Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumberdaya air harus
dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk
hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara
bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi
mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumberdaya air harus di tanamkan
pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Daerah pesisir pantai dan laut merupakan wilayah peralihan dan interaksi
antara ekosistem darat dan laut. Wilayah ini sangat kaya akan sumberdaya alam dan
jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir pantai dan laut
terdiri dari sumberdaya hayati dan non-hayati, dimana unsur hayati terdiri atas ikan,
mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lain beserta ekosistemnya,
sedangkan unsur non-hayati terdiri dari sumberdaya mineral dan abiotik lain di lahan
pesisir, permukaan air, di kolom air, dan di dasar laut.
Taman Nasional Baluran merupakan kawasan Konservasi Sumberdaya Alam,
yang berarti di dalam kawasan Taman Nasional Baluran terdapat pengelolaan
sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana, untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya. Taman Nasional Baluran memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi baik flora, fauna maupun ekosistemnya,
termasuk keindahan panorama alamnya. Ditinjau dari status kawasan, Taman
Nasional Baluran memiliki 3 fungsi utama yaitu (1) fungsi Perlindungan sistem
penyangga kehidupan, (2) Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
dan (3) Pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) beserta
ekosistemnya, yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, rekreasi dan pariwisata.
Taman Nasional Baluran dengan luas 25.000 Ha wilayah daratan dan 3.750
Ha wilayah perairan terletak di antara 114 18' - 114 27' Bujur Timur dan 7 45' - 7
57' Lintang Selatan. Daerah ini terletak di ujung Timur pulau Jawa. Sebelah Utara
berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah

Selatan berbatasan dengan Sungai Bajulmati dan sebelah Barat berbatasan dengan
Sungai Kelokoran. Selain itu, terdapat pula pantai yang landai dan berpasir putih,
formasi terumbu karang dan ikan hias yang indah.
Lingkungan hidup daratan dengan perairan terdapat perbedaan perbedaan
fisik yang mendasar yang akhirnya dapat mengkibatkan adanya perbedaan organisasi
komunitas yang menghuni kedua lingkungan hidup tersebut. Perbedaan yang paling
mencolok dan mudah diamati ialah kelompok organisme yang hanyut bebas dalam
laut dan sangat lemah daya renangnya. Kelompok organisme ini dinamakan plankton.
Keanekaragaman plankton dapat menggambarkan struktur komunitas organisme suatu
perairan. Keanekaragaman plankton menunjukkan jumlah spesies serta menunjukkan
keseimbangan komunitas. Keanekaragaman plankton akan berkurang bila suatu
komunitas didominasi oleh satu atau sejumlah kecil spesies. Hal ini dapat terjadi jika
individu dari spesies tertentu digantikan oleh spesies yang mampu berkembang biak
cepat.
Pencemaran lingkungan dapat menyebabkan berbagai spesies mengalami
penurunan ataupun kelimpahan jenis tertentu. Keanekaragaman organisme dan
banyaknya spesies tertentu dalam ekosistem air menunjukkan apakah air tersebut atau
tidak terkontaminasi. Sebaliknya, jika keragaman sungai-sungai kecil tercemar. Ada
tiga mekanisme untuk mengidentifikasi pencemaran air di sungai yakni fisika, kimia
dan biologi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan keragaman plankton yang
dapat dijadikan indikator kualitas air di Pantai Bama Taman Nasional Baluran
Situbondo.
Plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, mempunyai peranan yang
sangat penting didalam ekosistem laut, karena plankton menjadi makanan berbagai
jenis hewan lainnya. Keanekaragaman menggambarkan struktur komunitas organisme
suatu perairan. Keanekaragaman plankton menunjukkan jumlah sepies atau
kelimpahan spesies serta menunjukkan keseimbangan komunitas. Keanekaragaman
plankton akan berkurang bila suatu komunitas didominasi oleh suatu atau sejumlah
kecil spsies. Hal ini bisa terjadi bila individu dari spesies tertentu digantikan oleh
spesies. Yang mampu berkembang biak dengan cepat. Agar dapat mengetahui struktur
komuniatas organisme suatu perairan, dan keseimbangan komunitas perairan tersebut,
maka harus diketahui jenis-jenis plankton yang terdapat disuatu perairan, menetukan
indeks keanekaragaman plankton, menentukkan indeks keseragaman plankton, dan
menentukan indeks dominansi plankton.

