Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No.

2, Mei 2011

95

Pengaruh Temperatur Proses Aging Terhadap Karakteristik


Material Komposit Logam Al-Sic Hasil Stircasting
Juriah Mulyanti
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra
jm.yanti@ymail.com

Abstrak: Komposit matrik paduan aluminium adalah material sistem matrik logam yang sering
menjadi obyek riset. Hal ini disebabkan karena aluminium memiliki berat jenis yang ringan, relatif
murah, memiliki ketahanan korosi yang tinggi dan mudah untuk difabrikasi. Selain itu sifat-sifat
mekanik aluminium dapat ditingkatkan lagi dengan penambahan unsur-unsur paduan (alloying),
proses pengerjaan dingin (cold working), dan proses perlakuan panas (heat treatment). Penelitian ini
akan mengukur karakteristik sifat fisis dan mekanis dari material komposit logam Al-SiC hasil
stircasting bila dilakukan perlakuan panas (proses aging). Penambahan partikel SiC ditentukan
sebanyak 30% volume berat matrik paduan Al-Si hypoeutectic. Pembuatan komposit dilakukan
o
dengan menggunakan proses stircasting pada temperatur 650 C dengan kecepatan pengadukan
520 rpm, selama 5 menit. Proses aging dilakukan selama dua jam pada temperatur 100C, 200C
o
dan 300 C. Hasil pengujian yang dilakukan pada material, sebelum dan sesudah perlakuan panas
(aging), diperoleh peningkatan sifat mekanis yang baik. Diketahui bahwa proses aging selama 2
jam, akan menaikkan ketangguhan material komposit logam Al-SiC berpenguat 30% SiC/p hasil
stircasting tersebut. Secara umum pengaruh temperatur aging sebesar 200C menghasilkan sifat
mekanis yang unggul. Dari hasil pengamatan struktur mikro pada temperatur aging 200C juga
terlihat bahwa distribusi partikel penguat SiC terdispersi secara lebih merata.
Kata Kunci: Komposit logam Al-SiC, stircasting, temperatur proses aging.

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Komposit logam, atau dikenal dengan
Komposit Matrik Logam (KML) adalah
kombinasi dari dua material atau lebih
dimana logam sebagai matrik dan keramik
sebagai penguat. Umumnya luminium
dipilih sebagai ,atrik karena material ini
ringan, relatif murah dan mudah difabrikasi.
Permasalahannya adalah material ini
mempunyai kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan material komersil lainnya
seperti besi tuang, baja maupun tembaga.
Namu
demikian
aluminium
dapat
ditingkatkan kekuatannya melalui proses
pemaduan (alloying), proses pengerjaan
dingin (cold working) dan perlakuan panas
(heat treatment) dengan proses penuaan
(aging).
Dengan
adanya
konsep
pengembangan material komposit maka
aluminium tersebut dapat dikombinasikan
dengan material keramik yang bertujuan
untuk mendapatkan sifat fisis dan mekanis

yang lebih unggul, seperti kekuatan


modulus spesifik (specific strenght and
modulus) yang tinggi dengan berat yang
rendah dibandingkan baja. Namun bila
aluminium tersebut ditambahkan keramik
sebagai penguat maka rasio kekuatan dan
modulus material komposit ini akan
meningkat secara signifikan bahkan
melebihi besi tuang dan baja.
Alasan pemilihan penggunaan paduan
aluminium Al-Si dalam penelitian ini adalah
karena paduan ini kerap digunakan.
Produksi paduan Al-Si mencapai 85%
sampai dengan 90% dari total produksi
paduan aluminium untuk cor cetak (John
E.Gruzlesky, Bernard M.Closset, 1999).
Hal ini disebabkan oleh kelebihannya yang
menyolok, seperti sifat kecairannya yang
sangat baik, yang mempunyai permukaan
hasil coran bagus sekali dan tanpa
kegetasan panas. Sebagai tambahan,
paduan Al-Si juga mempunyai ketahanan
korosi yang baik, sangat ringan, koefisien

96

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

pemuaian yang kecil dan sebagai


penghantar yang baik untuk panas dan
listrik (Tata Surdia, Shinroku Saito, 2005).
Karena sifat kecairannya itulah paduan AlSi sangat cocok diproduksi dengan proses
pengecoran (casting), dimana produksinya
di Indonesia pada umumnya dilakukan
dengan proses tersebut.

sifat mekanis komposit logam Al-SiC


secara signifikan.
d. Menjelaskan pengaruh proses aging
pada sifat material komposit logam AlSiC dan memberikan informasi tentang
temperatur pemanasan yang efisien.

