Anda di halaman 1dari 110

ISOLASI SENYAWA INHIBITOR RNA HELIKASE

VIRUS JAPANESE ENCEPHALITIS DARI KULTUR


Streptomyces achromogenes (Okami dan Umezawa, 1953)

ANDHYNI ERIEL TOMBE


0304040125

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
2008

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

ISOLASI SENYAWA INHIBITOR RNA HELIKASE


VIRUS JAPANESE ENCEPHALITIS DARI KULTUR
Streptomyces achromogenes (Okami dan Umezawa, 1953)

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:
ANDHYNI ERIEL TOMBE
0304040125

DEPOK
2008

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

SKRIPSI

: ISOLASI SENYAWA INHIBITOR RNA HELIKASE VIRUS


JAPANESE ENCEPHALITIS DARI KULTUR Streptomyces
achromogenes (Okami dan Umezawa, 1953)

NAMA

: ANDHYNI ERIEL TOMBE

NPM

: 0304040125

SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI


DEPOK, 16 DESEMBER 2008

Dr. ANDI UTAMA


PEMBIMBING I

Dr. ABINAWANTO
PEMBIMBING II

Tanggal lulus Ujian Sidang Sarjana: 23 Desember 2008

Penguji I : Ariyanti Oetari, Ph.D

()

Penguji II : Dr. Upi Chairun Nisa

( ...)

Penguji III : Retno Lestari, M.Si.

(.)

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

Dedicated to

Lord Jesus Christ, my family, my love,


my friends and myself

Psalm 126:5 Those who put in


seed with weeping will get in the
grain with cries of joy

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus. Oleh


karena berkat, anugerah dan kasih-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dengan baik dan menorehkan hasilnya dalam
rangkaian tulisan skripsi ini. Tiada kata yang dapat melukiskan kelegaan hati
di kala semua ini telah usai.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Andi Utama selaku
Pembimbing I dan Dr. Abinawanto selaku Pembimbing II atas semua
bimbingan, nasehat, diskusi, dan segala ilmu pengetahuan yang telah
diberikan mulai sejak usulan penelitian hingga penyusunan skripsi. Terima
kasih kepada Ariyanti Oetari, Ph.D., Dr. Upi Chairun Nisa, Retno Lestari,
M.Si., atas semua nasehat dan kritik yang membangun dalam perbaikan
skripsi.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Amril Djalil, M.Si., selaku
Penasehat Akademik atas bimbingan dan nasehatnya serta kepada seluruh
dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya
kepada penulis selama penulis menimba ilmu di Departemen Biologi FMIPA
UI. Penulis juga berterima kasih kepada mbak Asri dan seluruh karyawan
Departemen Biologi FMIPA UI.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Puspita Lisdiyanti atas
segala informasi, diskusi dan ketersediaan Streptomyces selama penulis
melakukan penelitian. Terima kasih kepada Mabk QQ, Jajuli, Mas Ridwan,

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

ii

Mbak Neneng, Mbak Rere, Mbak Ainun, Ibu Shanti, Ibu Lina, Njoom, dan
Agus serta rekan-rekan di Puslit Bioteknologi LIPI Cibinong atas segala
persahabatan, diskusi, dan kerjasama yang terjalin selama penelitian.
Terimakasih kepada seluruh rekan senasib seperjuangan Biologi 2004
(Baliveau), asisten Genetika, secara khusus penulis ucapkan kepada CC,
Mbem, Tina, Acidz, dan Tibo untuk semua kebersamaan, persahabatan, tawa
dan tangis yang telah kita lewati bersama, serta empat sekawan Ades, Aldi,
Bancedz, dan Bill untuk semua hal yang menghibur hati penulis. Kehadiran
kalian membuat semuanya terlihat lebih indah. Terimakasih untuk Radutz,
rekan seperjuangan di Laboratorium Virologi Molekular LIPI, atas segala suka
duka, kerjasama, diskusi, dan dukungannya.
Penulis sangat berterima kasih kepada Ayah, Bunda, Kak Eva, dan
Kak Kiki atas segala doa, perhatian, pengertian, serta dukungan baik moril
maupun materiil. Terima kasih penulis ucapkan untuk Eben Haezer, S.T.,
atas dukungan, kasih sayang, doa, dan terlebih untuk kehadirannya yang
telah menghapus segala lara dan kejenuhan.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya akhir yang belum
sempurna ini dapat bermanfaat untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan
dapat memberikan ilmu kepada siapapun yang membacanya.

Penulis
2008

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

iii

ABSTRAK

Japanese encephalitis (JE) merupakan penyakit endemik di Asia,


bahkan telah menjadi penyakit hiperendemik di Bali, Indonesia.
Keterbatasan vaksin dan belum adanya obat anti virus JE telah menjadi
kendala utama dalam mengatasi penyakit tersebut. Salah satu alternatif
adalah penemuan kandidat obat berupa inhibitor RNA helikase virus JE.
Penelitian bertujuan mengisolasi suatu substansi inhibitor aktivitas ATPase
RNA helikase virus JE dari kultur Streptomyces achromogenes (Okami dan
Umezawa, 1953). Protein RNA helikase virus JE berfungsi sebagai substrat
diekspresikan dari plasmid pET-21b yang telah ditransformasi ke dalam
Escherichia coli BL21 (DE3) pLysS. Substansi inhibitor diisolasi dari
supernatan S. achromogenes yang telah dikultur selama 3 hari. Supernatan
medium kultur menghasilkan persentase inhibisi sebesar 26,8%. Protein
inhibitor telah berhasil diisolasi dengan pengendapan amonium sulfat 0--75
%, dialisis, dan kromatografi filtrasi gel menggunakan Sephadex G-50 fine.
Uji aktivitas inhibisi dilakukan dengan uji kolorimetrik ATPase dan dianalisis
dengan SDS-PAGE 12%. Substansi hasil pengendapan amonium sulfat
sebelum dialisis menunjukkan persentase inhibisi sebesar 82,36% dan
setelah dialisis sebesar 87,77%. Hasil kromatografi filtrasi gel menunjukkan
aktivitas inhibisi tinggi mulai dari fraksi 4--11 dengan aktivitas inhibisi berturutturut 78,89%; 78,59%; 78,08%; 74,59%; 69,09%; 65,58%; 65,85%; 55.13%.
Analisis SDS-PAGE hasil isolasi dan pemurnian protein inhibitor

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

iv

menunjukkan substansi protein inhibitor RNA helikase virus JE memiliki berat


molekul kurang lebih 37 kDa.

Kata kunci: inhibitor, kolorimetrik ATPase, RNA helikase, Streptomyces


achromogenes, virus Japanese encephalitis.

xi + 95 hlm.; gbr; lamp; tab.


Bibiliografi: 69 (1953--2008)

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................

ABSTRAK..............................................................................................

iii

DAFTAR ISI...........................................................................................

DAFTAR GAMBAR...............................................................................

viii

DAFTAR TABEL....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................

xi

BAB I. PENDAHULUAN..

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..

A. Virus Japanese encephalitis.....

B. RNA helikase virus Japanese encephalitis.......................

C. Ekspresi dan purifikasi RNA helikase virus JE.................

1. Ekspresi RNA helikase virus JE..................................

2. Purifikasi RNA helikase virus JE..................................

D. Uji aktivitas RNA helikase dan uji aktivitas


inhibisi RNA helikase........................................................

10

E. Inhibitor aktivitas enzim.....................................................

12

F. Streptomyces....................................................................

14

G. Teknik isolasi protein..........................................................

16

1. Pengendapan protein dengan ammonium sulfat..........

17

2. Kromatografi..................................................................

19

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

vi

3. Dialisis...........................................................................

21

H. Analisis protein.................................................................

23

1. Elektroforesis...............................................................

23

2. Elektroforesis SDS-PAGE...........................................

25

3. Pengukuran konsentrasi protein menggunakan


uji Bradford.................................................................

25

BAB III. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA.......................................

27

A. Lokasi dan waktu penelitian..............................................

27

B. Alat ...................................................................................

27

C. Bahan...............................................................................

28

1. Sampel........................................................................

28

2. Medium.......................................................................

28

3. Bahan kimia................................................................

29

D. Cara kerja.........................................................................

30

1. Pembuatan larutan, buffer, dan medium.....................

30

2. Ekspresi, purifikasi, dan analisis RNA helikase


virus JE.......................................................................

31

3. Isolasi inhibitor RNA helikase virus JE .......................

32

4. Uji aktivitas inhibisi kolorimetrik ATPase.....................

35

5. Analisis berat molekul protein inhibitor


RNA helikase virus JE................................................

36

6. Analisis konsentrasi protein inhibitor


RNA helikase virus JE.................................................

37

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

vii

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................

38

A. Ekspresi, purifikasi, dan analisis RNA helikase virus JE....

38

B. Uji aktivitas ATPase dan aktivitas inhibitor terhadap


ATPase dari RNA helikase virus JE.....................................

41

C. Isolasi inhibitor RNA helikase virus JE ..............................

43

1. Optimasi jangka waktu kultur S. achromogenes ..........

43

2. Pengendapan protein menggunakan amonium sulfat...

46

3. Dialisis...........................................................................

48

4. Kromatrografi filtrasi gel................................................

49

5. Analisis SDS-PAGE......................................................

51

6. Pengukuran konsentrasi protein...................................

53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................

56

A. Kesimpulan...........................................................................

56

B. Saran....................................................................................

57

DAFTAR ACUAN.....................................................................................

58

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Jalur penularan Japanese encephalitis..........................................

69

2. Wilayah penyebaran Japanese encephalitis di Indonesia ............

69

3. Mekanisme replikasi virus..............................................................

70

4. Genom dan protein virus Japanese encephalitis............................

71

5. Mekanisme pembukaan untai ganda oleh RNA helikase...............

72

6. Gel filtrasi.......................................................................................

73

7. Dialisis............................................................................................

73

8. Skema keseluruhan rangkaian kerja isolasi inhibitor


RNA helikase virus JE....................................................................

74

9. Skema kerja ekspresi dan purifikasi RNA helikase virus JE..........

75

10. Skema kerja isolasi inhibitor RNA helikase virus JE dari kultur S.
achromogenes...............................................................................

76

11. Skema kerja uji aktivitas protein inhibitor terhadap ATPase


RNA helikase virus JE....................................................................

77

12. Mekanisme induksi IPTG.................................................................

77

13. Hasil SDS-PAGE RNA helikase virus JE..........................................

78

14. Kurva standar berat molekul protein................................................

78

15. Hasil uji kolorimetrik ATPase...........................................................

79

16. Kultur S. achromogenes..................................................................

79

17. Kurva optimasi waktu kultur S. achromogenes................................

80

18. Diagram persentase inhibisi fraksinasi protein inhibitor


dengan amonium sulfat..................................................................

80

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

ix

19. Diagram persentase inhibisi setiap tahapan isolasi


protein inhibitor..............................................................................

81

20. Kurva persentase inhibisi fraksi kromatografi filtrasi gel................

81

21. Fraksi hasil kromatografi filtrasi gel................................................

82

22. Hasil SDS-PAGE fraksi kromatografi filtrasi gel pewarnaan


silver stain.....................................................................................

82

23. Hasil SDS-PAGE fraksi aktif kromatografi filtrasi gel pewarnaan


coomasie briliant blue....................................................................

83

24. Kurva standar berat molekul protein...............................................

83

25. Pengukuran kadar protein fraksi aktif filtrasi gel.............................

84

26. Pengukuran kadar protein hasil isolasi protein inhibitor.................

84

27. Kurva standar protein BSA ............................................................

85

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Persentase inhibisi optimasi suhu inkubasi S. achromogenes........

87

2. Persentase inhibisi optimasi waktu kultivasi S. achromogenes.........

87

3. Persentase inhibisi tahapan pengendapan amonium sulfat...............

87

4. Persentase inhibisi dari setiap fraksi hasil gel filtrasi.........................

87

5. Konsentrasi kurva standar BSA.........................................................

88

6. Konsentrasi protein hasil pengendapan amonium sulfat...................

88

7. Konsentrasi protein fraksi kromatografi filtrasi gel..............................

89

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Perhitungan persentase inhibisi RNA helikase


dari S. achromogenes...................................................................

90

2. Komposisi medium dan larutan yang digunakan penelitian..........

90

3. Perhitungan berat molekul RNA helikase protein NS3 virus


Japanese encephalitis...................................................................

94

4. Perhitungan berat molekul protein RNA helikase protein NS3 virus


Japanese encephalitis...................................................................

95

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

BAB I
PENDAHULUAN

Virus Japanese encephalitis (JE) merupakan salah satu virus


penyebab penyakit JE. Virus JE disebarkan oleh nyamuk terinfeksi Culex
tritaeniorhynchus (Giles,1901) (Rao 2002: 2), melalui siklus zoonotik, virus
berpindah ke binatang peliharaan atau binatang liar seperti burung dan babi
(Gambar 1). Tingkat infeksi virus terhadap manusia akan meningkat seiring
dengan meningkatnya frekuensi interaksi dengan binatang yang terinfeksi
(Solomon 2003: 278).
Infeksi virus JE umum ditemukan di daerah tropis dan subtropis di Asia
seperti India, Cina, Jepang, Korea, dan Asia Tenggara. Infeksi JE di
Indonesia telah ditemukan di 7 propinsi yaitu, Sumatra Barat, Kalimantan
Barat, Papua, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Gambar 2) (Kari dkk. 2006: 1). Virus JE dapat menyebabkan radang
otak (brain fever) dan kerusakan otak secara permanen, sedangkan 50%
infeksi simptomatik menyebabkan kematian (Solomon 2003: 278). World
Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa terdapat kurang lebih
35.000--50.000 kasus serius JE di daerah Asia setiap tahunnya, 10.000
kasus di antaranya menyebabkan kematian. Tingginya tingkat kasus
penyakit JE di Asia menyebabkan JE menjadi salah satu masalah kesehatan
yang perlu mendapat perhatian (Easmon 2005: 1).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

Vaksinasi (JE-VAX) merupakan salah satu cara paling efektif untuk


mengontrol penyakit JE karena pengobatan efektif untuk penyakit JE hingga
saat ini masih belum ditemukan (Ray & Shi 2006: 46). Beberapa upaya
penemuan obat telah dilakukan, salah satunya adalah dengan menemukan
dan mengembangkan inhibitor terhadap enzim-enzim yang berperan dalam
replikasi virus JE, seperti protease, RNA polimerase, dan RNA helikase.
Enzim RNA helikase dianggap lebih potensial sebagai target dalam
penemuan obat anti virus JE karena RNA helikase memiliki tiga aktivitas,
yaitu aktivitas pengikatan untai RNA (RNA binding), aktivitas ATPase (RNAstimulated ATPase), dan aktivitas RNA helikase (ATP-dependent RNA
helicase). Penemuan inhibitor yang dapat menghambat salah satu di antara
ketiga aktivitas RNA helikase mengakibatkan terhambatnya aktivitas RNA
helikase sehingga secara tidak langsung menghambat aktivitas replikasi virus
JE. Penghambatan terhadap aktivitas ATPase enzim RNA helikase lebih
mudah dikembangkan dibandingkan dua aktivitas enzim RNA helikase
lainnya, karena tidak memerlukan substrat RNA yang bersifat tidak stabil dan
radioisotop (Utama dkk. 2000: 75; Hatsu dkk. 2002: 6).
Aktivitas ATPase dari RNA helikase dapat dihambat oleh suatu
senyawa inhibitor (Hatsu dkk. 2002: 6). Inhibitor enzim merupakan suatu
substansi kecil yang dapat berinteraksi dengan enzim melalui mekanisme
tertentu sehingga dapat menghambat kerja enzim. Inhibitor enzim dapat
diperoleh dari senyawa kimia buatan, ekstrak tanaman, atau hasil

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

metabolisme sekunder mikroorganisme yang dihasilkan secara alami (Hiraga


dkk. 2000: 25173).
Actinomycetes merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang
telah diketahui memiliki kemampuan untuk menghasilkan inhibitor alami
terhadap suatu enzim. Salah satu senyawa inhibitor yang dihasilkan oleh
Actinomycetes adalah leuptin yang merupakan inhibitor reversibel terhadap
serin, sistein, dan threonin protease (Kim dkk. 1998: 539).
Streptomyces merupakan salah satu genus kelompok Actinomycetes
dapat menghasilkan suatu senyawa inhibitor enzim. Chino dkk. (1996: 752)
melaporkan senyawa heliquinomycin yang diisolasi dari Streptomyces dapat
menghambat aktivitas DNA helikase. Hatsu dkk. (2002: 6), berhasil
mengisolasi substansi inhibitor yang menghambat aktivitas ATPase dan RNA
helikase virus JE dari kultur Streptomyces. Substansi inhibitor tersebut
diketahui berupa protein dengan ukuran 58 kDa, 60 kDa, dan 67 kDa. Kedua
penelitian tersebut menunjukkan potensi Streptomyces dalam menghasilkan
senyawa inhibitor RNA helikase virus JE.
Zulaichah (2008: 25) telah berhasil melakukan penapisan inhibitor
RNA helikase virus JE dari beberapa supernatan kultur Streptomyces yang
diisolasi dari berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan hasil penapisan,
supernatan kultur isolat 06-399 (Streptomyces achromogenes) menghasilkan
nilai inhibisi tinggi, yaitu sebesar 65,1%. Nilai tersebut menunjukkan adanya
kandungan suatu senyawa inhibitor RNA helikase yang belum diketahui
secara spesifik jenis dari senyawa inhibitor tersebut. Berdasarkan penelitian

