Anda di halaman 1dari 52

MEMBENTUK KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SAINS MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA DI KELAS V SDN

49/IV KEL. TALANG BANJAR KEC. JAMBI TIMUR KOTA JAMBI

SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Jambi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2011-2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan dewasa ini lebih menekankan pada kualitas proses maupun produk pembelajaran melalui kegiatan yang mampu memberikan dampak positif terhadap perkembangan dan kreatifitas berfikir peserta didik. Selain itu, perlu dipahami konsep pendidikan dan pembelajaran sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar. Guru harus mampu menentukan suatu pendekatan dan metode atau media sesuai untuk pembelajaran topik-topik Sains sehingga menarik dan dapat memotivasi siswa untuk mempersiapkan emosi belajar secara menyeluruh. Hasil kajian menunjukan bahwa pembelajaran Sains di Sekolah Dasar masih banyak dilakukan secara konvensional (pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar Sains masih sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya (Departemen Pendidikan. Sarjono, 2000). Hal lain yang telah ditemukan di lapangan pada waktu melakukan observasi pada SD No.49/IV Kelurahan

Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi diperoleh hasil observasi siswa dan siswi yang rendah, observasi ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil belajar siswa serta dari hasil refleksi bersama guru. Permasalahan yang diperoleh dari hasil belajar siswa yang rendah terutama pada pelajaran Sains pada pokok pembahasan sistem pencernaan pada manusia. Hal ini disebabkan pelajaran Sains hampir selalu disajikan secara verbal melalui kegiatan ceramah dan textbook oriented dengan keterlibatan siswa yang sangat minim, kurang menarik minat siswa dan membosankan. Guru jarang menggunakan alat peraga atau media pelajaran Sains sekalipun di sekolah tersedia alat peraga KIT IPA serta tidak terbiasa untuk melibatkan siswa dalam melakukan kegiatan percobaan. Dalam membahas materi tidak terlihat adanya upaya guru untuk mengembangkan kegiatan diskusi kelompok maupun kegiatan kelas, target keberhasilan pelajaran Sains yang diterapkan guru cenderung lebih mengarahkan agar siswa terampil mengerjakan soal-soal ujian akibatnya pemahaman konsep siswa rendah. Di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa pembelajaran Sains harus menekankan pada penugasan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas 2006). Namun pada kenyataannya hal tersebut sulit untuk direalisasikan karena masih terdapat beberapa kelemahan dalam pembelajaran Sains, yaitu 1) Berpusat pada guru, 2) Tidak menantang siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan logis, 3) Orientasi pembelajaran hanya untuk mencapai target kurikulum, 4) Keterlibatan siswa sangat minim, 5) Kegiatan percobaan atau demonstrasi jarang dilakukan, 6) Kurang menekankan penguasaan keterampilan.

Oleh karena itu pembelajaran Sains di SD harus menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan metode alat peraga ataupun media yang digunakan. Seperti yang telah dijelaskan diatas sebelumnya, hal tersebutlah salah satu penyebab kurang berhasilnya siswa dalam belajar. Hal ini juga dapat dilihat dari data nilai KKM siswa kelas V pada mata pelajaran Sains yang mencapai nilai 65. Bila nilai KKM tersebut kurang dari setengah maka diadakan remedial, dan jika lebih dari nilai yang rendah maka diadakan pengulangan atau pengayaan, tujuannya menaikkan nilai anak yang rendah menjadi lebih baik, dimana syarat kriteria ketuntasan minimum itu dilihat dari 1) adanya dukungan, 2) sumber belajar yang baik, dan 3) dari penilaian hasil belajar siswa. Guru berhasil dalam mengajar maka ia harus dapat memilih dan menggunakan metode, media, atau alat peraga yang tepat dalam mengajar anak didik nya, upaya tersebut selayaknya berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga pada akhirnya diharapkan peserta dapat

meningkatkan pengetahuan yang optimal, guru juga harus mengetahui bukan hanya bahan/materi pelajaran akan tetapi juga masalah-masalah siswa, sebab melalui media mengajar, metode maupun alat peraga guru harus mampu memberikan kemudahan belajar kepada siswa dalam proses belajar di kelas. Jadi penguasaan guru terhadap alat pendukung tersebut adalah upaya guru untuk membantu penguasaan materi pengajaran oleh siswa nya. Maka alat peraga dipilih untuk mengatasi masalah yang ada di dalam kelas.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba memperbaiki pembelajaran dengan menggunakan Alat Peraga untuk membentuk kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan hasil belajar sains di kelas V SDN No.49/IV Kelurahan Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan alat peraga di kelas V SDN 49/IV Kelurahan Talang Banjar, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi.? 1.3. Tujuan Penelitian Membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan alat peraga kelas V SDN No.49/IV Kelurahan Talang Banjar pokok bahasan sistem pencernaan pada manusia. 1.4. Manfaat Penelitian Suatu penelitian pada akhirnya secara umu diharapkan dapat memberikan suatu nilai kemanfaatan. Begitu juga dengan penulisan ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa Bagi siswa diharapkan dapat mendorong siswa belajar lebih giat, terutama untuk meningkatkan kemampuannya dalam: Mengarahkan kegiatan belajar Meningkatkan semangat belajar Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar

2. Bagi guru Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan akan menambah wawasan guru tentang tindakan kelas guna membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan alat peraga, memahami kemampuan siswa dan potensi yang dimilikinya serta memberikan stimulus yang tepat sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran Sains. 3. Bagi Sekolah Bagi sekolah hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan penting dalam rangka meningkatkan kegiatan pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran Sains. 4. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan tentang pelajaran sains, menambah wawasan peneliti tentang kemampuan berfikir kritis dan peningkatan hasil belajar anak didik, serta menambah manfaat bagi penulis dalam penulisan laporan skripsi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Mata Pelajaran Sains Di Sekolah Dasar Sains adalah ilmu yang seperti ilmu terus menambahkan pengetahuan dari penelitian oleh orang yang berdisiplin dan rajin. Sains adalah salah satu mata pelajaran utama dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Sains adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, dan mutu pendidikan sains di Indonesia, ditinjau dari perolehan UN masih memperhatikan. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata UN sains siswa menjadi semakin kecil. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, walaupun telah banyak upaya yang dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun para guru. Upaya tersebut mencakup dana, waktu, tenaga, dan pikiran yang telah banyak dicurahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan sains, namun belum memberikan hail yang memuaskan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:324), kata ilmu berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metodemetode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Dalam tatanan praktis kehidupan sehari-hari semua orang senantiasa memanfaatkan pengetahuan untuk mengetahui ilmu tertentu, dan lain-lain.

Mata pelajaran Sains perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Guru berperan sebagai fasilitator sehingga siswa lebih efektif berperan dalam proses belajar. Guru membiasakan memberi respon yang mengaktifkan agar semua siswa berperan secara positif dan edukatif. Penilaian tentang kemajuan belajar Sains dilakukan selama proses pembelajaran, penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintegrasi (tidak dipisahkan) dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan dinilai dari prosesnya bukan hanya dari hasil, karena proses pembelajaran sangat menentukan hasil yang akan didapati. Sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Sains bukan saja hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2006: 484). Dalam kurikulum (Depdiknas: 2004) pada bidang studi Sains dijelaskan bahwa ruang lingkup pelajaran Sains meliputi dua aspek yaitu: 1. Kerja ilmiah yang mencakup pengamatan/penelitian, komunikasi ilmiah, pengembangan kreatifitas dan pemecahan masalah sikap, dan nilai ilmiah. 2. Pemahaman konsep dan penerapan nya, yang mencakup: a. Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cairan, padat dan gas

c. Energi dan perubahannya meliputi gaya, panas magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana d. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya e. Sains, lingkungan teknologi dan masyarakat merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitan nya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat, melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat 2.1.1. Konsep Alat Peraga Pelajaran Sains Paradigma Pembelajaran modern cenderung berpusat pada siswa (siswa sentris) dengan melibatkan berbagai komponen pembelajaran, antara lain peranan sarana dan prasarana pendidikan yang di dalamnya secara spesifik terdapat alat peraga/praktik mutlak diperdayakan. Menurut Nasution (1985:100) alat peraga adalah alat pembantu dalam mengajar agar efektif. Jika memperhatikan pengantar Direktur Sarana Pendidikan, Dirjen Dikdasmen Depdiknas (2006) dikemukakan bahwa: Salah satu sumber belajar yang sangat penting dalam hal ini adalah alat peraga/praktik yang dapat membantu guru untuk memperjelas dan memvisualkan konsep atau pengertian serta melatih untuk mencapai keterampilan tertentu. Untuk mata pelajaran yang tujuan instruksional nya lebih banyak menekankan (psikomotor), alat peraga/praktik sangat diperlukan sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar.

Paradigma pendidikan dewasa ini lebih menentukan pada kualitas proses maupun produk pembelajaran melalui produk pembelajaran learning to know, learning to life together yang mampu memberikan dampak positif terhadap

10

perkembangan dan kreatifitas berfikir peserta didik. Selain itu perlu dipahami konsep pendidikan dan pembelajaran sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar. Berdasarkan paparan tersebut, tersirat maka adanya keharusan guru ketika melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah melakukan berbagai upaya dalam memodifikasi RPP serta improvisasi pelaksanaan pembelajaran nya. Upaya tersebut selayaknya berjalan secara berkesinambungan sehingga pada akhirnya diharapkan peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Melihat fenomena di lapangan, ada kecenderungan guru kurang memperhatikan penggunaan alat peraga pelajaran ditinjau dari aspek pencernaan maupun pelaksanaan proses pembelajaran. Sedangkan alat peraga/ praktik merupakan bagian dari sarana dan prasarana pendidikan dan identik dengan alat bantu pelajaran. Torso sebagai alat peraga buatan (article) merupakan salah satu alat peraga yang digunakan sebagai alat bantu pengajaran pada konsep pencernaan makanan. Menurut kurikulum (Anonim, 1991: 26) peranan alat peraga disebutkan sebagai berikut: (a) alat peraga dapat membuat pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa, (b) alat peraga memungkinkan lebih

11

sesuai dengan perorangan, dimana para siswa belajar dengan banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masingmasing individu, (c) alat peraga memungkinkan belajar lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan di luar kelas, (d) alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur. Secara umum benda yang ada di alam sekitar selain sebagai sumber belajar juga dapat dimanfaatkan sebagai alat peraga/ praktik pembelajaran. Tetapi jenis dan spesifikasi nya untuk masing-masing mata pelajaran akan berbeda-beda sesuai dengan tuntunan pembelajaran nya. Direktorat Sarana Pendidikan (2000: 1) menerangkan bahwa: Dalam daftar jenis dan spesifikasi alat peraga/ praktik terdapat 2 (dua) kategori alat yaitu alat yang sukar dibuat dan alat yang mudah dibuat (sederhana). Untuk alat yang sukar dibuat, akan dibuatkan properti nya dan pabrikasi untuk selanjutnya disebarluaskan di sekolah. Bagi alat peraga yang mudah dibuat diupayakan agar guru-guru/ siswa dapat membuat sendiri dengan menggunakan bahan yang murah dan di dapat di lingkungan sekitar. 2.1.2. Kelebihan dan kekurangan alat peraga Sains a. Memperjelas informasi atau pesan pembelajaran b. Meningkatkan motivasi belajar c. Menyediakan variasi belajar d. Memberikan gambaran struktural yang memudahkan belajar e. Memberikan contoh yang selektif f. Merangsang berfikir analisis g. Memberikan situasi belajar tanpa beban atau tekanan

12

Selain kelebihan yang terdapat dalam penggunaan alat peraga, alat peraga pun terdapat beberapa kekurangan dalam penggunaannya, antara lain: a. Media terbatas b. Penggunaan hanya secara pasif c. Guru hanya menyebutkan dan menjelaskan, namun tidak membimbing siswa dalam kegiatan belajar Disamping itu penggunaan alat peraga sangat sesuai dengan teori Piaget yang menyatakan bahwa anak SD pada umumnya berada pada akhir tahap pra operasional. Pada hakekatnya kedua tahapan ini mempunyai banyak persamaan yaitu mereka berfikir atas dasar nyata (konkrit), mereka belum dapat berfikir abstrak, kalaupun mampu mereka harus terlebih dahulu menggunakan alat peraga. 2.2. Pengertian Berfikir Kritis Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasikan data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Dalam beberapa tahun terakhir, Berpikir Kritis telah menjadi suatu istilah yang sangat populer di dunia pendidikan. Karena banyak alasan, para pendidik menjadi lebih tertarik mengajarkan keterampilan-keterampilan berpikir dengan berbagai corak dari pada mengajar informasi dan isi. Tentu saja, anda bisa melakukan keduanya, tetapi di masa lalu penekanan sebagian besar pengejaran yang disampaikan kepada masyarakat adalah pada isi sejarah, fisika, geografi, atau apa saja dan meskipun banyak pengajar menyatakan bahwa mereka telah mengajarkan kepada para siswa nya tentang bagaimana berpikir, sebagian besar

13

akan mengatakan bahwa mereka melakukan secara tidak langsung atau secara implisit, yaitu sembari menyampaikan isi materi pelajaran mereka. Indikator Berpikir Kritis Wade (1995) mengidentifikasikan delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi: (1) Kegiatan merumuskan pernyataan, (2) Membatasi masalah, (3) Menguji data-data, (4) Menganalisis berbagai pendapat, (5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional, (6) Menghindari penyederhanaan berlebihan, (7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan (8) Mentoleransi ambiguitas. Semua manusia akan berfikir, begitulah alaminya manusia tercipta. Proses berfikir merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan seorang yang mengalami gangguan kejiwaan pun merupakan seorang pemikir yang mempunyai dunia lain dalam hidupnya. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Dalam proses berfikir, tentunya diperlukan daya nalar yang memadai untuk menganalisa masalah yang dihadapi. Liputo dalam Maulana (2008) bahwa berpikir merupakan kegiatan mental yang disadari dan diarahkan agar kita dapat