Metode pembuatan komposit logam Al-SiC


pada penelitian ini dilakukan dengan
proses stircasting, yaitu pencampuran
pada fase cair (liquid state). Material
paduan aluminium diperoleh dari proses
peleburan
yang
dilanjutkan
dengan
penambahan penguat partikel keramik
(SiC/p) dengan menggunakan proses
pengadukan agar terjadi dispersi partikel
keramik yang merata. Keuntungan metode
stircasting
adalah
prosesnya
yang
sederhana, fleksibel dan dapat digunakan
untuk produk dalam jumlah besar, serta
dapat mereduksi final cost dari suatu
proses.
Proses heat treatment (proses penuaan
atau aging) yang telah biasa dilakukan
pada
paduan
aluminium
untuk
meningkatkan
kekuatannya,
akan
dilakukan pada komposit logam Al-SiC ini
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
sifat fisis dan mekanis komposit logam
tersebut. Adapun proses aging yang
dilakukan pada penelitian ini divariasikan
pada temperatur pemanasannya untuk
melihat karakteristik dari material komposit
logam Al-SiC ini.
1.2. Tujuan
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan
yang akan diperoleh sekaligus, serta
beberapa tujuan yang diperoleh kemudian,
yaitu sebagai berikut :
a. Memperoleh informasi yang jelas
tentang perbedaan sifat fisis dan
mekanis
komposit
logam
Al-SiC
sesudah dan sebelum dilakukan proses
aging.
b. Membuktikan bahwa proses aging akan
menaikkan sifat mekanis komposit
logam Al-SiC.
c. Membuktikan
bahwa
kenaikan
temperatur pemanasan akan menaikkan

Kegiatan
penelitian
yang
dilakukan
difokuskan pada pembuatan material
komposit
matriks
logam
yang
menggunakan logam matrik paduan Al-Si
hypoeutectic (Si < 11,7%) dengan bahan
penguat silikon kerbida (SiC) dalam bentuk
partikel, serta proses pembuatan material
komposit matrik logam yang menggunakan
metode stircasting. Parameter proses,
meliputi :
a. Bahan baku paduan Al-Si hypoeutectic
terdiri dari ingot aluminium AA1100 (Al99,0%, Si+Fe-1,0% max, Cu-0,12%
max), produk PT. Krakatau Prima
Dharma Sentana, serta master alloy Al24%Si dan logam Mg
b. Ukuran partikel SiC yang dipakai
sebagai bahan penguat adalah 200
mesh.
c. Volume fraksi SiC sebanyak 30% berat
logam matrik.
d. Proses stircasting dilakukan pada dapur
krusibel (crussible furnace), kondisi
pengadukan ditetapkan pada temperatur
650oC, dengan kecepatan pengadukan
520 rpm dalam waktu 5 menit.
e. Proses aging dilakukan selama 2 jam
pada muffle Furnace, dengan variasi
temperatur pemanasan 100C, 200C
dan 300C..
f. Untuk mengetahui perubahan sifat fisis
dan mekanis yang terjadi dilakukan
pengujian-pengujian
yang
meliputi
pengujian komposisi untuk memastikan
komposisi paduan Al-Si hypoeutectic
yang diinginkan, pengujian metalografi
untuk melihat perubahan struktur mikro
yang terjadi, pengujian kekerasan,
pengujian aus dan pengujian tarik pada
masing-masing benda uji sebelum dan
sesudah proses aging.
1.3. Tinjauan Pustaka
Material komposit merupakan sistem
material yang tersusun dari suatu
campuran atau kombinasi dua atau lebih

