Anda di halaman 1dari 15

STRESOR DAN DAMPAKNYA

Selama 50 tahun lebih para peneliti telah menyadari bahwa besarnya perbedaan kuantitas
dan kualitas stressor yang dimiliki individu. Pada tahun 1949 awal, para peneliti secara
sistematis meneliti kualitas dan kuantitas perubahan hidup sreta dampaknya pada kesehatan
individu (Holmes dan Rahe, 1967). Dari studi ini, bobot diberlakukan terhadap berbagai
peristiwa hidup (baik perubahan hidup yang positif maupun negatif) yang menyebabkan
kesehatan yang buruk. Dari studu awal ini, pera peneliti mengembangkan alat berbasis keluarga
yang mengkaji perubahan hidup dalam keluarga. Alat pengkajian yang sering digunakan
adalah family inventory of live events and changes (FILE) (McCubbin, Patterson, & Wilson,
1983). FILE adalah instrument yang dapat digunakan untuk mengkaji atau akumulasi stressor
keluarga.
Pada masing-masing 71 peristiwa hidup dalam FILE diberi bobot berdasarkan bagimana
stress tersebut. Tujuh peristiwa hidup yang paling menimbulkan stress dalam skala hidup FILE
total adalah:
1. Kematian seorang anak
2. Kematian salah satu orang tua atau pasangan
3. Pasangan atau orang berpisah atau bercerai
4. Adanya penganiayaan fisik atau seksual atau kekerasan dalam keluarga
5. Anggota keluarga mengalami cact fisik atau penyakit kronik
6. Pasangan atau orang tua berselingkuh
7. Anggota dipenjara atau penahanan sementara pada anak-anak.
Keluarga yang memiliki akumulasi peristiwa hidup yang lebih tinggi telah ditemukan
memiliki fungsi keluarga yang rendah dan kesehatan anggota keluarga yang buruk.

E. STRATEGI KOPING KELURGA


1. Strategi Koping keluarga internal
Strategi koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu strategi hubungan, kognitif
dan komunikasi.
a.

Strategi hubungan

1) Mengandalkan kelompok keluarga

Kleuarga tertentu saat mengalami tekanan mengatasi dengan menjadi lebih bergantung pada
sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu dari proses penting dalam badai kehidupan keluarga.
Keluarga berhasil melalui masalah dengan menciptakan struktur dan organisasi yang lebih besar
dirumah dan keluarga. Ketika keluarga menetapkan struktur yang lebih besar, hal ini merupakan
upaya untuk memiliki pengendalian yang lebih besar terhadap keluarga mereka. Upaya ini
biasanya melibatkan penjadwalan waktu anggota yang lebih ketat, lebih banyak tugas per
anggota keluarga, organisasi ikatan yang lebih ketat, dan rutinitas ynag lebih kuku dan
terprogram. Bersamaan dengan lebih ketatnya batasan keluarga, menimbulkan kebutuhan
pengaturan dan pengendalian anggota keluarga yang lebih besar, disertai harapan bahwa
anggota lebih disiplin dan menyesuaikan diri. Jika berhasil, keluarga menerapkan pengendalian
yang lebih besar dan mencapai integrasi dan kohesivitas yang lebih besar.
2) Kebersamaan yang lebih besar
Salah satu membuat keluarga semakin erat dan memelihara sreta mengelola tingkat stress dan
moral yang dibutuhkan keluarga adalah dengan berbagi perasaan dan pemikiran serta terlibat
dalam pengalaman aktivitas keluarga. Kebersamaan yang lebih besar menghasilkan kohesi
keluarga yang lebih tinggi, atribut keluarga yang mendapatkan perhatian yang luas sebagai
atribut keluarga inti (Olson, 1993). Hubungan yang paling penting membutuhkan kohesivitas
dan saling berbagi dalam system keluarga.kohesivitas keluarga yang tinggi khususnya membantu
saat keluarga pernah trauma, karena anggota sangat memerlukan dukungan. Aktivitas anggota
keluarga diwaktu luang merupakan sumber koping yang sangat penting guna memperbaiki
kohesi, moral, dan kepuasaan kelurga. Seperti yang banyak dikatakan orang, peribahas sebuah
kelurga yang berperan bersama, tetap barsama mengandung banyak sekali kebenaran. Strategi
koping ini akhirnya bertujuan membangun integrasi, kohesivitas, dan resilienceyang lebih besar
dalam keluarga.
3) Fleksibitas peran
Perubahan yang cepat dan pervasif dalam masyarakat serta dalam keluarga, khususny pada
pasangan, merupakantipe strategi keluarga yang sangat kuat. Olson (199) dan Walsh (1998) telah
menekankan bahwa fleksibitas peran adalah satu dari dimensi utama adaptasi keluarga. Keluarga
harus mampu beradaptasi terhadap perubahanperkembangan dan lingkungan. Ketika keluarga
berhasil mengatasi, keluarga mampu memelihara suatu keseimbangan dinamik antara perubahan
dan stabilitas. Fleksibitas peran memungkinkan kesimbangan ini berlanjut.

