Anda di halaman 1dari 10

DNA

Deoxyribonucleic acid adalah molekul yang mengkodekan instruksi genetik yang


digunakan dalam pengembangan dan fungsi dari semua organisme hidup dikenal dan banyak
virus. DNA adalah asam nukleat; bersama protein dan karbohidrat, asam nukleat membentuk tiga
makromolekul utama penting untuk semua bentuk kehidupan yang diketahui. Kebanyakan
molekul DNA terdiri dari dua untai biopolimer melingkar sekitar satu sama lain untuk
membentuk double helix. Kedua untai DNA dikenal sebagai polinukleotida karena mereka terdiri
dari unit sederhana yang disebut nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari nitrogen yang
mengandung nucleobase-baik guanin (G), adenin (A), timin (T), atau sitosin (C) -serta gula
monosakarida disebut deoksiribosa dan gugus fosfat. Nukleotida bergabung satu sama lain dalam
rantai dengan ikatan kovalen antara gula dari satu nukleotida dan fosfat berikutnya,
mengakibatkan tulang punggung bolak gula-fosfat. Menurut aturan dasar pasangan (A dengan T
dan C dengan G), ikatan hidrogen mengikat basa nitrogen dari dua helai polinukleotida terpisah
untuk membuat DNA untai ganda.
DNA cocok untuk penyimpanan informasi biologis. Tulang punggung DNA tahan
terhadap belahan dada, dan kedua untai struktur untai ganda menyimpan informasi biologis yang
sama. Informasi biologis direplikasi sebagai dua untai dipisahkan. Sebagian besar DNA (lebih
dari 98% untuk manusia) adalah non-coding, yang berarti bahwa bagian ini tidak melayani
fungsi pengkodean protein.
Kedua untai DNA berjalan di arah yang berlawanan satu sama lain dan karena itu antiparalel. Melekat pada setiap gula merupakan salah satu dari empat jenis nucleobases (informal,
basa). Ini adalah urutan keempat nucleobases sepanjang tulang punggung yang mengkodekan
informasi biologis. Di bawah kode genetik, RNA untai dijabarkan untuk menentukan urutan
asam amino dalam protein. Helai RNA ini awalnya dibuat menggunakan untai DNA sebagai
template dalam proses yang disebut transkripsi.
Dalam sel, DNA diatur dalam struktur panjang yang disebut kromosom. Selama
pembelahan sel kromosom ini digandakan dalam proses replikasi DNA, memberikan masingmasing sel kromosom yang lengkap dengan sendirinya. Organisme eukariotik (hewan,
tumbuhan, jamur, dan protista) menyimpan sebagian besar DNA mereka di dalam inti sel dan

beberapa DNA mereka dalam organel, seperti mitokondria atau kloroplas. [1] Sebaliknya,
prokariota (bakteri dan archaea) menyimpan DNA mereka hanya dalam sitoplasma. Struktur
kompak memandu interaksi antara DNA dan protein lain, membantu mengendalikan bagian
mana dari DNA ditranskripsi.
Para ilmuwan menggunakan DNA sebagai alat molekuler untuk mengeksplorasi hukumhukum fisika dan teori, seperti teorema ergodic dan teori elastisitas. Sifat material unik DNA
telah membuat sebuah molekul yang menarik bagi para ilmuwan material dan insinyur tertarik
mikro dan nano-fabrikasi. Di antara kemajuan penting dalam bidang ini adalah origami DNA dan
bahan hybrid berbasis DNA.
Jaringan Epitel
Jaringan epitel adalah jaringan yang melapisi atau menutup permukaan tubuh, baik
permukaan luar maupun permukaan dalam. Jaringan epitel yang melapisi permukaan luar tubuh
disebut epitelium.Adapun jaringan yang terdapat di permukaan dalam tubuh disebut
jaringan endotelium.Jaringan epitel terdiri oleh satu atau banyak sel, tersusun kompak, dan tidak
mempunyai ruang antarsel. Fungsi utama jaringan epitel adalah melindungi jaringan di
bawahnya. Berbagai jaringan mempunyai fungsi khusus.Fungsi jaringan epitel antara lain
sebagai berikut.

Sebagai pelindung/proteksi, misalnya epitel jaringan kulit dan epitel selaput rongga
mulut.

Sebagai reseptor, yaitu epitel yang bertugas menerima rangsangan, misalnya pada alatalat indra.

Sebagai kelenjar, misalnya epitel pada saluran pencernaan menghasilkan enzim-enzim


pencernaan dan epitel pada saluran pernapasan menghasilkan mukus (lendir).
Jenis-jenis jaringan epitel dibedakan menjadi dua berdasarkan jumlah lapisan sel

penyusunnya. Kedua jaringan tersebut adalah jaringan epitel satu lapis (simple epithelium) dan
jaringan epitel berlapis banyak (stratified epitellium)

Epitel pipih selapis, misalnya jaringan epitel yang membentuk peritonium, pembuluh
darah, pembuluh limfa, kapsul glomerulus, dan alveolus.

Epitel pipih berlapis banyak, misalnya epitel pada rongga rnulut, epidermis, esofagus,
ujung uretra, dan rongga hidung.

Epitel kubus selapis, misalnya epitel pada permukaan dalam lensa mata, permukaan
ovarium, saluran nefron ginjal serta pada retina mata.

Epitel kubus berlapis banyak, misalnya epitel yang membentuk saluran kelenjar minyak
dan kelenjar keringat pada kulit.

Epitel silindris selapis, misalnya epitel pada dinding lambung, jonjot usus, kelenjar
pencernaan, kantung empedu, dan saluran rahim.

Epitel silindris berlapis banyak, misalnya pada saluran kelenjar ludah, kelenjar susu,
uretra, dan laring.

Epitel silindris bersilia, misalnya pada saluran reproduksi, saluran pernapasan, dan
rongga hidung.

Epitel transisional, yaitu jaringan epitel yang bentuk selnya berubah-ubah, misalnya
terdapat pada ureter dan ginjal.

http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-fungsi-jenis-jaringan-epitel.html
Isolasi DNA
Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam
keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan
dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat.
Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan
DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley,
2008; Dolphin, 2008). Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti
protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang
dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus
sederhana dan cepat.
Prisnsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai organisme pada
dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan. Bahkan
beberapa teknik menjadi lebih mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu

perusahaan sebagai contoh kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti Kit
Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan GeneJETTM Genomic
DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya memiliki
protokol sendiri yang disesuaikan dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit
dan manual memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki kelebihan harga
lebih murah dan digunakan secara luas sementara kekurangannya membutuhkan waktu yang
relatif lama dan hasil yang diperoleh tergantung jenis sampel.
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran membran
dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan
untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan
memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan
mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan
iradiasi (Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun
enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat
melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000).
Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran
pada sel darah (Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Brown, 2010; Surzycki (2000).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium dodecyl
sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut selain berperan dalam
melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang
merupakan enzim pendegradasi DNA (Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen yang lain
seperti cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan
membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Parameter
keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal. Pertama, Konsentrasi
NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah
air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus
dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan larutan sel yang
mengandung CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA
bersifatinsolublepada suhu di bawah 15C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan kemurnian yang
baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali kontaminasi

polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan
inkubasi ini adalah untuk mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada
suhu 15C. Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak digunakan
untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida seperti terdapat pada sel
tanaman dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas, Agrobacterium, dan Rhizobium
(Surzycki, 2000).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain seperti
NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk menghilangkan
polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk menghilangkan kandungan senyawa
polifenol dalam sel tumbuhan (Ranjan et al., 2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan
polifenol dalam sel tanaman dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol
yang kemudian akan terpisah dengan DNA (Lodhi et al., 1994). Senyawa polifenol perlu
dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik (Moyo et al., 2008). Polifenol juga dapat
menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat dilakukan amplifikasi. Disamping itu
polifenol akan mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA
(Porebskiet al., 1997). Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga dapat
mendenaturasi protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan Rapley, 2008).
Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam rentang pH 5 sampai
12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan depurifikasi dan mengakibatkan DNA
terdistribusi ke fase fenol selama proses deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas
12 akan mengakibatkan pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk
menjaga struktur DNA selama proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam
menghilangkan protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan
mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan buffer,
dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan inhibitor DNAase dan detergen
(Surzycki 2000).
Pada

tahapan

ekstraksi

DNA,

seringkali

digunakan

chelating

agent

seperti

ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim DNase yang
dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara
mengikat ion magnesium dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill
dan Rapley, 2008). DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari

kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang
didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi
protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan
mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp,
2008). Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan
terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada
lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi
sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase
organik (Gambar 1). Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform atau
campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA
yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari
DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Birren, et al., 1997; Clark, 2010).
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air. Disamping itu,
protein juga mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan protein larut dalam pelarut
organik. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan
pelarut organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang
mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan
perbedaan sifat pelarut organik. Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan
kemampuannya untuk mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang
terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase antara kloroform air. Konsentrasi
protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat menyebabkan protein mengalami presipitasi.
Sedangkan lipid dan senyawa organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Clark, 2010).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara kloroform-air.
Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air dan kloroform. Hal ini hanya dapat
dilakukan dengan penggojogan atau sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat
bercampur dengan air. Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke
kloroform untuk membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan kloroformair yang mana protein akan mengalami presipitasi. Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini
memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas
(20.00050.000 bp). Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah untuk menghilangkan

kompleks CTAB dan meninggalkan DNA pada fase aquoeus. DNA kemudian diikat dari
faseaquoeus dengan presipitasi etanol (Surzycki, 2000).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi.Pada
umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan presipitasi. Kedua senyawa tersebut
akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur
fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999).Hoelzel (1992) juga
menambahkan bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform
yang berasal dari tahapan ekstraksi.
Menurut Surzycki (2000), prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan
kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi
molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan
negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air.
Isopropanol dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul
isopropanol tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol
adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan isopropanol akan
menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA akan terpresipitasi; ketiga,
penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan aktivitas molekul air sehingga memudahkan
presipitasi DNA.
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu
RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga mengalami koagulasinamun tidak
membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk presipitat granular.Pada saat etanol atau
isopropanol dibuang dan pellet dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam
tabung adalah DNA pekat.Proses presipitasikembali dengan etanol atau isopropanol sebelum
pellet dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Bettelheim
dan Landesberg, 2007). Keller dan Mark (1989) menerangkan bahwa pencucian kembali pellet
yang dipresipitasi oleh isopropanol dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan
residu-residu garam yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi
bersifat kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama DNA, oleh sebab
itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah presipitasi dengan isopropanol untuk
menghilangkan residu garam (Ausubel et al., 2003).

Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol, maka etanol
kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut bertujuan untuk
menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara
evaporasi karena etanol mudah menguap (Surzycki, 2000). Pada tahap pencucian biasanya etanol
dicampur dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan kontaminan
yang tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang terikat pada asam nukleat (Sambrook
et al., 2001).
Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah penambahan buffer TE
ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar
-20C. Verkuil et al. (2008) menyatakan bahwa buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20C
bertujuan agar sampel DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu bermingguminggu. Keller dan Mark (1989) juga menjelaskan bahwa pelarutan kembali dengan buffer TE
juga dapat memisahkan antara RNA yang mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan
DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil
ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada suhu -20C.
Isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh
beberapa perusahan untuk mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit isolasi juga
disesuaikan dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan digunakan. Berikut adalah
bagan contoh isolasi DNA tanaman dengan menggunakan Kit Nucleon Phytopure yang disajikan
pada Gambar 3.
http://www.generasibiologi.com/2012/08/isolasi-dna.html
Teknik PCR
Teknik PCR (polymerase chain reaction) adalah teknik untuk memperbanyak DNA
secara in Vitro. Mesin PCR ditemukan oleh Kary Mulis dkk pada tahun 1985 dan telah
mendapatkan hadiah nobel pada tahun 1993. Mesin PCR dapat melakukan reaksi untuk
memperbanyak DNA secara keseluruhan.
Proses PCR terdiri dari tiga tahap yaitu : denaturasi, annealing dan ekstensi. Pada
denaturasi, DNA untai ganda dipisahkan pada suhu 95 C sehingga menjadi DNA untai tunggal.
Diperlukan adanya suatu primer sebagai pemicu dalam pembuatan rantai DNA. Primer yang

