita tuberkulosis paru dengan perilaku


pencegahan basil mycobacterium tuberkulosa di ruang rawat inap RSUD
Pangkep tahun 2013

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan di ruang
rawat inap RSUD Pangkep tahun 2013, peneliti menyarankan beberapa hal
sebagai berikut :
1.

Perlunya peningkatan pengetahuan pasien tentang pencegahan penularan


basil mycobacterium tuberculosa. Untuk meningkatkan pengetahuan pasien
perlunya dilakukan penyuluhan tentang pencegahan penularan tuberkulosis
paru.

2.

Perlunya perubahan sikap penderita tuberkulosis paru agar menyadari


dampak penyakit yang diderita baik bagi diri sendiri maupun bagi orangorang disekitarnya. Sehingga dengan sendirinya tercipta perilaku hidup
bersih agar tidak menularkan penyakit tuberkulosis paru.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2012. Tingginya angka kejadian TB di Sulawesi-Selatan, (online)


(http://www.kopelonline.com diakses tanggal 01 November 2012).
Arikunto. 2010. Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktek ,ed.5, Rineka Cipta,
Jakarta.
Azwar, S. 2005. Sikap manusia, teori dan pengukurannya, ed. 2, Pustaka Pelajar,
Jogjakarta.
Dinas Kesehatan DKI. 2008. Profil Kesehatan DKI, (online) (www.depkes.go.id
diakses 25 november 2012)
Doenges, 2002, Rencana asuhan keperawatan, EGC, Jakarta.
Ginanjar. 2008. Media informasi penyakit tuberculosis pada anak, (online)
(www.depkes.go.id diakses 25 november 2012)
Guyton & Hall. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran, Ed. 11, EGC, Jakarta.
Hidayat, A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba
medika.
Irene. 2012. Buku Pedoman TB 2012. (online) (file:///F:/tbc baru/ Design buku
pedoman tb 2012 .html diakses 05 Desember 2012)
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Laporan situasi terkini perkembangan tuberkulosis
di Indonesia januari-desember 2012.(online) (www.depkes.go.id diakses
25 november 2012).
Maitum, J, 2010, Proposal hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga
dengan pencegahan penularan tbc paru penelitian cross sectional di ruang
penyakit dalam rsud dr. Sam ratulangi tondano (online)
(http://www.skripsistikes.wordpress.com diakses 10 oktober 2012)
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius: Jakarta.

Murniasih, E & Livana. 2007. Hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian
Tuberkulosis paru pada anak balita di balai Pengobatan penyakit paruparu Ambarawa tahun 2007, (online)
(http://www.skripsistikes.wordpress.com diakses 11 oktober 2012)
Notoadmojo, S. 2008. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku, PT Rineka Cipta,
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2008. Metodologi penelitian kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan,
Salemba Medika, Surabaya.
Price, A S & Wilson, M L. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit,
ed. 6, EGC, Jakarta
Putra, Nico. 2011. Hubungan perilaku dan kondisi sanitasi rumah dengan kejadian
TB
paru
di
kota
Solok
tahun
2011,
(online)
,
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan11/207314016/bab1.pdf
diakses 05 Desember 2012)
Smeltzer, C S & Bare, G B. 2001. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth, ed. 8, EGC, Jakarta.
Suarni, 2009. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian penderita TB Paru
di
kecamatan
Pancoran
Mas
Depok
UI,
(online)
(http://www.futurepress.com diakses 10 oktober 2012)
Subijakto 2011. Hubungan pengetahuan tentang tuberculosis paru dengan
kepatuhan berobat pasien Tuberculosis paru di Puskesmas Mejayan,
Caruban Kab.Madiun, (online) (http://www.tbcjournal.org/.pdf. diakses
10 Ooktober 2012)
Sugiyono, 2012. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung.
Wawan, A & Dewi, M. 2010. Teori dan pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku
manusia. nuha medika, Yogyakarta.

Pratiknya, A. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran & kesehatan, PT


RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Purnawaty, Y. 2011. Hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku
pencegahan penularan penyakit tb pada penderita tb paru dewasa muda di
bbkpm surakarta ,
(online) (http://etd.eprints.ums.ac.id/16082/1/.pdf
diakses 10 Oktober 2012).

Instrumen Penelitian
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru Dengan Pencegahan
Penularan Basil Mycobacterium Tuberkulosa Di RSUD Pangkep
A. Karakteristik Responden
1. Inisial Nama
:
2. Umur
:
3. Jenis Kelamin
:
4. Pendidikan
:

No.
Sampel

B. Pengetahuan Penderita
Pilihlah jawaban yang benar sesuai pengetahuan anda :
1) Apakah penyebab dari TB Paru
a. Kuman atau bakteri
b. Lingkungan yang kotor
c. Tidak tahu
2) Tanda-tanda/gejala utama TB Paru adalah:
a. Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
b. Sakit Perut
c. Tidak Tahu
3) Jika Batuk terus menerus dan berdahak lebih dari tiga minggu apa yang harus
dilakukan ?
a. Memeriksakan diri ke Puskesmas / Sarana keseh atan yang ada di tempat saya
b. Berobat ke petugas
c. Beli obat di warung
4) Sebutkan cara penularan TB Paru
a. Percikan dahak sewaktu batuk dan bersin
b. Bersentuhan dengan penderita
c. Tidak tahu
5) Apakah penyakit TB Paru dapat menular ?
a. Dapat
b. Tidak dapat
c. Tidak Tahu

6) Mengapa kita memeriksakan diri ke Puskesmas/Rumah Sakit?


a. Batuk terus-menerus dan berdahak lebih dari 3minggu
b. Batuk bercampur darah, badan kurus serta sesak
c. Tidak tahu
7) Apakah penyakit TB Paru dapat dicegah ?
a. Dapat
b. Tidak
c. Tidak tahu
8) Orang yang berada di sekeliling penderita dan atau yang berhubungan erat dengan
penderita TBC, apakah beresiko tertular penyakit tersebut?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
9) Bila seseorang menderita TBC paru, apakah keluarga yang lainnya perlu
memeriksakan diri?
a. Ya
b. Tidak
c. Tiidak Tahu
10) Apakah Bapak/Ibu menutup mulut dengan sapu tangan bila batuk ?
a. Ya perlu, karena bila tidak menutup mulut,kuman TB akan mudah menyebar
b. Tidak perlu, karena penyakit Tb tidak mudah menular
c. Tidak tahu
11)Menurut bapak/Ibu, perlukah kita menghindar dari keluarga bila bila kita
menderita penyakit TB paru ?
a. Ya karena dengan mendekatnya penderita TB Paru maka kuman TB akan
menyebar kemana-mana
b. Tidak karena penderita TB tidak selalu menyebarkan kuman kecuali bila dia
bersin atau batuk
c. Tidak tahu
12) Menurut Bapak/Ibu, apakah peralatan dapur seperti sendok, piring yang apabila
dipergunakan penderita TB Paru dapat mempermudah terjadinya penularan penyakit
TB Paru?
a. Ya, karena melalui alat- alat dapur tersebut kuman TB akan menempel dan
apabila kita gunakan akan mempermudah terjadinya penularan TB Paru
b. Tidak, karena kuman TB tidak bisa menular melalui alat-alat dapur
c. Tidak Tahu