b. Strategi kognitif
1) Normalisasi
Strategi koping keluarga fungsional lainnya adalah kecenderunagan bagi keluarga untuk
normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat mereka mengatasi stressor jangka panjang yang
cenderung mengganggu kehidupan keluarga dan aktivitas rumah tangga. Normalisasi adalah
proses terus menerus yang melibatkan pengakuan pentakit kronik tetapi menegaskan kehidupan
keluarga sebagai kehidupan keluarga yang normal, menegaskan efek social memiliki anggota
yang memiliki atau menderita penyakit kronik sebagi suatu yang minimal, dan terlibat dalam
perilaku yang menunjukkan kepada orang lain bahwa keluarga tersebut adalah normal. Keluara
menormalkan dengan memenuhi ritual dan rutinitas. Hal ini membantu keluarga mengatasi stress
dan meningkatkan rasa keutuhan sepanjang waktu, sangat penting guna menormalisasi situasi
keluarga (Fiase, 2000).
2) Pengendalian makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasif
Keluarga yang menggunakan strategi koping ini cenderung melihat aspek positif dari peristiwa
hidup penuh stress dan membuat peristiwa penuh stress menjadi tidak terlalu penting dalam
hierarki nilai keluarga. Hal ini ditandai dengan naggota keluarga yang memiliki rasa percaya
dalam mengatasi kekganjilan denga mempertahankan pandangan optimistic terhadap peritiwa,
terus memiliki harapan dan berfokus pada kekuatan dan potensi.
Pembingkaian ulang adalah cara persepsi koping individu dan sering kali dipengaruhi oleh
keyakinan keluarga. Keluarga memiliki persepsi bersama, dan proses pembingkaian ulang akan
dipengaruhi oleh persepsi ini. Rolland menekankan bahwa keyakinan individu dan keluarga
berfungsi sebagai peta kognitif yang membimbing tindakan dan keputusan keluarga. Keyakinan
dapat sedemikian rupa, selaras dengan pandangan hidup, paradigm dan nilai keluarga.
Cara kedua keluarga mengendalikan makna stressor adalah dengan penilaian pasif, kadang
disebut sebagai penerimaan pasif. Pada cara kedua ini, keluarga menggunakan strategi koping
kognitif kolektif dalam memandang stressor atau kebutuhan yang menimbulkan stres sebagai
sesuatu yang akan selesai dengan sendirinya sepanjang waktu dan tentang hal tersebut tidak ada
atau sedikit yang dapat dilakukan. Seperti yang ditekankan Boss (1988), penilaian pasif dapat
menjadi strategi penurun stress yang efektif dalam jangka waktu pendek, khususnya dalam kasus

saat tidak ada satu pun yang dapat dilakukan. Akan tetapai jika strategi ini digunakan secara
konsisten dan sepnjang waktu, penggunaannya menghambat pemecahan masalah yang aktif da
perubahan dalam keluarga serta dapat menggangu adaptasi keluarga.
3) Pemecahan masalah bersama
Pemecahan masalah bersama diantara anggota keluarga adalah styrategi konitif dan komunikasi
keluarga yang telah diteliti secara ekstensif melalui metode penelitian laboratorium oleh
kelompok peneliti keluarga (Klien, 1983; Reis, 1981; Strauss, 1968) dan dalam lingkungan alami
( Chesler & Barbari, 1987). Pemecahan masalah keluarga yang efektif meliputitujuh langkah
spesifik :
a) Mengidentifikasi masalah
b) Mengkomunikasikan tentang masalah
c) Menghasilkan solusi yang mungkin
d) Memutuskan satu dari solusi
e) Melakukan tindakan
f)