14

membangun dan memperoleh pengetahuan, mengambil keputusan, membuat perencanaan, memecahkan masalah, serta untuk menilai tindakan. Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin, terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan komunikasi efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah paradigma egosentris dan sosio sentris kita. Gleser mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah dan hal yang berbeda dalam jangkauan pengalaman seseorang, pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan semacam suatu menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjut yang diakibatkan nya (Gleser, 1941, hal 5). Beyer (1995) menawarkan definisi yang paling sederhana: Berpikir kritis berarti membuat penilaian-penilaian yang masuk akal. Beyer memandang berpikir kritis sebagai menggunakan kriteria untuk menilai kualitas sesuatu, dari kegiatan yang paling sederhana seperti kegiatan normal sehari-hari sampai konklusi dari sebuah paper berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-pernyataan, ide-ide, argumenargumen, penelitian, dan lain-lain). Screven dan Paul (1996) dan Angelo (1995) memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi aktif dan ber keterampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh, observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah

15

penuntun menuju kepercayaan dan aksi. Selain itu, berpikir kritis juga telah didefinisikan sebagai berpikir yang memiliki maksud, masuk akal, dan berorientasi tujuan dan kecakapan untuk menganalisis sesuatu informasi dan ide-ide secara hati-hati dan logis dari berbagai macam perspektif (Silverman dan Smith, 2002). Beberapa penulis percaya bahwa kecakapan yang kurang di dalam berpikir kritis secara langsung mempengaruhi kapasitas bagi individu untuk maju dalam penerapan secara efektif informasi yang sampai kepada mereka (Glazer, 1985; Primack, 1986; Wilson, 1988). Oleh karena itu, mereka menafsirkan bahwa nampak penting bagi kita untuk tidak hanya belajar berpikir kritis, tetapi juga mengajarkan berpikir kritis kepada orang lain. Anggapan ini sangat penting karena bagi seseorang untuk bisa berhasil di dalam bidang apa pun, dia harus memiliki kecakapan untuk berpikir kritis. Dia harus bisa menalar secara induktif dan deduktif, seperti kapan dia melakukan kritik dan mengkonsumsi ide-ide atau saran-saran. Kecakapan-kecakapan berpikir kritis ini biasa dikenal sebagai sebuah tujuan pendidikan yang penting dan meresap, dan dianggap sebagai sebuah hasil yang diinginkan dari semua kegiatan manusia. Bagi Rudinov dan Barry (1994), berpikir kritis adalah sebuah proses yang menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis dan rasional , dan memberikan serangkaian standard dan prosedur untuk menganalisis, menguji dan mengevaluasi. Keduanya menyatakan bahwa banyak orang tidak, tidak bisa, atau tidak akan berpikir kritis. Alasan utama untuk ketidakjelasan ini adalah bahwa

16

orang menjadi korban karena penghalang-penghalang berpikir tertentu. Rudinov dan Barry lebih jauh menyatakan bahwa setiap individu memiliki struktur kepercayaan yang ke dalamnya dia telah memasukan banyak kepercayaan. Yaitu: kebanyakan kepercayaan atau prasangka yang akan kita duga tanpa pertimbangan sadar, dan kepercayaan-kepercayaan ini sangatlah sulit untuk dibuang. Berdasarkan uraian di atas, maka berpikir kritis dalam penelitian ini adalah suatu proses kognitif atau tindakan mental siswa dalam usaha memperoleh pengetahuan berdasarkan penalaran. 2.2.1. Ciri khas pemikir kritis Ada beberapa ciri khas dari pemikir kritis itu sendiri adalah sebagai berikut: 1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas dan relevan terhadap kondisi yang ada 2. Berfikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi yang logis 3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks Pemikir kritis yang baik akan memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan lain-lain. 2.2.2. Fase-fase dalam berpikir kritis Dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis, maka kita terlebih dahulu harus mengetahui fase-fase kemampuan berfikir kritis, oleh karena itu selanjutnya akan diuraikan fase-fase berfikir kritis, yaitu:

17

Brookfield (1987) mengidentifikasi lima fase berfikir kritis, yaitu: (1) Trigger event (cepat tanggap terhadap peristiwa) Yaitu pengenalan suatu peristiwa tak terduga yang mengakibatkan terjadinya konflik kognisi internal. (2) Appraisal (penaksiran) Yaitu nilai situasi dan mulai bekerja secara teliti, menghadapi peristiwa tak terduga dengan berbagai cara, mengklarifikasikan dan mengidentifikasi perhatian orang lain dalam menghadapi situasi serupa. (3) Exploration (eksplorasi) Yaitu mencari makna ke resolusi, atau cara dalam menjelaskan pertentangan untuk mengurangi konflik kognisi, mendorong seseorang untuk mencari maksud/arti, menyelidiki cara pikir dan bertindak (4) Development alternative perspective (mengembangkan alternatif perspektif) Yaitu mengembangkan cara pikir baru yang membantu seseorang

menyesuaikan kepada peristiwa yang tidak diharapkan. Transisi ini melibatkan suatu usaha untuk mengurangi ketidaksesuaian dalam hidup seseorang, dan (5) Integration (integrasi) Yaitu menegosiasikan perspektif baru untuk memfasilitasi integrasi perubahan hidup seseorang, melibatkan pengintegrasian konflik kognisi secara internal atau eksternal untuk mencapai suatu resolusi Knedler dalam L. Costa yang dikutip oleh Wahiddin (2008) mengemukakan bahwa berpikir kritis dapat dikelompokkan dalam tiga fase, yaitu:

18

(1) Menganalisa masalah yang di dalamnya ada empat langkah yaitu mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok, membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan, memilih informasi yang relevan dan merumuskan masalah, (2) Menilai informasi yang relevan yang di dalamnya terdapat lima langkah yaitu menyeleksi fakta, opini dan hasil nalar, mengecek konsisten, mengidentifikasi asumsi, mengenali kemungkinan bisa karena salah penafsiran, dan perbedaan orientasi nilai dan ideologi, (3) Pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan 2.3. Pengertian Belajar Menurut Jihad dan Haris (2008: 1) belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses interaksi antara guru dan peserta didik. Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, kegiatan belajar dapat berlangsung dimanamana misalnya di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, baik disadari maupun tidak disadari, disengaja maupun tidak disengaja. Belajar juga selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu. Menurut WS. Winkel (1989: 36) belajar adalah salah satu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam suatu interaksi aktif dengan lingkungan yang

19

menghasilkan

perubahan-perubahan

dalam

pengetahuan,

pengalaman,

keterampilan, dan nilai sikap. Menurut Djamarah (2002: 13) belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditujukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapat perubahan. Tentu saja perubahan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi. Belajar dalam arti mengubah tingkah laku, akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Dapat disimpulkan secara umum bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. 2.3.1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. 2.3.2. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar

20

1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar) Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya. 2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar) Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penamaan konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, (Nama Sudjana, 1989: 111) 2.4. Kerangka berfikir Penelitian ini mengungkapkan antara pelajaran Sains pada konsep sistem pencernaan pada manusia. Hamalik (1986) mengemukakan pendapatnya bahwa pemakaian media dalam proses belajar mengajar dapat mengakibatkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Seperti yang telah dijelaskan diatas maka dapat di simpulkan bagaimana membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains

21

melalui penggunaan alat peraga yaitu membuat anak semangat dalam belajar dengan menampilkan gambar-gambar sebagai salah satu alat pendukung, dari gambar tersebut guru dapat melihat kemampuan anak dalam mengamati, mencermati gambar serta mampu menganalisis apa yang di tampilkan dari gambar-gambar tersebut, serta membuat anak berfikir, mengungkapkan pendapat dari gambar yang diberikan guru dan memberi memotivasi anak agar minat dalam belajarnya semakin meningkat, di sinilah guru dapat melihat serta memperoleh hasil belajar siswa yang semakin meningkat atau tidaknya ke arah yang lebih baik.