13) Menurut bapak/ibu memisahkan diri dari keluarga, merupakan cara yang paling
efektif agar TB Paru tidak menular.
a. Ya, dengan cara dipisahkan dan dikucilkan tersebut maka keluarga akan
terhindar dari penyebaran kuman TB
b. Tidak perlu memisahkan diri, lebih baik berobat dan minum obat sampai
sembuh
c. Tidak Perlu
14)Menurut bapak/ ibu apakah dalam minum obat TB Paru perlu pengawasan oleh
keluarga yang bertempat tinggal sama dengan bapak/ibu
a. Perlu, karena minum obat perlu dikontrol terutama oleh saudara terdekat agar
obat bisa diminum teratur
b. Kurang perlu, karena obat bisa kita minum sendiri dan tidak akan lupa
c. Tidak perlu
15)Untuk mengurangi penyebaran kuman TB Perlu ventilasi yang baik, syaratnya
adalah :
a. Lobang ventilasi minimal 10% dari luas lantai ruangan
b. Jendela mudah dibuka dan ditutup walaupun ukuran kecil
c. Tidak Tahu

C. Sikap Penderita
Petunjuk : Pilih salah satu jawaban pada masing-masing jawaban dengan
memberi tanda checklist (v) pada jawaban yang anda anggap benar .
SS : Sangat Setuju (4)
S : Setuju (3)
TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)
No.
1.

2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.

Pernyataan
Menurut anda penyakit TB Paru adalah
penyakit yang berbahaya
Penyakit TB Paru dapat disembuhkan
dengan minum
obat TB Paru teratur selama 6 bulan dan
tidak boleh putus walaupun satu hari
Penyakit TB Paru mudah menular terutama
kepada
orang yang pernah kontak dengan penderita
Berprilaku hidup sehat (tidak merokok dan
berolah raga)
Setiap pagi pintu dan jendela rumah dibuka
agar sirkulasi udara lancar
Cahaya matahari masuk kedalam rumah
setiap hari
Pemeriksaan dahak sangat membantu
dalam menentukan penyakit yang diderita
Penderita TB Paru harus makan makanan
yang bergizi
Diperlukan pengawas minum obat TB Paru
terutama
oleh anggota keluarga
Penyakit TB Paru berkaitan erat dengan
kondisi
lingkungan dan prilaku hidup yang kurang
bersih

SS

Jawaban
S
TS

STS

D. Perilaku Pencegahan Penularan Basil Mycobacterium Tuberculosa


Kegiatan yang merupakan usaha yang dilakukan penderita untuk menghindari
tertularnya penyakit tuberkulosis paru ketika dirawat, yang dinilai oleh peneliti
melalui observasi langsung.
No.

Pertanyaan

1.

Memakan Obat TB Paru secara teratur tiap hari

2.

Batuk dengan menutup mulut dan membuang dahak pada


tempat khusus (ditentukan)
Setiap pagi pintu dan jendela ruangan dibuka agar sirkulasi
udara lancar, cahaya matahari masuk ke dalam ruangan
setiap hari
Berprilaku hidup sehat (tidak merokok)

3.

4.
5.

Memisahkan alat makan sendiri seperti:sendok,piring,


gelas dengan anggota keluarga lain

Jawaban
Ya
Tidak

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
Di
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: Andi Tenri Aty S

NIM

: NH 0211017

Adalah mahasiswa dari Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi


Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar yang mengadakan penelitian yang
berjudul Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru
Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Basil Mycobacterium Tuberculosa Di
Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep.
Kegiatan yang diharapkan dari Bapak/Ibu/Saudara/Saudari adalah mengisi
lembar kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
sesuai petunjuk yang ada. Jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/Saudari berikan, akan
saya jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja
serta bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan.
Apabila Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bersedia, mohon tanda tangani lembar
persetujuan dan mengisi kuesioner yang disertakan dalam lembaran ini.
Demikian atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari diucapkan
terima kasih.
Peneliti

Andi Tenri Aty S

PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


Nama

Alamat

Umur

Pekerjaan

Dengan ini menyatakan bersedia dan tidak keberatan menjadi responden


didalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi S1 Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar atas nama
Andi Tenri Aty S dengan judul Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap
Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Basil
Mycobacterium Tuberculosa Di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep.
Demikian surat ini saya buat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak
lain dan kiranya dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pangkep,

Desember 2012

Responden

Anda mungkin juga menyukai