Fungsi perairan dapat berubah akibat adanya perubahan struktur dan kualitas
perairan. Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari alam
maupun dari aktivitas manusia, seperti peningkatan signifikatif konsentrasi unsur hara
secara sporadis yang dapat menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif plankton
hingga melampaui batas normal yang dapat ditolerir oleh organisme hidup lainnya.
Kondisi ini dapat menimbulkan dampak negatif berupa kematian massal organisme
perairan akibat persaingan penggunaan oksigen terlarut seperti terjadi di berbagai
perairan di dunia.
Kualitas air pada suatu perairan menentukan kehidupan organisme maupun
biota-biota laut yang ada di dalamnya, oleh karena itu jika kondisi air laut tercemar
maka akan membahyakan kehidupan dari biota-biota laut tersebut. Sehingga
dilakukanlah Uji Kualitas Air di Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Berapa indeks keanekaragaman plankton di Pantai Bama Taman Nasional Baluran
Situbondo ?
2. Berapa indeks dominansi plankton di Pantai Bama Taman Nasional Baluran
Situbondo ? dan plankton jenis apakah yang banyak terdapat di Pantai Bama
Taman Nasional Baluran Situbondo ?
3. Bagaimana kualitas perairan Pantai Bama taman Nasional Baluran Situbondo bila
ditinjau dari keberadaan plankton dalam air tersebut pada waktu pagi, siang dan
malam hari ?

C. Tujuan
Dari permasalahan yang di dapat, maka diharapkan setelah melakukan
kegiatan praktikum di Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo kami dapat :
1. Menghitung kualitas perairan Pantai Bama di taman Nasional Baluran Situbondo
yang ditinjau dari keberadaan plankton dalam air tersebut pada waktu pagi, siang
dan malam hari
2. Menghitung indeks keanekaragaman plankton yang terdapat di Pantai Bama
Taman Nasional Baluran Situbondo.

3. Menghitung indeks dominansi plankton yang terdapat di Pantai Bama Taman


Nasional Baluran Situbondo.
4. Mengukur kadar BOD, DO, dan CO2 perairan Pantai Bama Taman Nasional
Baluran Situbondo saat pagi, siang dan malam hari.
5. Mengukur besarnya suhu, nilai pH, kadar salinitas perairan Pantai Bama Taman
Nasional Baluran Situbondo saat pagi, siang dan malam hari.

D. Manfaat
Dari hasil praktikum yang di dapat, maka diharapkan setelah melakukan
kegiatan praktikum di Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo bisa
mendapatkan manfaat :
1. Melengkapi data tentang keanekaragaman dan kelimpahan plankton di Perairan
Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo.
2. Menambah khazanah pengetahuan dalam Planktonologi dan Ekologi Perairan.
3. Melengkapi data sifat fisik-kimia perairan sekaligus juga memberikan informasi
tentang kualitas air Perairan Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo.
4. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Daerah, besera instansi terkait dalam
rangka pengelolaan, pengembangan dan pelestarian Perairan Pantai Bama Taman
Nasional Baluran Situbondo.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Ekosistem Air
Sistem perairan yang menutupi sebagian besar dari permukaan bumi dibagi
dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan air laut. Dari kedua sistem
perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu 97%, sisanya
adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia untuk aktivitas hidupnya.
Ciri-ciri lingkungan ekosistem air laut diantaranya adalah salinitas tinggi
terutama di daerah tropis, sedangkan di daerah dingin cukup rendah. Ekosistem laut
tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Arus laut yang selalu berputar timbul karena
perbedaan temperatur dan perputaran bumi.
Di daerah tropis, seperti di Indonesia, air permukaan laut mempunyai suhu
lebih tinggi dengan suhu air di bagian bawahnya sehingga air permukaan tidak dapat
bercampur dengan air di lapisan bawah. Batas antara lapisan tersebut dinamakan batas
termoklin. Organisme yang hidup di daerah ekosistem air laut memiliki karakteristik
tertentu, seperti hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel
kirakira sama dengan tekanan osmosis air laut maka itu adaptasinya tidak terlalu sulit.
Sedangkan, hewan bersel banyak, misalnya ikan, cara adaptasi yang dilakukan dengan
cara melakukan banyak minum, sedikit mengeluarkan urin, pengeluaran air dilakukan
secara osmosis, sedangkan garam mineral dikeluarkan secara aktif melalui insang.
Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu karang.
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion Cl
mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan
besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25C. Di daerah dingin, suhu air laut merata
sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak
plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas
turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai
makanan yang berlangsung baik. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan
kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.
Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut, yaitu zona
litoral, Merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan daratan. Neartik,
Merupakan daerah yang masih bisa ditembus sinar matahari, bagian dasar dalamnya

300 m. Batial, Merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m. Abisal,
Merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai (1.500-10.000 m).
1. Zoonasi
Terdapat zona-zona primer yang secara umum telah dikenal dan memiliki
kesamaan dengan zonasi pada lingkungan laut.
a. Zona litoral
Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan dengan daratan.
Pada daerah ini terjadi percampuran sempurna antara berbagai faktor fisiko
kimiawi perairan. Organisme yang biasanya ditemukan antara lain: tumbuhan
akuatik berakar atau mengapung, siput, kerang, crustacean, serangga, amfibi, ikan,
perifiton dan lain-lain.
b. Zona limnetik
Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zona litoral di satu sisi
dan zona litoral disisi lain. Zona ini memiliki berbagai variasi secara fisik, kimiawi
maupun kehidupan di dalamnya. Organisme yang hidup dan banyak ditemukan di
daerah ini antara lain: ikan, udang, dan plankton
c. Zona profundal
Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima sedikit
cahaya matahari dibanding daerah litoral dan limnetik. Bagian ini dihuni oleh
sedikit organisme terutama dari organisme bentik karnivor dan detrifor.
d. Zona sublitoral
Merupakan daerah peralihan antara zona litoral dan zona profundal. Sebagai
daerah peralihan zona ini dihuni oleh banyak jenis organisme bentik dan juga
organisme temporal yang datang untuk mencarai makan. (Satino, 2011)

B. Taman Nasional Baluran


Taman Nasional Baluran adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang
terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Indonesia (sebelah utara
Banyuwangi). Nama dari Taman Nasional ini diambil dari nama gunung yang berada
di daerah ini, yaitu gunung Baluran. Taman nasional ini terdiri dari tipe vegetasi
sabana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan
rawa dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Tipe vegetasi sabana
mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran yakni sekitar 40 persen dari total
luas lahan. hampir semua tipe hutan terdapat di Taman Nasional Baluran.

Mulai dari hutan hujan tropis pegunungan sampai gugusan terumbu karang
yang tersebar dari Pantai Bama di Timur wilayah Baluran sampai pantai Bilik di
sebelah Utara wilayah Baluran. Wilayah yang paling khas dari wilayah ini adalah
hamparan savana yang luasnya menutupi kurang lebih 40% wilayah Baluran.
Keberagaman tipe hutan inilah yang membuat banyak peneliti dan akademisi
tertarik untuk melakukan penelitian maupun study wisata.
1. Hutan Pantai
Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam kecil,
atau lereng karang, tergantung daerahnya. Vegetasi pantai yang tumbuh adalah
formasi Baringtonia yang berkembang baik (antara Pandean dan Tanjung
Candibang, di Labuan Merak), pandan (Pandanus tectorius) di Tanjung Bendi,
Pemphis acidula di Air Karang, Acrophora, Porites lutea, Serioptophora histerix
dan Stylophora sp.
2. Padang Lamun
Formasi padang lamun di Taman Nasional Baluran tersebar pada pantai-pantai
dengan kelerengan landai dan tidak memiliki gelombang air yang terlalu ekstrim.
Pantai-pantai itu antara lain terdapat di sekitar Pantai Bama, Kajang, Balanan,
Lempuyang terus ke arah barat sampai ke Pantai Bilik-Sijile dan Air Karang.
Formasi Lamun ini banyak yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari
ikan, karena lokasinya yang berdekatan dengan hutan mangrove, formasi ini
Lamun menyediakan hasil laut yang berlimpah, salah satunya yang bernilai
ekonomis tinggi yaitu bandeng (Chanos chanos), cumi-cumi dan lain sebagainya.
3. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Baluran dapat dijumpai di
perairan pantai Bama, Lempuyang, Bilik, Air Karang, Kajang, Balanan dan
Kalitopo. Terumbu karang yang ada di Taman Nasional Baluran adalah jenis
karang tepi yang memiliki lebar beragam dan berada pada kisaran kedalaman 0,5
meter 40 meter. Bentuk bentuk karang yang hidup pada lokasi tersebut
meliputi Acropora Branching, Acropora Encrusting, Acropora Tubulate dan
Mushroom Coral
Secara geologi Taman Nasional Baluran memiliki dua jenis golongan tanah,
yaitu tanah pegunungan yang terdiri dari jenis tanah aluvial dan tanah vulkanik, serta
tanah dasar laut yang terbatas hanya pada dataran pasir sepanjang pantai daerahdaerah hutan mangrove. Tanah vulkanik berasal dari pelapukan basalt, debu

vulkanik, batuan vulkanik intermedia yang berbentuk suatu urutan bertingkat dari
kondisi tanah yang berbatu-batu di lereng gunung yang tinggi dan curam sampai
tanah aluvial yang dalam di dataran rendah. Keadaan tanahnya terdiri dari jenis yang
kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan-bahan organik, dan mempunyai
kesuburan kimia yang tinggi tetapi kondisi fisiknya kurang baik karena sebagian
besar berpori-pori dan tidak dapat menyimpan air dengan baik.