Kerangka berfikir

Mengamati

Alat Peraga

Mencermati

Menimbulkan Pertanyaan

Berfikir Kritis

Hasil Belajar

Menganalisis

2.5. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berfikir yang dikemukakan diatas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas adalah: Penggunaan Alat Peraga pada pokok bahasan sistem pencernaan pada manusia dapat membantu kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar Sains di kelas V SDN 49/IV Kelurahan Talang Banjar, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Seting Penelitian a. Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 49/IV Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi. Pada tanggal 01 November sampai dengan 15 Desember 2011. Di kelas V dengan jumlah 39 orang. Yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan. Dari aspek kegiatan ialah penggunaan alat peraga pada pembelajaran Sains terhadap siswa yang mengalami penurunan prestasi belajar pada materi sistem pencernaan pada manusia. b. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 49/IV Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi dan sekolah ini mempuyai fasilitas sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ruangan kantor Ruang belajar siswa Ruang perpustakaan Ruang UKS WC guru WC siswa Rumah Penjaga Sekolah : : : : : : : 2 Ruangan 8 Ruangan yang terdiri dari a, b, c 1 Ruangan 1 Ruangan 2 Ruangan 2 Ruangan 1 Ruangan

22

23

3.2. Rencana Tindakan 3.2.1. Jenis Tindakan dan Bentuk Tindakan Rencana Tindakan ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, dengan menggunakan alat peraga pada mata pelajaran Sains di kelas V. penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh gurunya sendiri dengan cara (1) merencanakan (2) melaksanakan (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. 3.2.2. Prosedur Penelitian Data perolehan gambaran meningkat pengetahuan pada pembelajaran Sains siswa kelas V SD dikumpulkan dalam penelitian ini, berdasarkan hasil tes atau ulangan harian dan persentase rata-rata secara umum nilai diperoleh. Adapun prosedur penelitian tindakan kelas meliputi: a. Perencanaan Pada tahap perencanaan tindakan yang perlu dipersiapkan adalah: 1. Menganalisis silabus 2. Menetapkan materi pelaksanaan pembelajaran dan menyiapkan pedoman penilaian 3. Menentukan sumber belajar, alat dan bahan 4. Menetapkan waktu pembelajaran b. Pelaksanaan Tindakan Penelitian ini dilaksanakan sendiri oleh peneliti dikelas V sebagai guru Sains/ IPA, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

24

a. Yang dilaksanakan : Penelitian Sendiri b. Waktu c. Tempat d. Langkah-langkah a. Kegiatan awal Guru memberikan apersepsi tentang materi sebelumnya Guru menyampaikan indikator pencapaian kompetensi dan kompetensi yang diharapkan Memberikan motivasi kepada siswa tentang pentingnya : Jam pelajaran sains : Ruang kelas V :

mempelajari alat pencernaan pada manusia b. Kegiatan inti Guru memperlihatkan alat peraga kepada peserta didik sebagai pengantar pelajaran Guru menyebutkan bagian-bagian alat pencernaan dimulai dari rongga mulut, kerongkongan, gerak peristaltik, dan lambung disini posisi guru tidak menjelaskan secara final, tujuannya guru menginginkan siswa berfikir kritis dan dapat membuat pertanyaan dari alat peraga yang diberikan a. Eksplorasi Siswa dapat memahami peta konsep tentang alat pencernaan pada manusia Guru menjelaskan tugas dari rongga mulut

25

Guru menjelaskan tugas dari kerongkongan dan fungsi dari gerak peristaltik serta fungsi dari lambung

b. Elaborasi Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik lisan maupun tulisan Memberi kesempatan untuk berfikir, menganalisis, menyelesaikan masalah da bertindak tanpa rasa takut dari apa yang trlah mereka ketahui lebih lanjut c. Konfirmasi Guru menyimpulkan materi pelajaran dan bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa Memberikan penguatan dan pemahaman kepada siswa

c. Kegiatan akhir Memberikan tindak lanjut dengan memberikan PR Guru menutup pelajaran

c. Observasi Pengamatan dilakukan oleh peneliti terhadap pengetahuan siswa, pengetahuan di dapat dari efektifitas tindakan siklus dan hasil akhir siklus dari tindakan, disamping itu juga diamati apakah penggunaan alat peraga dapat membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar dalam menyelesaikan soal-soal materi pencernaan.

26

d. Refleksi Berdasarkan hasil penelitian, proses pembelajaran yang dilakukan diperkirakan sudah menunjukan kemampuan, hal ini ditunjukkan dengan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan hasil belajar siswa. Refleksi merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami dan memberikan makna terhadap proses dan hasil pembelajaran yang terjadi yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Bahan untuk refleksi adalah hasil observasi dan jawaban siswa b. Yang melaksanakan refleksi adalah peneliti sendiri c. Waktu dilaksanakan setiap akhir dari pelaksanaan tindakan (siklus)

3.3. Matrik Metode Penelitian Judul : Membentuk kemampuan kritis untuk Meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan Alat peraga di kelas V SDN No.49/IV Kelurahan Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi Nama : Uci Suciati

No 1

Rumusan Masalah Bagaimana membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan alat peraga dikelas V SDN 49/IV kelurahan

Variabel yang diamati Alat peraga

Definisi operasional variabel Alat peraga yang lebih mengedepank an aktifitas siswa dalam mengamati gambar

Instrume n Lembar observasi guru dan siswa dan lisan

Sumber data Guru Siswa

Kemampuan berfikir kritis

Kemampuan yang diperoleh siswa dalam

Lembar jawaban tes tertulis

Cara pengambilan data Data kualitatif melalui pengamatan langsung terhadap aktivitas guru dan siswa Data kuantitatif melalui nilai tes menulis

27

Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi

Hasil belajar

berfikir kritis dengan menemukan berbagai pertanyaan yang dilihatnya melalui alat peraga Nilai yang diperoleh dari hasil akhir tiap siklus

beberapa pertanyaan

3.4. Data dan teknik pengumpulan data 3.4.1. Jenis Data Data kuantitatif Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa berupa tes yang dilakukan pada akhir siklus. Data kualitatif Data hasil observasi selama proses belajar mengajar berlangsung diruang kelas, data ini diperoleh menggunakan lembar observasi. 3.4.2. Sumber data Siswa kelas V SD Negeri 49/IV Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi 3.4.3. Cara pengumpulan data Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan lembar observasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung pada setiap siklus. Data kuantitatif diambil dari penilaian berfikir kritis siswa.

