Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal-rendah) terjadi kalau kadar
glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L). Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan
yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Pada hipoglikemia berat (kadar
glukosa darah hingga di bawah 10 mg/dl), dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat
terjadi koma (koma hipoglikemik).
Pada sebagian besar kasus koma hipoglikemik yang ditemukan di tempat
pelayanan kesehatan umum (klinik/RS) penyebab utamanya adalah karena terapi
pemberian insulin pada pasien penderita diabetes mellitus. Pada penelitian survey yang
dilakukan oleh Department of Neurology and Neurological Sciences, and Program in
Neurosciences, Stanford University School of Medicine,terdapat setidaknya 93,2%
penyebab masuknya seseorang dengan gejala koma hipoglikemik adalah mereka yang
menderita diabetes mellitus dan telah menjalani terapi pemberian insulin pada rentang
waktu sekitar 1,5 tahunan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian,
penyebab, tanda dan gejala serta penanganan kegawat daruratan pada HIPOGLIKEMIA.
C. Sistematika Penulisan
Pada penulisan makalah ini dibagi dalam tiga bab, setiap bab diuraikan secara
singkat dan dalam bentuk makalah yakni :Bab satu terdiri dari pendahuluan yang
berisikan latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab dua terdiri dari
konsep dasar keperawatan dan asuhan keperawatan gawat darurat. Dan bab tiga berisi
kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
PEMBAHASAN
1 | Page

A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
a. hipoglokemia adalah glukosa darah kurang dari 2,2 m mol/l, walaupun gejala
dapat timbul pada tingkat gula darah yang lebih tinggi. (Petter Patresia A, 1997)
b. Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose)
adalah 60 mg %,dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah di
bawah 60 mg%. (Wiyono ,1999).
c. Hipoglikemia adalah glukosa darah rendah, terjadi pada atau tergantung pada
kadar gula atau glukosa di dalam tubuh lebih rendah dari kebutuhan tubuh.
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
a. Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)
Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang.
Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti tremor,
takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
b. Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)
Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak memperoleh
bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda gangguan fungsi pada
sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi,
penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
c. Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya mencakup
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.

2. Etiologi
a. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan
a). penggunaan insulin
b). penggunaan sulfonylurea
c). bayi yang lahir dari ibu pasien DM
b. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
a). hiperinsulinisme alimenter paska gastrektomi
b). insulinoma
c). penyakit hati berat
d). tumor ekstrapan kreatik: vibrosarkoma, karsinoma ginjal
2 | Page

e). Hipopituitarisme
3. Manifestasi klinis
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase, yaitu :
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga
hormon epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena
saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan yang perlu untuk
mengatasi hipoglikemia lanjut.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena
itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan respon
terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin)
dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan
gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai
serangan

kecemasan

(berkeringat,

kegelisahan,

gemetaran,

pingsan,

jantungberdebar-debar dankadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih bera


tmenyebabkan berkurangnya glukosa keotak dan menyebabkan pusing, bingung,
lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi,
gangguan penglihatan, kejang dan koma.Hipoglikemia yang berlangsung lama
bias menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bias terjadi
secara perlahan maupun secara tiba-tiba.Hal ini paling sering terjadi pada orang
yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral.Pada penderita tumor
pancreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa
semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis Karena melakukan olah raga
sebelum sarapan pagi.Pada mulanya hanya terjadi serangan

hipoglikemia

sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
4. Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung
pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas,
otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu
dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak
sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam
jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf
tersebut.
3 | Page

Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka
akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental
seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl
(3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM),
sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein, lemak, ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis.
a). dehidrasi
b). kehilangan elektrolit
c). asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula, di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali,
kedua factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersamasama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotic yang di tandai
oleh urinaria berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. penderita ketoasidosis diabetic yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5
liter air dan sampai 400 hingga mEq natrium, kalium serta klorida selama periode
waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (liposis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliseral.asam lemak bebas akan di ubah menjadi badan
keton oleh hati, pada keton asidosis diabetic terjadi produksi badan keton yang
berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut, badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam
sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf
simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala
seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidak mampuan berkonsentrasi,
sakit kepala,vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, pati rasa di daerah bibir serta
4 | Page

lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang
tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala
ini (di samping gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat
berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikemia yang di deritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami
disorientasi, serangan kejang, sulit di bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan
kesadaran (Smeltzer. 2001)
PATHWAY
Hipoglikemia dalam rangka pengobatan ( penggunaan insulin, penggunaan sulfonylurea, bayi yang lahir dari ibu
pasien DM ) dan yang tidak berkaitan dengan DM ( hiperinsulinisme, penyakit hati berat, karsinoma ginjal,
infeksi, gaya hidup, obesitas, penuaan )

Sel beta pancreas rusak / terganggu

Produksi insulin

Glukosa

Dosis insulin terlalu tinggi

puasa / intake kurang

Hipoglikemia

Glukogon

epinefin (adrenalin)
5 | Page

glikogenesis
deficit glikogen pada hepar
gula darah menurun

pengaktifan saraf siropatis

penurunan nutrisi jaringan otak

pelepasan adrenalin

respon SSP
takikardi, pucat, gemetar

respon SSP

respon otak
korteks serebri kurang O2

respon vegetatif
adrenalin

Sulit konsentrasi,tidak sadar,


Kejang, koma

Glukosa darah
dalam otak
penurunan kesadaran

Gangguan
perfusi
jaringan
serebral

Banyak
keringat
resiko
gangguan
keseimbang
an cairan
dan elektrolit

takikardi, pucat, gemetar


Penurunan
cardiac
output

timbul secret di jalan nafas


reflek batuk menurun
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

6 | Page

5. Pameriksaan penunjang
a. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75
gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
c. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula
darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam
waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang
pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa
orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
d. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
e. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi
f. EKG : takikardi
6. Penatalaksaan
a. Glukosa Oral
Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah
kapiler, 10- 20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk
tablet, jelly atau 150- 200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus
buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena
lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan
dalam 1- 2 jam perlu diberikan tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks.Bila
pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian
gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat
dicoba.
b. Glukosa Intramuskular
7 | Page

Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam


10 menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang
merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di
dalam

hati.

Glukagon

tersedia

dalam

bentuk

suntikan

dan

biasanya

mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan kerja glucagon
tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar
pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram (4
sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam
bentuk tepung seperti crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan,
mengingat kerja

1 mg glucagon yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit

dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt
pulih dalam waktu5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau
hipoglikemi yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif.
Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.
c. Glukosa Intravena
Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa dengan
konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien sadar
disertai infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.
7. Komplikasi
a). kerusakanotak
b). koma
c). kematian
B. TINJAUAN KASUS
1. Primary Survey ABCDE
a. Airway (jalan napas)
Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing (pernapasan)
Merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal sengal ,
sianosis.
c. Circulation (sirkulasi)
8 | Page

kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin, hipotermi, nadi lemah, tekanan


darah menurun
d. Disability (kesadaran)
Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
e. Exposure.
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh. Jika hipoglikemi
adalah komplikasi dari penyakit DM kemungkinan kita menemukan adanya
luka/infeksi pada bagian tubuh klien / pasien.
2. Primary Sekunder
Kepala
:Mesosepal atau tidak,ada tidaknya lesi,
Rambut
: warna rambut, tidak adanya kerontokan,struktur rambut
Mata
: pupil isokor atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, sklera
putih atau tidak
: bersih atau tidak, ada polip/tidak, penciuman masih peka/tidak
: I . simetris atau tidak, ada tidaknya lesi, terdapat penggunaan otot

Hidung
Paru

Jantung

Abdomen

Ektermitas

intercosta atau tidak, ada tidaknya ketertinggalnya retraksi dada.


P. ada tidaknya vemitus, ada tidaknya nyeri tekan,
P. Bunyi Sonor
A. Suara vesikuler
: I. Iktus kordis tampak atau tidak
P.ada tidaknya pembesaran jantung
P. letak batas jantung
A. ada tidaknya kelainan bunyi jantung
: I. Simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan, tidak ada lesi/jejas
A.Bising usus 5-35 x/menit
P. Bunyi Timpani
P. ada Tidaknya teraba massa,
: kekuatan otot, ekstermitas atas dan bawah lengkap/ tidak,
Homans Sign

3.

Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d obstruksi jalan nafas, inflamasi
Intervensi :
1) Kaji adanya sumbatan jalan napas (lidah jatuh ke belakang, sputum)
sehubungan dengan penurunan kesadaran
R/ adanya sumbatan mempengaruhi proses respirasi
2) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

9 | Page

R/ sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat


sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4) Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
R/ bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara. Adanya
mengik mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya secret.
b. Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia jaringan.
Ditandai dengan peningkatan serebral TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan
jaringan otak, depresi SSP dan oedema.
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
tidak ada tanda tanda peningkatan TIK
Tanda tanda vital dalam batas normal
Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
1) Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart.
R/ Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan
perkembangan kerusakan SSP.
2) Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan,
batuk dan Babinski.
R/ Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak
tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap
keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya
kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk
meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif
mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
3) Pantau tekanan darah
R/ tekanan darah yang menurun mengindikasikan terjadinya penurunan
aliran darah ke seluruh tubuh.
4) Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
R/ adanya gelisah menandakan bahwa terjadi penurunan aliran darah ke
hipoksemia.

10 | P a g e

5) Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau
indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
R/ Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
c. Resiko Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan secara
aktif
Intervensi:
1) Pantau tanda tanda vital
2) Kaji nadi perifer, turgor kulit dan membrane mukosa
3) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
4) Catat hal hal yang dapat dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah.
5) Observasi adanya perasaan kelelahan, nadi yang tidak teratur.
d. Penurunan cardiac output b/d menurunnya kontraksi jantung
1) Monitor ttv : nadi dan tekanan darah
2) Catat warna kulit
3) Auskultrasi suara pernapasan dan suara jantung
4) Pertahankan bedrest dalam posisi yang nyaman selama periode akut
5) Berikan waktu istirahat yang cukup dan adekuat

11 | P a g e

BAB III
Penutup

Kesimpulan
Hipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar gula darah atau kondisi
ketidaknormalan kadar glukosa serum yang rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan
sebagai kadar glukosa di bawah 40 mg/dL setelah kelahiran berlaku untuk seluruh bayi
baru lahir atau pembacaan strip reagen oxidasi glukosa di bawah 45 mg/dL yang
dikonfirmasi dengan uji glukose darah.Etiologinya adalah Hipoglikemia dalam rangka
pengobatan dan Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM. Manifestasi terdiri dari
dua fase. Pameriksaan penunjang meliputi Gula darah puasa, Gula darah 2 jam post
prandial, HBA1c,Elektrolit. Penatalaksaan melalui Glukosa Oral , Glukosa Intramuskular,
Glukosa Intravena. Komplikasinya kerusakan otak, koma, kematian. Diagnosa
keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d adanya benda asing, Pola napas
tidak efektif b/d adanya depresan pusat pernapasan, Gangguan perfusi jaringan b/d
hipoksia jaringan, Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran

12 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis, Lippincott , New York


Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London
Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta
Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta.
Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia
Waspadji S. Kegawatan pada diabetes melitus. Dalam: Prosiding simposium: penatalaksanaan
kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2000. hal.83-4.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai