Anda di halaman 1dari 14

PERCOBAAN I

pH SALURAN PENCERNAAN
A. Tujuan
Untuk dapat memahami mekanisme dan fungsi perbedaan pH pada bagianbagian saluran pencernaan.

B. Dasar Teori
Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia
tertentu. Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan
molekul bahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih
sederhana dan kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan
getah bening (limfe) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan (Guyton,
1993).
Enzim bekerja pada substrat tertentu, memerlukan suhu tertentu dan
keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat
lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan
bekerja pada suasana basa dan sebaliknya (Swenson, 2007).
Proses pencernaan terbatas pada organ-organ pencernaan, yaitu pada
saluran

pencernaan

dan

kelenjar-kelenjarnya.

Saluran

pencernaan

(gastrointestinal) disebut juga canalis atau tractus almentary yang terdiri dari
mulut, faring, esofagus, lambung, intestin (usus halus), usus besar dan anus.
Kelenjar pencernaan makanan merupakan bagian sistem pencernaan makanan
yang berfungsi menyediakan enzim-enzim pencernaan. Kelenjar-kelenjar
pencernaan tersebut adalah kelenjar ludah, mukosa lambung atau kelenjar
getah lambung, hati, kelenjar pankreas dan kelenjar getah usus (Soewolo,
2000).
Proses pencernaan sangat terkait dengan kerja enzim-enzim pencernaan.
Aktivitas enzim sangat terpengaruh oleh keadaan suhu dan pH tertentu dan
aktivitasnya dapat berkurang dalam keadaan di bawah atau di atas titik

tersebut. Misalnya enzim pepsin pencerna protein bekerja paling efektif pada
nilai pH 1-2, sedangkan enzim proteolitik lainnya misalnya tripsin menjadi
tidak aktif pada pH tersebut, tetapi akan berkerja sangat efektif pada nilai pH 8
(Kimball, 1983).
Organ pencernaan mempunyai enzim pada kisaran pH optimum masingmasing, sesuai dengan tempat kerjanya. Misalnya enzim pepsin yang terdapat
di lambung dan bernuansa asam memiliki pH optimum 2 sedangkan enzim
ptialin yang terdapat di mulut dan bernuansa basa memiliki pH optimum 7,5
sampai 8. Setiap enzim dapat berkerja baik pada pH optimum. Perubahan pH
dapat mempengaruhi perubahan kunci asam amino pada sisi aktif enzim,
sehingga dapat menghalangi sisi aktif enzim bergabung dengan substratnya
(Poedjiadi, 2006).
Kelenjar ludah menghasilkan air ludah yang mengandung berbagai zat
kimia, satu diantaranya adalah enzim ptialin atau amilase ludah. Ptialin
berfungsi membantu mempercepat perombakan tepung (polisakarida) menjadi
maltosa (disakarida) dan monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa)
(Soewolo, 2000).
Bersama-sama makanan lain, amilum yang telah tercerna maupun yang
belum akan masuk ke dalam lambung. Protein dan lemak dalam mulut hanya
mengalami pencernaan secara mekanis dan tidak secara enzimatik sebab dalam
mulut tidak ada enzim yang mengkatalisis hidrolisis protein dan lemak
(Sumardjo, 2006).
Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan
kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh
susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva
dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan
normal antara 5,68,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara lain adalah rata-rata
kecepatan aliran saliva, mikroorganisme dalam rongga mulut, dan kapasitas
buffer saliva. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan
bakteri adalah 6,57,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,55,5

