Anda di halaman 1dari 4

SISTEM PERENCANAAN PADA ERA OTONOMI DAERAH

3.4

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah


Penataan urusan pemerintahan dimaksudkan untuk memperjelas, sekaligus

menentukan kewenangan setiap tingkatan pemerintahan secara proporsional


sehingga prinsip money follow function dan structures follows functions akan
benar-benar dapat direalisasikan. Secara garis besar terdapat dua garis besar
pembagian urusan pemerintahan secara spesifik yaitu Absolut dan Concurrent.
Absolut yang dimaksud adalah mutlak urusan yang sepenuhnya pemerintah
pusat yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal
nasional, yustisi serta agama. Hal tersebut secara garis besar tertuang secara
eksplisit dalam Undang-Undang No. 32/2004 Pasal 10 Ayat 3, yakni:
a. politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk
warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri dan sebagainya;
b. pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,
menyatakan damai maupun perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah
negara dalam keadaan bahaya, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela
negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;
c. keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara,
menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang
melanggar hukum termasuk kelompok ataupun organisasi yang kegiatannya
dapat menganggu keamanan negara dan sebagainya;
d. moneter, misalnya mencetak uang dan menentukan uang serta menentukan
nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran
uang dan sebagainya;
e. yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa,
mendirikan lembaga pemasyarakatan, memberikan grasi dan sebagainya;
f. agama, misalnya menetapkan hari libur agama yang berlaku secara nasional,
memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama.

Urusan yang bersifat concurrent adalah urusan yang dapat dikelola bersama
antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang
No. 32/2004 disebutkan, Bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent,
Artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang
tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada
bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bagian urusan
yang diserahkan pada kabupaten/kota.
Adapun alasan perlu dibedakannya perencanaan pembangunan di tingkat
daerah dengan tingkat nasional adalah, antara lain:
a. struktur dan orientasi pembangunan daerah berbeda dengan nasional;
b. pada pembangunan daerah terdapat interaksi yang sangat erat antar daerah,
baik dalam perdagangan mobilitas penduduk;
c. struktur dan komponen keuangan daerah berbedadengan nasional;
d. kewenangan daerah berbeda dengan nasional.
Setiap tingkat pemerintahan memiliki porsi kewenangan dalam bidang
perencanaan pembangunan, antara lain pemerintah tingkat pusat berwenang untuk
menyusun perencanaan makro strategis dan bidang-bidang prioritas nasional, baik
yang bersifat lintas provinsi maupun masalah khusus lokalitas. Pemerintah tingkat
provinsi berwenang untuk menyusun perencanaan lintas kabupaten/kota ataupun
mengatasi kesenjangan antar kabupaten/kota dan masalah khusus lokalitas di
wilayahnya. Pemerintah tingkat kabupaten/kota menyusun perencanaan atas
kewenangannya dan menjabarkan isyarat perencanaan yang dirumuskan pusat
ataupun provinsi.
3.5

Hubungan APBN dan APBD


Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN

yang dialokasikan pada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Menurut Undang-Undang No. 33/2004 Pasal 10, Dana
Perimbangan, terdiri atas:

a. Dana bagi hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi,
dan sumber daya alam;
b. Dana alokasi umum (DAU);
c. Dana Alokasi Khusus (DAK).
Total penerimaan dalam negeri besih, dialokasikan sebesar 26% sebagai
DAU untuk daerah. Penerimaan APBN dalam negeri terdiri atas penerimaan
pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan pajak dapat digolongkan menjadi
pajak dalam negeri dan pajak luar perdagangan internasional. Seluruh pajak
perdagangan internasional masuk ke kas negara.
Pajak dalam negeri yang dialokasikan ke daerah, terutama pos PPh Pasal 25,
29 dan 21 sebesar 20% dari total penerimaan PPh, PBB sebesar 90% dan BPHTB
sebesar 80%. Penerimaan bukan pajak yang diterima daerah merupakan dana bagi
hasil sumber daya alam yang terdiri atas bagi hasil migas, panas bumi,
pertambangan dan kehutanan (IHPH, PSDH dan dana reboisasi serta perikanan).
Pendapatan daerah memiliki empat komponen utama, yaitu PAD, dana
perimbangan, pendapatan lain-lain dan pinjaman daerah. Belanja daerah
diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan serta jenis
belanja. Sedangkan pembiayaan daerah tersusun atas pengeluaran dan penerimaan
pembiayaan.
3.6

Siklus Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran


Kemampuan

dan

kapabilitas

pemerintah

dalam

menyusun

suatu

perencanaan anggaran masih sangat lemah. Banyak lembaga pemerintah yang


belum dapat menjalankan fungsinya dengan benar dalam menyusun suatu rencana
dan anggaran. Pemborosan yang merupakan hal biasa di berbagai departemen
pemerintahan kerap kali terjadi. Kondisi seperti ini muncul karena pendekatan
umum yang digunakan dalam penentuan besar lokasi dana untuk setiap kegiatan
adalah pendekatan inkrementalisme yang didasarkan pada perubahan satu atau
lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk.
Sementara itu, analisis untuk mengetahui struktur, komponen dan tingkat biaya
untuk setiap kegiatan masih sangat sedikit dilakukan (Bastian, 2009:100). Jika

dilakukan, analisis tersebut akan menjamin teridentifikasinya kebutuhan riil dan


kebutuhan alokasi dana yang akurat

Anda mungkin juga menyukai