28

3.4.4. Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode penilaian dengan menggunakan skala dan berdasarkan ketentuan perolehan nilai yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Skala penilaian dimaksud adalah peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa melalui pembelajaran Sains pada materi pencernaan. Data hasil belajar siswa yang diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan perhitungan statistik sederhana yaitu dengan persentase, modus, media dan rata-rata (Sudijono, 2007; 79). Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata adalah sebagai berikut: R= X1 N

: Nilai rata-rata siswa

X1 : Hasil penjumlahan semua nilai siswa N : Jumlah siswa

Analisis data hasil observasi yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan sebagaimana adanya tampak dari prilaku yang diobservasi, diolah dengan melakukan analisis dan interpretasi seluruh hasil amatan tersebut (Sudjana, 1991; 132). Analisisnya adalah dengan melihat re rata skor hasil observasi dengan menggunakan rumus: Re rata skor : Jumlah aktivitas siswa yang tampak Jumlah aktivitas yang diamati

29

3.5. Kriteria keberhasilan Keberhasilan tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melihat ketuntasan belajar yang secara klasikal kelas yang bersangkutan. Adapun perhitungan ketuntasan pengetahuan belajar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ketuntasan belajar secara individu Jika guru ingin mengetahui sejauh mana penugasan materi pelajaran yang diajarkan. Dalam penelitian ini ketuntasan hasil belajar dihitung dengan persentase jawaban yang benar dicapai oleh setiap siswa dalam menjawab soal tes yang di berikan. Richjadi (2003: 26) mengemukakan bahwa untuk menghitung ketuntasan belajar individu digunakan rumus sebagai berikut: Persentase Ketuntasan = Jumlah jawaban yang benar X 100% Jumlah soal seluruhnya

Kriteria ketuntasan secara individu apabila persentase jawaban siswa minimal 60% 2. Ketuntasan Klasikal Jika guru menginginkan berapa persen dari materi pelajaran yang telah disajikan telah dikuasai oleh kelas, maka digunakan ketuntasan belajar secara klasikal. Ketuntasan secara klasikal ini dihitung dengan persentase penguasaan kelas terhadap materi pelajaran yang diberikan. Menurut /Richjadi (2003; 27) untuk menghitung ketuntasan belajar secara klasikal ini dapat digunakan rumus: % Ketuntasan Klasikal : Jumlah siswa yang tuntas X 100% Jumlah soal seluruhnya

30

Secara klasikal dikatakan telah tuntas dalam mengikuti pelajaran apabila siswa yang tuntas belajar sebesar 75%. Menurut Rohjadi (2003; 28) bila seseorang dapat menjawab dengan benar 75% atau lebih dari seluruh soal tes yang diberikan, maka siswa tersebut telah menguasai bahan pelajaran dan berhak untuk melanjutkan materi pembelajaran. Tabel 1. Predikat keberhasilan belajar siswa No Interval persentase 1. 2. 3. 4. 5. 80 100 60 79 40 59 20 39 00 19 Predikat Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

3.6. Jadwal Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SDN 49/IV Kelurahan Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi tahun ajaran 2010/2011, dalam upaya membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan alat peraga di kelas V. pelaksanaan dan perencanaan yang telah dibuat, perlu disusun agenda kegiatan sehingga penelitian dapat dilaksanakan secara sistematik dan terjadwal dengan jadwal berikut: Tebal 3.6: Jadwal Kegiatan Penelitian No 1. Rencana Kegiatan Persiapan Menyusun Konsep Pelaksanaan Waktu (Minggu ke) 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

31

2.

3.

Menyusun Instrumen Menyusun LKS Menyusun Strategi Penelitian Pelaksanaan Menyiapkan Kelas Dan Alat Melakukan Tindakan Siklus I Melakukan Tindakan Siklus II Melakukan Tindakan Siklus III Penyusunan Laporan Menyusun Konsep Laporan Mendiskusikan Hasil Penelitian Perbaikan Laporan Pengadaan Dan Pengiriman Hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil Penelitian pada Siklus I Berdasarkan hasil observasi terhadap hasil pengamatan Pembelajaran Sains pada konsep pencernaan dan data hasil belajar peserta didik kelas V SD Negeri 49/IV Talang Banjar dilaksanakan tindakan diperoleh gambaran sebagai berikut. Pada tahap perencanaan awal guru tidak mempersiapkannya secara optimal, mulai dari RPP sampai ke alat bantu nya, sehingga dalam pelaksanaannya nanti tidak akan tercipta suatu pembelajaran yang efektif. Prilaku belajar peserta didik pun tidak menampakkan aktivitas belajar tinggi, dikarenakan pelaksanaan pembelajaran monoton, semua didominasi oleh guru dan pengabaian alat peraga, sehingga hasil pembelajaran yang diharapkan tidak memenuhi target yang diharapkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran Sains untuk materi pencernaan makanan saja dianggap tidak berhasil atau tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan perlu diulang/ diperbaiki. Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah temuan hasil observasi awal, aktivitas guru dan siswa, tingkat pemahaman siswa, hasil tes tertulis kemampuan siswa, sebelum tindakan dilakukan terlebih dahulu dilaksanakan tes awal hasil tertulis kemampuan siswa dalam memahami konsep setelah tindakan siklus I, II,

32

33

dan III. Seluruh data disajikan dalam bentuk persentase, hasil persentase tersebut ditafsirkan dan di analisis pada pembahasan. Berikut data dan hasil penelitian yang disajikan setiap siklus. 1. Perencanaan tindakan Siklus I Tahap perencanaan pada Siklus I meliputi kegiatan yang terdiri dari: Perencanaan Kegiatan Siklus I pertemuan 1 dan 2 a. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) b. Menetapkan materi bahan ajar pada tindakan pertama c. Penyusunan skenario pembelajaran dengan menggunakan alat peraga d. Menyusun alat evaluasi berupa lembar tes untuk mengetahui respon dan hasil kerja pada siklus I e. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat bagaimana situasi belajar mengajar ketika alat peraga di aplikasikan. 2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah sesuai judul penelitian tindakan ini adalah membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan alat peraga dikelas V SDN 49/IV Kelurahan Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi, dimana skenario tindakan atau kegiatan pada pertemuan pertama dan kedua meliputi: a. Menjelaskan tujuan pembelajaran b. Menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai c. Membahas pelajaran secara bersama

34

d. Membahas persoalan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran materi alat pencernaan manusia dengan menggunakan alat peraga. Guru memberikan alat peraga berupa gambar organ mulut sebagai pengantar pelajaran, guru menyebutkan satu persatu alat peraga dan menjelaskan nya dalam bentuk poin-poin yang penting, tujuannya guru mengharapkan adanya rangsangan dari alat peraga tersebut sehingga anak dapat berfikir dan menimbulkan pertanyaan dari setiap bagian gambar yang diperlihatkan guru. e. Memberikan hasil tanggapan dan membahas soal-soal f. Mengevaluasi g. Memberikan kesimpulan h. Penutup 3. Observasi Observasi pada tindakan pembelajaran siklus I meliputi: 1) Observasi aktivitas guru 2) Observasi aktivitas siswa 1) Aktifitas guru Tabel 4.1. Lembar observasi guru siklus I No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Komponen yang diamati Menyampaikan Tujuan pembelajaran Mengadakan apersepsi Memotivasi siswa untuk belajar Penyajian materi pelajaran Kecakapan dalam menggunakan alat peraga Membimbing siswa dalam mengerjakan tugas Mengadakan tanya jawab Memotivasi keberanian bertanya siswa Menyimpulkan pelajaran Kategori 2 3 4

