merupakan lahan subur untuk perkebunan Kopi (bibit) Toraja, serta persawahan, sekaligus
di dapatkan tambang emas. Luar Biasa. Namun penduduk Pegunungan ini ternyata juga
sakit sakitan, dan miskin. Sebagian menderita hipothiroid, bahkan sering terjadi kasus
kasus bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Selain itu juga terjadi beberapa
kasus kasus bayi lahir cacat serta anak anak kretin. Beberapa keluarga bahkan kesulitan
memiliki keturunan (kasus infertilitas). Ada peneliti yang mengatakan sperma beberapa
pria Situ Bagendit berkualitas rendah motilitasnya.
Banyak orang Jawa yang bertransmigrasi ke wilayah ini dan membuka lahan persawahan,
dan menjadi penambang emas liar (Penambang Emas Tanpa Ijin-PETI), tidak seperti
kakek moyangnya yang pada umumnya memiliki anak belasan jumlahnya. Wilayah ini
juga dikenal memiliki banyak kasus kasus malaria-ditularkan oleh nyamuk Anopheles
balabacensis, serta filariasis yang di tularkan oleh A barbirostris. Singkat kata penduduk
pegunungan Situ Bagendit yang subur, bagaikan anak ayam mati di lumbung padi.
Ternyata para PETI (penambang emas tanpa ijin), banyak menggunakan merkuri untuk
memisahkan emas dari ORE nya, dengan cara di panaskan, direaksikan dan di pisahkan
kembali di dapatkan emas asli. Uap merkuri beterbangan ke lingkungan pegunungan, dan
sebagian masuk kedalam aliran air yang sebagian digunakan untuk persawahan,
perkebunan kopi dan lain sebagainya. Padatnya pemukiman dan intensifnya perkebunan
yang menggunakan mancozeb, pencemaran sampah padat seperti PCB berada di saluran
air, mencemari tanah pertanian diserap oleh akar tanaman pangan, dan akhirnya beberapa
bahan pencemar berada pada pangan yang disantap sehari hari oleh penduduk pegunungan
dan sekitarnya. Data penelitian mahasiswa FKM UI mendukung hal tersebut. Usut punya
usut pak Bupati juga yang mempersilahkan mahasiswa untuk menelitinya.
Disamping itu praktek praktek cover blanket system-seringkali menyebabkan residu
agrokimia berada lengket pada produk pertanian. Lalapan merupakan kegemaran bukan
saja oleh transmigran asal Ciamis, transmigran Banyumas sering pula meniru transmigran
Sunda, doyan daun daunan. Tentu saja dibersihkan terlebih dahulu, namun sekedarnya,
dengan air yang mungkin saja tercemar bakteri Salmonella. Sebenarnya PETI beroperasi
tepat di daerah hilir di bawah ketinggian kota, yang jaraknya hanya 10 km, karena, lebih
ke atas sedikit tidak jauh dari persawahan dan perkebunan kopi, telah lama berdiri sebuah
ibu kota kecamatan yang berubah menjadi kota kecil yang padat, dan baru di jadikan ibu
kota Kabupaten. Penduduknya nyaris 1 juta orang sejak hidupnya tambang emas dan
kebun kopi. Meski abad 21 nyaris dilewati pertengahan abad, penanganan sampah padat
masih tradisional. Namanya juga kabupaten hasil pemekaran, yang lama nyaris
termarjinalisasikan.