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

Hatsu dkk. (2002: 6), inhibitor RNA helikase virus JE diduga sebagai suatu
molekul protein.
Penelitian diawali dengan produksi RNA helikase virus JE yang
digunakan sebagai substrat untuk uji aktivitas inhibisi senyawa inhibitor.
Enzim RNA helikase diekspresikan menggunakan vektor ekspresi pET21b/JEV NS3 yang ditransformasikan ke dalam bakteri Escherichia coli
BL21(DE3)pLysS dan diinduksi dengan isoprophyl--D-thiogalactoside
(IPTG). Enzim RNA helikase dipurifikasi menggunakan metode metal-chelate
affinity chromatography (MCAC) dan protein dianalisis dengan sodium
dodecyl sulfate- polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) 8%. Uji
aktivitas RNA helikase dilakukan dengan metode ATPase kolorimetrik.
Penelitian dilakukan dengan tujuan mengisolasi senyawa inhibitor
RNA helikase virus JE dari kultur S. achromogenes, dengan menggunakan
metode isolasi protein. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai substansi dari kultur S. achromogenes yang bersifat
inhibisi terhadap RNA helikase virus JE serta bermanfaat sebagai acuan dan
data awal untuk tahapan selanjutnya dalam purifikasi dan karakterisasi
senyawa inhibitor RNA helikase virus JE.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. VIRUS JAPANESE ENCEPHALITIS


Virus Japanese encephalitis (JE) termasuk ke dalam kelompok virus
yang ditularkan oleh arthropoda sehingga disebut kelompok arbovirus
(arthropod-borne virus). Virus JE merupakan anggota dari Famili Flaviviridae
Genus Flavivirus. Struktur virion JE berbentuk spherical dengan diameter 40-50 nm. Virion JE memiliki selubung amplop, dengan tiga atau empat
polipeptida struktural yang dua di antaranya terglikosilasi. Struktur amplop
virus mengandung dua glikoprotein (Schmaljohn & McClain 2004: 1). Virus
JE bereplikasi dalam sitoplasma dan matang melalui perantaraan membran
intrasitoplasma.
Siklus hidup virus JE terdiri atas beberapa tahapan (Gambar 3), yaitu
pengikatan virus pada reseptor di dinding sel dan endositosis, fusi dan
pelepasan genom ke sitoplasma (uncoating), translasi genom menjadi
poliprotein, replikasi genom RNA, pematangan virus (virion assembly), dan
pelepasan virus dari sel. Siklus diawali dengan pengikatan protein envelope
(E) virus JE pada reseptor glycosaminoglycans di permukaan dinding sel
inang dan mengalami endositosis (penetrasi ke dalam sel) serta pelepasan
genom RNA untai positif ke dalam sitoplasma. Genom RNA untai positif
dapat langsung berperan sebagai mRNA dan ditranslasi menggunakan

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

ribosom sel inang menjadi poliprotein. Genom RNA untai positif juga
digunakan sebagai cetakan untuk replikasi genom RNA dengan melibatkan
RNA polimerase dan RNA helikase. Pematangan virus (virion assembly)
terjadi setelah komponen virus (struktural dan nonstruktural) terbentuk, virus
yang sudah matang akan dilepaskan dari sel (Brooks dkk. 2005: 45)
Virus JE mempunyai genom RNA positif untai tunggal dengan panjang
11 kb, dengan ujung 5UTR dan 3UTR nonpoli-A. Genom RNA virus JE
memiliki 98 nukleotida pada ujung 5' UTR dengan struktur cap tipe 1, open
reading frame (ORF) tunggal, dan 585-nukleotida pada ujung 3'-UTR
nonpoli(A) (Gambar 4). Sebagian besar dari ORF tunggal mengkode
poliprotein dari ~3,400 asam amino yang diproses oleh protease inang dan
virus menjadi tiga protein struktural dan tujuh protein nonstruktural (Kim dkk.
2007: 59). Protein struktural (capsid (C), precursor to the membrane (prM),
dan envelope (E)) berada di ujung N sepertiga dari poliprotein dan berfungsi
membentuk struktur virus. Protein nonstruktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3,
NS4A, NS4B, dan NS5) berada di ujung C dua pertiga dari poliprotein dan
berperan dalam proses replikasi genom virus (Kaur & Vrati 2003: 421--422).
Protein NS3 dengan berat molekul sekitar 68--70 kDa memiliki aktivitas serin
protease, NTPase (termasuk ATPase), serta RNA helikase (Utama dkk.
2000: 316).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

B. RNA HELIKASE VIRUS JAPANESE ENCEPHALITIS


Enzim RNA helikase berfungsi menguraikan RNA untai ganda. Enzim
RNA helikase virus JE diketahui memiliki tiga aktivitas yaitu aktivitas
pengikatan untai RNA, aktivitas ATPase, dan aktivitas RNA helikase. RNA
helikase virus JE berperan dalam pembentukan genom RNA positif untai
tunggal virus JE yang baru. Genom virus JE merupakan genom RNA untai
tunggal positif yang berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis RNA untai
negatif dalam proses replikasi virus. Proses tersebut menghasilkan untai
ganda RNA sebagai intermediet product. Pembentukan RNA untai tunggal
positif baru yang siap dikemas sebagai genom virus baru memerlukan RNA
untai negatif sebagai cetakan, RNA helikase yang terdapat pada virus JE
berfungsi memisahkan RNA untai ganda yang baru terbentuk dari hasil
replikasi, sehingga dihasilkan RNA untai tunggal. Mekanisme pembukaan
untai RNA dapat dilihat pada Gambar 5. RNA helikase memerlukan energi
untuk membuka untai ganda menjadi untai tunggal, yang diperoleh dari
proses hidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi (Utama dkk. 2000: 74).

C. EKSPRESI DAN PURIFIKASI RNA HELIKASE VIRUS JE


1. Ekspresi RNA helikase virus JE
Ekspresi RNA helikase virus JE dilakukan dengan menggunakan
plasmid pET-21b. Plasmid pET-21b merupakan vektor yang paling tepat
untuk kloning dan ekspresi protein rekombinan dalam inang Escherichia coli.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

Vektor pET-21b berukuran 5.422 kb dan memiliki sekuen T7 tag pada ujung
N dan sekuen His tag pada ujung C. Plasmid ditransformasi ke dalam E. coli
BL21 (DE3) pLysS. Utama dkk. (2000: 74), menggunakan vektor pET 21-b
dan inang E. coli BL21 (DE3) pLysS untuk produksi protein NS3 virus
Japanese encephalitis. Inkubasi kultur E. coli BL21 (DE3) pLysS dilakukan
pada suhu 37 C karena merupakan suhu yang optimum bagi pertumbuhan
bakteri (Weaver 2005: 220).
Induksi ekspresi RNA helikase virus JE dilakukan dengan
menggunakan IPTG. Proses induksi IPTG terjadi melalui dua tahap. Tahap
pertama, IPTG akan berikatan dengan protein lac represor dan merubah
struktur protein lac represor. Perubahan struktur protein lac represor
menyebabkan terlepasnya protein tersebut dari sekuen lac operator pada
genom E. coli, sehingga RNA polimerase E. coli dapat berikatan dan
mentranskripsi T7 RNA polimerase. Enzim T7 RNA polimerase digunakan
untuk transkripsi sekuen insersi. Tahap kedua, induksi dimulai pada saat
IPTG berikatan dengan represor protein pada plasmid pET-21b dan merubah
konformasinya sehingga represor terlepas dari daerah operator dan T7RNA
polimerase dapat berikatan dengan plasmid dan mentranskripsi gen
NS3/RNA helikase virus JE (Spangler 2002: 114).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

2. Purifikasi
Purifikasi protein RNA helikase dilakukan dengan kromatografi afinitas
menggunakan resin BD TALONTM. Resin BD TALONTM merupakan resin
dengan muatan ion kobalt (Co2+), yang didesain untuk memurnikan protein
rekombinan yang mengandung polihistidin. Utama dkk. (2000: 74)
melaporkan bahwa plasmid yang digunakan untuk ekspresi protein RNA
helikase mengkode asam amino 163--619 dari protein NS3 JEV, dengan His
tag (Histidine-tagged) pada ujung C dari asam amino tersebut. Histidin
merupakan asam amino yang paling penting dalam memediasi pengikatan
sebagian besar protein pada ion logam Co2+ yang diam (tidak bergerak).
Histidin berikatan secara selektif ke ion logam Co2+ meskipun dalam larutan
tersebut terdapat ion metal bebas (Petty dkk. 1997: 9.4.12).
Resin BD TALONTM mengikat protein yang memiliki polihistidin dengan
lebih selektif dibandingkan resin lain seperti resin Ni-NTA. Resin Ni-NTA
sering menunjukkan kecenderungan yang tidak diinginkan yaitu berikatan
dengan protein inang yang tidak diinginkan yang juga memiliki residu histidin.
Menurut BD Biosciences (2003: 4--5), BD TALONTM secara signifikan
menunjukkan afinitas yang lebih rendah terhadap protein inang, dengan
demikian tidak perlu dilakukan pencucian sebelum proses elusi
Ikatan antara protein target yang memiliki residu 6xHis tag dan resin.
dilepas menggunakan imidazol 400mM. Imidazol identik dengan situs
pengikatan pada histidin, sehingga akan lebih kuat untuk berikatan dengan

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

10

resin. Penggunaan imidazol tidak menyebabkan kerusakan protein akibat


penurunan pH (BD Biosciences 2003: 4--5).

D. UJI AKTIVITAS RNA HELIKASE DAN UJI AKTIVITAS INHIBISI RNA


HELIKASE
Uji aktivitas RNA helikase dapat dilakukan dengan tiga uji, yaitu uji
aktivitas pengikatan untai RNA (RNA binding), uji aktivitas ATPase (RNAstimulated ATPase), dan uji aktivitas RNA helikase (ATP-dependent RNA
helicase). Uji aktivitas pengikatan RNA dilakukan dengan menganalisis
pengikatan RNA helikase dengan RNA substrat. Secara konvensional, uji
tersebut memerlukan RNA untai tunggal yang dilabel dengan radioaktif 32P.
Suatu substansi inhibitor akan menyebabkan terhambatnya pengikatan RNA
helikase terhadap RNA substrat, sehingga RNA substrat tetap berupa untai
ganda. Hasil analisis menggunakan gel elektroforesis menunjukkan pita
yang sejajar dengan kontrol berupa RNA substrat (Kwong dkk. 2005: 250).
Uji aktivitas ATPase dilakukan dengan menghitung aktivitas hidrolisis
ATP. Proses hidrolisis ATP menghasilkan energi yang digunakan dalam
aktivitas pemisahan untai ganda oleh RNA helikase. Hidrolisis ATP secara
enzimatis dapat dihitung menggunakan beberapa cara, yaitu perhitungan
ADP dengan menggunakan reaksi enzim berantai, perhitungan 32P yang
dilepas dari hidrolisis ATP, atau perhitungan reaksi kolorimetrik yaitu dengan
menentukan jumlah fosfat bebas (Pi) hasil hidrolisis ATP dari pembentukan
senyawa kompleks phospomolybdate (Held 2001: 1).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

11

Prinsip kerja reaksi ATPase kolorimetrik adalah menghitung jumlah


fosfat inorganik (Pi) bebas hasil hidrolisis ATP berdasarkan pembentukan
kompleks phosphomolybdate pada medium asam diikuti dengan reduksi atau
kompleksasi dengan pewarna dasar yang menghasilkan pewarnaan yang
kompleks (Held 2001: 1). Enzim ATPase berperan sebagai enzim yang
menghidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi (phosphat inorganic). Proses
hidrolisis tersebut menghasilkan energi yang diperlukan dalam aktivitas
pemisahan untai ganda oleh RNA helikase. Inhibitor terhadap RNAstimulated ATPase menyebabkan terhambatnya aktivitas hidrolisis ATP, hal
tersebut mengakibatkan penurunan jumlah fosfat bebas (Pi) yang dilepaskan
dari hasil hidrolisis ATP. Berkurangnya jumlah Pi yang bereaksi dengan
molybdate menyebabkan jumlah kompleks phosphomolybdate yang terukur
pada panjang gelombang 620 nm lebih kecil dibandingkan pengukuran tanpa
inhibitor. Perhitungan persentase inhibisi dilakukan sesuai metode Hatsu
dkk. (2002: 6) (Lampiran 1).
Uji aktivitas RNA helikase dilakukan dengan menggunakan substrat
berupa RNA untai ganda (dsRNA) yang dilabel menggunakan isotop pada
salah satu ujung 5 untai RNA. Untai RNA tersebut direaksikan dengan
enzim RNA helikase dan dianalisis menggunakan elektroforesis native
polyacrilamide gel. Enzim RNA helikase membuka ikatan RNA untai ganda
menjadi RNA untai tunggal, sehingga posisi pita hasil elektroforesis berada di
bawah posisi pita kontrol yang berupa RNA untai ganda. Penambahan

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

12

substansi yang positif bersifat inhibisi akan menghasilkan pita yang sejajar
dengan kontrol RNA untai ganda (Hatsu dkk. 2002: 7).

E. INHIBITOR AKTIVITAS ENZIM


Mekanisme kerja RNA helikase dalam suatu reaksi terjadi melalui
pembentukan kompleks enzim-substrat, dan bekerja dengan menggunakan
energi dari proses hidrolisis ATP menjadi ADP dan fosfat bebas (Pi).
Hambatan atau inhibisi pada RNA helikase dapat terjadi apabila
penggabungan substrat (ATP) pada bagian aktif enzim (RNA-stimulated
ATPase) menghalangi hambatan. Molekul, senyawa atau ion yang dapat
menghambat reaksi tersebut dikenal dengan istilah inhibitor (Poedjiadi &
Supriyanti 2006: 163). Inhibitor merupakan suatu substansi yang dapat
menurunkan aktivitas enzim. Inhibitor dikelompokkan menjadi inhibitor
nonspesifik dan inhibitor spesifik. Inhibitor enzim yang bersifat nonspesifik
memiliki efek inhibisi yang sama pada setiap enzim. Inhibitor nonspesifik
dapat berupa pH, suhu, dan logam berat (Palmer 1987: 142). Inhibitor yang
bersifat spesifik memiliki efek inhibisi tertentu pada suatu enzim yang
spesifik. Inhibitor spesifik menghambat aktivitas melalui ikatan terhadap
substrat, kofaktor, atau enzim. Inhibitor spesifik dapat berupa protein seperti
protein IF7 yang merupakan inhibitor terhadap glutamine synthetase (MuroPastor dkk. 2003: 1444) atau berupa peptida seperti NS3 peptide yang
merupakan inhibitor terhadap helikase NS3 HCV (Gozdek dkk. 2008: 393).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

13

Inhibitor juga dapat berupa small compound seperti heliquinomycin yang


merupakan inhibitor terhadap DNA helikase (Chino dkk. 1996: 752).
Inhibitor spesifik dapat dikelompokkan menjadi inhibitor tidak reversibel
dan inhibitor reversibel. Inhibitor tidak reversibel berikatan dengan enzim
melalui ikatan kovalen sehingga tidak dapat dilepas melalui proses dialisis.
Hambatan inhibitor tidak reversibel pada umumnya disebabkan oleh
terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih
yang terdapat pada molekul enzim. Inhibitor reversibel berikatan dengan
enzim melalui ikatan lemah dan dapat dilepas dengan proses dialisis.
Inhibitor reversibel dikelompokkan menjadi dua, yaitu inhibitor kompetitif dan
inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif menyerupai molekul substrat
enzim yang normal dan bersaing untuk dapat menempati sisi aktif enzim.
Inhibitor mengurangi produktivitas enzim dengan cara mencegah substrat
untuk berikatan dengan sisi aktif. Aktivitas inhibisi reversibel dapat dicegah
dengan cara meningkatkan konsentrasi substrat. Inhibitor nonkompetitif
menghambat aktivitas enzim dengan cara berikatan pada bagian lain dari
enzim. Interaksi inhibitor menyebabkan molekul enzim mengalami
perubahan struktur sehingga sisi aktif menjadi tidak dapat berikatan dengan
substrat (Palmer 1987: 142).
Suatu substansi inhibitor dapat dibuat melalui pembentukan senyawasenyawa kimiawi tertentu yang bersifat inhibisi terhadap struktur protein
spesifik. Ribavirin-TP merupakan salah satu contoh inhibitor sintetis yang
bersifat reversibel kompetitif terhadap NTPase/helikase HCV (Borowski dkk.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

14

2001: 739). Inhibitor juga dapat ditemukan secara alami di alam sekitar,
seperti dari hewan, tanaman, atau dari mikroorganisme (Hiraga dkk. 2000:
25173). Beberapa mikroorganisme yang telah diketahui menghasilkan suatu
substansi inhibitor di antaranya adalah: Neurospora crassa, Streptomyces
albogriseolus, Streptomyces antifibrinolyticus, dan Streptomyces caespitosus
(Kakinuma dkk. 1978: 1529).