akan memudahkan pertumbuhan bakteri asidogenik seperti Streptococcus


mutans dan Lactobacillus (Soesilo, 2005).
Mukosa lambung atau kelenjar getah lambung, menghasilkan HCl, pepsin,
rennin, dan lipase. HCl berfungsi melarutkan partikel-partikel makanan,
membunuh bakteri, dan mengaktifkan pepsin. Pepsin berfungsi mengubah
protein menjadi polipeptida (oligopeptida, proteosa dan pepton). Renin (yang
hanya terdapat pada anak-anak dan hewan) berfungsi mengubah kaseinogen
menjadi asam lemak dan gliserol (Soewolo, 2000).
Pada lumen lambung, kerja enzim ptialin yang masuk bersama-sama
makanan dari mulut dihentikan dengan adanya asam klorida (HCl). Jadi,
polisakarida, oligosakarida dan disakarida dalam labung tidak mengalami
perubahan; protein yang kontak dengan asam klorida lambung akan mengalami
denaturasi sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Protein yang berada di dalam
lambung akan diubah oleh pepsin menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil, yaitu
oligopeptida, proteosa dan pepton. Berbeda dengan amilase dan enzim lainnya,
pepsin berkerja dalam suasana sangat asam (pH 1,0-2,5) sesuai dengan kondisi
asam cairan lambung. Hasil semua digesti makanan dalam labung ini bersamasama makanan lain akan masuk ke dalam usus halus (Sumardjo, 2006).
Hati merupakan kelenjar pencernaan yang paling besar yang berfungsi
membntuk cairan empedu yang akan dialirkan ke dalam usus halus. Empedu
tidak mengandung enzim tetapi sangat penting untuk mengemulsikan lemak
(Soewolo, 2000).
Kelenjar pankreas menghasilkan getah pankreas yang juga dialirkan ke
dalam usus halus. Getah pankreas mengandung lipase, tripsin, dan amilase.
Lipase berfungsi mengubah lemak yang telah diemulsikan empedu menjadi
asam lemak dan gliserol. Tripsin (tripsinogen yang telah diaktifkan) berfungsi
mengubah protein menjadi peptida dan dan asam amino. Tripsin dapat bekerja
dengan baik dalam hidrolisis protein pada pH antara 8,0-9,0. Amilase berfungsi
mengubah amilum menjadi maltosa dan disakarida yang lain (Soewolo, 2000).
Aktivitas enzim lipase dapat bertambah dengan adanya ion CaH dan asam
empedu, dan bekerja secara optimal pada pH 7,0-8,8. Pemecahan lemak

dengan cara hidrolisis dibantu oleh garam asam empedu yang terdapat dalam
cairan empedu dan berfungsi sebagai emulgator. Dengan adanya garam asam
empedu sebagai emulgator, maka lemak dalam usus dapat dipecah-pecah
menjadi partikel-partikel kecil sebagai emulasi, sehingga luas permukaan
lemak bertambah besar. Hal ini menyebabkan proses hidrolisis berjalan lebih
cepat (Soewolo, 2000).
Enzim amilase umumnya stabil pada kisaran nilai pH 5,5-7,0. Aktivitas
optimum umumnya terjadi pada nilai pH 4,8-6,5. Tetapi nilai pH optimum
aktivitas enzim berbeda-beda tergantung organisme penghasil enzimnya (Dewi,
2005).
Kelenjar dinding usus menghasilkan maltase, sukrase, laktase, dan
peptidase. Peptidase mengubah polipeptida menjadi asam-asam amino. Sukrase
mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Kedua zat yang dihasilkan
tersebut, struktur kimianya lebih simpel dan lebih mudah diterima sebagai
nutrisi tubuh manusia. Laktase mengubah laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa. Maltase mengubah maltosa menjadi dua molekul glukosa. Sehingga
lebih mudah direaksikan secara kimiawi oleh tubuh untuk diserap sebagai
sumber energi. Di samping itu dinding usus halus juga menghasilkan
enterokinase yang berfungsi mengaktifkan tripsinogen dari pankreas menjadi
tripsin. Enzim ini dihasilkan oleh duodenum (Soewolo, 2000).
pH usus halus bersifat alkalis terutama disebabkan oleh garam natrium
bikarbonat dari pankreas dan keadaan alkalis ini sesuai dengan daerah pH
optimum enzim-enzim yang berkerja di dalam usus halus (Sumardjo, 2006).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Papan bedah
b. Peralatan bedah
c. Wadah anestesi
2. Bahan
a. Hewan coba (tikus)
b. Kapas
c. Kloroform
d. pH indikator

D. Prosedur Kerja
1. Disiapkan masing-masing satu ekor tikus yang telah dipuasakan makan
selama 12 jam (tetap diberi minum) oleh tiga kelompok. Tiga kelompok
lainnya menyiapkan masing-masing satu ekor tikus yang tidak dipuasakan.
2. Dilakukan anastesi pada stadium ke-3 pada tikus menggunakan kloroform.
3. Dibedah tikus dan dioperasi tiap segmen pada saluran pencernaannya (tanpa
ada pemotongan organ).
4. Dilakukan operasi pada saat gerakan peristaltik masih berlangsung. Dibuka
sayatan dengan lebar secukupnya untuk memasukkan kertas lakmus untuk
mengukur pH tiap bagian. Dilakukan pengukuran pH sebanyak dua kali
untuk tiap bagian dan jika hasilnya berbeda maka dilakukan pengukuran
ketiga.
5. Diukur pH pada segmen mulut, esofagus, permulaan lambung, fundus
lambung, sphincter pylori, bagian permulaan usus halus, bagian tengah usus
halus, bagian akhir usus halus, usus kosong, permulaan usus besar
(ascenden colon), pertengahan usus besar (transversum colon) dan bagian
akhir usus besar (descenden colon) serta bagian anus.
6. Dicatat keseluruhan hasil dan dibahas mekanisme perbedaan pH serta
kegunaannya.