35

Keterangan: 5 = Sangat Baik 4 = Baik 3 = Cukup 2 = Kurang 1 = Sangat Kurang Berdasarkan tabel observasi aktifitas guru diatas dapat dilihat bahwa kegiatan guru dalam penggunaan media dan metode pembelajaran juga belum optimal. 2) Aktifitas siswa Hasil observasi aktifitas siswa pada siklus I disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.2. Rekapitulasi hasil observasi siswa siklus I No 1. 2. 3. 4. 5. Komponen yang diamati Jumlah siswa Persentase Siswa yang memperhatikan 20 51,28% Siswa yang bertanya 8 20,51% Siswa yang menjawab 15 38,46% Siswa yang mengerjakan tugas 28 71,79% Siswa yang membuat kesimpulan 27 69,23%

Berdasarkan dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa ke efektifan siswa masih belum maksimal, hal ini menyebabkan hasil belajar dan kemampuan siswa dalam berfikir kritis masih sangat kurang dan dibawah standar ketuntasan minimal. 4. Hasil Belajar Setelah melihat hasil observasi siswa pada siklus I dapat dilihat pula ratarata hasil belajar siswa pada siklus I (hasil belajar siswa terlampir) pada tabel dibawah ini:

36

Tabel 4.3. Rekapitulasi hasil belajar siswa siklus I Siklus I 39 2240 57,43 17 22 Persentase (%) Siswa yang Siswa yang tidak tuntas tuntas

No 1. 2. 3. 4. 5.

Aspek yang diamati Jumlah siswa Jumlah nilai Rata-rata Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang tidak tuntas

44%

56%

5. Refleksi Tindakan yang dilakukan pada siklus I dianggap belum berhasil, karena siswa belum mencapai standar kompetensi yang disyaratkan. Oleh karena itu setelah tindakan berakhir, peneliti menganalisis tindakan siklus I dan merencanakan selanjutnya sebagai langkah-langkah perbaikan pada tindakan ini. Pada identifikasi masalah pada tindakan siklus I, ditemukan masalahmasalah sebagai berikut: (a) Masih banyak siswa yang kurang memperhatikan pelajaran (b) Masih banyak siswa yang malu dalam bertanya (c) Masih banyak siswa yang malu menjawab pertanyaan (d) Masih banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas atau tidak selesai dalam mengerjakan tugas (e) Masih banyak siswa yang tidak mampu membuat kesimpulan dalam materi atau belum begitu paham pelajaran Indikator yang dapat menjadi timbulnya masalah tersebut adalah sebagai berikut: (a) Proses pembelajaran masih belum terarah

37

(b) Suasana belajar belum begitu efektif (c) Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa mengemukakan pendapat

6. Rekomendasi Setelah melihat hasil observasi guru, hasil observasi keefektifan siswa, dan ratarata hasil belajar siswa pada siklus I, untuk itu peneliti akan menindak lanjuti nya pada siklus II dengan mengadakan perbaikan dan perubahan terutama pada penyampaian dan penyajian materi pelajaran serta metode pembelajaran/ media yang digunakan agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih bervariasi dan menarik guna untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Nasution (1985: 100) alat peraga adalah alat pembantu dalam mengajar agar efektif. Adapun perubahan tindakan yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut: (a) Memaksimalkan penggunaan media dengan menggunakan alat peraga (b) Mengadakan pendekatan dengan cara membimbing siswa dalam mengerjakan tugas (c) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir kritis sehingga siswa semangat untuk bertanya Dengan adanya perbaikan perubahan tindakan ini diharapkan dapat membuat siswa menjadi aktif dan kreatif dan hasil yang lebih baik lagi pada siklus II. 4.1.2. Hasil Penelitian pada Siklus II

38

Sebagaimana telah dijelaskan pada siklus I maka peneliti berusaha memperbaiki pelajaran pada siklus II, berikut data dan hasil pendidikan pada setiap siklus. 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Perencanaan siklus II pertemuan 1 dan 2 a. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) b. Menetapkan materi bahan ajar pada tindakan pertama c. Penyusunan skenario pembelajaran dengan menggunakan alat peraga torso d. Menyusun alat evaluasi berupa lembar tes untuk mengetahui respon dan hasil kerja pada siklus II e. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat bagaimana situasi belajar mengajar ketika alat peraga di aplikasikan 2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah sesuai dengan judul penelitian ini adalah membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar sains melalui penggunaan alat peraga di kelas V, berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada hasil belajar pada siklus I, ada beberapa masalah yang ditemukan, untuk itu diadakan perbaikan pada siklus II. Adapun skenario tindakan pada siklus II adalah sebagai berikut: a. Menyampaikan tujuan pembelajaran b. Menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai c. Membahas pelajaran secara bersama

39

d. Membahas persoalan yang timbul dalam kegiatan materi alat perencanaan manusia dengan menggunakan alat peraga torso. Guru memberikan alat peraga torso sebagai pengantar pelajaran, guru menyebutkan satu persatu alat peraga dan menjelaskan nya dalam bentuk poin-poin yang penting, tujuannya guru mengharapkan adanya rangsangan dari alat peraga tersebut sehingga anak dapat berfikir dan menimbulkan pertanyaan dari setiap bagian gambar yang diperlihatkan guru. e. Memberikan hasil tanggapan dan membahas soal-soal f. Mengevaluasi g. Memberikan kesimpulan h. Penutup

3. Observasi dan evaluasi Siklus II Observasi pada tingkatan pembelajaran siklus II meliputi: 1) observasi aktifitas guru, 2) observasi aktifitas siswa 1) Aktifitas guru Tabel 4.4: Lembar observasi guru siklus II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Komponen yang diamati Menyampaikan Tujuan pembelajaran Mengadakan apersepsi Memotivasi siswa untuk belajar Penyajian materi pelajaran Kecakapan dalam menggunakan alat peraga Membimbing siswa dalam mengerjakan tugas Mengadakan tanya jawab Memotivasi keberanian bertanya siswa Menyimpulkan pelajaran Kategori 1 2 3 4

40

Keterangan: 5 = Sangat Baik 4 = Baik 3 = Cukup 2 = Kurang 1 = Sangat Kurang

Berdasarkan tabel observasi aktifitas guru diatas dapat dilihat bahwa kegiatan guru dalam penggunaan media dan metode pembelajaran hampir mendekati optimal. 2) Aktifitas siswa Hasil observasi aktifitas siswa pada siklus II disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.5: Rekapitulasi hasil observasi siswa siklus II No 1. 2. 3. 4. 5. Komponen yang diamati Jumlah siswa Persentase Siswa yang memperhatikan 29 74,36% Siswa yang bertanya 12 30,77% Siswa yang menjawab 15 38,46% Siswa yang mengerjakan tugas 29 74,36% Siswa yang membuat kesimpulan 27 69,23%

Berdasarkan dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa keefektifan siswa masih belum maksimal, hal ini menyebabkan hasil belajar dan kemampuan siswa dalam berfikir kritis masih sangat kurang dan dibawah standar ketuntasan minimal.