C. Pantai Bama Taman Nasional Baluran


Pantai Bama merupakan bagian dari gugusan pantai yang menjadi batas
kawasan Taman Nasional Baluran. Memiliki Pantai yang putih dengan vegetatif
bakau disekitar pantai. Obyek ini dapat dicapai melalui pintu masuk utama. Diobyek
ini sudah tersedia sarana akomodasi, namun dalam jumlah yang terbatas mengingat
obyek ini merupakan wilayah Konservasi.
Ekosistem Pantai Bama dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut.
Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat
erat di substrat keras. Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik
tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, molusca, dan remis. Daerah
tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh
ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora,
kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikanikan kecil. Daerah pantai terdalam
terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata
dan ikan serta rumput laut. Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang
surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut.
1) Komunitas pes caprae.
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir
adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan
angin, tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex
littorius (rumput angin), Vigna. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum
(bakung), Pandanus tectorius (pandan).
2) Formasi baringtonia.
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia,
Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut
berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Adapun
yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, dan Cerbera.

D. Faktor Fisika dan Kimia Air


1. Suhu
Menurut Dharmawan, dkk (2004) Dibandingkan dengan lingkungan daratan,
lingkungan perairan mempunyai fluktuasi suhu yang relatif sempit. Oleh sebab itu
air dapat menjadi penutup permukaan bumi yang mempunyai peran peredam panas
dari pancaran matahari. Kisaran toleransi hewan-hewan akuatik pada umumnya
relatif sempit dibandingkan dengan hewan-hewan daratan. Suhu perairan dapat
bervariasi tergantung pada faktor adanya pencemaran pembuangan air limbah dan
dapat menyebabkan kenaikan suhu perairan sehingga mengganggu kehidupan air
(Odum, 1993).
2. DO/ oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang diikat oleh molekul air.
Sumber utama DO adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan penyerapan secara
langsung oksigen dari udara melalui kontak langsung permukaan air dengan udara.
Berkurangnya DO dalam suatu perairan adalah karena terjadinya respirasi
organisme perairan. Oksigen terlarut sangat penting bagi penapasan zoobenthos
dan oragnisme-organisme akuatik lainnya (Odum, 1993). Air kehilangan oksigen
melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktifitas respirasi dari
organisme akuatik. Kisaran toleransi plankton terhadap oksigen terlarut berbedabeda (Barus, 2004) Menurut Hefni Effendi (2003), kadar oksigen yang digunakan
untuk kepentingan perikanan sebaiknya tidak kurang dari 5 mg/l, karena dapat
mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme
perairan.
3. Penetrasi Cahaya/ Kecerahan
Penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan akan mempengaruhi produktifitas
primer. Kedalaman penetrasi cahaya matahari kedalam perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: tingkat kekeruhan perairan, sudut datang cahaya
matahari dan intensitas cahaya matahari. Pada batas akhir cahaya matahari mampu
menembus perairan disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada
lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan
proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Bagi organisme
perairan, intensitas cahaya matahari yang masuk berfungsi sebagai alat orientasi
yang akan mendukung kehidupan organisme pada habitatnya. Beberapa jenis larva

serangga akan melakukan gerakan lokomotif sebagai bentuk reaksi terhadap


menurunnya

intensitas

cahaya

matahari.

Larva

ini

akan

keluar

dari

persembunyiannya yang terdapat pada bagian bawah bebatuan di dasar perairan


menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makan.
4. BOD
Kebutuhan BOD yang merupakan gambaran secara tidak langsung kadar
bahan organik adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk
mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan Cornwell,
1991 dalam Effendi, 2000). Dengan kata lain BOD menunjukkan jumlah oksigen
yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob dalam 300ml contoh air
dalam botol tertutup yang diinkubasi pada suhu sekitar 20 derajat celcius selama 5
hari dalam keadaan tanpa cahaya (Laws, 1993). Hal ini berarti bahwa rendahnya
nilai BOD menunjukkan sedikitnya jumlah bahan organik yang dioksidasi dan
semakin bersihnya perairan dari pencemaran limbah organik. Konsentrasi BOD
yang tinggi menunjukkan bahwa oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan zat-zat organik lebih banyak dan juga
menunjukkan bahwa perairan tercemar oleh bahan organik. (Effendi, 2003).
5. COD
Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) menunjukan jumlah oksigen total
yang dibutuhkan di dalam perairan untuk mengoksidasi senyawa kimiawi yang
masuk ke dalam perairan seperti minyak, logam berat maupun bahan kimiawi lain.
Besarnya nilai COD mengindikasikan banyaknya senyawa kimiaei yang ada di
dalam perairan dan sebaliknya rendahnya nilai COD mengindikasikan rendahnya
senyawa kimia di dalam perairan. (Satino, 2011).
6. pH
Reaksi atau keasaman suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam
dan basa dalam air. Air murni pada suhu 25C mengandung ion H+ dan OHsebesar 10-7 mol per liter sehingga pH air yang netral adalah 7. Jika nilai pH
kurang dari 7, air bersifat asam dan bila pH lebih besar dari 7, air bersifat basa atau
alkalis. Apabila nilai pH air kurang dari 5,0 atau lebih besar dari 9,0 maka perairan
itu sudah tercemar berat, sehingga kehidupan biota air akan terganggu. Perubahan
keasaman air, baik kearah asam (pH menurun) atau kearah alkalis (pH meningkat),
perlu di cermati sehingga ekosistem perairan itu tidak terganggu. (Manik, 2007)
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai

pH sekitar 7 - 8,5. Nilai pH sangat mempengruhi proses biokimiawi perairan,


misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Pengaruh nilai pH
terhadap komunitas biologi perairan ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Nilai pH terhadap Komunitas Biologi Perairan

7. Arus
Arus terutama berfungsi dalam transportasi energi panas dan substansi seperti
gas maupun mineral yang terdapat dalam air. Arus juga mempengaruhi penyebaran
organisme. Adanya arus pada suatu ekosistem akuatik membwa plankton (khusus
fitoplankton) yang memupuk pada suatu tempat tertentu yang dapat menyebabkan
terjadinya blooming pada lokasi tertentu jika tempat baru tersebut kaya akan nutrisi
yang menunjang pertumbuhan fitoplankton dengan faktor abiotik yang mendukung
bagi perkembangan kehidupan plankton.
8. Kekeruhan
Kekeruhan/turbidaitas adalah banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam
air. Turbiditas pada ekositem perairan juga sangat berhubungan dengan kedalaman,
kecepatan arus, tipe substrat dasar, dan suhu perairan. Pengaruh ekologis
kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan
yang selanjutnya menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis
fitoplankton dan tumbuhan bentik. Peningkatan kekeruhan pada ekosistem perairan
juga akan berakibat terhadap mekanisme pernafsan organisme perairan. Apabila

kekeruhan semakin tinggi maka sebagian materi terlarut tersebut akan menempel
pada bagian rambut-rambut insang sehingga kemampuan insang untuk mengambil
oksigen terlarut menjadi menurun, bahkan pada tingkat kekeruhan tertentu dapat
menyebabkan insang tidak dapat berfungsi dan menyebabkan kematian.

E. Plankton
Menurut Bartram and Balance (1996), dalam dunia perikanan yang disebut
plankton ialah jasad-jasad renik yang melayang dalam air, tidak bergerak atau
bergerak sedikit dan selalu mengikuti arus. Odum (1994) menyatakan bahwa
plankton adalah organisme yang mengapung di perairan dan pergerakannya kurang
lebih tergantung arus, secara keseluruhan plankton tidak dapat bergerak melawa arus.
Plankton terdiri dari Fitoplankton dan Zooplankton. Fitoplankton hanya terdiri dari
alga yang mikroskopis. Semua Fitoplankton selamanya hidup dalam air sebagai
plankton dan diberi nama Holoplankton. Lain halnya dengan zooplankton,
zooplankton terdiri dari Holoplankton dan Meroplankton atau termoairplankton.
Holoplankton ialah organisme yang selamanya hidup sebagi plankton, seperti
Rotatoria Cladocera, Copepoda, dsb, sedangkan Meroplankton ialah larva-larva dari
segala macam udang atau larva dari hewan-hewan air lainnya yang nanti jika sudah
besar menjadi dewasa (kepiting, lobster, udang-udang besar, dsb) tidak lagi hudup
sebagai plankton. (Bartram and Balance, 1996).
Sebagian besar plankton yang memiliki flagel dapat berenang aktif. Plankton
yang termasuk golongan ini adalah Prasinophyceae, Crypophyceae, Haptophyceae,
Chrysophyceae, dan Dinophyceae. Sedangkan dua kelompok plankton lainnya yaitu
diatome dan Alga Biru Hijau tidak bisa berenang karena tidak memiliki flagel.
a. Fitoplankton
Fitoplankton (alga planktonik) merupakan dasar sebagian jaring-jaring
makanan di laut maupun air tawar. Sering disebut plankton nabati. Sel tubuh
mengandung klorofil sehingga merupakan organisme autotrof yang mampu
berfotosintesis secra langsung dan merupakan penyumbang makanan alami pada
kehidupan perairan (Bougis, 1976). Proses fotosintesis pada ekosistem air yang
dilakukan oleh fitoplankton (produsen) merupakan sumber nutrisi utama bagi
kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen. Dimulai dari
zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme lain-lainnya yang membentuk

rantai makanan. (Bougis, 1976). Jenis-jenis fitoplankton didalam periran antara


lain:
1. Alga Biru (Cyanophyta)
2. Alga Hijau (Chlorophyta)
3. Alga Pirang (Chrysophyta)
4. Diatomae (Baciilariophyta)
5. Euglenophyta
6. Dinoflagelata (Phyrrophyta)
b. Zooplankton
Zooplankton merupakan kelompok organisme planktonis yang bersifat hewani
dan hidup melayang dalam air, dimana kemampuan renangnya terbatas, sehingga
mudah hanyut oleh oleh gerakan atau arus air. Zooplankton meskipun terbatas
mempunyai kemampuan bergerak dengan cara berenang (migrasi vertikal). Pada
siang hari zooplankton bermigrasi ke bawah menuju dasar perairan. Migrasi dapat
juga terjadi karena pemangsaan (grazing) yaitu mendekati fitoplankton sebagai
mangsa. (Bougis, 1976) Zooplankton bersifat heterotrofik, yaitu tidak dapat
memproduksi sendiri bahan organik dari bahan anorganik. Untuk kelengsunga
hidupnya, zooplankton sangat tergantung pada bahan organik dari fitoplankton
yang menjadi makananya. Jadi zooplankton lebih berfungsi sebagi konsumen
bahan organik.
Berdasarkan daur hidupnya plankton dibedakan menjadi dua yakni plankton
yang bersifat planktonik hanya pada sebagian besar hidupnya, misal embrio
disebut mesoplankton, sedangkan organisme seluruh daur hidupnya bersifat
plankton disebut holoplankton.
Menurut Michael (2010), secara umum plankton dapat dikelompokkan
berdasarkan ukuran dan contoh biotanya, seperti tertera pada tabel :

Tabel 1. Pengelompokkan Plankton Berdasarkan Ukuran dan Contoh Biota mumnya.

F. Ekologi Plankton
Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangat penting, karen
fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesis
senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis. Dalam
ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan
tumbuhan air disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada
lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan
proses fotosintesis. (Bartram and Balance, 1996).
Dalam pertumbuhannya fitoplankton membutuhkan nutrisi baik makro nutrisi.
Eleme yang termasuk dalam makro nutrisi terdiri dari : C, H, O, N, S, P, K, Mg, Ca.
Elemen tersebut merupakan penyusun sel plankton sama dengan sel tumbuhan.
Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplsnkton
mengeluarkan bahan metabolik yang membuat zooplankton tertarik teradap
fitoplankton. Jumlah dan distribusi musiman plankton maupun zooplankton dapat
diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas seperti suhu, penetrasi cahaya dan
konsentrasi unsur hara, seperti nitrat dan fosfat dalam suatu perairan. (Alexander,
1999)

G. Distribusi Vertikal Plankton


Pada lapisan perairan bagian dalam, fitoplankton lebih jarang dijumpai
dibandingkan pada bagian permukaan. Penyebab utama terjadinya distribusi seperti
ini, terutama karena fitoplankton perlu cahaya dengan intensitas tertentu untuk
melakukan fotosintesis. Distribusi seperti itu tetap dijumpai pada perairan dengan
salinitas, suhu, kadar O2, fosfat, nitrit dan nitrat yang homogen.

Distribusi vertikal plankton pada perairan yang dangkal kurang bervariasi bila
dibandingkan pada perairan dalam. Demikian juga pada perairan mengalir distribusi
vertikal plankton berbeda dengan perairan yang menggenang.
Kemampuan plankton untuk tetap berada pada suatu kedalaman tertentu
dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk tubuhnya. Ada pengurangan berat tubuh yang
disebabkan oleh pengurangan berat skeleton atau cangkok, adanya bahan seperti
gelatin dan pemeliharaan keseimbangan tekanan osmotik dengan aari laut oleh ionion yang ringan seperti sulfat merupakan bentuk adaptasi plankton untuk
mempertahankan dirinya pada kedalaman tertentu (Bougis, 1976). Perubahan suhu
juga mempengaruhi laju pertumbuhan plankton, terutama fitoplankton.
Perubahan suhu yang drastis juga dapat menyebabkan kematian mendadak
pada biota perairan. Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan laju respirasi biota
semakin tinggi, sehingga dibutuhkan O2 yang lebih banyak. Jadi jelas akan
mempengaruhi kadar O2 terlarut dalam perairan.
1. Indeks Keanekaragaman Plankton
Menurut Bougis, 1976, keanekaragaman jenis menunjuk seluruh jenis pada
ekosistem, sementara Odum (1993) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis sebagai
jumlah jenis dan jumlah individu dalam satu komunitas. untuk dapat mengetahui
keanekaragaman suatu komunitas dapat dilakukan dengan cara menghitung indeks
diversitas plankton.
Diversitas jenis merupakan gambaran struktur komunitas. Suatu komunitas
dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika disusun oleh banyak
jenis (taksa) yang mempunyai kelimpahan individu masing-masing jenis sama besar
atau hampir sama besar kuantitasnya, sedangkan suatu komunitas punya
keanekaragaman jenis rendah jika disusun oleh sedikit jenis dengan jumlah individu
yang melimpah (Michael, 1994).
Komunitas fitoplankton (microscopic marine algae) merupakan dasar dari
rantai makanan di suatu perairan. Peranan fitoplankton sangat penting dalam
menentukan produktivitas primer perairan tersebut. Pada saat dan kondisi lingkungan
tertentu (misalnya sangat subur), kemungkinan terjadinya suatu peningkatan populasi
dari spesies fitoplankton secara drastis mungkin terjadi. Kondisi ini dinamakan
ledakan populasi fitoplankton (alga bloom). (Sastrawijaya, 1991).

Untuk menentukan diversitas jenis plankton yang menggambarkan suatu


kesatuan interaksi organisme dapat dilakukan dengan mengukur indeks diversitas
plankton yang merupakan pernyataan matematik untuk mempermudah analisis
informasi tentang jenis dan jumlah organisme. Indeks diversitas plankton adalah rasio
antara jumlah individu suatu jenis terhadap jumlah total individu semua jenis yang
ditemukan (Odum, 1993).
Menurut Michael (1994) dasar untuk menentukan indeks diversitas adalah
dengan menempatkan atau menyertakan perhitungan terhadap jumlah jenis (taksa)
dan keterjadian individu masing-masing jenis yang terkoleksi dalam sampling. Ada
tiga persamaan untuk menentukan indeks diversitas plankton, yaitu indeks diversita
Margalef, indeks diversitas Simpson dan indeks diversitas Shanon-Wiever. Indeks
diversita Margalef hanya mengikutsertakan perhitungan jumlah individu total dan
jumlah jenis yang terkoleksi, sedangkan indeks diversitas Simpson dan ShanonWiever mengikutsertakan data-data perhitungan jumlah masing-masing jenis dan
jumlah jenis yang dapat dikoleksi dalam sampling.

2. Kualitas Air
Air merupakan sumber daya alam yang digunakan untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi
kehidupan manusia serta makhluk lainnya. Berkaitan dengan pemanfaatan perairan
darat sebagai sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga , untuk kebutuhan
pertanian, peternakan, perikanan dan untuk industri maka pemerintah Indonesia telah
menetapkan Peraturan Pemerintah Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Menetapkan kriteria kualitas air yang
dapat diterima untuk serangkaian kategori penggunaan di atas :
-

Air golongan I : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa harus dimasak/diolah terlebih dulu.

Air golongan II : Air yang dapat digunakan sebagai air minum tetapi harus
dimasak/diolah terlebih dulu.

Air golongan III : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.

Air golongan IV : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,


industri, dan pembangkit listrik.

Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air berdasarkan PP No. 82
tahun 2001. (Sastrawijaya, 1991)

Indeks keanekaragaman di kelompokkan kedalam kriteria tinggi, sedang dan


rendah. Menurut Shannon dan Wiener (1963) dalam Odum (1993), Kriteria tingkat
keanekaragaman yaitu :
(H) > 6,907 = Menunjukkan keanekaragaman tinggi dan stabilitas plankton dalam
kondisi prima stabil.
2,302<(H) 6,907 = Menunjukkan keanekaragaman sedang dan stabilitas plankton
dalam kondisi sedang.
0<(H)<2,302 = Menunjukkan keanekaragaman rendah dan stabilitas plankton
tidak stabil.
Setelah diperoleh indeks keanekaragaman maka kriteria mutu kualitas perairan
berdasarkan Indeks Shannon-Wiener dapat diketahui pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria mutu kualitas perairan berdasarkan Indeks Shannon-Wiener

BAB III
METODE KEGIATAN

A.

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena terdapat variabelvariabel penelitian yaitu variabel manipulasi, variabel kontrol dan variabel respon.
Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel air dan melakukan uji terhadap
sampel air tersebut.

B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan praktikum lapangankualitas air terhadap plankton di Pantai Bama,
Taman Nasional Baluran dilakukan pada :

Waktu Pelaksanaan : - Pagi

Tempat

: jam 05.00 WIB

- Siang

: jam 12.00 WIB

- Malam

: jam 21.00 WIB

: Pantai Bama, di Laboratorium Ekologi ( pengamatan


plankton )

Hari/Tanggal

: Sabtu, 29 November 2014 (sampling plankton di


Baluran)
Senin-Kamis, 1 - 4 Desember 2014 (pengamatan
plankton )

C.

Variabel Penelitian
1. Variabel kontrol

: air di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran

2. Variabel manipulasi

: a. Daerah tepi, tengah dan dalam Pantai Bama.


b. Waktu penelitian yaitu pagi, siang dan malam

3. Variabel respon

: kualitas air Pantai Bama dan jumlah plankton

D. Populasi dan Sampel


Populasi plakton pantai Bama, Taman Nasional Baluran Situbondo

Gambar 1. Denah Taman Nasional Baluran Situbondo

Skema Pengambilan Sampel

Tepi

Tengah

Sampel diambil dari bagian tepi pantai, tengah dan dalam

Dalam

E. Alat dan Bahan


1. Mengukur Kadar BOD
a. Alat :
1) 2 Botol Winkler terang
2) Lemari Pendingin
3) Kresek
b. Bahan :
1) Sample Air
2. Mengukur Kadar CO2
a. Alat :
1) 1 Botol Winkler gelap
2) Pipet tetes
3) Erlenmeyer
4) Sepet
b. Bahan :
1) Sampel Air
3. Analisis Vegetasi Plankton
a. Alat :
1) Jaring plankton
2) Timba plastik volume 10 liter
3) 3 Botol vial
4) Pipet tetes
5) Stopwatch
6) Sesi disc
7) Mikroskop
8) Isolasi
9) Gabus
10) Tali rafia
11) Gelas benda dan kaca benda
12) Buku identifikasi plankton
b. Bahan :
1) Sampel air
2) Formalin

F. Langkah Kerja
1. Mengukur Kadar BOD

Mengambil sampel air, dan memasukkannya dalam botol Winkler terang dan
menutupnya.

Menyimpan botol dalam lemari es dan mengamatinya setelah 5 hari

2. Mengukur Kadar CO2

Mengambil sampel air, dan memasukkannya dalam Winkler gelap dan


menutupnya.

Menuangkan sampel air tersebut sebanyak 100 ml dalam Erlenmeyer.

Meneteskan larutan PP sebanyak 5 tetes ke dalam Erlenmeyer.

Mengamati perubahan warna pada sampel air tersebut pada Erlenmeyer, bila
warna merah muda berarti CO2 = 0 ppm.

Bila warna tidak mengalami perubahan warna menjadi merah, maka dititrasi
dengan NaOh sampai warna air menjadi merah muda.

Mengulangi cara tersebut sampai 3 kali.

3. Analisis Vegetasi Plankton

Menentukan lokasi perairan yang akan diambil sampel airnya.

Meyiapkan jaring plankton.

Mengisi timba plastik volume 10 liter dengan air sampai penuh.

Menuang air yang ada di dalam timba plastik pada jaring plankton.

Mengulangi sampai 15 kali.

Menyaring sampel air tersebut dengan jaring plankton.

Menuangkan air hasil saringan tersebut ke dalam botol vial.

Menetesi dengan larutan formalin 1% 1 tetes dan menutupnya.

Menyiapkan uji untuk identifikasi plankton.

Selanjutnya sampai dilaboratorium, mengidentifikasi plankton dengan cara :


menuang sampel air di kaca benda kemudian menutup kaca benda tersebut
dengan kaca penutup lalu meletakkannya pada meja benda mikroskop.
Mengamati dengan mikroskop. Melakukan pengamatan sebanyak 5 kali.
Kemudian hasil plankton dikalikan 3 karena volume botol plankton 15 ml.
Mengidentifikasi plankton sampai dengan genus. Menulis dalam tabel
plankton.

G. Rancangan Percobaan
1. Mengukur CO2
Botol winkler gelap disi
air sampel

100 ml air dimasukkan


dalam erlenmeyer

10 tetes larutan PP

Merah muda

CO2=0

Tidak merah muda

Dititrasi dengan NaOH

VCO2

2. Mengukur DO
a. Mengukur DO awal
Botol winkler gelap
diisi air sampel
Kuning tua
Langsung dibawa ke
lab
100 ml sample
dititrasi Na2S2O3
Ditambah larutan
MnSO4 2 ml

Ditambah larutan
KOH-KI 2 ml

Kuning muda

Ditambah 10-20
tetes amilum

biru
Dihomogenkan dan di
biarkan mengendap 1/3
botol

Ditambah larutan
asam sulfat pekat 2 ml

Dititrasi Na2S2O3

Warna biru hilang

Volume titran
Endapan hilang
DO

Kuning muda

b. Mengukur DO akhir

Winkler gelap

Winkler terang
Kuning tua

Direndam dalam air


sungai selama 1 jam
100 ml sample
dititrasi Na2S2O3
Ditambah larutan
MnSO4 2 ml
Kuning muda
Ditambah larutan
KOH-KI 2 ml
Ditambah 10-20
tetes amilum
Dihomogenkan dan di
biarkan mengendap 1/3
botol

Ditambah larutan
asam sulfat pekat 2 ml

biru

Dititrasi Na2S2O3

Warna biru hilang


Endapan hilang
Volume titran

DO

Produktivitas primer

Kuning
muda

Anda mungkin juga menyukai