7. Dibahas perbedaan yang terjadi pada tikus yang dipuasakan dan tidak
dipuasakan.

E. Hasil Pengamatan
1. Tikus yang dipuasakan
SEGMEN

pH normal

pH ke 1

pH ke 2

pH ke 3

Mulut

6-7

Esofagus

5-6

Permulaan Lambung

Fundus Lambung

1-3

Sphincter Pylori

4-6

Permulaan Usus Halus

7-8

Bagian Tengah Usus Halus

7-8

Bagian Akhir Usus Halus

7-8

6-7

Usus Kosong

Permulaan Usus Besar

Pertengahan Usus Besar

6-7

6-7

Bagian Akhir Usus Besar

7-8

Anus/Rektum

SEGMEN

pH normal

pH ke 1

pH ke 2

pH ke 3

Mulut

6-7

Esofagus

5-6

Permulaan Lambung

Fundus Lambung

1-3

Sphincter Pylori

4-6

Permulaan Usus Halus

7-8

Bagian Tengah Usus Halus

7-8

Bagian Akhir Usus Halus

7-8

Usus Kosong

Permulaan Usus Besar

Pertengahan Usus Besar

Bagian Akhir Usus Besar

7-8

Anus/Rektum

2. Tikus yang tidak dipuasakan

F. Pembahasan
Pencernaan makanan pada saluran pencernaan manusia meliputi dua
proses yaitu pencernaan mekanik (pencernaan yang dilakukan oleh gigi di
dalam mulut) dan pencernaan kimiawi (pencernaan yang melibatkan enzim).
Saluran pencernaan manusia terdiri dari mulut (cavum oris), kerongkongan
(esofagus), lambung (ventrikulus), usus halus, usus besar (kolon) dan anus.
Percobaan kali ini bertujuan untuk memahami mekanisme dan perbedaan
pH pada segmen-segmen saluran pencernaan. Hewan coba yang digunakan
yaitu tikus yang telah dipuasakan dan yang tidak dipuasakan. Pada hewan
tersebut dilakukan proses anestesi. Proses anestesi yaitu proses menghilangkan
rasa nyeri dan rasa kesadaran dengan menggunakan kloroform yang telah
dijenuhkan di dalam toples. Setelah dilakukan proses anestesi tersebut,
selanjutnya hewan tersebut dibedah dan dioperasi. Proses pembedahan
mengunakan guntingan bidang median sagital yaitu potongan vertikal
pertengahan tubuh membagi sisi kiri dan kanan yang sejajar dengan bidang
median.
Fase anestesi dibagi menjadi 4 yaitu, stadium 1 (induksi) yaitu proses
menghilangkan rasa sakit dan masih terdapat kesadaran; stadium 2 (eksitasi
involunter) yaitu proses tidak sadarkan diri; stadium 3 (pembedahan atau
operasi) yaitu tahap koma; dan stadium 4 (paralisis) yaitu proses yang tidak
dapat bergerak dan tidak dapat merespon stimulus yang diberikan.
Objek yang diamati perubahan pHnya adalah tikus. Tikus yang diamati
terdiri dari tikus yang dipuasakan dan tikus yang tidak dipuasakan. Segmen segmen yang diukur pH-nya adalah mulut, esofagus, permulaan lambung,
fundus lambung, spchincter pylori, usus halus, bagian permulaan, usus halus
bagian tengah, usus halus bagian akhir, usus kosong, permulaan usus besar
(ascenden colon), pertengahan usus besar (transversum colon), dan bagian
akhir usus besar (descenden colon) serta bagian anus.
Mulut adalah rongga lonjong pada permukaan saluran pencernaan. Terdiri
atas dua bagian, bagian luar yang sempit yaitu ruang diantara gusi serta gigi

dengan bibir dan pipi dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi di
sisi-sisinya oleh tulang maxillaris dan semua gigi dan di sebelah dengan awal
taring. Mulut terdapat tiga kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis dan kelenjar sublingualis.