Memantau atau memastikan bahwa tindakan dilakukan

g) Mengevaluasi seluruh proses pemecahan masalah


Dengan memasukkan strategi pemecahan masalah ini dalam kehidupan keluarga, keluarga
dipercaya dapat berfungsi secar efektif. Reiss menyebutkan keluarga yang menggunakan proses
pemecahan masalah yang efektif sebagi keluarga yang peka terhadapa lingkungan. Tipe keluarga
ini seperti melihat sifat masalah sebagi sesuatu dia luar sana dan tidak mencoba membuat
masalah menjadi internal.
4) Mendapatkan informasi dan pengetahuan
Keluarga yang berbasis kognitif berespon terhadap stress dengan mencari pengetahuan informasi
berkenaan dengan stressor dan kemungkinan stressor. Hal ini khususny terbukti dalam kasus
masalah kesehatan berat atau yang mengancaam hidup. Dengan mendapatkan informasi yang
bermamfaat, dapat meningkatkan perasaan memiliki beberapa pengendalan terhadap situasi dan
mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui dan juga mengurangi rasa
takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui serta membantu keluarega menilai stressor (
maknanya) lebih akurat dan mengambil tindakan yang diperlukan.

c.

Strategi Komunikasi

1) Terbuka dan jujur


Anggota keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran, pesan yang jelas dan perasaan
serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada masa ini. Satir mengamati bahwa komunikasi
keluarga yang fungsional adalah langsung, terbuka,jujur dan jelas. Keterbukaan adalah
komunikatif dalam berbagai ide dan perasaan. Pemecahan masalah kolaboratif, yang dibahas
sebagai strategi koping kognitif, juga merupakan strategi koping kognitif, juga merupakan
strategi komunikasi, yang memfasilitasi koping dan adaptasi keluarga.
2) Menggunakan humor dan tawa
Studi mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak terhingga nilainya dalam mengatasi
penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya dapat menyokong semangat, humor juga dapat
menyokong sistem imun seseorang dalam mendorong penyembuhan. Demikian juga bagi
keluarga, rasa humor adalah sebuah aspek yang penting. Humor dapat dapat memperbaiki sikap
keluarga terhadap masalah dan perawatan kesehatan serta mengurangi kecemasan dan
ketegangan. Humor dan tawa dapat dipandang sebagai alat perawatan diri untuk mengatasi stress
karena kemampuan tertawa dapat memberikan seseorang perasaan memiliki kekuatan terhadap
situasi. Humor dan tawa dapat menyokang sikap positif dan harapan bukan perasaan tidak
berdaya atau depresi dalam situasi penuh stress.

2. Strategi Koping Keluarga Eksternal


a.

Strategi komunitas
Kategori ini merujuk pada upaya koping keluarga yang terus menerus, jangka panjang, dan
umum bukan upaya seseorang menyesuaikan untuk mengurangi stressor khusus siapapun. Pada
kasus ini, anggota keluarga ini adalah peserta aktif (sebagai anggota aktif atau posisi pimpinan)
dalam klub, organisasi dan kelompok komunitas. Hubungan komunitas yang kreatif dapat dibuat
untuk memnuhi kebutuhan anggota keluarga seperti meminta anggota keluarga lansia yang
kurang memiliki kontak keluarga memberiakan bantuan disentra perawatan anak yang
kekurangan staf (Walsh, 1998).

b. Memamfaatkan sistem dukungan social

1) Dukungan social keluarga


Dukungan social keluarga merujuk pada dukungan social yang dirasakan oleh anggota keluarga
ada atau dapat diakses (dukungan social dapat atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga
dapat menerima bahwa orang pendukung siap memberikan bantuan dan pertolongan jika jika
dibutuhkan). Dukungan sosial keluarga dapat dating dari dalam dukungan social keluarga seperti
dukungan pasangan atau dukungan subling atau dari luar dukungan social keluarga yaitu
dukungan social berada diluar keluarga nuklir (dalam jaringan social keluarga).
2) Sumber dukungan keluarga
Menurut Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan social umum. Sumber ini terdiri atas
jaringan informalyang spontan. Dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas
kesehatan professional dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dari semua ini
jaringan informal (diidentifikasi diatas kelompok yang memberikan jumlah bantuan terbanyak
selama masa yang dibutuhkan. Caplan (1976) menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi
pendukung meliputi:
a)

dukungan social (keluarga berfungsi sebagi pencari dan penyebar informasi mengenai dunia)

b)

dukungan penilaian (keluarga bertindaksebagai sistem pembimbingumpan balik, membimbing


dan merantarai pemecahan masalahdan merupakan sumber sera validator identitas anggota)

c) Dukungan tambahan (keluarga adalah sunber bantuan praktis dan konkret)


d) Dukungan emosional (keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan emosional)
e) Meningkatkan moral keluarga
c.

Dukungan spiritual
Berbagai studi menunjukkan hubungan yang jelas antara kesejahteraan spiritual dan peningkatan
kemampuan individu atau keluarga untuk mengatasi stress dan penyakit. Agama adalah
dorongan yang kuat dan pervasif dalam membentuk keluarga (Miller, 2000). Cara koping yang
berbasis spiritual bervariasi secara signifikan lintas budaya. Penelitian mengenai koping keluarga
dan individu serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan spiritual adalah
penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka dapat mengatasi penderitaan.

F. STRATEGI KOPING DISFUNGSIONAL KELUARGA

Keluarga menggunakan berbagai strategi koping disfungsional khusus dalam upaya untuk
mengatasi masalah mereka. Pada sebagian besar kasus, strategi ini dipilih secara tidak sadar,
sering kali sebagai respons yang digunakan keluarga asal mereka dalam upaya perlu
diperhatikan bahwa strategi koping disfungsional keluarga ini digunakan untuk mengurangi
stress dan ketegangan keluarga. Strategi koping disfungsional yang sering digunakan adalah:
1. Penyangkalan masalah keluarga
Penyangkalan adalah mekanisme pertahanan yang digunakan oleh anggota keluarga dan keluarga
sebagai satu kesatuan. Pada basis jangka pendek, penyangkalan keluarga sering kali fungsional,
karena ini memungkinkan keluarga membeli waktu untuk melindungi dirinya sementara secara
bertahap menerima peristiwa yang menimbulkan kepedihan. Tetapi juga berlangsung lama,
penyangkalan bersifat disfungsional bagi keluarga.
2. Pola dominasi atau kepatuhan ekstrem (otoritarinisme)
Otoritariniasme adalah kecenderungan seseorang untuk berhenti mandiri karena
ketidakberdayaan dan ketergantungan, serta keinginana untuk bergabung dengan seseorang atau
sesuatu diluar dirinya agar mendapatkan kekuasaan atau kekuatan yang dirasakan kurang. Dalam
keluarga otoriter, orang mengundurkan diri dari integritas pribadi mereka dan menjadi bagian
dari simbiosis yang tidak sehat, patuh kepada dominasi. Anggota keluarga yang patuh sangat
bergantung pada individu yang dominan.
3. Perpecahan dan kecanduan dalam keluarga
Untuk mengurangi ketegangan atau stress dalam keluarga, anggota keluarga boleh jadi secara
fisik atau psikososial saling terpisah. Perpisahan ini mencakup kehilangan anggota keluarga
karena pengabaian, perpisahan atau perceraian dan gangguan psikososial anggota keluarga lewat
keterlibatan anggota dalam kecanduan (misalnya alcohol, obat-obatan dan berjudi). Banyak
orang mengenali bahwa kecanduan alcohol dan obat-obatan adalah penyakit, hanya sedikit sekali
yang mengenali sebagai penyakit keluarga (Al-Anon Family Groups,2000). Saat ini kecanduan
anggota keluarga dipahami sebagai masalah sistem keluarga bukan masalah individu. Alcohol
dan obat-obatan telah memiliki pola intergenerasi. Penyalahgunaan minuman pada dewas muda
telah ditemukan dipengaruhi oleh disfungsi dalam keluarga asal.
4. Kekerasan dalam keluarga
Menggunakan ancaman, mengkambinghitamkan dan otoriterisme ekstrem dapt menyebabkan
kekerasan dalam keluarga. Kekereasan dalam keluarga dapat dikenali sebagai satu dari empat

masalah kesehatan masyarakat utama saat ini (Galles,2000; Walsh,1996). Terdapat enam tipe
kekerasan dalam kelurga, antara lain:
a.