F. Streptomyces
Streptomyces merupakan salah satu genus dari Famili
Streptomycetaceae, kelompok Actinomycetes, bakteri Gram positif berfilamen
yang menghasilkan spora, dan memiliki DNA kaya dengan basa G+C dari 57-75%. Sebagian besar Streptomyces hidup secara bebas di alam, tersebar di
tanah, laut, sungai, udara, dan hidup berkoloni di tanaman (Lo dkk. 2002: 1).
Streptomyces dapat membentuk miselium yang bercabang, terbentuk
sempurna, umumnya tidak berfragmen bila dikultur pada substrat agar, dan
membentuk koloni yang padat. Struktur filamen pada fase vegetatif
umumnya memiliki sedikit miselium substrat. Miselium aerial yang spesifik
terbentuk seiring dengan pertumbuhan koloni. Miselium aerial terbentuk
sebagai respons terhadap keterbatasan nutrisi dari lingkungan.
Streptomyces memiliki kemampuan untuk menghidrolisis senyawa organik
kompleks di lingkungan sekitarnya. Streptomyces tidak memiliki outer
mebrane, sehingga Streptomyces dapat langsung mensekresikan protein ke
lingkungannya (Strickler dkk. 1992: 3236).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

15

Streptomyces achromogenes merupakan salah satu bakteri Gram


positif genus Streptomyces. Klasifikasi S. achromogenes berdasarkan NCBI
(1953) adalah sebagai berikut:
Kerajaan

: Bacteria

Filum

: Actinobacteria

Kelas

: Actinobacteria

Ordo

: Actinomycetales

Famili

: Streptomycetaceae

Genus

: Streptomyces

Spesies

: Streptomyces achromogenes

Streptomyces achromogenes merupakan bakteri aerob yang tidak memiliki


sistem pergerakan (tidak motil). Streptomyces achromogenes dapat tumbuh
optimum pada suhu 26--30 C dalam medium agar ataupun cair yang
mengandung yeast, malt, dan glukosa. Beberapa produk S. achromogenes
yang digunakan baik dalam bidang molekuler maupun industrial antara lain
enzim restriksi SacI dan SacII, obat anti-neoplastik serta antibiotik
streptozotocin (Zanosar). Umezawa dkk. (1953: 261), telah berhasil
melakukan penapisan antiviral yang dihasilkan oleh beberapa spesies
Streptomyces dan substansi antiviral achromoviromycin yang diproduksi oleh
S. achromogenes.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa Streptomyces juga
dapat mensekresikan berbagai variasi inhibitor enzim seperti inhibitor -

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

16

amilase, inhibitor metalloproteinase, inhibitor serine proteinase dan protein


inhibitor. Ukuran protein-protein tersebut bervariasi, mulai dari 10 hingga
100 kDa. Strickler dkk. (1992: 3236), telah berhasil memurnikan suatu
protein inhibitor dengan berat molekul 10 kDa dari Streptomyces lividans dan
Streptomyces longisporus yang dapat menghambat aktivitas protease.
Kakinuma dkk. (1978: 1529), telah berhasil mengisolasi plasminostreptin,
suatu protein inhibitor plasmin, dari medium kultur cair Streptomyces
antifibrinolyticus.
Selain berperan sebagai penghasil inhibitor enzim, Streptomyces juga
berperan penting dalam bidang industri. Streptomyces dapat menghasilkan
beberapa jenis antibiotik dan kelompok lain hasil metabolisme sekunder yang
aktif secara biologi. Senyawa tersebut antara lain streptomicin dari S.
griseus, yang digunakan untuk pengobatan tuberkulosis dan obat
imunosupresan takrolimus (FK506) yang diproduksi oleh S. tsukubaensis (Lo
dkk. 2002: 1).

G. TEKNIK ISOLASI PROTEIN


Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat
heterogen. Sebagian besar protein merupakan molekul yang mudah rusak
apabila tidak berada pada kondisi fisiologisnya. Oleh sebab itu, fraksinasi
protein harus dilakukan pada suhu rendah (0--4 C) dalam buffer dan pH
tertentu. Beberapa teknik analisis protein membutuhkan prosedur isolasi,
yaitu memisahkan protein dari makromolekul yang lain atau memisahkan

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

17

protein dengan sifat tertentu dari protein lain yang tidak diinginkan dalam
analisis. Suatu teknik isolasi dan identifikasi protein harus
mempertimbangkan sifat-sifat fisik, kimiawi, dan kelistrikan suatu protein
sehingga struktur dan aktifitasnya tidak berubah. Metode yang biasa
digunakan untuk tahap awal isolasi adalah metode yang memiliki daya
pemisah terendah seperti pengendapan dengan amonium sulfat (Englard &
Seifter 1990: 285).
1. Pengendapan protein dengan amonium sulfat
Pengendapan protein dilakukan dengan tujuan memisahkan protein
dari monosakarida, oligosakarida, nukleotida, asam amino bebas, dan protein
lainnya yang masih tertinggal di larutan. Proses pengendapan dilakukan
dengan melibatkan pH dan konsentrasi senyawa organik atau konsentrasi
garam dari medium (Palmer 1987: 320). Garam yang sering digunakan untuk
meningkatkan efektifitas pemisahan dan presipitasi protein adalah amonium
sulfat. Beberapa kelebihan metode pengendapan menggunakan amonium
sulfat antara lain dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
mempertahankan protein dalam tahap folding, pengkoleksian protein lebih
mudah dilakukan yaitu dengan pembentukan pelet dari proses sentrifugasi,
karena densitas larutan jenuh bernilai rendah (Sigma-Aldrich 2002: 1).
Proses presipitasi menggunakan amonium sulfat dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu salting-in dan salting-out. Metode salting-in
dilakukan dengan menambahkan garam yang tidak jenuh atau pada

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

18

konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan larut dalam


larutan garam. Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan
peningkatan konsentrasi garam, apabila konsentrasi garam ditingkatkan
terus, maka kelarutan protein akan turun, pada konsentrasi garam yang lebih
tinggi, protein akan mengendap (Englard & Seifter 1990: 291).
Proses penambahan garam amonium sulfat jenuh dinamakan saltingout. Pengendapan pada metode salting-out terjadi karena proses persaingan
antara garam dan protein untuk mengikat air. Grup ion pada permukaan
protein menarik banyak molekul air dan berikatan dengan sangat kuat.
Amonium sulfat yang ditambahkan ke dalam larutan protein akan
menyebabkan tertariknya molekul air oleh ion garam. Hal tersebut
disebabkan ion garam memiliki densitas muatan yang lebih besar
dibandingkan protein (Englard & Seifter 1990: 292).
Kekuatan ionik garam pada konsentrasi tinggi semakin kuat sehingga
garam dapat lebih mengikat molekul air. Menurunnya jumlah air yang terikat
pada protein menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul protein lebih
kuat bila dibandingkan dengan gaya tarik menarik antara molekul protein dan
air (mempertinggi interaksi hidrofobik), sehingga protein akan mengendap
dari larutan atau berikatan dengan kolom hidrofobik. Selama proses saltingout, konsentrasi garam harus tetap dijaga agar tidak menurun dalam larutan
sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara protein yang
ingin dimurnikan dan protein yang tidak diinginkan (Englard & Seifter 1990:
290).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

19

Molekul-molekul protein akan mengendap pada konsentrasi amonium


sulfat yang berbeda. Proses pengendapan harus dilakukan dalam kondisi
dingin sehingga protein akan mengendap tanpa mengalami denaturasi.
Protein dapat dikoleksi dengan cara sentrifugasi dan dilarutkan dalam larutan
buffer yang mengandung garam dalam konsentrasi rendah (Englard & Seifter
1990: 290--292). He dkk. (1995: 3309), menggunakan variasi saturasi
amonium sulfat untuk mengetahui kondisi optimum pengendapan protein
ORF-2. Variasi saturasi yang digunakan 5, 10, 15, 20, dan 30% dan
diperoleh nilai saturasi yang tepat untuk mengendapkan protein ORF-2
adalah 20%.
2. Kromatografi
Kromatografi adalah proses pemisahan komponen-komponen dari
suatu campuran sebagai akibat interaksi dengan dua fasa material yang
terpisah (Willson 1999: 268). Fasa yang pertama adalah fasa bergerak (fasa
mobile), sedangkan fasa yang kedua adalah fasa diam (fasa stationary).
Campuran yang akan dipisahkan dilalui oleh fasa bergerak dan dibawa
melalui fasa diam oleh pengaruh perbedaan gaya berat atau gaya lainnya.
Beberapa komponen dari campuran tersebut tertarik dan tertahan oleh fasa
diam dalam bentuk bermacam-macam fraksi, sedangkan komponen yang lain
akan terus terbawa oleh fasa gerak pada fraksi yang berbeda dan akhirnya
seluruh komponen menjadi terpisah (Kenkel 1994: 331).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

20

a. Affinity chromatography
Metode Affinity chromatography merupakan metode purifikasi yang
umum digunakan untuk purifikasi enzim (protein aktif). Enzim yang akan
dipurifikasi dilewatkan melalui sebuah tabung yang mengandung polimer atau
gel yang mengandung protein spesifik yang terikat secara kovalen.
Beberapa jenis affinity chromatography antara lain: lectin affinity
chromatography, dye affinity chromatography, immunoaffinity
chromatography, dan metal-chelate affinity chromatography (Petty 1997:
9.0.1).
Metal-chelate affinity chromatography (MCAC) merupakan metode
purifikasi protein rekombinan yang memiliki 6 residu histidin bertautan pada C
terminal atau N terminal. Metode MCAC dilakukan berdasarkan kemampuan
asam amino (histidin, triptofan, tirosin, atau fenilalanin) tertentu yang
berperan sebagai donor elektron pada permukaan protein untuk berikatan
secara reversibel pada ion logam transisi yang telah berikatan secara
kovalen dengan komponen padat. Histidin merupakan asam amino yang
paling penting dalam mediasi pengikatan sebagian besar protein pada ion
logam yang diam (tidak bergerak). Histidin berikatan secara selektif pada ion
logam yang diam tersebut meskipun dalam larutan tersebut terdapat ion
logam bebas. Ion tembaga (Cu2+) memiliki afinitas terbesar terhadap histidin
(Petty 1997: 9.4.12). Purifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan resin
BD Talon yang mengandung ion tembaga (Cu2+) (Petty 1996: 9.4.1). Utama

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

21

dkk. (2000: 74) menggunakan metode MCAC untuk purifikasi RNA helikase
virus JE dengan resin Ni-NTA dan BD-Talon. Protein yang berikatan dengan
resin dilepas menggunakan buffer elusi (mengandung imidazole 400 mM).
b. Kromatografi filtrasi gel
Kromatografi filtrasi gel adalah teknik yang umum digunakan untuk
memisahkan molekul protein berdasarkan ukuran relatifnya. Fasa diam
kromatografi filtrasi gel (molecular-sieve chromatography) menggunakan
kolom berupa partikel resin polimer berpori yang memisahkan komponen
sampel berdasarkan ukuran molekulnya. Proses pemisahan molekul protein
bergantung pada kecocokan ukuran pori dengan ukuran molekul protein yang
akan dipisahkan (Gambar 6). Molekul protein yang berukuran kecil dapat
masuk ke dalam pori dari partikel resin polimer. Protein tersebut diperlambat
pada saat melewati fasa diam. Molekul protein yang terlalu besar untuk
menembus pori-pori butiran gel akan melewati kolom secara cepat, sehingga
molekul terpisah ke beberapa fraksi menurut ukuran molekulnya. Fasa gerak
dalam tipe tersebut berupa zat cair (Kenkel 1994: 335--336).
3. Dialisis
Dialisis merupakan metode pemisahan molekul kecil dan molekul
besar dengan gaya difusi selektif melalui membran semipermeabel. Sampel
yang mengandung protein umumnya mengandung komponen yang tidak
diinginkan, seperti garam buffer (Tris, PBS, dan lain-lain). He dkk. (1995:

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

22

3308--3309) membuang garam amonium sulfat dari proses pengendapan


protein dengan metode dialisis menggunakan buffer TE (10 mm Tris, 1 mM
EDTA). Sampel ditempatkan di bagian dalam membran dialisis, sedangkan
larutan dialisis ditempatkan di luar membran dialisis. Sampel yang terdapat
pada sisi dalam membran akan berinteraksi dengan larutan dialisis. Molekul
terlarut yang terdapat di setiap larutan akan berdifusi melalui membran
hingga mencapai keseimbangan. Dialisis (difusi) akan berhenti pada saat
kondisi sudah setimbang (Gambar 7). Proses dialisis membutuhkan waktu
yang lama untuk mencapai kesetimbangan. Oleh sebab itu, larutan dialisis
harus diganti setelah beberapa jam sehingga kembali terbentuk konsentrasi
awal yang memicu proses dialisis (Pohl 1990: 72--73)
Membran semipermeabel memiliki pori dengan kisaran ukuran yang
lebih besar dari komponen dengan berat molekul kecil dan lebih kecil dari
komponen dengan berat molekul besar, seperti protein dan asam nukleat.
Kisaran pori-pori membran disebut dengan istilah molecular weight cut off
(MWCO). Kisaran pori-pori membran ditentukan sebagai ukuran zat terlarut
yang dapat ditahan minimal 90%. Permeabilitas zat terlarut tergantung pada
ukuran molekul, tingkat hidrasi, muatan ionik, dan kepolaran. Oleh karena
itu, penggunaan MWCO yang tepat adalah MWCO dengan ukuran setengah
dari berat molekul sampel yang akan ditahan atau dua kali lipat berat molekul
sampel yang akan dilewatkan (Pohl 1990: 73).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

23

H. ANALISIS PROTEIN
1. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan salah satu metode yang umum digunakan
untuk analisis protein. Analisis protein merupakan studi mengenai aktivitas
dan struktur umum dari suatu protein. Elektroforesis adalah suatu teknik
pemisahan molekul organik yang bermuatan pada sebuah gel berdasarkan
kecepatan migrasi dalam suatu medan listrik (Seidman & Moore 2000: 263).
Molekul yang bermuatan negatif akan bermigrasi menuju kutub positif
(anoda), sedangkan molekul yang bermuatan positif akan bermigrasi menuju
kutub negatif (katoda) (Bregman 1990: 66).
Teknik elektroforesis banyak digunakan untuk memisahkan berbagai
macam molekul organik (seperti DNA, RNA, dan protein), menentukan berat
protein spesifik, menentukan isoelectric point suatu protein yang
menunjukkan nilai pH netral, dan menentukan kemurnian protein yang telah
diisolasi (Klug & Cummings 1994: A-6; Seidman & Moore 2000: 582). Tujuan
elektroforesis adalah memisahkan molekul dari protein besar menjadi
polipeptida-polipeptida dan rantai asam nukleat atau bahkan nukleotida
tunggal, sehingga berat molekul dari protein yang diinginkan dapat diukur
(Wolfe 1993: 126).
Kecepatan migrasi molekul melalui gel dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti faktor ukuran, bentuk, densitas, dan voltase. Molekul yang
berukuran lebih besar, bergerak lebih lambat dibandingkan molekul yang

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

24

lebih kecil karena molekul tersebut mengalami hambatan dalam melewati gel.
Faktor bentuk juga memiliki efek yang hampir sama. Molekul dapat
berbentuk spherical (bulat), elips, atau fibrillar (serat) panjang. Molekul yang
berbentuk bulat lebih cepat bermigrasi melalui gel, sedangkan molekul yang
berbentuk elips atau serat panjang lebih lama. Faktor densitas muatan
berkaitan dengan jumlah relatif ion positif dan negatif per unit area pada
permukaan media. Semakin tinggi densitas muatan, semakin padat atau
banyak molekul yang bergerak ke ujung gel yang berlawanan arah dengan
sumber arus (Wolfe1993: 126). Voltase adalah besarnya tegangan listrik
yang digunakan di dalam elektroforesis. Voltase rendah digunakan untuk
pemisahan molekul yang berukuran lebih besar, sedangkan voltase tinggi
digunakan untuk pemisahan molekul berukuran lebih besar (Birren & Lai
1993: 132).
Komponen-komponen elektroforesis terdiri atas gel, buffer, marker,
apparatus electrophoresis (Vodopich & Moore 2005: 61). Jenis-jenis gel
yang dapat digunakan untuk teknik elektroforesis ada empat, yaitu gel
selulosa asetat, gel agarosa, gel poliakrilamida, gel pati. Gel selulosa asetat
digunakan untuk pemisahan protein secara cepat. Pemisahan secara
perlahan dapat dilakukan dengan menggunakan gel yang terbuat dari
agarosa, poliakrilamida, atau pati. Poliakrilamida dibentuk dari bahan sintetik
(molekul akrilamida). Gel poliakrilamida memiliki ukuran pori yang lebih kecil
daripada gel agarosa, sehingga lebih akurat dalam pemisahan molekul, akan
tetapi sukar dalam persiapannya (Martin 1996: 13--14).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