4. Hasil belajar Setelah melihat hasil observasi siswa pada siklus II dapat dilihat pula ratarata hasil belajar siswa pada siklus II (hasil belajar siswa terlampir) pada tabel dibawah ini:

41

Tabel 4.6: Rekapitulasi hasil belajar siswa siklus II Siklus I 39 2940 63,84 27 12 Persentase (%) Siswa yang Siswa yang tidak tuntas tuntas

No 1. 2. 3. 4. 5.

Aspek yang diamati Jumlah siswa Jumlah nilai Rata-rata Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang tidak tuntas

69%

31%

5. Refleksi Tindakan yang dilakukan pada siklus II dianggap belum berhasil karena siswa belum mencapai standar kompetensi yang disyaratkan. Oleh karena itu setelah tindakan berakhir, peneliti menganalisis tindakan siklus II dan merencanakan selanjutnya sebagai langkah-langkah perbaikan pada tindakan ini. Pada identifikasi masalah pada tindakan siklus II, ditemukan masalahmasalah sebagai berikut: (a) Masih ada siswa yang kurang memperhatikan pelajaran, (b) Masih banyak siswa yang malu dalam bertanya (c) Masih banyak siswa yang malu menjawab pertanyaan (d) Masih ada siswa yang tidak mengerjakan tugas atau tidak selesai dalam mengerjakan tugas (e) Masih ada siswa yang tidak mampu membuat kesimpulan dalam materi atau belum begitu paham terhadap pelajaran.

Indikator yang dapat menjadi timbulnya masalah tersebut adalah sebagai berikut:

42

(a) Proses pembelajaran sudah begitu baik tetapi masih belum terarah, (b) Suasana belajar sedikit kurang optimal (c) Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa mengemukakan pendapat. 6. Rekomendasi Setelah melihat hasil observasi guru, hasil observasi keefektifan siswa, dan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II, untuk itu peneliti akan menindak lanjuti nya pada siklus III dengan mengadakan perbaikan dan perubahan terutama pada penyampaian materi pelajaran serta metode pembelajaran/ media yang digunakan agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih bervariasi dan menarik guna untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut kurikulum (Anonim, 1991: 26) peranan alat peraga disebutkan sebagai berikut: (a) alat peraga dapat membuat pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa, (b) alat peraga memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, dimana para siswa belajar dengan banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masingmasing individu, (c) alat peraga memungkinkan belajar lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan di luar kelas, (d) alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur. Adapun perubahan tindakan yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut: (a) Lebih memaksimalkan cara penggunaan media dengan menggunakan alat peraga

43

(b) Mengadakan pendekatan lebih baik lagi dengan cara membimbing siswa dalam mengerjakan tugas (c) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir kritis sehingga siswa semangat untuk bertanya Dengan adanya perbaikan perubahan tindakan ini diharapkan dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dan hasil yang lebih baik lagi pada siklus III.

4.1.3. Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus III Telah dijelaskan pada siklus II, ternyata masih pembelajaran masih kurang optimal, tetapi telah hampir mendekati nilai yang lebih baik dari siklus I, untuk itu peneliti melakukan perbaikan pada siklus III agar hasil yang diharapkan lebih baik lagi. Adapun data yang diperoleh pada siklus III berupa tahap-tahap berikut ini. 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus III Tindakan siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan dengan perencanaan sebagai berikut: a. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) b. Menetapkan materi bahan ajar pada tindakan pertama c. Penyusunan skenario pembelajaran dengan menggunakan alat peraga d. Menyusun alat evaluasi berupa lembar tes untuk mengetahui respon dan hasil kerja pada siklus III e. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat bagaimana situasi belajar mengajar ketika alat peraga torso di aplikasikan

44

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus III Pelaksanaan tindakan yang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada hasil belajar pada siklus II, ada beberapa masalah yang ditemukan, untuk itu dilakukan perbaikan pada siklus III. Adapun skenario tindakan pada siklus III adalah sebagai berikut: a. Menyampaikan tujuan pembelajaran b. Menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai c. Membahas pelajaran secara bersama d. Membahas persoalan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran materi alat pencernaan manusia dengan menggunakan alat peraga gambar-gambar penyakit alat pencernaan manusia. Guru memberikan alat peraga berapa gambar penyakit-penyakit alat pencernaan pada manusia sebagai pengantar pelajaran, guru menyebutkan satu dan menjelaskan nya dalam bentuk poin-poin yang penting, tujuannya guru mengharapkan adanya rangsangan dari alat peraga tersebut sehingga anak dapat berfikir dan menimbulkan pertanyaan dari setiap bagian gambar yang diperlihatkan guru. e. Memberikan hasil tanggapan dan membahas soal-soal f. Mengevaluasi g. Memberikan kesimpulan h. penutup 3. observasi

45

Observasi pada tindakan pembelajaran siklus III meliputi: 1) observasi aktivitas guru, 2) observasi aktifitas siswa. 1) Aktifitas guru Tabel 4.7: Lembar observasi guru siklus III No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kategori 1 2 3 4 5 Menyampaikan Tujuan pembelajaran Mengadakan apersepsi Memotivasi siswa untuk belajar Penyajian materi pelajaran Kecakapan dalam menggunakan alat peraga Membimbing siswa dalam mengerjakan tugas Mengadakan tanya jawab Memotivasi keberanian bertanya siswa Menyimpulkan pelajaran Komponen yang diamati

Keterangan: 5 = Sangat Baik 4 = Baik 3 = Cukup 2 = Kurang 1 = Sangat Kurang

Berdasarkan tabel observasi aktifitas guru diatas dapat dilihat bahwa kegiatan guru dalam penggunaan media dan metode pembelajaran sudah berjalan secara optimal. 2) Aktifitas siswa Hasil observasi aktifitas siswa pada siklus III disajikan pada tabel dibawah ini:

46

Tabel 4.8: Rekapitulasi hasil observasi siswa siklus III No 1. 2. 3. 4. 5. Komponen yang diamati Jumlah siswa Persentase Siswa yang memperhatikan 35 89,74% Siswa yang bertanya 28 71,78% Siswa yang menjawab 30 76,92% Siswa yang mengerjakan tugas 35 89,74% Siswa yang membuat kesimpulan 27 69,23%

Berdasarkan dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa keefektifan siswa sudah mengalami peningkatan yang baik dari sebelumnya, meskipun ada beberapa siswa yang mempunyai nilai yang dibawah teman-teman mereka yang lain. 4. Hasil Belajar Setelah melihat hasil observasi siswa pada siklus III dapat dilihat pula ratarata hasil belajar siswa pada siklus III (hasil belajar siswa terlampir) pada tabel dibawah ini: Tabel 4.9: Rekapitulasi hasil belajar siswa siklus III Siklus I 39 2810 72,05 35 4 Persentase (%) Siswa yang Siswa yang tidak tuntas tuntas

No 1. 2. 3. 4. 5.

Aspek yang diamati Jumlah siswa Jumlah nilai Rata-rata Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang tidak tuntas

89%

11%

5. Refleksi Berdasarkan dari data hasil evaluasi dan hasil observasi yang diperoleh pada siklus III, dapat disimpulkan pula bahwa penggunaan alat peraga dalam

47

pembelajaran sains pada materi alat pencernaan manusia menjadi meningkat, setelah siklus III dilaksanakan dapat dinyatakan berhasil, karena pada tindakan siklus ketiga siswa terlihat begitu memperhatikan pelajaran, lebih aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, siswa tidak malu mengungkapkan apa yang ada di benak mereka, lebih tekun dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan sehingga kemampuan siswa hasil belajar siswa menjadi meningkat.

4.2. Pembahasan Hasil dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pola tiga siklus ternyata dapat membuktikan hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini dan mengalami peningkatan. 1. Siklus I Pada siklus I hasil evaluasi siswa belum mencapai ketuntasan, dilihat dari siswa yang tuntas sebanyak 44% dan siswa yang tidak tuntas 56%. Hal ini dikarenakan masih kurang semangat, minat, serta motivasi siswa mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga tingkat keaktifan dan kereaktifan siswa pada saat pembelajaran berlangsung menjadi rendah. Dimana dapat dilihat dari beberapa aspek yang diamati, banyaknya siswa yang memperhatikan pada saat guru menyajikan materi hanya baru mencapai 51,28%, siswa yang bertanya 20,51%, siswa yang mampu menjawab 38,46%, siswa yang mengerjakan tugas 71,79%, dan siswa yang membuat kesimpulan 69,23%, karena itu pada siklus II akan diadakan perbaikan dan perubahan tindakan guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Perubahan yang akan dilakukan pada siklus

48

II yaitu dengan mengagunkan alat peraga agar menjadi lebih menarik dan dapat menarik simpati siswa untuk mengikuti pelajaran. Disamping itu guru juga memberikan bimbingan dan motivasi yang lebih lagi kepada siswa agar mampu menyelesaikan tugas dan berani bertanya. 2. Siklus II Setelah melakukan beberapa perubahan yang dilakukan pada siklus II hasil evaluasi siswa telah mengalami peningkatan 69% siswa yang tuntas dan 31% siswa yang tidak tuntas, dapat dilihat dari beberapa aspek yang telah diamati, banyaknya siswa yang memperhatikan pada saat guru menyampaikan materi sebanyak 74,36%, siswa yang bertanya 30,77%, siswa yang mampu menjawab 38,46%, siswa yang mengerjakan tugas 74,36% dan siswa yang membuat kesimpulan 69,23%. Namun semua hasil yang diperoleh belum merupakan hasil akhir, karena walaupun telah memperoleh peningkatan akan tetapi masih perlu diadakan perbaikan pada siklus III. 3. Siklus III Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus II, dan perbaikan yang telah dilakukan pada siklus III, hasil evaluasi siswa telah mengalami peningkatan dan berhasil mencapai bahkan melebihi kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan yaitu 65. Pada siklus III hampir semua siswa berhasil mencapai ketuntasan dengan jumlah 35% atau 89% dan yang belum tuntas hanya 4 orang 11%. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengamatan beberapa aspek yang berupa keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dimana semua aspek telah mengalami peningkatan dengan jumlah siswa yang

49

memperhatikan menjadi 89,74%, siswa yang bertanya 71,78%, siswa yang mampu menjawab 89,74%, siswa yang bertanya 71,78%, siswa yang mampu menjawab 76,92%, siswa yang mengerjakan tugas 89,74%, siswa yang membuat kesimpulan 69,23%, disamping itu juga semangat, minat serta motivasi siswa dalam belajar juga meningkat sehingga hasil belajar siswa pada siklus III berhasil mencapai bahkan melebihi standar ketuntasan minimal yang telah ditetapkan. Peningkatan hasil observasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.10: Rekapitulasi hasil belajar siklus I, II, III No 1. 2. 3. 4. 5. Komponen Siklus I Siklus II Siklus III Rata-rata nilai 57,43 63,84 72,05 Siswa yang tuntas 17 27 35 Siswa yang tidak tuntas 22 12 4 Persentase siswa yang tuntas 44% 69% 89% Persentase siswa yang tidak tuntas 56% 31% 11%

Dari tabel 4.10 diatas, menunjukan adanya peningkatan pada setiap siklus. Pada akhir siklus III seluruh kriteria dapat terpenuhi oleh karena itu hipotesis tindakan dapat diterima.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan makan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan alat peraga dapat membentuk kemampuan berfikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar Sains di kelas V SDN 49/IV Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi. Sebelum tindakan, tingkat kemampuan siswa tentang observasi awal yang dilaksanakan serta hasil tes sebelum pembelajaran. Setelah diadakan tindakan dengan melaksanakan pembelajaran pada konsep pencernaan makanan dengan menggunakan alat peraga terjadi peningkatan baik dari hasil observasi tingkat pemahaman nya maupun dari keterampilan sains siswa dikategorikan cukup memuaskan. Keberhasilan penggunaan alat peraga pada konsep pencernaan terlihat pada hasil observasi untuk belajar siswa dalam proses pembelajaran untuk setiap siklus yaitu pada siklus I guru memberikan gambaran tentang alat pencernaan yang pertama, guru menyebutkan poin, tujuannya agar siswa mampu berfikir kritis atas apa yang mereka lihat, pada siklus II guru memberikan gambaran melalui alat peraga torso dan menyebutkan poin-poin penting tujuannya sama, guru menginginkan adanya rangsangan dari siswa untuk bertanya atas apa yang mereka lihat pada alat peraga tersebut, pada siklus III, guru memberikan gambaran tentang penyakit gangguan pencernaan, sehingga diperoleh hasil belajar tiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I ke siklus II mengalami

50

51

peningkatan sebanyak 6,41% dan siklus II ke siklus III mengalami peningkatan sebanyak 9,01%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan nilai KKM yang sebelum nya yaitu 65 menjadi 70 dan dapat dilihat pula pada siklus III telah terjadi peningkatan pembelajaran Sains dengan menggunakan alat peraga pada konsep pencernaan dinyatakan tuntas dan berhasil.

5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti mengharapkan agar para guru atau peneliti berikutnya dapat menggunakan alat peraga terhadap materi pelajaran yang lain yang karakteristiknya hampir sama dengan karakteristik materi alat pencernaan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2006. Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran SD/MI. Jakarta: Depdiknas. Drs. Rudi Susilana, M.Si, dan Cepi Riyana, M.Pd. 2007. Media Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima. Dzaujak Achmad, H. 1995, 1996. Metodik Khusus Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, Jakarta L Dirjen Dikdasmen, Proyek Peningkatan mutu SD, TK, dan SLB Fisher, Alec. 2008. Berfikir Kritis Sebuah Pengantar, Jakarta: Erlangga. Hamalik, Oemar. 1000. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumu Aksa (http)://www.berfikirkritis.html. Rachman Munandar, Dadang. 2004. Belajar Sains Kelas V SD. Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa. Slameto, 2003, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, N. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja Rosda Karya.

52

Anda mungkin juga menyukai