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

97

unsur-unsur makro yang berbeda bentuk


dimana
komposisinya
tidak
saling
melarutkan, dan diantara unsur-unsur yang
satu dengan yang lainnya terdapat jarak
antar muka/permukaan. (Mel M. Schwartz,
1997). Sedangkan menurut Esterling Kelly
(1988), komposit material didefinisikan
sebagai campuran heterogen dari dua atau
lebih fasa homogen yang terikat secara
bersamaan. Dari kedua definisi tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
material
komposit adalah suatu susunan material
yang terdiri dari matrik dan struktur
penguat atau merupakan penggabungan
dua bahan atau lebih yang masing-masing
bahan
tidak
saling
melarutkan.
Penggabungan dua bahan atau lebih ini
dimaksudkan
untuk
mendapatkan
kombinasi sifat yang tidak dimiliki oleh
bahan-bahan tersebut.

dikategorikan ke dalam jenis


material
potensial dan digunakan secara luas pada
pemakaian material teknik.

Komposit dapat berupa penggabungan


logam dengan logam, logam dengan bahan
keramik, logam dengan polimer atau
polimer dengan keramik (MK, Surappa,
1981, dan Calister, 2002). Dalam
penggabungan
tersebut
salah
satu
bertindak sebagai bahan pengikat (matrik)
dan yang lain bertindak sebagai bahan
struktur penguat (reinforcing agent).
Material komposit logam adalah material
logam yang diperkuat dengan fiber
continuous atau fiber discontinuous
(whiskers) atau partikel. Bahan yang
bertindak sebagai matriknya adalah logam
atau paduan logam. Logam-logam yang
biasa digunakan sebagai matrik dibatasi
terutama pada jenis aluminium (Al),
magnesium (Mg), tembaga (Cu), titanium
(Ti) dan beberapa paduan logam dasar
nikel (Ni). Selain itu, mataterial komposit
logam memiliki batas temperatur operasi
sangat tinggi dan hal ini sangat berlawanan
dengan logam dasarnya.
Sebagai contoh: Al/SiC(p) dan Al/Al2O3(f).
Sifat ini sangat penting untuk pemakaian
komponen dengan temperatur tinggi.
Material komposit logam juga memiliki
kestabilan dimensi yang baik, kemampuan
disambung (joint) cukup baik, keuletan
tinggi dan tangguh, ketahanan terhadap
moisture pick-up dan are fully dense when
properly fabricated. Karena beberapa sifat
unggulnya,
komposit
matrik
logam

Secara umum, komposit memiliki kelebihan


sebagai berikut:
a. Memiliki specific strength yang tinggi
b. Specific stiffness yang tinggi
c. Design flexibility (Fiber orientation dan
Tailoring)
d. High fatigue resistance
e. Thermal stability (low coeffient of
thermal expansion)
f. Internal damping yang tinggi (mampu
menyerap getaran)
g. Near-net shape

1.3.1. Material komposit logam


aluminium
Hubungan
antara
keramik
dengan
matriknya memegang peranan penting
dalam menentukan sifat mekanik dari
komposit. Hubungan ini sangat tergantung
pada penempelan (wettability) antara
keramik dengan matriknya. Pada jenis
komposit
yang
menggunakan
fiber,
kekuatan tarik komposit dibebankan pada
peranan dari matrik yang berikatan dengan
fibernya. Pada komposit jenis ini, beban
yang diterima oleh matrik diteruskan ke
fiber. Sedangkan pada komposit yang
menggunakan partikel ataupun short fiber,
kekuatan
tarik
dibebankan
pada
kemampuan matrik menahan beban
sedang
peranan
konstituen
adalah
mencegah matrik mengalami deformasi
melalui mechanical restrain (M.K.Surappa,
2003).
Material diskret yang digunakan pada AMC
adalah:
a. Fiber

: Grafit, silicon karbida (SiC),


boron dan aluminium oksida
(Al2O3)
b. Partikel : SiC, Al2O3, titanium diborida
(TiB2)
c. Whisker : SiC

98

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

1.3.2. Proses stircasting/stirring


Proses stircasting adalah salah satu jenis
Liquid state processing dilakukan dengan
cara melebur matrik, dalam hal ini
aluminium kemudian dilanjutkan dengan
proses pencampuran dengan partikel.
Pada proses stircasting, aluminium cair
diputar oleh suatu mekanisme sehingga
membentuk pusaran (vortex), dicampur
dengan
partikel
keramik.
Ketidak
homogenan secara mikrostruktur dapat
menyebabkan terjadinya penggumpalan
dan sedimentasi pada logam cair dan
proses
kelanjutannya
yaitu
saat
pembekuan. Penyebabnya adalah adanya
masalah interaksi antara partikel dengan
logam cairnya yang kurang baik. Pada
komposit yang menggunakan partikel,
persoalan tersebut disebabkan oleh
masalah penempelan (wetting) dari matrik
pada partikelnya.
Keuntungan dari proses ini adalah mampu
untuk menggabungkan partikel penguat
yang memiliki kemampuan membasahi
(wetability) yang rendah. Bahan yang tidak
terbatasi tersebut dapat terdispersi oleh
adanya gaya pengadukan secara mekanik
yang menyebabkan partikel padatan
terperangkap
dalam
logam
cair
(Aghajanian MK, Rocazella MAJ, Burke
TS, Keck D, 1991). Secara skematis
rangkaian proses dan peralatan yang
digunakan dalam proses stircasting, dapat
dilihat pada gambar 1.
1.3.3. Parameter Proses pada Metoda
Stircasting
Kesulitan yang dihadapi dalam pembuatan
komposit matrik logam dengan metoda
teknik metalurgi cair, khususnya pada
proses stirrcasting, adalah pada kurangnya
penyusupan logam cair akibat dari
kemampuan basah (wettability) dari
penguat partikel. Umumnya penguat
partikel senyawa keramik, seperti ; SiC,
Al2O3, B4C dan C memiliki kemampuan
basah yang kurang baik

Gambar 1. : Skema proses stircasting


(Sumber : Nikhilesh Chawla, Krishan K.
Chawla, 2006)

terhadap logam cair (Mel M.Scwartz,


1997). Hal ini disebabkan karena penguat
partikel
tersebut
memiliki
energi
permukaan yang relatif rendah, sehingga
tidak memberikan pembasahan yang
sempurna terhadap logam cair. Energi
permukaan adalah energi yang dimiliki
suatu material yang dibasahi antara dua
fasa yang berdekatan sebagai daerah yang
tidak homogen (Digiovani, PR., 1988).
Untuk mendapatkan sifat mampu basah
yang baik, energi permukaan yang rendah
tersebut harus dirubah menjadi energi
permukaan
yang
tinggi.
Biasanya
penggunaan logam magnesium (Mg)
dalam tingkat tertentu dapat memberikan
pengaktifan permukaan partikel menjadi
basah (Chan RW, Haasen P, Krammer EJ,
1993). Semakin basah partikel penguat
akan semakin mudah partikel tersebut
mengendap (Haverson DC, Pyzik AJ. And
Aksay, 1995).
Ada tiga faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam proses pembuatan
komposit yang diperkuat partikel, antara
lain (Sharon Kiesel, 2004) :
a. Penambahan partikel ke dalam logam
cair. Semakin banyak partikel yang
ditambahkan, menyebabkan peningkatan viskositas (mampu alirnya logam
cair menjadi berkurang).
b. Adanya perbedaan berat jenis partikel
dengan logam cair (matriks). Semakin
besar perbedaan berat jenis partikel dan
matriks
akan
semakin
mudah
mengendap.

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

c. Kereaktifan partikel dan logam cair.


Pada kasus penguat partikel Al2O3 akan
bereaksi dengan cairan aluminium
membentruk fasa MgAl2O4 , sedangkan
pada kasus penguat partikel SiC akan
bereaksi dengan cairan aluminium
membentruk fasa Al4C3 dan 3Si.
Pada proses stircasting, adanya gas dan
udara di atas permukaan partikel akan
mengalami difusi ke dalam loam cair yang
menyebabkan terbentuknya oksida. Hal ini
akan
mengakibatkan
partikel-partikel
mengelompok dan akan menghambat
terbentuknya partikel yang menyebar.

99


V fp N d 3 : 1 (2)
6
sedang, IA = luas lapisan antar muka
partikel dengan matrik,
I N . .d 2 .................................. (3)
A

IA

6.V
p

....... (4)

Dari persamaan di atas, dapat dilihat


bahwa luas lapisan antar muka partikel
dengan matriks berbanding terbalik dengan
diameter partikel. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa semakin meningkat luas antar muka
yang terjadi akibat semakin kecilnya
diameter partikel penguat, interaksi kimia
yang terjadi akan semakin baik.
1.3.4. Komposit
yang
dikeraskan
dengan proses laku panas dan
aging.

Gambar 2. Diagram fasa biner Al-Mg


(Sumber : Munits A, Metzger M, Mehrabain
R, 1979).

Interface kimia antara penguat dan matrik


yang
berupa
lapisan
antar
muka
berpengaruh besar terhadap sifat mekanik.
Semakin besar luas interface dari partikel
penguat
maka sifat mekanik
dan
performance komposit akan semakin baik.
Untuk volume fraksi tertentu, total luas dari
lapisan antar muka dari partikel dan
matriks akan meningkat dengan semakin
kecilnya diameter partikel. Hal ini dapat
dihitung,
sebagai
berikut:
jika
N
diasumsikan merupakan jumlah partikel
penguat yang berbentuk bola dengan
volume total komposit adalah 1 mm3, maka
dapat ditulis persamaan, seperti berikut:

V fp

Vp

.. (1)

Vc
3
Dimana : V fp = vol. fraksi partikel, (mm )

V p = volume partikel, (mm3)

Vc = volume komposit, (mm3)

Sifat-sifat MMCs yang menggunakan


matriks yang dapat dikeraskan dengan
penuaan, seperti paduan Al seri 2xxx, 6xxx
dan 7xxx akan dipengaruhi oleh perlakuan
panas selanjutnya. Penambahan partikelpartikel penguatan ke dalam matriks
paduan Al dapat mempercepat kinetika
penuaan seperti diilustrasikan pada
Gambar 6. dan telah diamati yang terjadi
dalam paduan yang diperkuat dengan
partikel-partikel, whisker SiC, Al2O3 dan
B4C. Proses penuaan (aging) yang
dipercepat itu sebagian disebabkan oleh
ketidak sesuaian antara CTE matriks dan
penguat selama proses pendinginan,
medan regangan yang ditimbulkan oleh
ketidak sesuaian CTE direlaksasi di dalam
matriks malalui pemunculan dislokasi. Hal
ini bertindak sebagai tempat-tempat
pengintian
untuk
presipitasi
yang
memperkuat
matriks
dan
sebagai
konsekwensi proses penuaan dipercepat
dibandingkan dengan paduan yang tidak
diperkuat. Perbedaan CTE antara matriks
dan penguat pada saat pendinginan akan
menimbulkan medan regangan kemudian
medan regangan akan direlaksasi oleh
matriks sehingga menimbulkan dislokasidislokasi
disekitar
matriks
yang
mempercepat kinetika penuaan (aging)

100

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

Reaksi
pembentukan
spinel
yang
diperkirakan terjadi (Mark A. Occhionero,
Robert A. Hay, Richard W. Adams, Kevin
P. Fennessy, Glenn Sundberg, 2000)
adalah :

2.2. Hasil dan Pembahasan

Mg 2 Al 2O2 MgAl2O4
Mg 2 Al 2O2 MgAl2O4
MgO Al2O3 MgAl2O4

Mg 4 / 3 Al2O3 MgAl2O4
2SiO2 2 Al Mg MgAl2O4
2. Bagian Inti
2.1. Metode Penelitian

Persiapan Bahan
Baku Matriks
Hypoeutektik Al-Si
Serbuk
Silikon
Karbida
(SiC)

Proses Peleburan
dan Pemaduan

As-Cast Paduan
Matriks Al-Si

Proses Pengayakan
(200 Mesh)

Analisa
Kimia

Penimbangan Berat
Serbuk SiC, Fraksi Vol. 30%
terhadap BM

Proses Pembuatan KML


Metoda Stircasting

Proses laku panas (Aging)


T : 100OC-200OC-300oC;
t : 2 jam

(molten)

PENGUJIAN-PENGUJIAN

Uji Tarik

Uji Keras

Cu
Mg
Si
Fe
Mn
Ni
Zn
Sn
Pb
Ti
Gambar 4. Grafik prosentase unsur
Cr
paduan hypoeutectic Al-Si Al

2.2.1. Pengaruh Komposisi Paduan AlSi terhadap Pengendapan


Partikel

Mulai

As-Cast KML

Persentasi Unsur Paduan


Al-Si Hypoeutectic

Uji Aus

Metalografi

Hasil Pengujian
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

Pengujian komposisi kimia paduan Al-Si


memperlihatkan kandungan unsur Cu dan
Zn yang relatif besar (rata-rata 2,673% Cu
dan 1,997% Zn), serta unsur Mg (1%),
mempengaruhi penyebaran partikel pada
matriks logam yang merata sehingga
menaikkan sifat mekanis material. Hal ini
disebabkan karena Cu dan Zn dapat
menekan titik pembekuan logam cair dan
berakibat rendahnya konsentrasi gas
hydrogen yang berada di dalamnya,
sehingga mengurangi pengelompokan
pengendapan partikel serta menaikkan
kekerasan
dan
kekutan
tariknya.
Sedangkan
keberadaan
Mg
memepengaruhi
pengikatan
Si
dan
kelarutannya dalam larutan -Al.
2.2.2. Pengaruh
Temperatur
Terhadap Kekuatan Tarik

Aging

Berdasarkan data hasil pengujian tarik


yang dipaparkan dalam bentuk grafik
seperti ditunjukkan pada gambar 5. terlihat
bahwa pengaruh temperatur aging 100oC,
200oC dan 300C pada waktu aging 2 jam
menunjukkan perubahan nilai kekuatan
tarik
yang
cenderung
meningkat
dibandingkan kekuatan tariknya sebelum
dilakukan perlakuan panas.
Meningkatnya nilai kekuatan tarik pada
paduan
matriks
Al-7,14%Si-1%Mg
diperoleh dari fasa presipitasi MgAl2O3
yang terbentuk dari hasil proses solution
heat
treatment-artificial
aging
pada

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

101

temperatur 100oC dengan waktu aging 2


jam. Kemudian dengan naiknya temperatur
aging
200oC,
nilai
kekuatan
tarik
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
variasi
temperatur
aging
dapat
meningkatkan kekuatan tarik pada paduan
matriks Al-7,14%Si-1%Mg, Nilai kekuatan
tarik dari material paduan Al-7,14%Si1%Mg/SiC dengan fraksi penguat 30%
SiC yang dilakukan proses solution heat
treatment pada temperatur aging 100oC
dengan waktu aging 2 jam, adalah 111.4
N/mm2
kemudian
dengan
naiknya
temperatur aging 200oC, nilai kekuatan
tarik meningkat sekitar 147,7 N/mm2. Pada
pemanasan 300C terlihat nilai kekuatan
tarik hasil proses solution heat treatment
pada material KML dengan penguat 30%
partikel SiC sebesar
115,9 N/mm2,
walaupun lebih rendah dari pada
pemanasan dengan 200C, tetapi tetap
lebih tinggi dari paduan matrik tanpa
perlakuan panas. Demikian pula halnya
dengan
nilai
perpanjangan/perubahan
panjang
akibat
uji
tarik,
terlihat
kecenderungan yang sama dengan
kekuatan tariknya.

seperti terlihat kecenderungan sifatnya


pada gambar 6., menunjukkan adanya
perubahan
nilai
kekerasan
akibat
perbedaan temperatur pemanasan pada
proses aging. Dari grafik hubungan
temperatur pemanasan aging terhadap
kekerasan, secara umum menunjukkan
bahwa dengan meningkatnya temperatur
pemanasan sampai dengan 200C pada
proses aging, menunjukkan adanya
peningkatan kekerasan. Pada pemanasan
aging dengan temperatur aging sebesar
300C
terlihat
penurunan
nilai
kekerasannya, hal ini dipengaruhi oleh
terjadinya perubahan struktur mikro dari
matrik akibat adanya reaksi antara logam
dengan kompositnya.
Pada
paduan
Al-7,14%Si-1%Mg/SiC
dengan fraksi penguat 30% SiC hasil
proses proses solution heat treatmentartificial aging pada temperatur 100oC
dengan waktu aging 2 jam, nilai kekerasan
mencapai sekitar 147,76 HB kemudian
dengan bertambahnya temperatur aging
nilai
kekerasan
meningkat
hingga
mencapai sekitar 151,10 HB, tapi menurun
pada
pemanasan
300C.
Hal
ini
menunjukkan bahwa nilai kekerasan hasil
proses solution heat treatment pada
material KML dengan penguat partikel SiC
lebih tinggi dari maerial as cast tanpa
perlakuan panas.

Gambar 5. Grafik hasil pengujian


Tarik terhadap perubahan
Temperatur aging
2.2.3. Pengaruh
Temperatur
Aging
Terhadap Kekerasan Brinell
Hasil pengujian kekerasan Brinell paduan
matriks Al-7,14%Si-1%Mg dan material
komposit matriks Al-7,14%Si-1%Mg/SiC

Gambar 6. Grafik hasil pengujian


kekerasan terhadap perubahan
Temperatur aging

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

102

2.2.4. Pengaruh
Temperatur
Terhadap Keausan

Aging

Hasil pengujian keausan abrasif pada


paduan material komposit matriks Al7,14%Si-1%Mg /SiC sebelum dan setelah
dilaku panas, ditunjukkan pada tabel 5-4.
kemudian diplot ke dalam bentuk grafik
seperti ditunjukkan pada gambar 7. terlihat
bahwa pengaruh temperatur aging 100oC,
200oC dan 300C pada waktu aging 2 jam
menunjukkan perubahan nilai kehilangan
berat yang cenderung menurun atau
dengan kata lain ketahanan ausnya
meningkat.
Keausan material komposit Al-Si-Mg/SiC
karena dengan variasi pemanasan 100C,
200C, dan 300C pada proses aging
menunjukkan nilai keausan yang menurun,
itu berarti bahwa ketahanan aus material
komposit logam Al-SiC dengan penguat
sebesar 30% maksimal pada temperatur
200C, seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 7. Grafik nilai keausan


terhadap perubahan Temperatur
aging
2.2.5. Pengaruh
Temperatur
Terhadap Stuktur Mikro

Aging

Hasil proses solution heat treatment


(aging) pada komposit paduan Al-7,14%Si1%Mg/SiC dengan fraksi penguat 30% SiC
seperti ditunjukkan pada gambar 9. sampai
dengan gambar 12, dari pengamatan
mikroskop optik pada sampel sebelum

dilakukan aging terlihat bahwa fasa yang


terbentuk di dalam paduan matrik adalah
Mg2Si (bintik-bintik hitam di dalam butir
larutan padat -Al) dan AlFeSi pada batas
butir. Fasa Mg2Si adalah merupakan
presipitasi dari paduan Al-7,14%Si-1%Mg
yang
merupakan
fasa
penguatan
(strengthening phase) di dalam paduan
matrik. Pembentukan presipitasi Mg2S
pada masing-masing sampel uji tidak sama
satu sama lain. Hal ini sebagai akibat dari
kondisi proses pengadukan.
Dari hasil pengamatan mikroskop optik
pada
paduan
Al-7,14%Si-1%Mg/SiC
dengan fraksi penguat 30% partikel SiC,
tampak bahwa partikel SiC terdistribusi di
dalam matrik paduan Al-7,14%Si-1%Mg
dengan fraksi penguat 30%SiC seperti
ditunjukkan pada gambar 9 sampai dengan
gambar 12, Sedangkan pembentukan
presipitasi Mg2Si hampir tidak terlihat. Hal
ini mungkin terjadi karena perubahan
komposisi kimia dari matrik. Oleh karena
itu, peningkatan sifat mekanik (kekuatan
tarik, kekerasan dan ketahanan aus)
semata-mata
bukan
dihasilkan
dari
pembentukan presipitasi Mg2Si melainkan
oleh adanya partikel SiC yang mengendap
di dalam paduan matriks Al-7,14%Si1%Mg. Selain itu, spinel
MgAl2O4
terbentuk dari hasil reaksi oksida Al
dengan magnesium (Mg).
Pada umumnya pengaruh temperatur
aging dari 100oC hingga 200oC pada
material KML dapat meningkatkan sifat
mekanik. Sedangkan pengaruh pada
temperatur aging 300oC dengan waktu
aging 2 jam dapat menurunkan kekuatan
tariknya dan nilai kekerasannya. Hal ini
menunjukkan bahwa proses solution heat
treatment pada material KML matriks
paduan Al-7,14%Si-1%Mg dengan penguat
30% partikel SiC lebih optimal pada
temperatur aging 200oC dengan waktu
aging 2 jam, seperti ditunjukkan pada
gambar 9 dimana partikel SiC yang
terendapkan
dan
menjadi
senyawa
MgAl2O4 cukup banyak.

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

Eutektik AlSi

103

Eutektik AlSi
MgAl2O4

-Al
-Al

Gambar 8. Struktur mikro logam


paduan Al-Si (7,14% Si),
Pembesaran 200x.

Gambar 11. Struktur mirkro komposit


Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p,
proses aging, 200C. Pembesaran 200x.

-Al

MgAl2O4
-Al
Mg2Si
Eutektik AlSi

SiC/p
Eutektik Al-Si

Gambar 9. Struktur mirkro komposit


Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p,
sebelum proses aging.
Pembesaran 200x.

MgAl2O4

Eutektik AlSi

-Al

Gambar 10. Struktur mirkro komposit


Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p,
proses aging, 100C.
Pembesaran 200x.

Gambar 12. Struktur mirkro komposit


Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p,
proses aging, 300C. Pembesaran
200x.

3. Penutup
Berdasarkan hasil pengujian-pengujian
sifat fisis dan mekanis yang telah dilakukan
pada material komposit logam Al-SiC,
dengan penguat partikel SiC sebesar 30%
hasil stircasting, setelah dilakukan proses
aging dengan temperatur 100C dan
200C, selama 2 jam, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses
perlakuan
panas
(aging)
meningkatkan kekuatan tarik dan
menurunkan nilai elongasi material
seiring
dengan
meningkatnya
temperatur pemanasan.
2. Begitu pula halnya dengan nilai
kekerasan.
Pemanasan
dengan
temperatur
200C
meningkatkan
kekerasan
komposit
Al-SiC
dibandingkan dengan temperatur 100C.
3. Nilai keausannya menurun, artinya
ketahanan ausnya meningkat seiring
dengan naiknya temperatur pemanasan.

Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011

104

4. Dari hasil pengujian tarik terlihat bahwa


nilai kekuatan tarik meningkat dengan
bertambahnya temperatur pemanasan.
5. Pengamatan
struktur
mikro
menunjukkan bahwa distribusi partikel
penguat
SiC
terdispersi
secara
homogen dan peningkatan jumlah
pengendapan partikel lebih bear pada
material dengan pemanasan 200C.

4. Daftar Pustaka
Aghajanian MK, Rocazella MAJ, Burke TS,
Keck D, 1991, "The Fabrication of
Metal Matrix Composites by a
Pressureless Infiltration Technique",
Chapman and Hall Ltd, P. 447-454.
Chan RW, Haasen P, Krammer EJ, 1993,
Material Science and Technology.
Volume
13.
Structure
and
Properties Composite. Edited by.
P. 121-182.
Esterling. Kelly, Tomorrows Materials,
The Institute of Metal, London,
1988.
Haverson DC, Pyzik AJ. And Aksay, 1995,
Ceramic Engineering and Science
Proceeding. American Ceramic
Society. July-August (1995) pp.
736-744.
John

E.Gruzlesky, Bernard M.Closset,


1999, The Treatment of Liquid
Aluminum-Silicon Alloy, American
Foundrymens Society, Inc.

Mark A. Occhionero, Robert A. Hay,


Richard W. Adams, Kevin P.
Fennessy, Glenn Sundberg, 2000
Mel.

M. Schwartz, 1997, Composites


Materials, Processing, Fabrication
and Applications, Prentice Hall, pp.
470-485.

Munits A, Metzger M, and Mehrabain R,


1979, "The Interface phase AlMg/Al2O3 Composites", American

Society
for
metal
and
the
metalurgical society of AIME,
Volume 10 A, October 1979
Sharon Kiesel, 2004 , "Metal Matrixs
Composite with Continous Fibres",
MAE 589G Home work # 3,
November.
Surappa M.K., February/April 2003,
Aluminium
Matrix
Composites:
Challenges
and
Opportunities,
India, Sdhan, vol 28, part 1 & 2
Surappa MK and Rohatgi PK, Preparation
and Properties of Cast Aluminium
Ceramic Particle Composite, Jurnal
of Material Science No 16, 1981. p.
981-992.
Tata

Surdia, Shinroku Saito, 2005,


Pengetahuan Bahan Teknik, PT.
Pradnya Paramita, hal 129-135,
289-328.

Anda mungkin juga menyukai