25

2. Elektroforesis SDS-PAGE
Elektroforesis SDS-PAGE menggunakan gel poliakrilamida untuk
elektroforesis protein, dengan buffer yang mengandung sodium dodecyl
sulfate (Freifelder 1987: 73). Protein tersusun dari sejumlah asam amino,
beberapa di antaranya tidak bermuatan, beberapa bermuatan positif, dan
yang lainnya bermuatan negatif. Protein memiliki struktur sekunder, tersier,
dan kuartener. Protein yang telah diberi perlakuan dengan deterjen yang
mengandung ion kuat seperti sodium dodecyl sulphate (SDS) dan agen
pereduksi seperti mercaptoethanol, akan mengalami eliminasi struktur
sekunder, tersier, dan kuartener (Weaver 2005: 93--94). Setelah
elektroforesis, protein dapat divisualisasi dengan pewarna seperti coomassie
brilliant blue atau silver stain yang berikatan dengan protein (Burden &
Whitney 1995: 128).
3. Pengukuran konsentrasi protein menggunakan uji Bradford
Uji Bradford merupakan salah satu metode yang umum digunakan
untuk menghitung konsentrasi protein. Metode Bradford lebih cepat dan
akurat dibandingkan metode lainnya, serta sensitif terhadap jumlah protein
yang sedikit (5--200 g). Pengukuran konsentrasi protein dilakukan
berdasarkan nilai absorbansi maksimum reagen pewarna coomassie brilliant
blue G-250 yang terikat pada protein. Pengukuran dilakukan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 465--595 nm. Uji Bradford

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

26

merupakan uji kolorimetrik. Semakin besar konsentrasi protein di dalam


sampel, maka semakin banyak coomassie yang terikat. Hal tersebut
menyebabkan intensitas warna sampel semakin pekat. Reagen pewarna
bereaksi pertama kali terhadap residu arginin dan kemudian bereaksi
terhadap residu histidin, lisin, tirosin, triptofan, dan fenilalanin. Perhitungan
konsentrasi protein sampel dilakukan melalui perbandingan dengan kurva
standar, seperti Bovine Serum Albumin (BSA) (Bradford 1976: 248--250).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

27

BAB III
ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi Molekular, Pusat
Penelitian (Puslit) Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong, Bogor. Penelitian berlangsung selama 8 bulan (Mei--Desember
2008).

B. ALAT
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah
oak ridge centrifuge tube with sealing cap ukuran 50 ml [Nalgene]; microtube
ukuran 1,5 ml [Axygen]; gelas Beaker 100 ml, 200 ml, dan 500 ml [Iwaki];
Erlenmeyer 250 ml, 500 ml, 1.000 ml & 2.000 ml [Iwaki]; tip mikropipet;
mikropipet p20, p200, dan p1000 [Gilson]; gelas ukur 50 ml, 100 ml, dan
1.000 ml [Iwaki]; kuvet disposable; filter 0,22 Vm [Millex]; syringe 5 ml [Millex];
cawan petri disposable; kawat ose; stopwatch [Hoseki]; vortex-mixer
[Barnsted Thermolyne Maxi Mix II 37600 mixer]; timbangan digital [Precisa
XT 120A]; timbangan analitik; pH meter [Thermo Orion 410 A+]; rocking
platform [N-BIOTEK], hot plate stirrer [Spin bar]; filter magnetic stirring bars
[Spinbar]; rotator [N-BIOTEK]; 96-well microtiter plate [Nalge Nunc],
microplate reader [Multiscan EX Thermo], reservoir 100 ml [Labcor]; laminar

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

28

air flow [ESCO]; incubator shaker; spektrofotometer [Shimadzu UV 160];


sentrifuge [Hermle Z-323K]; sonikator [LabSonic]; apparatus electrophoresis
SDS-PAGE [AE-6531 mPAGE]; ice maker [Scotsman]; autoklaf [AllAmerican]; oven [Jouan & Heraeus]; freezer -20 C & -70 C [GEA, Sansio &
Sanyo]; refrigerator [Yupiter & Sharp]; cold room dan peralatan laboratorium
umum yang digunakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika.

C. BAHAN
1. Sampel
Sampel yang digunakan dalam ekspresi dan purifikasi RNA helikase
virus JE adalah Escherichia coli BL21(DE3)pLysS yang membawa plasmid
pET 21b/JEV NS3. Sampel yang digunakan dalam purifikasi inhibitor RNA
helikase virus JE adalah isolat 06-399 yang telah diidentifikasi secara
morfologi dan molekular oleh Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian dan
Bioteknologi LIPI, dan diketahui merupakan spesies Streptomyces
achromogenes (Okami dan Umezawa 1953).
2. Medium
Medium yang digunakan untuk menumbuhkan E. coli
BL21(DE3)pLysS adalah medium Luria Bertani (LB) cair [Qbiogene]. Medium
yang digunakan untuk menumbuhkan S. achromogenes adalah medium
International Streptomyces Project 2 (ISP2).

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

29

3. Bahan kimia
a. Bahan kimia untuk ekstraksi, purifikasi, dan RNA helikase virus JE
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi dan purifikasi RNA
helikase virus JE adalah larutan 10 mM Tris HCl [MP Biomedicals]; 0,25%
Tween 20 [MP Biomedicals]; 100 mM NaCl [Merck]; 400 mM imidazol [MP
Biomedicals]; resin BD-TALONTM [Qiagen]; 0,3 mM IPTG [MP Biomedicals];
100 mM ampisilin [MP Biomedicals]; dan alkohol 70% serta 96% [Merck];
b. Bahan kimia untuk dialisis
Buffer dialisis (10 mM Tris HCL pH 8,5 [Qbiogene].; 100 mM NaCL
[Merck]; 10% gliserol); dan kantung dialisis DO405-10 ft Seamless Cellulose
Tubing (20 mm x 15 mm).
c. Bahan kimia untuk isolasi inhibitor RNA helikase virus JE
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk purifikasi inhibitor RNA
helikase virus JE adalah amonium sulfat [Merck]; Sephadex G-50 fine [GE
Healthcare]; dan 20 mM buffer Tris pH 7,5 [Qbiogene].
d. Bahan kimia untuk uji ATPase
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk uji ATPase adalah 1 mM &
1 M MgCl2 [MP Biomedicals]; 10 mM MOPS [Qbiogene]; malachite green
oxalate salt [MP Biomedicals]; citric acid trisodium salt dehydrate [MP

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

30

Biomedicals]; polivinil alkohol [MP Biomedicals]; dan ammonium molybdate


tetrahydrate acs reagent [MP Biomedicals].
e. Bahan kimia untuk SDS-PAGE
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk SDS-PAGE adalah Tris-Cl
[MP Biomedicals]; marker precision plus protein standards dual color [Bio
Rad]; dimethyl sulfoxide [Merck]; 0,05 mM EDTA [Progen];
TetraEtilMetilDiamide (TEMED) [Qbiogene]; gliserol [Merck]; SDS [Qbiogene];
H2O; 0,05% bromophenol blue [Qbiogene]; tris base [Qbiogene]; glisine
[Qbiogene]; 40% akrilamid [Bio Rad]; 10% amonium persulfat [Progen];
metanol [Merck]; 2-merkaptoetanol [MP Biomedicals]; 10% asam asetat
glasial [Merck]; 0,05% coommasie brilliant blue [MP Biomedicals]; dan silver
stain [Fermentas].

D. CARA KERJA
Skema seluruh rangkaian cara kerja dapat dilihat pada Gambar 8,
Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.
1. Pembuatan larutan, buffer, dan medium
Pembuatan larutan, buffer, dan medium yang digunakan selama
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

31

2. Ekspresi, purifikasi, dan analisis RNA helikase virus JE.


Ekspresi dan purifikasi dilakukan berdasarkan metode Utama dkk.
(2000: 74). Stok gliserol E. coli BL21(DE3) pLysS yang membawa pET-21b/
JEV NS3 diinokulasikan sebanyak 10 l ke dalam 5 ml medium LB/Amp steril
dan dikultur dalam incubator shaker berkecepatan 200 rpm, pada suhu 37 C
selama 16 jam. Hasil kultur (5 ml) diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer
berukuran 2.000 ml yang berisi 400 ml medium LB/Amp cair yang steril dan
diinkubasi dalam incubator shaker berkecepatan 200 rpm, pada suhu 37 C
selama kurang lebih 30 menit. Kultur diikubasi hingga nilai absorbansi pada
panjang gelombang 600 mencapai 0,3, dan diberi penambahan IPTG (0,3
mM) sebanyak satu permil volume akhir kultur dan diinkubasi dalam incubator
shaker berkecepatan 200 rpm, pada suhu 37 C, selama 3 jam (OD600 1).
Kultur kemudian dipindahkan ke dalam 4 buah tabung sentrifugasi
berukuran 50 ml. Pelet (sel) dipisahkan dari supernatan (medium) dengan
sentrifugasi berkecepatan 3.500 rpm, pada suhu 4 C, selama 10 menit.
Supernatan dibuang dan pelet (sel) dilisis dengan metode freezethaw
sebanyak 3x dari suhu -70 C ke suhu 25 C. Pelet kemudian diresuspensi
dengan buffer B dan dilisis kembali dengan metode sonikasi melalui
gelombang suara berfrekuensi 24 kHz selama 15 detik sebanyak tiga kali
pengulangan. Sel yang telah lisis, disentrifugasi dengan kecepatan 7.000
rpm, pada suhu 4 C, selama 30 menit. Supernatan ditambah dengan resin
BD TALON TM 200 l dan diinkubasi selama 3 jam. Supernatan yang telah

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

32

diinkubasi bersama resin kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3.500


rpm, pada suhu 4 C, selama 10 menit. Supernatan disimpan sebagai inner
volume, resin dicuci dengan buffer B dan disentrifugasi dengan kecepatan
3.500 rpm, pada suhu 4 C, selama 7 menit. Pencucian dilakukan sebanyak
tiga kali pengulangan. Hasil pencucian disimpan sebagai washing 1, 2, dan
3. Protein yang terikat dengan resin dielusi dengan penambahan 500 l
buffer elusi (buffer B yang mengandung 400 mM imidazole), diinkubasi
selama satu malam pada suhu 4 C. Sampel disentrifugasi dengan
kecepatan 3.500 rpm, pada suhu 4 C, selama 7 menit. Resin disimpan pada
freezer -20 C, sedangkan supernatan yang mengandung protein dianalisis
dengan metode SDS-PAGE.
3. Isolasi inhibitor RNA helikase virus JE
a. Kultur S. achromogenes dan optimasi pengendapan amonium sulfat
Sebanyak 1--2 ose S. achromogenes di kultur dalam 200 ml medium
ISP2, pH 7,2--7,4, pada suhu 29 C. Pelet (sel) dipisahkan dari supernatan
(medium) dengan disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm, pada suhu
4 C selama 20 menit. Tahap awal isolasi dilakukan dengan pengendapan
protein inhibitor menggunakan variasi saturasi amonium sulfat. Variasi
saturasi dilakukan untuk memperoleh saturasi amonium sulfat yang tepat
untuk mengendapkan protein inhibitor dari crude extract (supernatan kultur)
(Englard & Seifter 1990: 291--292). Variasi saturasi yang digunakan yaitu 0--

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

33

25 %, 25--50 %, 50--75 %, dan 75--100 %. Amonium sulfat sebanyak 7,2 g;


7,85 g; 17,2 g; dan 9,5 g ditambahkan secara bertahap ke dalam 50 ml
supernatan (medium). Penambahan amonium sulfat dihomogenisasi dengan
magnetic stirring bar selama 1 jam pada suhu 4 C. Setelah semua garam
amonium sulfat melarut, larutan didiamkan selama 16 jam pada suhu 4 C.
Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm, pada suhu
4 C selama 60 menit. Supernatan dikoleksi untuk uji aktivitas inhibisi. Pelet
dilarutkan dalam buffer 20 mM Tris pH 7,5 sebanyak kurang lebih 3 ml.
Sampel kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3.500 rpm, pada
suhu 4 C selama 5 menit. Pelet berupa pengotor dibuang dan supernatan
didialisis.
b. Dialisis
Dialisis dilakukan berdasarkan metode Utama dkk. (2000: 74).
Sebanyak 100 ml larutan EDTA [0,05 M] dibuat dan membran dialisis
disiapkan. Membran dialisis yang telah disiapkan dipanaskan dalam larutan
EDTA selama kurang lebih 15 menit kemudian dibilas dengan akuades.
Langkah tersebut diulangi hingga dua kali pengulangan. Sampel yang akan
didialisis dimasukkan ke dalam membran dialisis yang telah dijepit dengan
klep pada bagian ujungnya. Setelah sampel masuk, bagian sisi yang lain
dijepit dengan menggunakan klep. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala
berisi 500 ml buffer dialisis kemudian dihomogenisasi dengan magnetic

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

34

stirring bar selama 3 jam pada suhu 4 C. Buffer dialisis diganti setiap satu
jam sekali. Sampel hasil dialisis dikoleksi dan disimpan pada suhu -20 C
untuk selanjutnya digunakan dalam uji kolorimetrik ATPase. Aktivitas inhibisi
tiap sampel variasi saturasi diuji, persentase saturasi dengan nilai inhibisi
tertinggi digunakan untuk mengendapkan protein inhibitor dari 200 ml
supernatan (medium) kultur S. achromogenes.
c. Fraksinasi
Hasil dialisis resuspensi pengendapan 200 ml supernatan
menggunakan amonium sulfat dipurifikasi dan difraksinasi menggunakan
metode kromatografi filtrasi gel dengan fasa diam Sephadex G-50 fine.
Sebelum digunakan, terlebih dahulu fasa diam Sephadex G-50 fine sebanyak
5 g dicampur dengan 100 ml ddH2O, kemudian diautoklaf selama 15 menit.
Sephadex G-50 fine yang telah steril diekualibrasi dengan 20 mM buffer Tris
pH 7,5. Sephadex yang telah siap dimasukkan ke dalam kolom yang
sebelumnya telah dicuci dengan etanol 95% sebanyak 1 x volume kolom,
kemudian dibilas dengan ddH2O sebanyak 1,5 x volume kolom. Sephadex
G-50 fine dalam kolom kembali diekuilibrasi dengan 20 mM buffer Tris pH
7,5. Setelah kolom siap digunakan, sebanyak 1 ml sampel hasil dialisis
dimasukkan ke bagian atas Sephadex di dalam kolom. Sampel dielusi
dengan 20 mM buffer Tris pH 7,5, dengan laju alir 0,4 ml/menit. Setiap 1 ml
hasil elusi ditampung ke dalam fraksi-fraksi, aktivitas inhibisi setiap fraksi

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

35

hasil filtrasi gel diuji dengan menggunakan uji ATPase kolorimetrik.


