D.Y.Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca
Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan (Prestasi Pustakaraya: Jakarta,
2012), hlm. 14-15
Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim yang meminta puteranya
Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui sebagai anak almarhum
Moerdiono, yang merupakan mantan Menteri Sekretaris Negara di era Presiden
Soeharto dengan bunyi putusan: "Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan ini
harus dibaca, Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk
hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memunculkan pro dan kontra di
dalam masyarakat. Pendukung atau yang pro terhadap putusan ini mempunyai
pendapat bahwa sejak adanya putusan tersebut maka anak luar kawin diharapkan
mendapat keadilan dalam hal keperdataan dari bapak biologisnya. Sedangkan bagi
yang kontra berpendapat bahwa putusan ini dipandang mendukung ataupun
melegalkan perbuatan zina.7
Bertolak dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut timbul suatu
pertanyaan yaitu apakah putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final and
binding tersebut sudah konsisten terhadap prinsip-prinsip perlindungan anak
khususnya yang ketentuan yang mengatura anak luar kawin karena hanya Pasal 43
ayat 1 Undang-Undang Perkawinan saja yang harus mengalami suatu perubahan
secara tekstual, mengingat apabila berbicara mengenai pengaturan mengenai anak
pada umumnya tidak hanya diatur di Undang-Undang Perkawinan saja namun
juga di Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di dalam kedua
Undang-Undang tersebut tidak ada ketentuan pasal ataupun penjelasan yang
menyatakan bahwa anak luar kawin telah dilindungi hak-haknya, sehingga hal ini
dipandang dapat menimbulkan suatu ketidakpastian hukum dan ketidakadilan
terhadap pengaturan dan perlindungan hukum bagi anak luar kawin.
Selain itu dengan adanya putusan ini juga berimplikasi pada adanya
perubahan status maupun kedudukan anak luar kawin, perubahan status maupun
7
tersebut
telah
memenuhi
prinsip-prinsip
aspek pengaturan perlindungan hukum terhadap anak luar kawin belum diatur
secara komprehensif dalam sistem hukum positif di Indonesia.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Konvensi Hak Anak merupakan bagian integral instrumen hak asasi yang
berlaku secara universal. Konvensi Hak Anak memuat secara rinci hak-hak asasi
manusia bagi setiap anak, yang meliputi hak kelangsungan hidup (survival), hak
untuk bertumbuh kembang (development), hak untuk memperoleh perlindungan
(protection) dan hak untuk terlibat dan ikut (participation).13 Konvensi Hak Anak
memilik empat prinsip umum yang menggambarkan lebih jauh hak-hak asasi yang
disebutkan di atas. Keempat prinsip umum tersebut adalah :
1. Non diskriminasi; artinya bahwa semua hak yang terkandung dan
diakui dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan kepada setiap
anak tanpa adanya pembedaan atas dasar apapun;
2. Yang terbaik bagi anak (best interest of child); yaitu bahwa semua
tindakan yang dijalankan oleh para penyandang kewajiban (yaitu
semua instansi pemerintah baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif,
juga pihak swasta dan masyarakat secara keseluruhan) harus menjadi
kepentingan yang terbaik bagi si anak sebagai pertimbangan
utamanya;
3. Hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan (right to life,
survival and development); berarti bahwa seluruh pihak harus
mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas
kehidupan, dan oleh karenanya harus juga menjamin semaksimal
mungkin kelangsungan hidup dan perkembangan anak tersebut baik
dari sisi fisik maupun mental; dan
4. Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the
child); berarti bahwa pendapat anak, khususnya jika menyangkut halhal yang mempengaruhi kehidupnannya, harus diperhatikan dalam
setiap pengambilan keputusan. Ini juga berarti bahwa anak bukanlah
obyek yang dapat diperlakukannya sesukanya saja.14
Dalam rumusan hukum internasional mengenai perlindungan anak
sebagaimana dipaparkan dalam mukadimah Konvensi tentang Hak-Hak Anak,
13
12
Konstitusi tersebut membuat terobosan baik dalam hal hukum positif dan hukum
yang hidup dalam perkembangan masyarakat demi terciptanya keadilan bagi
perlakuan anak diluar nikah. Ini yang merupakan salah satu ciri konsep hukum
progresif yang menyatakan bahwa hukum harus peka dengan aspek-aspek lain
diluar lingkup hukum itu sendiri17. Dan hukum harus mampu menciptakan
pertimbangan-pertimbangan hukum diluar konteks hukum positif atau terobosanterobosan guna mewujudkan keadilan sosial.
Letak nilai-nilai progresivisme dalam hal ini pada pertimbanganpertimbangan hakim pada putusan tersebut. Dalam hal ini hakim-hakim
Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian bukan hanya berdasar pada PasalPasal yang tertulis didalam Undang-undang Dasar akan tetapi pertimbanganpertimbangan hukum tersebut juga mengambil dari living law atau hukum yang
hidup didalam masyarakat. Sehingga jika dianalisis dengan teori keadilan maka
putusan tersebut sudah memenuhi unsur keadilan, yakni keadilan korektif yang
menyangkut pembetulan yang salah18, dalam hal ini adalah bunyi dari pasal 43
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang bertentangan dengan pasal 28 UndangUndang Dasar 1945, yaitu :
Sifat represif dari putusan Mahkamah Konstitusi ini adalah manakala hakim
Konstitusi mengabulkan permohonan dari pemohon yakni Machica Mochtar,
karena sifat represif dari perlindungan hukum mengandung pengertian
perlindungan yang dibuat untuk menyelesaikan suatu sengketa, dan perlindungan
yang dimaksud tentu saja bertujuan untuk melindungi kedudukan ataupun hak-hak
asasi maupun keperdataan dari anak luar kawin hasil hubungan Machica Mochtar
dengan (alm.) Moerdiono.
Dari hasil putusan para hakim di Mahkamah Konstitusi di atas maka jika
ditinjau atau dianalisis dengan menggunakan teori keadilan maupun perlindungan
hukum maka putusan para hakim konstitusi ini sudah tepat dan pro-perlindungan
anak karena putusan ini lahir dengan pertimbangan bahwa hukum harus memberi
perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang
17
13
dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan
meskipun keabsahan perkawinannya masih disengketakan terlepas dari adanya
concurring opinion yang dikemukakan oleh hakim Konstitusi Maria Farida.
Gambar
Hubungan Anak Hasil Perkawinan Yang Sah dengan Anak Luar Kawin
Dalam Konsep Perlindungan Anak
Anak Sah
Hasil
Perkawinan
Konsep HAM
SAMA
Non
diskriminasi
Anak Luar
Kawin
Penghargaan
terhadap pendapat
anak (respect for the
views of the child);
Hak hidup,
kelangsungan hidup
dan perkembangan
(right to life,
survival and
development);
Yang terbaik
bagi anak (best
interest of
child);
19
14
Anak,
Undang-Undang
tentang
anak
luar
kawin
sehingga
dapat
menimbulkan
itu
dalam
hal
administrasi
kependudukan
masih
terdapat
Undang-Undang
Kewarganegaraan
masih
terdapat
16
terjadi seperti penyelesaian dalam hal pengakuan anak luar kawin karena pada
dasarnya anak dan segala kepentingannya harus dipisahkan dari setiap
persengketaan yang terjadi pada kedua orang tuanya, urusan sah atau tidaknya
perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya, atau bahkan sama sekali tidak ada
perkawinan yang mendahului proses kelahiran si anak, hak dan kedudukan si anak
di mata hukum tidak boleh dirugikan22.
Dalam hal kepastian hukum bagi anak luar kawin maka perlu adanya
ketegasan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dan juga
pelaksanaan di lapangan mengingat indikator adanya kepastian hukum di suatu
negara itu sendiri adalah adanya perundang-undangan yang jelas dan perundangundangan tersebut diterapkan dengan baik oleh hakim maupun petugas hukum
lainnya.23 Untuk itu diperlukan kejelasan terhadap bunyi pasal 43 (1) UndangUndang Perkawinan yang telah mengalami perubahan bunyi akibat putusan
Mahkamah Konstitusi mengenai pelaksanaan teknis dari bunyi pasal 43 (1)
tersebut ataupun peraturan yang lebih konkrit dalam mengatur perlindungan dan
kesejahteraan anak luar kawin yakni dengan memasukkan ketentuan mengenai
anak luar kawin di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak maupun UndangUndang Kesejahteraan Anak. Dalam penambahan pasal yang memuat ketentuan
anak luar kawin di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak maupun
Kesejahteraan harus berdasarkan empat prinsip umum yang terkandung di dalam
Konvensi Hak Anak.
Sementara itu di dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan
harus mengatur tentang indiskriminasi yang terjadi pada anak luar kawin, seperti
kewajiban pencantuman nama ayah pada akta kelahiran sang anak, karena hal
tersebut dapat menimbulkan stigma negatif dan dapat menimbulkan permasalahan
bagi sang anak di kemudian hari khususnya pada saat sang anak ingin
mendapatkan
pendidikan.
Lebih
lanjut
di
dalam
Undang-Undang
17
Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah diakui hak-hak
konstitusionalnya yang meliputi
pelayanan
warga negara
yang tanpa
diskriminatif, prinsip yang terbaik bagi anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan
perkembangan, serta penghargaan terhadap anak
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis di atas, maka dalam penelitian
ini dapat ditarik beberapa kesimpulan mendasar antara lain :
1. Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang amar
putusannya mengabulkan uji materiil terhadap pasal 43 ayat (1) UndangUndang Perkawinan secara filosofis dan teoritis telah memenuhi
konsistensi prinsip-prinsip hukum mengenai perlindungan anak dilihat dari
sudut pandang hak asasi manusia. Adapun kaidah dasar dari sebagaimana
dimaksud terdiri dari yaitu, non diskriminasi, yang terbaik bagi anak, hak
hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta penghargaan terhadap
pendapat anak.
2. Bahwa harmonisasi hukum peraturan perundang-undangan pasca putusan
Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 terhadap serangkaian
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai anak mutlak
untuk dilakukan secara komperehensif agar pelaksanaan dan pengaturan
hukum mengenai pemenuhan dan perlindungan hak konstitusional anak
luar kawin dapat dijalankan secara optimal di masa yang akan datang.
18