Kelenjar saliva berfungsi

mengeluarkan saliva. Saliva memiliki pH 6,0-7,0. Saliva mengandung enzim


ptialin atau amilase yang akan mengubah amilum (polisakarida) menjadi
maltosa. Hasil yang didapatkan pada tikus yang dipuasakan dan tikus yang
tidak dipuasakan yaitu memiliki pH 7, pH mulut pada tikus yang dipuasakan
dan yang tidak dipuasakan tidak memiliki perbedaan, hal ini sesuai dengan
teori.
Esofagus adalah suatu organ silinder berongga dengan panjang lebih 20
cm dan lebarnya 2 cm. Esofagus merupakan saluran panjang dan tipis sebagai
jalan makanan yang telah dikunyah dari mulut ke lambung dengan gerakan
peristaltik. Esofagus memiliki pH 5-6. Hasil yang didapat pada tikus yang
dipuasakan yaitu memiliki pH 9 sedangkan pada tikus yang tidak dipuasakan
yaitu meiliki pH 7. Saluran pencernaan selanjutnya yaitu lambung dan pilorus.
Pilorus merupakan pembukaan dari lambung ke dalam bagian pertama
usus halus (duodenum). Pada kedua ujung lambung terdapat klep yaitu klep
pertama (spinchter esofagus) berfungsi menjaga makanan agar tetap di
lambung dan hanya terbuka pada saat makanan masuk. Klep kedua (spinchter
pilorus) berfungsi tempat batasan dengan duodenum. Getah lambung adalah
campuran zat-zat kimia yang sebagian besar terdiri dari asam lambung (HCl)
serta enzim pepsin, renin dan lipase. Asam lambung berfungsi membunuh
bakteri yang terdapat dalam makanan, mengubah sifat protein dan
mengaktifkan pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat menghidrolisis
molekul-molekul protein menjadi molekul-molekul peptida. Renin adalah
enzim yang dapat mengubah karsinogen menjadi kasein. Lipase adalah enzim
yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Lambung
terdiri dari 4 lapisan, yaitu mucosa (tempat diproduksinya enzim dan mucus),
terdiri dari sel goblet (memproduksi mucus atau lendir), sel parietal
(memproduksi asam lambung) dan sel chief (memproduksi enzim pepsinogen).

Lalu ada lapisan submucosa yang terdiri dari arteri dan vena untuk transportasi
makanan dan respirasi. Lalu lapisan muscularis, terdiri dari otot-otot polos
yang berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanis dengan cara kontraksi
dan relaksasi. Dan terakhir, lapisan serosa, berfungsi sebagai lapisan epitelium
untuk melindungi lambung. Lapisan ini juga memproduksi semacam
cairan/lendir untuk mengurangi gesekan lambung dengan organ lainnya.
Lambung memiliki pH 1,0-3,5. Hasil yang didapat pada pengukuran pH
lambung pada tikus yang dipuasakan yaitu memiliki pH 3 sedangkan pH pada
tikus yang tidak dipuasakan yaitu memiliki pH 2. Tikus yang dipuasakan
pHnya lebih basa karena tidak ada makanan didalam lambung, sehingga enzim
pada saluran lambung menigkat karena tidak mendapatkan nutrisi. Hanya
enzim tertentu yang dapat bekerja pada suasana asam atau basa (pH) sehingga
mempengaruhi pH tersebut. pH saluran pencernaan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain banyaknya makanan yang masuk serta sifat
makanan yang masuk. Saat berpuasa tidak ada makanan yang masuk sehingga
lambung

yang

terus

menerus

mengeluarkan

asam

lambung

dapat

mengakibatkan pH lambung menjadi semakin asam dan menyebabkan iritasi


pada lambung. Sedangkan pada saat ada makanan, asam lambung akan
diproduksi untuk membantu memecahkan molekul makanan menjadi molekul
yang lebih sederhana. Sifat makanan asam yang masuk ke dalam saluran
pencernaan juga dapat mempengaruhi pH dalam lambung. pH lambung yang
sudah bersifat asam akan meningkat menyesuaikan sifat asam makanan.
Pada saluran pencernaan terdapat kelenjar pankreas, yang dapat
menghasilkan getah pankreas. Getah pankreas mengandung zat-zat yaitu
natrium bikarbonat (berfungsi menetralkan keasaman isi usus, amilase
(berfungsi

menghidrolisis

pati

menjadi

glukosa),

lipase

(berfungsi

mengidrolisis lemak menjadi campuran asam lemak dan monogliserida), tripsin


dan kimotripon (berfungsi memecah molekul protein), peptidase (berfungsi
membantu hidrolisis peptida menjadi asam amino).