digunakan umumnya berupa oligonukleotida dengan panjang 15 -20 pasang basa. Pada tahap
annealing temperatur diturunkan sampai 55C, sehingga primer dapat menempel pada DNA
target.
Tahap ekstensi, dimana temperatur dinaikkan kembali pada suhu 72 C agar terjadi
pemanjangan DNA oleh enzim polimerase. DNA polimerase merupakan suatu enzim termostabil
memiliki kemampuan mengkatalisis perpanjangan untai DNA.
Siklus 1 menghasilkan 2 amplikon (DNA target yang telah digandakan). Siklus 2
menghasilkan 4 amplikon, siklus 3 menghasilkan 8 amplikon. Demikian siklus ini dapat berjalan
berulang-ulang. Dalam waktu beberapa jam, dapat dihasilkan miliaran salinan segmen DNA
target. Semua molekul DNA yang dihasilkan akan terdiri atas urutan target yang tepat.
PCR telah digunakan untuk menyalin fragmen DNA kuno (mammoth) yang telah
membeku selama 40.000 tahun. PCR dapat digunakan untuk mengusut perkara kriminal dengan
segmen DNA dari darah atau jaringan yang ditemukan di tempat perkara. PCR dalam bidang
kedokteran digunakan untuk perbanyakan (amplifikasi) DNA dari sampel darah atau jaringan
pasien. Hasil PCR dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit kanker, deteksi infeksi atau virus,
juga penentuan hubungan orang tua dan anak.
https://sites.google.com/site/emodulbiologi/materi/bab-ii---teknik-yang-digunakan-dalambioteknologi/2-3-teknik-pcr-polymerase-chain-reaction-untuk-memperbanyak-dna
Artikel Dalam Kasus Forensik
Dalam kasus pembunuhan maupun bunuh diri, banyak hal yang bisa dijadikan sampel
sebagai barang bukti (saksi mati) di tempat kejadian. Sebagai ahli forensic, kita dituntut bisa
mendapatkan sampel dengan keadaan waktu yang sudah lama maupun jumlah yang sangat
sedikit. Seperti yang akan kita bahas kali ini yaitu sampel pada jaringan epitel korban yang
jumlahnya sedikit. Kami mengambil kasus pembunuhan warga Negara Indonesia (WNI) yang
dibunuh di Hongkong. Pada kasus tersebut korban yang bernama Seneng Mujiarsih dibunuh
didalam apartemen miliknya, pihak disana sudah memastikan bahwa korban memang bernama
Seneng Mujiarsih yang diketahui dari kartu tanda penduduknya dan pelaku pembunuhnya telah
ditangkap. Tetapi, masalah yang dihadapi sekarang adalah jenazah Seneng Mujiasih tidak bisa

dipulangkan karena ijin sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) dianggap illegal. Maka dari itu,
pihak dokter forensic di daerah Sulawesi Tenggara meminta sampel dna orang tua Seneng
Mujiasih sebagai pembanding bahwa jika cocok jenazah Seneng Mujiasih bisa dibawa pulang.
Sampel DNA yang digunakan adalah busal suap atau jaringan epitel mukosa bagian dalam pipi
dan juga darah.

Anda mungkin juga menyukai