Kemudian dibuat grafik pola persen inhibisi tiap fraksi elusinya. Fraksi-fraksi
dianalisis dengan metode SDS-PAGE.
4. Uji ATPase kolorimetrik
a. Uji kualitatif dan kuantitatif
Uji kualitatif ATPase dilakukan dengan mengamati pembentukan
kompleks berwarna phosphomolybdate-malachite green pada reaksi ATPase.
Uji ATPase kolorimetrik dilakukan dengan metode Utama dkk. (2000: 75).
Sebanyak 45 l master mix yang terdiri atas 5 l 0,1 M buffer MOPS; 0,5 l
0,1 M MgCl2; 1 l 0,1 M ATP dan 38,5 l H2O dimasukkan ke dalam setiap
well microtiter plate. Master mix di dalam well dicampur dengan 5 l larutan
dilusi enzim dan 5 l inhibitor dari tiap tahapan isolasi kemudian diinkubasi
selama 45 menit pada suhu 25 C. Selama proses inkubasi, larutan pewarna
dibuat dengan perbandingan komposisi akuades, 0,081% malachite green,
5,7% ammonium molybdate dalam 6 N HCl, dan 2,3% polivinil alkohol adalah
2: 2: 1: 1. Larutan pewarna diinkubasi selama 5 menit pada suhu 25 C.
Setelah masa inkubasi selesai, sebanyak 100 l larutan pewarna
dicampurkan ke dalam masing-masing well, kemudian dilakukan pengocokan
dengan alat multiplate reader. Campuran diinkubasi selama 5 menit,
kemudian ditambahkan 30% natrium sitrat sebanyak 25 l/well untuk
menghentikan reaksi warna. Uji kuantitatif dilakukan dengan mengukur nilai

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

36

absorbansi senyawa kompleks phosphomolybdate-malachite green pada


panjang gelombang 620 nm dengan referensi 405 nm (Chan dkk. 1986: 375).
b. Perhitungan persentase inhibisi hasil tiap tahapan isolasi inhibitor
terhadap RNA helikase virus Japanese encephalitis
Pengaruh inhibisi protein inhibitor hasil isolasi juga diuji secara
kualitatif dengan melihat adanya perubahan warna yang terbentuk dari hasil
uji ATPase kolorimetrik dan membandingkannya dengan warna yang
terbentuk oleh adanya RNA helikase tanpa inhibitor (kontrol negatif). Uji
kuantitatif dilakukan dengan perhitungan persentase inhibisi protein inhibitor
tiap tahapan isolasi terhadap RNA helikase virus JE berdasarkan metode
Hatsu dkk. (2002: 6).
5. Analisis berat molekul protein inhibitor RNA helikase virus JE
Analisis dilakukan dengan metode elektroforesis SDS-PAGE 12%.
Separating gel tersusun dari 30% acrylamide/0.8% bisacrylamide (6 ml), 4x
Tris-Cl/SDS, pH 8.8 (3,75 ml), H2O (5,25 ml), APS (0,05 ml), dan TEMED (4,5
l). Sebanyak 5 l sampel hasil isolasi protein inhibitor dicampurkan dengan
5 l 2x loading buffer kemudian didenaturasi pada suhu 95 C, selama 15
menit. Sebanyak 10 l total volume dimasukkan ke dalam tiap well yang
tersedia pada gel. Sampel dielektroforesis selama 90 menit pada voltase

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

37

40 V. Gel hasil elektroforesis diwarnai dengan pewarnaan silver stain.


Perhitungan berat molekul dilakukan dengan perbandingan terhadap kurva
standar marka berat molekul protein.
6. Analisis konsentrasi protein
a. Pembuatan kurva standar Bradford
Pembuatan kurva standar dilakukan berdasarkan metode Bradford
(1976: 250). Pembuatan kurva standar diawali dengan mempersiapkan dilusi
larutan bovine serum albumin (BSA) dalam berbagai konsentrasi, yaitu 25
g/ml; 125 g/ml; 250 g/ml; 500 g/ml; 750 g/ml; 1.000 g/ml; 1.500 g/ml;
2.000 g/ml. Reagen Bradford dipersiapkan sesuai prosedur (Lampiran 2m).
Sebanyak 100 l larutan dilusi BSA ditambah dengan 900 l reagen Bradford.
Sampel diinkubasi selama 5 menit. Nilai absorbansi diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm.
b. Perhitungan konsentrasi protein inhibitor dari tiap tahapan isolasi.
Konsentrasi protein inhibitor ditentukan berdasarkan metode Bradford
(1976). Reagen Bradford dipersiapkan sesuai prosedur (Lampiran 2m).
Sebanyak 100 l larutan sampel ditambah dengan 900 l reagen Bradford.
Sampel diinkubasi selama 5 menit. Nilai absorbansi sampel diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

38

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSPRESI, PURIFIKASI, DAN ANALISIS RNA HELIKASE VIRUS JE


1. Ekspresi RNA helikase virus JE
Ekspresi RNA helikase virus JE telah berhasil dilakukan menggunakan
plasmid pET-21b dan inang E. coli BL21 (DE3) pLysS. Berdasarkan analisis
berat molekul, diperoleh pita protein dengan ukuran 54 kDa. Ekspresi RNA
helikase dilakukan dengan induksi menggunakan IPTG. Menurut Spangler
(2002: 114), IPTG merupakan suatu senyawa yang berfungsi sebagai induser
ekspresi protein rekombinan. Mekanisme kerja IPTG dapat dilihat pada
Gambar 12.
Induksi ekspresi protein NS3/RNA helikase virus JE dilakukan setelah
nilai OD600 0,3. Menurut Brock dkk. (1994: 328) nilai OD600 0,3
menunjukkan E. coli sedang berada pada awal fase logaritma. Pembelahan
sel E. coli pada fase logaritma terjadi sangat cepat, sehingga penambahan
IPTG pada awal fase logaritma akan meningkatkan produksi protein
NS3/RNA helikase virus JE yang diinsersi. Apabila telah melewati awal fase
logaritma, maka produksi protein rekombinan tidak akan optimum. Koleksi
sel E. coli dilakukan setelah nilai OD mencapai 1. Absorbansi (OD) yang
bernilai 1 menandakan bahwa E. coli telah berada dalam fase stasioner.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

39

Berdasarkan Brock dkk. (1994: 328), pada fase stasioner, tidak terjadi
pertambahan jumlah sel.
Enzim RNA helikase virus JE hasil induksi dengan IPTG disekresikan
secara intraselular, sehingga untuk memperoleh RNA helikase tersebut, sel
harus dilisis terlebih dahulu. Proses pelisisan sel dilakukan dengan metode
freeze-thaw dan sonikasi. Hasil pelisisan (cell lysate) berupa supernatan
tidak hanya berisi protein target tetapi juga berisi protein non target yang
merupakan hasil metabolisme E. coli. Oleh sebab itu, diperlukan tahapan
purifikasi untuk pemurnian RNA helikase virus JE.
2. Purifikasi RNA helikase virus JE
Purifikasi protein RNA helikase dilakukan dengan metode kromatografi
afinitas menggunakan resin BD TALONTM melalui tiga tahapan. Tahap
pertama merupakan tahap pengikatan protein dengan resin BD TALONTM.
Hasil purifikasi tahap pertama menunjukkan tidak munculnya pita protein
NS3/RNA helikase pada lajur 2 gel SDS-PAGE (Gambar 13). Hal tersebut
menunjukkan bahwa keseluruhan protein yang terekspresi telah berhasil
terikat oleh resin BD-TALONTM. Pengikatan terjadi antara His tag pada ujung
C protein NS3/RNA helikase dengan ion Co2+ dari resin BD-TALONTM.
Menurut Petty (1996: 9.4.12), histidin akan tetap berikatan secara selektif ke
ion logam Co2+ resin BD TALONTM meskipun dalam larutan tersebut terdapat
ion metal bebas lainnya. Oleh sebab itu, resin BD TALONTM tepat untuk

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

40

digunakan dalam purifikasi protein NS3/RNA helikase virus JE yang memiliki


His tag pada ujung C dari urutan asam aminonya.
Tahap kedua adalah tahap pencucian. Tahap tersebut dilakukan
untuk membuang protein non target dan diperoleh protein target yang lebih
spesifik. Hasil pencucian (supernatan) yang dielektroforesis dengan SDSPAGE menunjukkan beberapa pita protein non target pada lajur 3 (gambar
13). Hal tersebut membuktikan bahwa protein non target berhasil dibuang
melalui tahapan pencucian. Pengulangan tahap pencucian sebanyak tiga
kali dilakukan agar diperoleh protein NS3/RNA helikase virus JE dengan
tingkat kemurnian yang tinggi.
Tahap terakhir dari purifikasi adalah tahap elusi. Tahap elusi
merupakan tahap penglepasan protein target yang mengandung residu 6xHis
tag dari resin BD-TALONTM menggunakan imidazol 400 mM. Imidazol
bersifat kompetitif terhadap histidin untuk berikatan dengan resin.
Berdasarkan BD Biosciences (2003: 4--5), peningkatan konsentrasi imidazol
hingga lebih dari 200 mM menyebabkan protein yang memiliki residu His tag
terdisosiasi karena tidak mampu lagi bersaing untuk berikatan dengan situs
pengikatan resin. Hasil analisis tahap elusi menggunakan gel SDS-PAGE,
memperlihatkan pita tunggal pada lajur 6 dan 7 (hasil elusi berupa protein
target) yang lebih tebal bila dibandingkan dengan pita lajur 8 (resin BD
TALONTM-terikat protein target). Hal tersebut menunjukkan bahwa protein
target berhasil dilepaskan menggunakan imidazol pada konsentrasi 400 mM.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

41

3. Analisis berat molekul protein


Penentuan berat molekul target dilakukan dengan menggunakan kurva
standar berat molekul (Gambar 14). Kurva standar merupakan korelasi
antara nilai Rf dengan nilai logaritma berat molekul marka protein (Gallagher
1995: 10.1.30.). Berdasarkan hasil perhitungan kurva standar, diperoleh
persamaan garis linier y= -0,7729x +2,2049 dengan nilai R2 = 0.9995.
Hasil analisis menunjukkan bahwa protein target memiliki berat
molekul 54,075 kDa (Gambar 13 Lampiran 3). Hal tersebut bersesuaian
dengan penelitian Utama dkk. (2000:75) yang melaporkan bahwa RNA
helikase virus JE memiliki berat molekul 54 kDa. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa pita hasil purifikasi pada lajur 6 dan 7 (Gambar 13)
merupakan protein NS3/RNA helikase virus JE yang berhasil diperoleh
melalui tahapan ekspresi dan purifikasi.

B. UJI AKTIVITAS RNA HELIKASE DAN AKTIVITAS INHIBISI INHIBITOR


TERHADAP RNA HELIKASE VIRUS JE
Uji kualitatif aktivitas RNA helikase yang dilakukan dengan metode
ATPase kolorimetrik menghasilkan warna hijau yang lebih tua pada baris
triplo ke-2 (substrat ATP + RNA helikase) daripada warna hijau baris triplo
pertama (blanko). Intensitas warna hijau tersebut menunjukkan aktivitas
ATPase enzim RNA helikase virus JE. Utama dkk. (2000: 75) melaporkan
bahwa aktivitas ATPase enzim RNA helikase dapat menghidrolisis ATP dan

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

42

menghasilkan fosfat inorganik bebas. Fosfat inorganik bebas akan berikatan


dan membentuk kompleks berwarna phosphomolybdate-malachite green.
Semakin banyak jumlah fosfat inorganik bebas, maka semakin banyak
kompleks berwarna phosphomolybdate-malachite green yang terbentuk,
sehingga intensitas warna hijau yang dihasilkan semakin meningkat.
Uji kuantitatif ATPase kolorimetrik, menghasilkan nilai absorbansi RNA
helikase sebesar 0,9. Menurut Utama [komunikasi pribadi, 22 Juli 2008], nilai
absorbansi yang kecil (0--0.5), akan menghasilkan nilai yang negatif apabila
protein inhibitor hasil isolasi mempunyai nilai inhibisi yang besar. Semakin
rendah nilai absorbansi, maka semakin sedikit pula fosfat yang dilepaskan
(semakin kecil aktivitas ATPase). Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa
fosfat yang dilepaskan berbanding lurus dengan absorbansi RNA helikase.
Oleh sebab itu, nilai absorbansi sebesar 0,9 ditetapkan sebagai patokan
untuk uji aktivitas inhibitor.
Uji aktivitas inhibisi dilakukan dengan mereaksikan substrat ATP
(master mix), RNA helikase dan hasil setiap tahapan isolasi inhibitor.
Menurut Hatsu dkk. (2002:6), senyawa inhibitor aktivitas ATPase akan
menghambat terbentuknya fosfat inorganik bebas. Oleh sebab itu,
kandungan inhibitor di dalam sampel menurunkan nilai absorbansinya.
Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 1), persentase inhibisi berbanding
terbalik dengan nilai absorbansi. Semakin kecil nilai absorbansi, maka
persentase inhibisi semakin besar.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

43

C. ISOLASI INHIBITOR RNA HELIKASE VIRUS JE


1. Optimasi jangka waktu kultur Streptomyces achromogenes
Streptomyces achromogenes merupakan salah satu koleksi isolat
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian dan Bioteknologi LIPI, dengan
kode isolat 06-399. Lisdiyanti [komunikasi pribadi, 03 Oktober 2008]
menyatakan bahwa, isolat 06-399 telah diidentifikasi secara morfologi dan
molekular. Berdasarkan ciri morfologi, isolat 06-399 diidentifikasi sebagai
anggota dari Streptomyces. Identifikasi lanjut pada tingkat spesies
menggunakan metode 16 sRNA dan penelusuran BLAST
mengidentifikasikan isolat 06-399 sebagai S. achromogenes (Okami dan
Umezawa, 1953).
Streptomyces achromogenes dapat tumbuh optimum pada medium
yang mengandung sumber energi C dan N yang lengkap seperti yeast, malt
dan glukosa. Oleh sebab itu, medium ISP2 yang mengandung yeast extract;
malt extract, dan glukosa digunakan sebagai medium kultur S.
achromogenes, dengan kisaran pH 7,2--7,4. Menurut Miyadoh dkk. (2004:
34), Streptomyces dapat tumbuh optimum pada pH netral (pH 7,0) dan
pertumbuhan menurun pada kisaran pH 5. Optimasi suhu inkubasi pada
suhu 29 C dan 37 C menghasilkan aktivitas inhibisi berturut-turut sebesar
21,84% dan 11,32% (Tabel 1). Persentase inhibitor lebih tinggi pada suhu
kultur 29 C dibandingkan kultur pada suhu 37 C. Menurut Brock dkk. (1994:
338) suhu optimum pertumbuhan Streptomyces berkisar 25--30o C. Oleh

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

44

sebab itu, dapat disimpulkan bahwa peningkatan persentase inhibisi seiring


dengan optimasi suhu pertumbuhan menunjukkan adanya produksi senyawa
inhibitor yang dihasilkan sebagai produksi alami tanpa adanya induksi negatif
lingkungan. Kultur S. achromogenes dalam ISP2 medium agar dan cair
dapat dilihat pada Gambar 16.
Tujuan optimasi lama waktu pertumbuhan adalah untuk mendapatkan
lama waktu kultur yang menghasilkan substansi inhibitor dengan persen
inhibisi tinggi. Menurut Kinasih (2001: 1), produksi metabolisme sekunder
dan senyawa inhibitor enzim oleh Streptomyces terjadi selama masa
pembentukan hifa aerial dari miselium vegetatif (dalam medium agar) atau
pada akhir fase logaritma (dalam kultur cair). Menurut Hatsu dkk. (2000: 6),
senyawa inhibitor dapat dihasilkan selama fase logaritma hingga fase
stasioner. Genus Streptomyces diketahui telah mencapai akhir fase
logaritma selama waktu pengkulturan 7 hari. Oleh sebab itu, optimasi lama
pengkulturan dilakukan selama 8 hari (dari awal fase logaritma sampai fase
stasioner) untuk mengetahui lama waktu kultur yang tepat menghasilkan
inhibitor dengan persen inhibisi yang cukup tinggi. Berdasarkan uji dan
perhitungan aktivitas inhibisi diperoleh data persen inhibisi berturut dari hari
pertama hingga hari ke-8 sebagai berikut, 0%; 7,08%; 24,96%; 30,67%;
29,76%; 27,65%; 26,.63%; dan 26,81% (Gambar 17; Tabel 2).
Hasil pengamatan menunjukkan persentase aktivitas inhibisi
meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu kultur sampai pada hari ke-3
dan stabil hingga hari ke-8. Hatsu dkk. (2002: 6), mengisolasi protein

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

45

inhibitor RNA helikase virus JE pada hari ke-3 pertumbuhan Streptomyces.