Usus halus adalah tempat absorpsi makanan, terdiri dari tiga bagian yaitu
duodenum (usus duabelas jari), jejenum (usus kosong), dan ileum (usus
penyerapan). Usus halus memiliki pH 7,5-8.0.
Usus kosong (jejunum) panjang lebih dari 7 m. Berfungsi sebagai tempat
penyelesaian dari semua proses pencernaan makanan, memiliki pH 9. Hasil
pengujian pada tikus yang dipuasakan adalah 9. Hal ini menunjukkan adanya
kesesuaian dengan literature sedangkan hasil pada tikus yang tidak dipuasakan
pHnya adalah 7, ketidaksesuaian hasil dari literatur kemungkinan disebabkan
karena makanan yang berasal yang dimakan bersifat asam sehingga pH pada
usus halus yang seharusnya basa menjadi netral. Pada tikus yang dipuasakan di
permulaan usus halus memiliki pH 6, bagian tengah usus halus memiliki pH 7,
bagian akhir usus halus memiliki pH 7. Sedangkan pada tikus yang tidak
dipuasakan dari permulaan usus halus sampai bagian akhir usus halus memiliki
pH 7.
Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus. Usus besar dibagi
menjadi tiga yaitu kolon naik (ascending colon), kolon datar (transversum
colon), dan kolon turun (descending colon). Fungsi usus besar tidak untuk
absorpsi, tetapi sebagai organ dehidran dan saluran untuk mengeluarkan feses
(defekasi). Usus besar memiliki pH 7,5-8,0. Hasil dari percobaan tikus uji yang
dipuasakan dari permulaan, pertenghan dan akhir menghasilkan pH berturutturut 8, 7 dan 6 sedangkan tikus uji yang tidak dipuasakan berturut-turut pHnya
adalah 7. Pada pH yang sesuai atau tidak sesuai karena adanya flora normal
seperti E.coli. Jadi jika pH sesuai maka flora normal dalam usus besar pun
sesuai namun jika pH tidak sesuai maka flora normal tersebut tidak dalam
jumlah yang sesuai pula.
Terakhir adalah anus, Feses yang terkumpul dalam rektum dikeluarkan
melalui saluran pengeluaran yang dinamakan anus. Proses pengeluaran feses
lewat anus ini disebut proses defikasi. Pada anus terdapat otot sfingter anus
yang berupa otot polos dan otot lurik. Masing -masing otot ini berturut-turut
berada di dalam dan bagian luar lubang anus. Saat feses menyentuh dinding
rektum, otot lurik terangsang melakukan proses defikasi. Akibatnya, secara

sadar akan melakukan kontraksi. Tindakan ini akan menjadikan otot polos
mengendur, sehingga feses keluar dari tubuh. pH normal pada anus adalah 8.
Pada hasil tikus yang dipuasakan maupun yang tidak dipuasakan memiliki pH
7 yang berarti tidak sesuai dengan literatur. pH netral ini kemungkinan
dikarenakan pH sebelumnya pun 7.

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. pH normal pada mulut 6-7; esofagus 5-6; lambung 1-2,5; usus halus 7-8;
usus besar 7,5-8,0; anus atau rektum 7,5-8,0.
2. Perbedaan pH pada saluran pencernaan berfungsi agar enzim pencernaan
dapat bekerja dengan baik dan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, C., Tjahjadi P., dan Artini P. 2004. Production of Reducing Sugar from
Rice Brans Substrate by Using Rhizopus oryzae. Bioteknologi Vol. 2 (1):
21-26.
Guyton, D.C. 1993. Fisiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kimball, John W. 1983. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, Anna, dkk. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Soesilo, D., Rinna E. S., dan Indeswati D. 2005. The Role of Sorbitol in
Maintaining Saliva's pH to Prevent Caries Process. Jurnal Kedokteran Gigi
Vol. 38 (1): 25-29.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: PPGSM.
Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Swenson, GM. 2007. Dules Physiology or Domestic Animals. USA: Publishing
Co. Inc.

Anda mungkin juga menyukai