Penganiayaan pasangan

b. Penganiayaan dan pengabaian anak


c.

Penganiayaan saudara kandung

d. Penganiayaan lansia
e.

Penganiayaan orang tua

f.

Penganiayaan homoseksual

G. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOPING


1. Perbedaan Gender dalam koping
Pria dan wanita menggunakan strategi koping yang berbeda. Wanita lebih menganggap lebih
bermamfaat berkumpul bersam orang lain, berbagi kekhawatiran dan kesulitan mereka dengan
kerabat atau teman dekat, mengungkapkan perasaan dan emosi yang positif dan negatif secara
terbuka, dan menghabiskan waktu guna mengembangkan diri dan hobi. Disi lain pria cenderung
menggunakan strategi yang lebih menarik diri seperti menyimpan perasaannya, mencoba
menjaga orang lain mengetahui seberapa buruk kejadiannya dan mengkonsumsi alcohol lebih
banyak.

2. Variasi Sosial Budaya Dalam Koping Keluarga


Variasi kelas social dalam koping keluarga juga ada. Misalnya keluarga ynag lebih kaya dan
berpendidikan khasnya memilikin kebutuhan yang lebih besar untuk mengatur dan
mengendalikan peristiwa kesehatan mereka sehingga menggunakan lebih banyak strategi koping
keluarga dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan. Keluarga miskin juga dapat merasakan
kurang percaya diri akan kemampuan mereka untuk mengendalikan takdirnya, dan dalam kasusu
ini dapatmenggunakan pengendalian makana denganpenelaian pasif.
3. Dampak Gangguan Kesehatan
Seperti yang telah disebutkan, tipe koping yang digunakan individu yang bergantung pada
situasi. Denagn lebuh sedikit tuntutanyang diminta oleh keluarga (misalnya; semua berjalan
dengan baik dan anggota keluarga sehat), tipe pola koping tertentu yang bertahan lama dapat
secara khas diterapkan, seperti memelihara jalinan aktif dengan komunitas. Akan tetapi dengan

semakin banyaknya kemalangan (baik stressor kesehatan maupun tipe stressor lainnya seperti
ekonomi, lingkungan dll), cara koping yang umum biasanya tidak cukup, dan semakin luas
susunan strategi koping keluarga dihasilkan guna menghadapi tantangan.

H. AREA PENGKAJIAN KELUARGA


Terdapat skala koping keluarga yang terstruktur dan teruji, yang digunakan untuk
penelitian dan praktik klinis serta pertanyaan pengkajian yang disertakan, dan informasi yang
dikumpulkan dari anggota keluarga melalui wawancara, serta laporan atau data dari sumber lain.
Pertanyaan yang menyertai relevan untuk dipertimbangkan saat menilai stressor, kekuatan,
persepsi, strategi koping dan adaptas.
1. Stressor, Kekuatan, dan Persepsi Keluarga
a.

Stersor (baik jangka panjang maupun poendek) apa yang dialami oleh keluarga? Lihat family
inventory of life scale untuk contoh stressor yang signifikan. Pertimbangkan stressor lingkungan
dan sosioekonomi. Bagaiman kekuatan dan durasi dari stressor ini?

b. Kekuatan apa ynag menyebabakan stressor? Apakah keluarga mampu mengatasi stress biasa dan
ketegangan dalam kehidupan sehari-hari keluarga? Sumber apa yang dimiliki keluarga untuk
mengatasi stressor?
c.

Apa definisi keluarga mengenai situasi tersebut? Apakah dilihat sebagai tantangan secara
realistic dan penuh harapan? Apakah keluarga mampu bertindak bardasarka penilaian realistic
dan objektif mengenai situasi dan peristiwa penuh stress? Apakah stressor utama dilihat sangat
membebani, mustahil untuk diatasi, atau sedemikian rupa mengganggu?

2. Strategi Koping Keluarga


a.

Bagaiman keluarga bereaksi terhadap stressor yang dialaminya? Strategi koping apa yang
digunakan? Strategi koping apa yang diterapkan keluarga dan untuk mengatasi tipe masalah apa?
Apakah anggota keluarga berada dalam cara koping mereka saat ini? Jika demikian, bagaimana
keluarga mengatasi perbedaab itu?

b. Sejauh man keluarga menggunakan strategi koping internal:


1) Mengandalkan kelompok keluarga
2) Berbagi perasaan, pemikiran, dan aktivitas
3) Fleksibilitas peran
4) Normalisasi

5) Mengendalikan makn masalah denagn pembimbing ulang dan penilaian pasif


6) Pemecahan masalah bersam
7) Mendapatkan informasi dan pengetahuan
8) Terbuka dan jujur dalam komunikasi keluarga
9) Menggunakan humor dan tawa
c.

Sejauh man keluarga menggunakan keluarga menggunakan strategi koping eksternal dan sistem
dukungan informal berikut:

1) Memelihara jalinan aktif dengan komunitas


2) Menggunakan dukungan spiritual
3) Menggunakan sistem dukungan social
4) Apakah keluarga memiliki ikatan yang bermakna dengan teman, kerabat, tetangga, kelompok
social dan organisasi komunitas yang memberikan dukungan dan bantuan jika dibutuhkan?
5) Jika demikian, siapa mereka dan bagaimana sifat hubungan mereka? Apakah keluarga memiliki
sedikit atau tidak memiliki teman, tetangga, kerabat, kelompok social atau organisasi
komunikasi? Jika demikian, mengapa? Apakah keluarga mempunyai ketidakpuasan atau
kemarahan terhadap sumber dukungan social yang ada?
6) Apa layanan dan petugas kesehatan yang membantu keluarga?
7) Apa fungsi dan kekuatan dari hubungan ini?
d. Strategi koping disfungsional apa yang telah digunakan keluarga atau apa yang sedang
digunakan? Apakah ada tanda-tanda disfungsionalitas berikut? Jika demikian, catat
keberadaannya dan seberapa ekstensif digunakannya?
1) Mengambinghitamkan
2) Penggunaan ancaman
3) Orang ketiga
4) Psedumutualitas
5) Otoriterianisme
6) Perpecahan keluarga
7) Penyalahgunaan alcohol dan atau obat-obatan
8) Kekerasan dalam keluarga
9) Pengabaian anak
3. Adaptasi

a.

Bagimana pengelolaan dan fungsi keluarga? Apakah stressor atau masalah keluarga dikelola
secara adekuat oleh keluarga? Apa dampak dari stressor pada fungsi keluarga?

b. Apakah keluarga berada dalam krisis? Apakah masalah yang ada bagian ketidakmampuan
kronikmenyelesaikan masalah?

4. Mengidentifikasi Stresor, Koping dan Adaptasi


Ketika perawat keluarga bekerja dengan keluarga sepanjang waktu, akan sangat bermamfaat
untuk mengidentifikasi atau memantau bagaimana keluarga bereaksi terhadap stressor, persepsi,
koping dan adaptasi. Apakah keluarga mulia pulih, menghasilkan proses koping yang berguna,
atau apakah tetap pada tingkat adptasi yang sama atau menunjukkan tanda-tanda penurunan
daptasi?

I.

DIAGNOSIS KEPERAWATN KELUARGA


Menurut klasifikasi NANDA (NANDA, 2000), terdapat 12 diagnosis keperawatan yang
berhubungan erat dengan masalah stress, koping, dan adaptasi keluarga antara lain:

1. Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapi keluarga


2. Kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga
3. Gangguan koping keluarga
4. Ketidakmampuan koping keluarga
5. Resiko kekerasan terhadap orang lain
6. Gangguan proses keluarga
7. Proses keluarga yang tidak fungsional: alkoholisme
8. Berduka disfungsional
9. Gangguan pemeliharaan rumah
10. Distress spiritual
11. Resiko distress spiritual
12. Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual

J. INETRVENSI KEPERAWATAN KELUARGA

Intervensi keluarga didasarkan pada data pengkajian keluarga yang terkait dengan
stressor keluarga, persepsi stressor, koping, dan adaptasi. Seperti yang dibahas dalam pengkajian
serta diagnosis keperawatan keluarga yang teridentifikasi.

1. Membantu Keluarga Menurunkan Factor Resiko


Perawat keluarga dapat, dengan menggunakan persfektif pencegahan, memberikan konsling pada
keluarga mengenai perlunya menurunkan pejanan terhadap atau kelebihan tekanan. Selain itu
penting untuk memberikan penyuluhan antisipasi. Berkenaan dengan ini, perawat keluarga dapat
membantu keluarga dengan menolong mereka mengidentifikasi dan siap terhadap situasi yang
mengancam. Satu cara membantu keluarga mengantasipasi apa yang mungkin terjadi adalah
dengan member ikan mereka informasi mengenai peristiwa yang mungkin terjadi (Wlsh, 1998)
2. Membantu Keluarga Beresiko Untuk Mengatasi
a.

Dorong semua anggota keluarga terlibat


Merupakan cara untuk melibatkan anggota keluarga mencakup:

1) Mendorong perawatan oleh anggota keluarga selama hospitalisasi


2) Menyertakan anggota keluarga, bersama dengan pasien terlibat dalam keputusan perawatan
jesehatan
3) Mendorong anggota keluarga yang lansia memelihara hubungan keluarga yang dekat
4) Member penyuluhan kepada pemberi asuhan
5) Mendorong istirahat untuk pemberi perawatan primer dengan meminta anggota keluarga lain
yang bertugas
6) Mendorong anggota keluarga saling berbagi cerita kehidupan mereka
b. Mobilisasi keluarga
Dengan membatu keluarga mengenali, mengidentifikasi, dan memamfaatkan kekuatan dan
sumber keluarga guna secar positif mempengaruhi kesehatan keluarga yang sakit (Johson, 2001)
c.

Beri pujian pada upaya dan pencapaian keluarga

d. Berdasrkan pengakuan dan poenghormatan terhadap nilai, kepentingan, dan tujuan keluarga
serta dukungan keluarga
Johson et.al 2001, mencantukan banyak cara umum yang dapat dilakukan oleh perawat
berorientasi keluarga. Beberapa anjuran mereka yang paling relevan adalah:
1) Meningkatkan harapan yang realistic

2) Mendengarkan anggota keluarga yang berhububngan dengan persepsi, perasaan, kekhawatiran


dan kepentingan mereka
3) Memfasilitasi komunikasi antara anggota keluarga
4) Mengorientasi anggota keluarga pada linhkungan dan sistem perawatan kesehatan
5) Memberikan informasi yang dibutuhkan
6) Memberikan advokasi bagi keluarga
7) Memperkenalkan anggota keluarga ke keluarga lain yang mengalami masalah yang serupa
8) Merujuk keluarga ke kelompok perawatan dari pendukung
9) Berikan keluarga sumber atau referensi literature dan internet
e.

Ajarkan keluarga mengenai car, koping yang efektif


Program ini tidak sekedar mengenali kebutuhan keluarga mendapatkan pengetahuan kesehatan
yang dibutuhkan untuk perawatan, tetapi aspek psikososial perawatan dan kekhawatiran keluarga
(Campbell,2000).

f.

Dorong keluarga menormalisasi kehidupan keluarga dan distress keluarga sebanyak mungkin

g. Bantu keluarga membingkai ulang dan member label ulang situasi masalah
h. Bantu keluarga mendapatkan dukungan spiritual yang mereka butuhkan
i.

Rujuk keluarga yang mengalami krisis

j.

Bantu keluarga meningkatkan dan memamfaatkan sistem dukungan social mereka.

3. Pemamfaatan Kelompok Swa-Bantu


Perawat sangatlah menyadari mamfaat kelompok swa-bantu bagi anggota keluarga yang
membutuhkan dukungan guna mengatasi atau mengkoping pengalaman hidup penuh stress.
Intervensi khusus dapat sangat memfasilitasi keluarga:
a.

Mencari informasi tentang kelompok yang memberikan bantuan bagi individu dan keluarga

b. Kolaborasi dengan kelompok tersebut


c.

Memahami bagaimana kelompok ini meningkatkan dan melengkapi layanan professional

d. Merujuk anggota keluarga dan keluarga ke kelompok yang tepat


e.

Menciptakan kelompok baru untuk melakukan saat terjadi kekurangan kelompok swa-bantu

f.

Memberikan konsling anggota keluarga

4. Terapi Keluarga Jaringan Sosial


Terapi jaringan social berlangsung di lingkungan rumah dengan keluarga dan jaringan social
luasnya, yang dipasangkan untuk menciptakan matriks social yang mengasuh dan sehat.

5. Prinsip-Prinsip Intervensi Krisis Keluarga


a.

Mengidentifikasi peristiwa yang mencetuskan dan peristiwa hidup yang membahayakan

b. Mengkaji interpretasi keluarga terhadap peristiwa


c.

Mengkaji sumber keluarga dan metode koping terhadap stressor

d. Mengkaji status fungsi keluarga


6. Pemberdayaan Keluarga
Figley (1989), menyiratkan bahwa pemberdayaan keluarga adalah sebanyak sikap filosofis
terhadap bekerja dengan keluarga trauma saat keluarga terlibat dalam aktivitas khusus tertentu.
Ketika ia memandang dan menerapi keluarga yang bermasalah, pendekatannya diperlembut oleh
penghormatan tulusnya terhadap kemampuannya bertindak secara alami dan kekuatan keluarga.
7. Melindungi Anggota Keluarga Yang Berisiko Mengalami Kekerasan
Tujuan ini dapat dicapai dengan:
a.

Mengenali dan melaporkan penganiayaan anak

b. Mendukung dan merujuk pasangan, lansia, saudara kandung, orang tua, homoseksual yang
dianiaya, pelaku penganiayaan dan unit keluarga
c.

Mengkoordinasi perawatan bagi keluarga dan anggota keluarga, bekerja secara kolaborasi
dengan petugas kesehatan lain dan pekerja kesejahteraan

8. Merujuk Anggota Keluarga Yang Menunjukkan Masalah Koping Dan Disfungsi Yang Lebih
Kompleks
Ketika stress dan masalah koping keluarga di luar layanan yang dapat diberikan perawat
keluarga, perujukan dan tindak lanjut konsling atau terapi keluarga yang berkelanjutan sering
kali diindikasikan. Perujuk kekonselor yang menggunakan pendekatan sistem keluarga
seringkala sangat membantu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Banyak perubahan evolusioner dan revolusioner berlansung dimasyarakat kita dan
berhubungan dengan keluarga sepanjang waktu. Bagaimana keluarga mengatasi perubahan
penuh stress yang berbeda, walaupun dipercayai bahwa umumnya keluarga amerika dapat

bertindak secara efektif dan fleksibel dalam adaptasi mereka terhadap perubahan. Walaupun
begitu rentang respon yang luas terjadi saat kemalangan yang berat. Beberarapa keluarga
beradaptasi sangat baik terhadap stressor dan ketegangan dan mengubah pola fungsi,
menggunakan sumber dan strategi koping yang membantu mengelola stress tersebut.
Keluarga lain mengguanakan strategi kopinh yang membahayakan atau disfungsional
yang hanya dapat mengurangi stress sementara. Hasil akhir bagi keluarga ini dapat termasuk
kekerasan dalam keluarga, perpecahan keluarga dan kecanduan.
Keluarga dan anggota keluarga menggunakan susunan strategi koping keluarga yang luas
guna mengatasi situasi penuh stress. Strategi perilaku, kognitif,dan emosional diidentifikasi dan
dibahas terkait dampaknya terhadap fungsi keluarga. Strategi koping keluarga dapat dibagi
menjadi strategi koping keluarga internal dan eksternal, yang bergantung pada apakah strategi
intrakeluarga atau ekstrakeluarga.
Perawat keluarga dan professional perawatan kesehatan lain yang melakukan hubungan
denagan keluarga baik di lingkungan lembaga maupun komunitas berada dalam posisi kunci
untuk mengkaji stressor, persepsi, kekuatan dan koping serta adaptasi keluarga dan melakukan
intervensi pada keluarga ini dengan memberikan adaptasi keluarga yang lebih optimal.
Untuk melengkapi pengkajian stress dan koping keluarag, pertanyaan khusus diajukan
terkait dengan masing-masing konsep mayor dalam area ini. Pertanyaan ini berfokus pada
stressor, kekuatan, persepsi keluarga, koping keluarga (strategi koping internal, eksternal dan
disfungsional) dan adaptasi keluarga.

B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar bisa menggunakan makalah ini dan juga
menjadikannya sebagai pedoman dalam memberikan intervensi keperawatan tentang proses dan
strategi koping yang bisa digunakan pada keluarga dengan gangguan masalah kesehatan dan
dalam memberikan pendidikan serta konsling untuk merubah perilaku atau koping yang
digunakan apabila keluarga menggunakan strategi koping disfungsional dan mempertahankan
strategi koping keluarga ynag menggunakan strategi koping yang fungsional atau positif .

Anda mungkin juga menyukai