Kakinuma dkk. (1978: 1529), mengisolasi plasminostreptin (protein inhibitor
aktivitas plasmin dan tripsin) dari kultur Streptomyces antifibrinolyticus pada
kultur hari ke-3. Hiraga dkk. (2000: 25173), mengisolasi ScNPI (protein
inhibitor aktivitas ScNP) dari kultur Streptomyces sp. pada kultur hari ke-3.
Penelitian-penelitian tersebut melaporkan bahwa inhibitor enzim dapat
berupa protein ekstraselular yang disekresikan ke dalam medium
pertumbuhan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa senyawa
inhibitor RNA helikase virus JE diduga kuat merupakan protein ekstraselular
yang disekresikan pada hari ke-3 kultur S. achromogenes.
Aktivitas inhibisi relatif stabil hingga hari ke-8. Hal tersebut
menunjukkan bahwa protein inhibitor tetap terus dihasilkan sampai fase
stationer. Data hasil optimasi lama waktu kultur digunakan selanjutnya untuk
produksi senyawa inhibitor dari kultur S. achromogenes dalam medium ISP2
200 ml dan kultur dikoleksi pada hari ke-3. Menurut Englard & Seifter (1990:
285--287), protein atau enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat
diisolasi dengan cara pengendapan, filtrasi, dan kromatografi penukar ion.
Cara sederhana yang paling umum dilakukan adalah metode pengendapan
pada suhu dingin dengan konsentrasi garam amonium yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, protein selanjutnya diisolasi dengan pengendapan
menggunakan amonium sulfat.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

46

2. Pengendapan protein menggunakan amonium sulfat


Fraksinasi protein dari crude extract (supernatan medium) dilakukan
pada variasi tingkat kejenuhan (saturasi) amonium sulfat 0--25 %, 25--50 % ,
50--75 %, 75--100 %. Hasil fraksinasi pada saturasi amonium sulfat 0--25 %
tidak menunjukkan adanya endapan, sehingga fraksinasi dilanjutkan ke
saturasi 25--50 %. Hasil endapan saturasi 25--50 % menunjukkan aktivitas
inhibisi sebesar 53,09% (Gambar 18; Tabel 3). Hal tersebut menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas inhibisi sebesar 30% bila dibandingkan dengan
crude extract. Nilai inhibisi sebesar 50% menunjukkan adanya
kemungkinan bahwa belum semua protein inhibitor mengendap dan masih
adanya kontaminan yang menyebabkan terhambatnya aktivitas inhibisi. Oleh
sebab itu pengendapan dilanjutkan ke persentase saturasi yang lebih tinggi
dengan tujuan meningkatkan jumlah protein yang dapat diendapkan.
Pengendapan pada saturasi 50--75 % menghasilkan endapan dengan
peningkatan persentase aktivitas inhibisi menjadi 71,35%.
Hasil uji ATPase aktivitas inhibisi secara kualitatif dapat dilihat pada
Gambar 15. Warna hijau pada baris triplo ke-3 dan ke-4 (substrat + RNA
helikase + protein inhibitor hasil pengendapan amonium sulfat 50% dan 75%)
lebih muda dibandingkan warna hijau pada baris ke-2 (tanpa protein
inhibitor). Hal tersebut membuktikan bahwa protein inhibitor yang telah
diisolasi berhasil menghambat aktivitas ATPase dari RNA helikase virus JE.
Uji aktivitas inhibisi ATPase kolorimetrik fraksinasi amonium sulfat

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

47

seharusnya dilakukan hingga saturasi 100%, akan tetapi hal tersebut tidak
dilakukan sebab endapan yang diperoleh sangat sedikit karena sebagian
besar protein telah diendapkan pada persentase saturasi 75%, sehingga
endapan tidak berhasil diisolasi
Hasil fraksinasi amonium sulfat menunjukkan aktivitas inhibisi cukup
tinggi pada variasi saturasi 0--50 % dan meningkat pada saturasi 50--75 %.
Menurut Hernawan dkk. (1999: 76), apabila dua atau lebih variasi saturasi
fraksinasi amonium sulfat menghasilkan persen inhibisi yang cukup tinggi,
maka persen saturasi terendah hingga tertinggi merupakan persen saturasi
yang tepat untuk mengendapkan protein target dari ekstrak kasar. Oleh
sebab itu, berdasarkan hasil yang diperoleh, variasi saturasi amonium sulfat
yang digunakan untuk pengendapan protein target selanjutnya adalah
pengendapan tidak bertahap 0--75 %.
Pengendapan menggunakan amonium sulfat tidak bertahap tidak
menyebabkan penurunan aktivitas inhibisi protein inhibitor. Strickler dkk.
(1992: 3237), telah berhasil mengendapkan protein inhibitor protease dari
Streptomyces menggunakan amonium sulfat pada saturasi 0--60 %.
Kakinuma dkk. (1978: 1530), berhasil mengisolasi plasminostreptin (protein
inhibitor plasmin dan tripsin) dari 79 l medium kultur menggunakan
pengendapan amonium sulfat 0--60 %. Hiraga dkk. (2000: 25274), berhasil
mengisolasi ScNPI (protein inhibitror ScNP) dari kultur Streptomyces dengan
menggunakan amonium sulfat pada saturasi 0--80 %.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

48

3. Dialisis
Hasil pengendapan protein inhibitor yang dilarutkan dalam buffer
masih memiliki kandungan garam amonium sulfat. Oleh sebab itu perlu
dilakukan dialisis menggunakan membran dialisis dengan molecular weight
cut off 12.000 Da untuk memisahkan protein inhibitor RNA helikase virus JE
dari garam amonium sulfat dengan cara melewatkan larutan melalui
membran semipermeabel.
Menurut Pohl (1997: 72--73), proses dialisis memungkinkan terjadinya
penurunan aktivitas enzim. Oleh sebab itu, sejumlah sampel diambil terlebih
dahulu sebelum proses dialisis dan digunakan untuk uji aktivitas inhibisi dan
analisis SDS-PAGE. Berdasarkan hasil uji aktivitas inhibisi (Gambar 19;
Tabel 3), persentase inhibisi meningkat setelah dialisis dari 82,36% menjadi
87,77%. Peningkatan tersebut dapat disebabkan oleh terbuangnya garam
pengotor amonium sulfat yang dapat mengganggu kuantifikasi dan kualifikasi
aktivitas inhibisi dari protein inhibitor. Menurut Philips (1997: 4.4.10), apabila
sampel protein yang terdapat dalam resuspensi amonium sulfat- buffer 20
mM Tris didialisis dalam buffer yang sama tanpa amonium sulfat, maka
sampel protein akan mengalami penurunan konsentrasi amonium sulfat
hingga mencapai konsentrasi < 0,001 M. Proses dialisis membuang
sebagian besar garam amonium sulfat dari protein inhibitor, namun demikian
masih terdapat beberapa sisa garam amonium sulfat dan dapat
memengaruhi proses pemurnian, sehingga hasil dialisis dilewatkan melalui

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

49

kolom berisi matrik Sephadex G 50-fine untuk membuang sisa garam


amonium sulfat, serta mengfraksinasi protein inhibitor.
4. Kromatrografi filtrasi gel
Isolasi selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan protein inhibitor dari
hasil pengendapan pada saturasi 0--75 % dengan kemurnian yang lebih baik.
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi filtrasi gel
berdasarkan Stellwagen (1990: 317). Hasil kromatografi filtrasi gel (Gambar
20; Tabel 4) menunjukkan aktivitas inhibisi tinggi mulai dari fraksi 4--11
dengan aktivitas inhibisi berturut 78,89%; 78,59%; 78,08%; 74,59%; 69,09%;
65,58%; 65,85%; dan 55,13%. Hasil tersebut menunjukkan fraksi dengan
aktivitas inhibisi yang tinggi memiliki kisaran jumlah fraksi yang sangat luas, 8
dari 20 fraksi, sehingga tidak dapat ditentukan fraksi yang tepat mengandung
protein inhibitor.
Hal tersebut didukung dengan perbandingan hasil analisis gel SDSPAGE. Berdasarkan hasil analisis, protein inhibitor diduga memiliki kisaran
berat molekul 37 kDa. Menurut Palmer (1987: 322) pemisahan dapat terjadi
secara maksimal apabila molekul protein tidak lebih besar dari ukuran pori
butiran gel kolom. Sephadex-G50-fine diketahui dapat memisahkan protein
dengan kisaran berat molekul 15--30 kDa. Oleh sebab itu, protein target
dengan berat molekul 37 kDa tidak dapat terikat pada butiran gel, sehingga
protein terus terelusi oleh buffer melewati kolom bersama dengan protein lain
yang tidak berikatan dengan butiran gel.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

50

Suspensi dialirkan ke dalam kolom kromatografi filtrasi gel dan dielusi


dengan buffer Tris untuk menghilangkan pengaruh ion sulfat dari suspensi
protein. Menurut Palmer (1987: 322), buffer elusi harus memiliki muatan ionik
yang tinggi (sekitar 20 mM) untuk menetralkan beberapa muatan yang
mungkin ada di dalam gel. Buffer tidak boleh memiliki gradien garam atau pH
tertentu, sehingga pemisahan hanya berdasarkan pada ukuran. Oleh sebab
itu, buffer yang digunakan untuk elusi kolom adalah 20 mM Tris pH 7,5.
Menurut Stellwagen (1990: 321). Sephadex G50-fine merupakan
matrik yang tepat untuk proses desalting dan group separation. Oleh sebab
itu, Sephadex G50-fine tepat digunakan untuk membuang sisa garam
amonium sulfat dari resuspensi hasil dialisis protein inhibitor. Garam
amonium sulfat akan berada pada kolom bagian atas dan terelusi paling
akhir, karena garam amonium sulfat akan berikatan sangat kuat dengan
butiran Sephadex, sedangkan molekul protein akan terelusi oleh buffer
melewati matriks tersebut.
Hatsu dkk. (2002: 6) melakukan penyerapan terhadap warna atau
pigmen yang terdapat di medium kultur menggunakan karbon. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah terganggunya pengukuran ATPase kolorimetrik.
Fraksi-fraksi kromatografi filtrasi gel (Gambar 21) menunjukkan peningkatan
warna mulai fraksi 4--10. Peningkatan warna terjadi seiring dengan
penurunan aktivitas inhibisi, sehingga dapat dipastikan bahwa pigmen yang
terdapat dalam medium tidak menyebabkan inhibisi terhadap aktivitas
ATPase virus JE.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

51

Sebagian besar fraksi hasil pemurnian dalam kromatografi filtrasi gel


dibuang untuk meningkatkan kemurnian. Fraksi yang dibuang adalah fraksi
yang memiliki kadar protein rendah dan berisi pencemar relatif banyak.
Fraksi yang dikumpulkan adalah fraksi yang banyak mengandung protein
inhibitor. Pengukuran konsentrasi protein inhibitor dilakukan dengan uji
Bradford.
5. Analisis SDS-PAGE
Berdasarkan hasil analisis SDS-PAGE (Gambar 22), sampel hasil
pengendapan amonium sulfat menunjukkan pemekatan pita protein
dibandingkan dengan supernatan (crude extract). Pemekatan pita protein
seiring dengan terjadinya peningkatan aktivitas inhibisi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa proses pemekatan atau pengendapan protein inhibitor
dari supernatan berhasil dilakukan.
Hasil analisis SDS-PAGE dengan pewarnaan silver stain untuk fraksifraksi hasil kromatografi filtrasi gel menunjukkan adanya multiband di setiap
fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
resuspensi hasil dialisis tidak berhasil difraksinasi. Menurut Kenkel (1994:
335--336), fraksinasi dengan menggunakan kromatografi filtrasi gel akan
menghasilkan fraksi-fraksi yang berbeda satu dengan yang lain dalam hal
berat dan ukuran molekul. Molekul protein yang besar, seharusnya terdapat
pada fraksi awal dan molekul protein yang berukuran lebih kecil akan muncul
pada fraksi-fraksi akhir. Akan tetapi hal tersebut tidak terlihat pada hasil

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

52

SDS-PAGE. Berdasarkan pengamatan terhadap pita protein fraksi 4--10


(Gambar 22), terdapat satu pita protein (pita X) yang lebih tebal dibandingkan
pita protein lainnya. Pola penurunan ketebalan pita tersebut seiring dengan
penurunan aktivitas inhibisi, sehingga pita tersebut diduga merupakan pita
protein target.
Pendekatan analisis substansi protein inhibitor dilakukan kembali
menggunakan SDS-PAGE dengan pewarnaan coomasie briliant blue
(Gambar 23). Berdasarkan hasil pengamatan hanya diperoleh satu pita tipis
pada setiap fraksi dengan aktivitas inhibisi tinggi. Pita tersebut berada pada
posisi yang sama dengan pita X hasil SDS-PAGE dengan pewarnaan silver
stain. Berdasarkan hasil perhitungan kurva standar (Gambar 24; Lampiran
4), diperoleh persamaan garis linier y= -0,1374x + 1,9913 dengan nilai R2 =
0,9943. Hasil perhitungan berat molekul protein inhibitor menunjukkan
bahwa protein memiliki berat molekul 36,72 kDa (37 kDa). Analisis lain
dilakukan dengan perbandingan hasil SDS-PAGE dengan hasil uji ATPase
kolorimetrik. Hasil uji aktivitas inhibisi menunjukkan peningkatan aktivitas
inhibisi dari fraksi ke-3 hingga fraksi ke-4, kemudian menurun hingga fraksi ke
20. Hasil SDS-PAGE pada well fraksi ke-3, menunjukkan adanya pita pada
ukuran berat molekul 37 kDa (posisi pita sama dengan posisi pita pada
pewarnaan gel menggunakan coomasie briliant blue). Pita tersebut
mengalami penebalan pada fraksi ke-4, kemudian perlahan menipis pada
fraksi-fraksi berikutnya hingga fraksi ke-20. Berdasarkan hasil perbandingan

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

53

tersebut, pita tersebut positif diduga protein target yang merupakan substansi
inhibitor RNA helikase virus JE dengan berat molekul 37 kDa.
6. Pengukuran konsentrasi protein
Pengukuran konsentrasi protein dilakukan dengan menggunakan
metode Bradford. Berdasarkan pembentukan warna (Gambar 25 & 26),
warna pada fraksi aktif (fraksi 4--8) protein inhibitor berwarna lebih biru
dibandingkan fraksi tanpa protein inhibitor (Tabel 7). Perubahan warna
menjadi biru terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi protein. Menurut
Bradford (1976: 248--250), interaksi hidrofobik dan ionik menstabilkan bentuk
anionik pewarna, menyebabkan perubahan warna yang nyata. Reagen
Bradford berwarna biru kecokelatan. Semakin banyak jumlah protein, maka
semakin banyak protein yang terikat oleh coomasie, dan intensitas warna biru
yang terbentuk meningkat. Menurut Palmer (1987: 382), penentuan
konsentrasi protein setiap fraksi dilakukan untuk menentukan tingkat
kemurnian. Uji Bradford merupakan metode yang cepat dan tepat untuk
menghitung konsentrasi protein. Uji tersebut sensitif untuk 5--200 g protein,
tergantung kualitas pewarnaan.
Menurut Stoscheck (1990: 50), konsentrasi protein sampel ditentukan
dengan membandingkan nilai absorbansi protein sampel dengan kurva
standar. Kurva standar yang digunakan adalah kurva Bovine Serum Albumin
(BSA). Berdasarkan kurva standar BSA (Gambar 27; Tabel 5), diperoleh
persamaan y = 2,2714x + 0,0484 dengan nilai R2 = 0,9977. Nilai absorbansi

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

54

sampel dimasukkan sebagai nilai y, sehingga diperoleh konsentrasi protein


(mg/ml) sebagai nilai x.
Nilai konsentrasi crude extract, endapan amonium sulfat 50% dan
endapan amonium sulfat 75% berturut-turut adalah sebagai berikut 0,06
mg/ml; 0,35 mg/ml; 0,33mg/ml. Peningkatan konsentrasi protein yang
signifikan antara crude extract dan resuspensi endapan amonium sulfat
menunjukkan terjadinya pengendapan protein (Tabel 6). Peningkatan
konsentrasi protein terjadi seiiring dengan peningkatan aktivitas inhibitor
sehingga dapat disimpulkan bahwa protein inhibitor berhasil diisolasi
menggunakan pengendapan dengan amonium sulfat. Setiap fraksi aktif
kromatografi filtrasi gel juga memiliki nilai konsentrasi (Tabel 7). Nilai
konsentrasi yang kecil diakibatkan karena terdilusinya protein dalam buffer
elusi.
Persentase aktivitas inihibisi dan konsentrasi protein pada hasil
pengendapan menggunakan amonium sulfat lebih tinggi dibandingkan
supernatan kultur. Hasil dialisis protein inhibitor dari pengendapan
menggunakan amonium sulfat tidak memperlihatkan peningkatan yang
signifikan bila dibandingkan dengan tanpa dialisis. Meskipun tahapan dialisis
tidak menunjukkan adanya peningkatan, akan tetapi proses tersebut penting
untuk membuang kontaminan seperti garam amonium sulfat. Sementara itu,
persentase aktivitas inhibisi dan konsentrasi protein inhibitor dari hasil
fraksinasi menggunakan kromatografi filtrasi gel tidak menunjukkan adanya
peningkatan bila dibandingkan dengan hasil dialisis protein inhibitor. Hal

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

55

tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ini, tahap isolasi dan purifikasi
protein inhibitor RNA helikase virus JE berhasil dilakukan hingga tahap
pengendapan menggunakan amonium sulfat 75% dan tahapan dialisis,
sedangkan pemurnian dan fraksinasi mengunakan kromatografi filtrasi gel
terbukti kurang efektif. Oleh sebab itu, data yang dihasilkan dalam penelitian
ini dapat digunakan sebagai acuan dan data awal untuk purifikasi dan
karakterisasi protein inhibitor RNA helikase virus JE lebih lanjut dari kultur S.
achromogenes.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

56

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Protein inhibitor RNA helikase virus JE dihasilkan dari kultur Streptomyces
achromogenes pada hari ke-3 masa pertumbuhan dengan persentase
inhibisi sebesar 26,81%.
2. Protein inhibitor berhasil diisolasi dengan pengendapan amonium sulfat
saturasi 0--70% dengan persentase inhibisi sebesar 82,36%.
3. Protein inhibitor berhasil dimurnikan dengan proses dialisis dengan nilai
persentase inhibisi sebesar 87,77%
3. Pemurnian protein inhibitor dengan kromatografi filtrasi gel kurang efektif.
Hasil fraksinasi menunjukkan adanya 7 fraksi (fraksi 4--10) dengan
persentase inhibisi 55,13--78,89 %.
4. Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan kemungkian senyawa inhibitor
RNA helikase virus Japanese encehalitis merupakan suatu substansi
protein dengan berat molekul 37 kDa.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

57

B. SARAN
Saran yang diberikan untuk penelitian di waktu yang akan datang
adalah sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan optimasi buffer elusi kromatografi filtrasi gel dan optimasi
fasa diam untuk mendapatkan fraksinasi protein inhibitor yang lebih tepat.
2. Perlu dilakukan fraksinasi dengan menggunakan kromatografi penukar ion
untuk mendapatkan protein inhibitor yang lebih murni.
3. Perlu dilakukan penentuan aktivitas spesifik setiap fraksi untuk
menentukan tingkat kemurnian setiap tahapan isolasi dan purifikasi.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

58

DAFTAR ACUAN

BD Biosciences Clontech. 2003. BD TALON TM metal affinity resins user


manual. Becton, Dickinson & Company: 20 hlm.
Bernard, A. & M. Payton. 1995. Selection of Escherichia coli expression
systems. Dalam: Coligan, J.E., B.M. Dunn, H.L. Ploegh, D.W. Speicher
& P.T. Wingfield (eds.). 1998. Current protocols in protein science.
John Wiley & Sons, Inc., Washington: 5.2.1--5.2.18
Birren, B. & E. Lai. 1993. Pulsed field gel electrophoresis: A practical guide.
Academic Press Inc., San Diego: xviii + 253 hlm.
Black, J.G. 1999. Microbiology: Principles and exploration. 4th ed. John Wiley
& Sons, Inc., New York: xxiv + 786 hlm.
Borowski, P., M. Lang, A. Niebuhr, A. Haag, Herbert Schimitz, J. S. Wiesch,
J. Choe, M. A. Siwecka, & T. Kulikowski. 2001. Inhibition of the
helicase activity of HCV NTPase/helicase by 1--D-ribofuranosyl-1,2,4triazole-3-carboxamide-5-triphosphate (ribavirin-TP). Acta Biochimica
Polonica 48(3):739--744.
Bradford, M. M.1976. A rapid and sensitive for the quantitation of microgram
quantitites of protein utilizing the principle of protein-dye binding.
Analytical Biochemistry 72: 248--254.
Bregman, A. 1990. Laboratory investigations in cell and molecular biology.
3rd ed. John Wiley & Sons, New York: viii + 315 hlm.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

59

Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko, & J. Parker. 1994. Biology of
microorganism. 7th ed. Prentice-Hall, New Jersey: xvii + 909 hlm.
Brooks, G.F., J.S. Butel, S.A. Morse. 2001. Medical microbiology. 2nd ed.
McGraw-Hill Companies Inc., Boston: x + 528 hlm.
Burden, D.W. & D.B. Whitney. 1995. Biotechnology: Protein to PCR: A course
in strategies and lab techniques. Birkhuser, Boston: xv + 317 hlm.
Chan, K.M., D. Delfert, & K.D. Junger. 1986. A direct colorimetric assay for
Ca2+ -stimulated ATPase activity. Analysis Biochemical 157(2): 375-380.
Chino, M., K. Nishikawa, M. Umekita, C. Hayashi, T. Yamazaki, T. Tsuchida,
T. Sawa, M. Hamada, & T. Takeuchi. 1996. Heliquinomycin, a new
inhibitor of DNA helikase, produced by Streptomyces sp. MJ929-SF2.
The Journal of Antibiotics 49(8): 752--757.
Chou, W.Y., S.M. Huang, & G.G. Chang. 1997. Functional roles of the Nterminal amino acid residues in the Mn(II)L-malate binding and
subunit interactions of pigeon liver malic enzyme. Protein Engineering
10(10): 1205--1211.
Duografikmedia. 2006. Family Medical Practice. (?). 1 hlm.
www.vietnammedicalpractice.com/medical_news, 15 September 2007,
pk. 09.30.
Duval, C., P. Cosette, G. Molle, G. Muller, & E. D. 2002. Amphiphilic
biopolymers (amphibiopols) as new surfactants for membrane protein
solubilization. Protein Science 12 : 681--689.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

60

Easmon, C. 2005. Japanese encephalitis. 01 April. 2 hlm.


http://www.netdoctor.co.uk/travel/diseases/japanese encephalitis.htm,
10 Juni 2007, pk. 20.00.
Englard, S. & S. Seifter. 1990. Precipitation techniques. Dalam: Deutscher
M.P. 1990. Methods in enzimology: Guide to protein purification.
Academic Press Inc., San Diego: 285--300.
Fawaz, F. & G. H. Jones. 1988. Actinomycin synthesis in Streptomyces
antibioticus: Purification and properties of a 3-hydroxyanthranilate 4methyltransferase. The Journal of Biological Chemistry 263(10):
46024606.
Freeze, H.H. 1995. Lectin affinity chromatography. Dalam: Coligan, J.E., B.M.
Dunn, H.L. Ploegh, D.W. Speicher & P.T. Wingfield (eds.). 1998.
Current protocols in protein science. John Wiley & Sons, Inc.,
Washington: 9.1.1--9.1.9.
Freifelder, D. 1987. Molecular biology. 2nd ed. Jones and Bartlett Publisher,
Inc., Boston: xxiv + 834 hlm.
Gallagher, S.R. 1995. One-dimensional SDS gel electrophoresis of protein.
Dalam: Coligan, J.E., B.M. Dunn, H.L. Ploegh, D.W. Speicher & P.T.
Wingfield (eds.). 1998. Current protocols in protein science. John Wiley
& Sons, Inc., Washington: 10.1.1--10.1.34.
Gozdek, A., I. Zhukov, A. Polkowska, J. Poznanski, A. Stankiewicz-Drogon, J.
M. Pawlowicz, W. Zagorski-Ostoja, P. Borowski, & A. M.
Boguszewska-Chachulska. 2008. NS3 Peptide, a novel potent

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

61

hepatitis C virus NS3 helicase inhibitor: Its mechanism of action and


antiviral activity in the replicon system. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy 52(2): 393--401.
Hatsu, M., M. Tanaka, A. Utama, H. Shimizu, & K. Takamizawa. 2002. A
Japanese encephalitis virus NS3 inhibitor produced by a Streptomyces
sp. Actinomycetologica 16(1): 6--8.
He, J., W. Ching, P. Yarbough, H. Wang, & M. Carl. 1995. Purification of a
baculovirus-expressed Hepatitis E Virus structural protein and utility in
an enzyme-linked immunosorbent assay. Journal of Clinical
Microbiology 33(12): 3308--3311
Held, P. 2001. Phosphate and ATPase determination using the Quant
scanning microplate spectrophotometer. 8 hlm. http://www.Biotek.com,
12 Januari 2008, pk. 16.45.
Hernawan, T., S. Soemitro, H. Dewayani, Tetih, & W. T. Ismaya. 1999.
Isolation and purification of dehalogenase from Pseudomonas cepacia
UK7WS1 strain. Jurnal Matematika dan Sains 4(2): 70--82.
Hiraga, K., T. Suzuki & K. Oda. 2000. A novel double-headed proteinaceous
inhibitor for metalloproteinase and serine proteinase. Journal of
Biological Chemistry 275(33): 25173--25179.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi: menguak dunia mikroorganisme. Jilid 1. CV.
Utama Widya, Bandung: 256 hlm.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

62

Kakinuma, A., H. Sugino, N. Moriya & M. Isono. 1978. Plasminostreptin, a


protein proteinase inhibitor produced by Streptomyces
antifibrinolyticus. Journal of Biological Chemistry 253(5): 1529--1537.
Kari, K., W. Liu, K. Gautama, M. P. Mammen, J. D. Clemens, A. Nisalak, K.
Subrata, H. K. Kim, & Z. Xu. 2006. A hospital-based surveillance for
Japanese encephalitis in Bali, Indonesia. BioMed Central Medicine 4:
1--8.
Kaur, R. & Vrati 2003. Development of a recombinant vaccine against
Japanese encephalitis. Journal of NeuroVirology 9: 421431.
Kenkel, J. 1994. Analytical chemistry for technicians. Lewish Publisher, Boca
Raton: 541 hlm.
Kim, I.S., Y.B. Kim, & K.J. Lee. 1998. Characterization of the leuptininactivating enzyme from Streptomyces exfoliates SMF13 which
produces leuptin. Journal of Biochemistry 331: 539--545.
Kim Y., J. Yoo, J.Kim, C. Kim, & J.W. Oh.2007. Biochemical characterization
of a recombinant Japanese encephalitis virus RNA-dependent RNA
polymerase. BioMed Central Molecular Biology 8: 59.
Klug, W.S. & M.R. Cummings. 1994. Concepts of genetics. 4th ed. PrenticeHall Inc., Englewood Clifffs: xvi + 779 hlm.
Kwong, A.D., B.G. Rao, & K.T. Jeang. 2005. Viral and cellular RNA helicases
as antiviral agents. Nature Reviews Drug Discovery 4: 845--853.
Lo, C.W., N.S. Lai, H.Y. Cheah, N.K.I. Wong, & C.C. Ho. 2002.
Actinomycetes isolated from soil sampels from the Crocker Range

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

63

Sabah. 7 hlm. http://www.arbec.com.my/pdf/art21julysep02.pdt, 08


Januari 2008, pk. 18.30.
Martin, R. 1996. Gel electrophoresis: Nucleic acids. BIOS Scientific
Publishers, Oxford: xiii + 175 hlm.
Muro-pastor, M. I., F. N. Barerra, J. C. Reyes, F. J. Florencio, & J. L. Neira.
2003. The inactivating factor of glutamin synthetase, IF7, is a natively
unfolded protein. Protein Science. 12: 1443--1454.
NCBI (=National Center for Biotechnology Information). 1953. Streptomyces
achromogenes. 2 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.gov, 23 September
2008, pk 20.00.
Oregon State University. 2007. Exploring Proteins Outline. 2 hlm.
http://oregonstate.edu/instruct/bb450/lecturenoteskevin/exploringprotei
nsoutline.html, 2 Februari 2008, pk. 18.00.
Palmer, T. 1987. Understanding enzymes. 2nd ed. John Wiley & Sons, New
York: 411 hlm.
Petty, K.J. 1996. Metal-chelate affinity chromatography. Dalam: Coligan, J.E.,
B.M. Dunn, H.L. Ploegh, D.W. Speicher, & P.T. Wingfield (eds.). 1998.
Current protocols in protein science. John Wiley & Sons, Inc.,
Washington: 9.4.1--9.4.16.
Phillips, A. T. 1995. Desalting, concentration, and buffer exchange by dialysis
and ultrafiltration. Dalam: Coligan, J.E., B.M. Dunn, H.L. Ploegh, D.W.
Speicher & P.T. Wingfield (eds.). 1998. Current protocols in protein
science. John Wiley & Sons, Inc., Washington: 9.2.1--9.2.16.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

64

Poedjiadi, A. & F. M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-dasar biokimia. Penerbit


Universitas Indonesia, Jakarta: xi + 476 hlm.
Pohl, T. 1990. Concentration of proteins and removal of solutes. Dalam:
Deutscher M.P. 1990. Methods in enzimology: Guide to protein
purification. Academic Press Inc., San Diego: 68--83.
Qiagen. 2003. The QIAexpressionist: A Handbook for high-level expression
and purification of 6xHis-tagged proteins. Ed.ke-5. Qiagen Inc., Clifton
Hill: 126 hlm.
Rao, P.N. 2000. Japanese enchephalitis: For doctors, healthworkers, and
parents. Mei: 44 hlm. http://www.indmed.delhi.nic.com, 17 Juni 2007.
Ray, D. & P.Y. Shi. 2006. Recent advances in flavivirus antiviral drug
discovery and vaccine development. Recent patents on Anti-Infective
Drug Discovery 1: 45--55.
Schmaljohn, A.L. & D. McClain. 2004. Alphaviruses (Togaviridae) and
Flaviviruses (Flaviviridae). 14 hlm.
http://gsbs.utmb.edu/microbook/ch054.htm, 18 September 2007, pk.
19.05.
Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic laboratory methods for
biotechnology: Textbook and laboratory reference. Prentice Hall,
Upper Saddle River: vi + 751 hlm.
Sigma-Aldrich. 2002. Ammonium Sulfat Precipitation. 1 hlm.
http:/www.sigmaaldrich.com/sigma/datasheet/a5420dat.pdf, 25 Juli
2008, pk. 16.00.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

65

Solomon, T. 2003. Recent advances in Japanese encephalitis. Journal of


NeuroVirologi 9: 274--283.
Spangler, B.D. 2002. Methods in molecular biology and protein chemistry:
Cloning and characterization of an enterotoxin subunit. John Wiley &
Sons Ltd., New York: x + 209 hlm.
Springer, T.A. 1996. Dye affinity chromatography. Dalam: Coligan, J.E., B.M.
Dunn, H.L. Ploegh, D.W. Speicher & P.T. Wingfield (eds.). 1998.
Current protocols in protein science. John Wiley & Sons, Inc.,
Washington: 9.5.1--9.5.11.
Stellwagen, E. 1990. Gel filtration. Dalam: Deutscher M.P. 1990. Methods in
enzimology: Guide to protein purification.Academic Press Inc., San
Diego: 317--328.
Stellwagen, E. 1995. Dye affinity chromatography. Dalam: Coligan, J.E., B.M.
Dunn, H.L. Ploegh, D.W. Speicher & P.T. Wingfield (eds.). 1998.
Current protocols in protein science. John Wiley & Sons, Inc.,
Washington: 9.2.1--9.2.16.
Strickler, J. E., T.R. Berka, J. Gorniak, J. Fornwald, R. Keys, J.J. Rowland,
M. Rosenberg & D.P. Taylor. 1992. Two novel Streptomyces protein
protease inhibitors: Purification, activity, cloning, and expression.
Journal of Biological Chemistry 267(5): 3236--3241.
Stoscheck, C. M. 1990. Quantitation of Protein. Methods in Enzymology 182:
50--69.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

66

Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan bioteknologi. Departemen Pendidikan &


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas
Bioteknologi IPB, Bogor: vi + 322 hlm.
Takegami, T., D. Sakamuro & T. Furukawa. 1994. Japanese encephalitis
virus nonstructural protein NS3 has RNA binding and ATPase
activities. Virus Genes 9(2): 105--112.
Umezawa, H., T. Takeuchi, Y. Okami, & T. Tazaki. 1953. On screening of
antiviral substances produced by Streptomyces and on an antiviral
substance achromoviromycin. Japanese Journal of Medical Science
and Biology 6: 261--268.
Utama, A., H. Shimizu, F. Hasebe, K. Morita, A. Igarashi, I. Shoji, Y.
Matsuura, M. Hatsu, K. Takamizawa, A. Hagiwara & T. Miyamura.
2000. Role of DexH motif of the Japanese encephalitis virus and
Hepatitis C virus NS3 proteins in the ATPase and RNA helicase
activities. Virology 273: 316--324.
Utama, A., H. Shimizu, S. Morikawa, F. Hasebe, K. Morita, A. igarashi, M.
Hatsu, k. Takamizawa & T. Miyamura. 2000. Identification and
characterization of the RNA helicase activity of Japanese encephalitis
virus NS3 protein. Federation of European Biochemical Societies 465:
74--78.
Vodopich, D.S. & R. Moore. 2005. Biology laboratory manual. 7th ed.
McGraw-Hill Companies Inc., Boston: ix + 555 hlm.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

67

Weaver, R.F. 2005. Molecular biology. 3rd ed. McGraw-Hill Companies Inc.,
Boston: xvii + 894 hlm.
Willson, R.C. 1999. Purification and characterization of proteins. Dalam:
Manual of industrial microbiology and biotechnology. 2nd ed. A.L.
Demain & J.E. Davies. ASM Press, Washington: 266--272.
Wolfe, S.L. 1993. Molecular and cellular biology. Wadsworth Publishing
Company, Belmont: xviii + 1165 hlm.
Zulaichah, S. 2008. Skrining inhibitor RNA helikase virus Japanese
encephalitis dari Actinomycetes. Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan
Farmasi Bogor, Bogor: viii +42 hlm.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

68

GAMBAR

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

69

Nyamuk menggigit
burung dan membawa
virus JE.

Nyamuk terinfeksi
menggigit binatang
dan menularkan
virus JE.
Virus bereplikasi
didalam sel tubuh

Nyamuk terinfeksi
menggigit burung dan
menularkan virus JE.

Nyamuk menggigit
binatang terinfeksi dan
membawa virus JE.

Nyamuk terinfeksi menggigit


manusia dan manusia tidak
dapat menularkan virus JE.

Gambar 1. Jalur penularan Japanese encephalitis


[Sumber: Duografika 2006: 1hlm.]

Sumatera Barat

Kalimantan Barat

Papua

JE di Indonesia (Tahun 20012006)

Jawa Barat

NTB
Bali

NTB

NTT

Gambar 2. Wilayah penyebaran Japanese encephalitis di Indonesia


[Sumber: Kari dkk. 2006: 1.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

70

Keterangan:
Pro
Pol
NS

: Protease
: Polimerase
: NonStruktural

Gambar 3. Mekanisme replikasi virus [Sumber: Brock dkk. 1994: 45.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

71

Protein nonstruktural

Protein struktural

Keterangan:
C
:
prM
:
E
:
NS1--NS5 :

Capsid
Pre Membrane
Envelope
NonStructural Protein 1--5

Gambar 4. Genom dan protein virus japanese encephalitis [Sumber: Utama dkk. 2000: 317.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

72

3
5

5
3

5
5
3

Gambar 5. Mekanisme pembukaan untai ganda oleh RNA helikase


[Sumber: Utama, komunikasi pribadi, 20 Juni 2007.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

73

Butiran polimer
Molekul besar
tidak dapat
masuk ke dalam
butiran polimer

Sampel protein
Molekul kecil
masuk ke dalam
pori-pori pada
butiran polimer

Gel molekular

Gambar 6. Gel filtrasi [Sumber: Oregon state university 2007: 1.]

Kantung dialisis

Sampel protein

Buffer

Awal tahap dialisis

Dialisis mencapai
kesetimbangan

Gambar 7. Dialisis [Sumber: Oregon state university 2007: 1.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

74

Reidentifikasi 6-399
(Streptomyces achromogenes)

Transformasi

Morfologi
Metode 16S RNA

E. coli BL21(DE3)pLysS cells

Uji aktivitas inhibisi


Uji ATPase

Kultur

Ekspresi RNA helikase

200 ml medium ISP2, 3 hari

Fraksinasi

pET system & IPTG

Kromatografi Filtrasi Gel


Supernatan Actinomycetes

Purifikasi RNA helikase


Metode immobilized metal affinity
chromatography

Protein Inhibitor

Pengendapan Protein
Amonium Sulfat saturasi 0-75%

Enzim RNA helikase

Uji Aktivitas Inhibisi

Uji Aktivitas

SDS PAGE 12 %

SDS PAGE 12 %
Uji Kolorimetrik

Gambar 8. Skema keseluruhan rangkaian kerja isolasi inhibitor RNA helikase virus JE

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

75

Kultur Escherichia coli BL21(DE3)


pLysS pET-21b/JEV NS3
Induksi ekspresi
menggunakan IPTG
Sentrifugasi
Supernatan

Lisis sel menggunakan metode


freezethaw dan sonikasi

Pelet

Sentrifugasi
Pelet

Supernatan
Pengikatan protein menggunakan
resin BD TALON TM
Sentrifugasi
Supernatan

Pencucian dengan
buffer B

Resin

Sentrifugasi
Resin

Supernatan

Pelepasan (elusi) protein dengan


buffer elusi
Sentrifugasi
Pelet

Supernatan

Analisis kemurnian dengan


SDS-PAGE

Gambar 9. Skema kerja ekspresi dan purifikasi RNA helikase virus JE

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

76

Kultur Isolat S. achromogenes


200 ml ISP2, 29 C

Sentrifugasi
Pelet
Supernatan

Pengendapan amonium sulfat 0--75%

Sentrifugasi
Pelet

Supernatan

Resuspensi dalam 3 ml 20 mM
buffer Tris pH 7,5
Sentrifugasi
Pelet
Supernatan *
Dialisis

Fraksinasi dengan
Kromatografi Filtrasi Gel

Fraksi aktif

* = 1. Analisis SDS-PAGE 12%


2. Uji Aktivitas Inhibisi
Gambar 10. Skema kerja isolasi inhibitor RNA helikase virus JE dari kultur S.
achromogenes

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

77

ATPase Kolorimetrik
Utama dkk. (2000: 74)

Master mix
Master mix +
enzim

Master mix +
enzim + inhibitor

Inkubasi 30 menit.
+
pewarna
Akuades: 0,081% malachite green:
5,7% ammonium molybdate in 6 N HCl:
2,3% polyvinyl alcohol = 2:2:1:1

Inkubasi 5
menit.

Master mix
5 l 0,1M buffer MOPS
0,5 l 0,1M MgCl2
1 l 0,1M ATP
38,5l H2O

Perhitungan aktivitas inhibisi (%)


= (A-I)/A x 100

A = Aktivitas RNA
helikase tanpa
inhibitor
I = Aktivitas RNA
helikase dengan
adanya inhibitor

+ 25 l/well
30% Sodium

Perhitungan jumlah fosfat


bebas hasil hidrolisis ATP

Gambar 11. Skema kerja uji aktivitas protein inhibitor terhadap ATPase RNA
helikse virus JE.

Gambar 12. Mekanisme induksi IPTG [Sumber: Spangler 2002: 115.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

78

116
66,2
54 kDa
45
35

Lajur 1,
Lajur 2,
Lajur 3, 4,
Lajur 5,
Lajur 6, 7,
Lajur 8

: Lisis sel ;
: Fraksi yang tidak terikat resin;
: Fraksi pencucian;
: Marka berat molekul protein;
: Elusi RNA helicase virus JE;
: Resin BD TalonTM berikatan dengan protein

Gambar 13. Hasil SDS-PAGE RNA helikase virus JE

2.5

Log MW

2
1.5

Series1
Linear (Series1)

y = -0.7729x + 2.2049
R2 = 0.9995

0.5
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

Rf

Keterangan:
Rf
: Retention factor
MW : Molecular weight
Gambar 14. Kurva standar berat molekul protein

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

79

1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan
1
: Substrat ATP
2
: Substrat ATP + RNA helikase
3
: Substrat ATP + RNA helikase + Pelet saturasi 50%
4
: Substrat ATP + RNA helikase + Pelet saturasi 75%
5--8 : Substrat ATP + RNA helikase + Fraksi Filtrasi gel
Gambar 15. Hasil uji kolorimetrik ATPase

Gambar 16. Kultur S. achromogenes

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

80

Persentase Inhibisi (%)

35
30
25
20
15
10
5
0
1

Lama hari kultivasi

Gambar 17. Kurva optimasi waktu kultur S. achromogenes

Persentase Inhibisi (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0

0--25 %

25--50%

50--75%

75--100%

Fraksi Saturasi

Gambar 18. Diagram persentase inhibisi fraksinasi protein inhibitor


dengan amonium sulfat

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

81

90

Persentase Inhibisi (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Ekstrak kasar

Supernatan
saturasi

Pelet sebelum
dialisis

Pelet sesudah
dialisis

Tahapan Isolasi

Persentase Inhibisi (%)

Gambar 19. Diagram persentase inhibisi setiap tahapan isolasi protein


inhibitor

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

10

12

14

16

Fraksi Filtrasi Gel

Gambar 20. Kurva persentase inhibisi fraksi kromatografi filtrasi gel

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

18

20

82

Keterangan:
1--10 : Fraksi ke-1 sampai fraksi ke-10 kromatografi filtrasi gel
Gambar 21. Fraksi hasil kromatografi filtrasi gel

75
50

37
25
15
10

10

11

12

Keterangan:
1
: Crude extract (supernatant kultur)
2
: Pelet pengendapan amonium sulfat saturasi 75%
3--11 : Fraksi ke-3 sampai fraksi ke-11 kromatografi filtrasi gel
12
: Marka berat molekul protein
X
: Pita protein inhiitor
Gambar 22. Hasil SDS-PAGE fraksi kromatografi filtrasi gel pewarnaan
Silver stain

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

83

75
50
36,72 kDa

37
25
15
10
M

Keterangan:
M
: Marka berat molekul protein
1--7 : Fraksi aktif (4--10)
Gambar 23. Hasil SDS-PAGE fraksi aktif kromatografi filtrasi gel

2
1.8
1.6

Log MW

1.4
1.2
Series1

Linear (Series1)

0.8
0.6

y = -0.1374x + 1.9913
R2 = 0.9943

0.4
0.2
0
0

Rf

Keterangan:
Rf
: Retention factor
MW
: Molecular weight

Gambar 24. Kurva standar berat molekul protein inhibitor

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

84

Keterangan:
1--10: Fraksi 1--10 kromatografi filtrasi gel
Gambar 25. Pengukuran kadar protein fraksi aktif filtrasi gel

Keterangan:
1. Reagen Bradford
2. Crude extract
3. Amonium sulfat 50%
4. Amonium sulfat 75%
1

Gambar 26. Pengukuran kadar protein hasil isolasi

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

10

85

Kurva Standar BSA


1.2

Absorbansi

1
0.8
Series1

0.6

Linear (Series1)

0.4
y = 2.2714x + 0.0484
R2 = 0.9977

0.2
0
0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

Konsentrasi BSA (mg/ml)

Keterangan:
BSA

: Bovine serum albumin

Gambar 27. Kurva standar protein BSA

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

86

TABEL

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

87

Tabel 1
Persentase inhibisi optimasi suhu kultivasi S. achromogenes
Suhu inkubasi

Inhibisi (%)

30 C

21,843

37 C

11,322

Tabel 2
Persentase inhibisi optimasi waktu kultivasi S. achromogenes
Waktu
kultur

Absorbansi
enzim

Absorbansi
enzim + inhibitor

Inhibisi
(%)

Hari-1

1,137

1,256

Hari-2

1,137

1,057

7,079

Hari-3

1,137

0,854

24,963

Hari-4

1,137

0,788

30,676

Hari-5

1,137

0,799

29,768

Hari-6

1,137

0,823

27,648

Hari-7

1,137

0,834

26,632

Hari-8

1,137

0,833

26,814

Tabel 3
Persentase inhibisi tahapan pengendapan amonium sulfat
No

Sampel

Inhibisi (%)

Ekstrak kasar

26,814

Supernatan Saturasi

23,971

399-50%

53,089

399-75%

71,349

Pelet saturasi 75%

82,362

Dialisis

87,771

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

88

Tabel 4
Persentase inhibisi dari setiap fraksi hasil gel filtrasi
Absorbansi
enzim
1,442

Absorbansi
enzim + inhibitor
1,326

Persen
inhibisi
8,021

1,442

1,281

11,165

1,442

0,890

38,257

1,442

0,304

78,895

1,442

0,308

78,594

1,442

0,316

78,086

1,442

0,366

74,595

1,442

0,445

69,093

1,442

0,496

65,581

10

1,442

0,492

65,857

11

1,442

0,647

55,131

12

1,442

0,753

47,734

13

1,442

0,757

47,480

14

1,442

0,920

36,176

15

1,442

1,084

24,780

16

1,442

1,011

29,900

17

1,442

1,215

15,718

18

1,442

1,084

24,803

19

1,442

1,195

17,082

20

1,442

1,170

18,839

Fraksi
1

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

89

Tabel 5
Konsentrasi kurva standar BSA
No

Konsentrasi BSA (mg/ml)

Absorbansi

0,05

0,143

0,10

0,282

0,15

0,409

0,20

0,494

0,25

0,633

0,30

0,721

0,35

0,841

0,40

0,953

Tabel 6
Konsentrasi protein hasil pengendapan amonium sulfat
No

Tahapan

Absorbansi

Konsentrasi protein
(mg/ml)

Crude extract

0,186

0,061

Saturasi 50%

0,851

0,353

Saturasi 75%

0,802

0,332

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

90

Tabel 7
Konsentrasi protein fraksi kromatografi filtrasi gel
Fraksi Absorbansi

Konsentrasi protein
(mg/ml)

-0,072

-0,098

-0,045

0,429

0,167

0,622

0,252

0,512

0,204

0,268

0,096

0,258

0,092

0,027

10

0,063

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

91

LAMPIRAN

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

92

Lampiran 1
Perhitungan persentase inhibisi RNA helikase dari S. achromogenes
Rumus:

Persentase inhibisi =

A-I
A

x 100

Keterangan:
A = absorbansi RNA helikase tanpa adanya senyawa inhibitor
I = absorbansi RNA helikase dengan adanya senyawa inhibitor
[Sumber: Hatsu dkk. 2002: 6.]

Lampiran 2
Komposisi medium dan larutan yang digunakan dalam penelitian
Medium/ Larutan
a. Medium LB cair

b. Medium ISP2

c. Buffer B (400 ml)

Komposisi,cara pembuatan, dan penyimpanan


Sebanyak 11,25 g bubuk LB medium
dilarutkan ke dalam akuades hingga
mencapai volume akhir 400 ml. Larutan
dihomogenkan dengan magnetic stirring bar
kemudian diautoklaf.
Sebanyak 0,4 g yeast extract; 1 g malt
extract; dan 0,4 g glukosa dilarutkan ke dalam
aquades hingga mencapai volume akhir 100
ml. Larutan dihomogenkan dengan magnetic
stirring bar kemudian di autoklaf.
200 ml 10 mM Tris-HCl pH 8,5; 200 ml 100
mM NaCl; 1 ml 0,25% Tween 20 dicampur
dan dihomogenkan, disimpan pada suhu 4C.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

93

Lanjutan (Lampiran 2)
Medium/ Larutan

Komposisi,cara pembuatan, dan penyimpanan

d. Buffer elusi

0,2724 g imidazol dilarutkan dalam 10 ml


buffer B, dihomogenkan dan disimpan pada
suhu 4 C.
e . 8% larutan separating gel 7,25 ml akuades dicampur dengan 4 ml
akrilamid 30%; 3,75 ml 1,5 M Tris pH 8,5
mengandung 4 % SDS. 0,05 ml amonium
persulfat 10% dan 0,015 ml TEMED
ditambahkan dalam campuran dan
dihomogenkan dengan cepat.
f . 3,9% larutan stacking gel 3,05 ml akuades dicampur dengan 0,65 ml
akrilamid; 1,25 ml 0,5 M Tris pH 6,8
mengandung 4 % SDS. 0,025 ml amonium
persulfat 10% dan 0,005 ml TEMED
ditambahkan dalam campuran dan
dihomogenkan dengan cepat.
g . 4x Tris HCl pH 6.8
6,05 g Tris base dilarutkan dalam 40 ml
containing 0,4% SDS
akuades; pH diatur hingga mencapai nilai 6,8
dengan penambahan HCl. Akuades
ditambahkan hingga 100 ml. Larutan difiltrasi
dengan menggunakan syringe. Sebanyak 0,4
g SDS ditambahkan ke dalam larutan akhir
h . 4x Tris HCl pH 8.8
Sebanyak 18,2 g Tris base dilarutkan dalam
containing 0,4% SDS 40 ml akuades, pH
diatur hingga mencapai 8,8 dengan
penambahan HCl. Akuades ditambahkan
hingga 100 ml. Larutan difiltrasi dengan
menggunakan syringe. 0,4 g SDS
ditambahkan ke dalam larutan akhir
i . 2x Loading dye
25 ml Tris Cl/SDS pH 6,8, 20 ml gliserol, 4 g
SDS, 2 ml -mercaptoetanol, 1 mg
bromofenol biru dilarutkan dalam akuades
hingga 100 ml kemudian dihomogenkan dan
disimpan pada -20C.
j . 5x SDS running buffer
15,1 g Tris, 72 g glisin, 5 g SDS dilarutkan
dalam akuades hingga 1.000 ml kemudian
dihomogenkan, dan disimpan pada suhu 4C.
k . Coomasie brilliant blue
0,5 g coomasie brilliant blue, 200 ml asam
asetat glasial, serta 1.000 ml akuades
dicampur kemudian dihomogenkan. Larutan
disimpan pada suhu ruang.

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

94

Lanjutan (Lampiran 2)
Medium/ Larutan
l . Destain buffer

m. Reagen Bradford

Komposisi,cara pembuatan, dan penyimpanan


Sebanyak 400 ml metanol, 100 ml asam
asetat glasial, dan 500 ml akuades dicampur,
kemudian dihomogenkan dan disimpan pada
suhu ruang.
100 mg coomassie brilliant blue G-250
dilarutkan dalam 50 ml etanol 95% dan 100 ml
phosphoric acid 85%. Larutan ditambah
dengan akuades hingga 1.000 ml, kemudian
disaring dengan kertas saring Whatman #1.

[Sumber: Gallagher 1995: 10.1.5, 10.1.27--10.1.29; Hatsu dkk. 2002: 6;


Utama dkk. 2000: 74.]

Lampiran 3
Perhitungan berat molekul RNA helikase protein NS3 virus Japanese
encephalitis
Nilai Rf protein sampel adalah 0,61
Persamaan garis linear kurva standar: y= -0,7729x +2,2049
Logaritma berat molekul protein sampel: y= -0,7729(0,61) + 2,2049
y= - 0,4714 + 2,2049
y= 1,733
Berat molekul protein sampel: 101,733= 54,075 kDa (54 kDa)
[Sumber: Gallagher 1995: 10.1.30.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

95

Lampiran 4
Perhitungan berat molekul protein inhibitor RNA helikase virus Japanese
encephalitis

Nilai Rf protein sampel adalah 3.05


Persamaan garis linear kurva standar: y= -0,1374x +1,9913
Logaritma berat molekul protein sampel: y= -0,1374(3,05) +1,9913
y= -0,42594+ 1,9913
y= 1,565
Berat molekul protein sampel: 101,565= 36,72 kDa (37 kDa)
[Sumber: Gallagher 1995: 10.1.30.]

Isolasi senyawa..., Andhyni Eriel Tombe, FMIPA UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai