PENDAHULUAN
pada
masa
kanak-kanak
dengan
konsekuensi
penting
terhadap
580-an pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi
apabila kita merujuk pada kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa
terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien DM
tipe 1 yang dilaporkan 4
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari Diabetes
Mellitus Tipe 1 pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya. 3
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi disebabkan oleh karen kerusakan sel pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM
tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan
sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, akantosis
nigrikans, hipertensi atau hiperandrogenisme ovarium. 5
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian diabetes mellitus di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500
anak (pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari 350 anak (pada anak usia 18
tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal
pubertas seorang anak. Kejadian pada laki-laki dan perempuan sama. 3
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark
serta Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000
penduduk. Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di
Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100.000
penduduk/tahun. 3
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data
registry nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi PP
IDAI, terjadi peningkatan jumlah dari 200-anak dengan DM pada tahun 2008
menjadi 580-an pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih
tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan anak dengan DM yang meninggal
tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien
DM tipe 1 yang dilaporkan. 4
2.3 Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolecene Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). 4
Tabel 1. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009)
I.
II.
DM Tipe-2
III.
DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetic pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pancreas
Pankratitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasma; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosus; Fibrokalkulus pankreatopati; dan lain-lain.
d. Gangguan endokrin
2.4 Patogenesis
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan
kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya
penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke
tipe 1 DM. Berbagai lokus gen telah dipelajari untuk menentukan hubungan
mereka dengan DM tipe 1. Pada awalnya diduga bahwa antigen B8 dan B15 HLA
kelas I sebagai penyebab diabetes karena meningkat pada frekuensi di penderita
diabetes dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, baru-baru fokus telah
bergeser ke lokus HLA-DR kelas II dan ditemukan bahwa DR3 dan DR4 lebih
menonjol daripada HLA-B pada DM tipe 1. Akhirnya lokus alel HLA DQ telah
terlibat dalam kerentanan penyakit, melalui analisis Pembatasan fragmen panjang
polimorfisme (RFLP) dan disekuensi langsung, dengan menggunakan polymerase
chain reaction (PCR) untuk memperkuat urutan DNA spesifik, telah
meningkatkan pemahaman kami tentang kompleks HLA dan keterlibatan alel
HLA dalam kerentanan penyakit. Bukti diajukan menunjukkan bahwa
kemampuan untuk memberikan kerentanan atau resistensi terhadap DM tipe 1
berada dalam residu asam amino tunggal dari rantai b-HLA-DQ. Penggunaan
lokus spesifik oligonukleotida untuk menyelidiki derivat dari rantai b-HLA urutan
DQ telah membantu untuk memperjelas hubungan antara subtipe DR4 dan jenis
DM tipe 1 terkait DQ alel. Ditemukan bahwa hanya mereka positif DR4 haplotipe
yang membawa alel DQW8 pada lokus HLA DQ yang terkait dengan DM tipe 1.
Perbandingan urutan rantai-b-DQ dari DM tipe 1 dan kontrol menunjukkan bahwa
haplotype yang positif dengan penyakit ini berbeda dengan yang secara negatif
berhubungan dengan asam amino dari posisi 57 dalam domain pertama rantai bHLA-DQ. Pada haplotype yang positif memiliki alanin, valin atau serin pada
posisi 57,sedangkan haplotype negatif memiliki asam aspartat ditemukan pada
posisi 57, tapi beberapa pengamatan tidak mendukung hipotesis "posisi 57". Yang
terpenting adalah ditemukan DQW4 dan DQW9 spesifik yang memiliki asam
aspartat pada posisi 57, di Jepang pasien DM tipe 1 sangat berhubungan dengan
DQW4 dan DQW9, ini menunjukkan bahwa mekanisme lain harus terlibat untuk
menjelaskan kerentanan terhadap DM tipe 1 di beberapa kelompok. Hubungan
yang diamati antara DM tipe 1 dan HLA telah ditafsirkan sebagai konsekuensi
dari keterlibatan fungsional molekul HLA kelas II pada DM tipe 1. Keterlibatan
rantai b-DQ itu sendiri atau sebuah heterodimer DQ a/b dapat menunjukkan
bahwa fungsi presentasi antigen molekul kelas II adalah relevan untuk kerentanan
DM tipe 1.6
Setelah pendekatan "seleksi epitop" untuk menjelaskan fenomena
autoimun Nepons telah menyarankan model dimana alel HLA kelas II
mempengaruhi kerentanan IDDM sebagai berikut: a). susunan dimer kelas II yang
dikode oleh beberapa kompleks HLA setiap individu, bervariasi afinitasnya untuk
peptida tertentu yang dapat menimbulkan autoimun ke sel beta; b). hanya dimer
kelas II tertentu, produk dari gen rentan yang benar-benar mempromosikan
autoimunitas untuk sel beta setelah mengikat peptida, c). individu rentan jika
produk dari gen kerentanan mengikat peptida lebih kuat dari produk-produk gen
tidak rentan yang ada dalam individu tersebut. Dengan demikian, dalam model ini
produk-produk dari alel HLA tertentu yang berkaitan dengan DM tipe 1 karena
mereka mengikat dan menyajikan peptida khusus untuk merangsang respon imun
terhadap sel beta pankreas.6
Antigen yang terlibat dalam tipe 1 DM meliputi antigen 64kD, asam
glutamat dekarboksilase (GAD) dan antigen sitoplasma sel islet. Antibodi sel islet
(ICA) mengikat komponen sitoplasma sel islet pada bagian pankreas manusia dan
endapan antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari ekstrak sel islet.
Sedangkan antibodi 64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel beta tertentu di
dalam islet, beberapa sera ICA positif telah dijelaskan untuk bereaksi dengan
semua sel islet. Antigen target dari Antibodi 64kDa diidentifikasi sebagai GAD
enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel beta memproduksi antibodi IgG yang
terikat ke antigen sitoplasma sel islet yang ditemukan. Anehnya semua
monoklonal antibodi yang diproduksi oleh baris, dikenali GAD target autoantigen.
Dengan demikian, GAD mungkin target antigen utama pada DM tipe 1, makanya
antibodi untuk GAD dijadikan penanda sensitif untuk perkembangan diabetes,
walaupun antibodi GAD ada dalam individu yang rentan secara genetik tetapi
yang tidak mungkin untuk mengembangkan disease. Antibodi juga bereaksi
dengan insulin dapat juga dideteksi dalam klinis pada periode prediabetik yang
laten, tetapi autoantibodi insulin memiliki sensitivitas lebih rendah sebagai
10
2.
3.
11
Periode pra-diabetes
Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel -pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang
ditandai dengan mulai berkurangnya sel -pankreas yang berfungsi. Kadar Cpetide mulai menurun. Pada periode ini autoantibody mulai ditemukan apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium. 9
Periode Manifestasi Klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel -pankreas. Karena sekresi insulin sangat
kurang, maka kadar gu;a darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang
melebihi 180mg/dL akan menyebabkan dieresis osmotik. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuri,
dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam sel,
12
penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus.
Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake
ke dalam sel.
13
nafas pada
14
3. Aktivitis / exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita
DM tipe 1. Dalam pemberian insulin harus diperhatikan jenis insulin, dosis
insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis
yang diperlukan.
a. Jenis insulin : Kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat,
kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran
(campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis
insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis Insulin : Dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 Unit/KgBB
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan
dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun pada
penderitanya.
c. Regimen : Kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional,
serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix split regimen dapat berupa
pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen
intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus
dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal
maupun dosis bolus.
15
d. Cara menyuntik : Terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen, lengan atas, lateral paha. Daerah
bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuain Dosis : Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa
hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas
(terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/KgBB/hari), kondisi stress
maupun saat sakit. 10
Awitan
Puncak
Lama kerja
kerja
Meal Time
Insulin
5-15 menit
1 jam
4 jam
Insulin Lispro
30-60 menit
2-4 jam
5-8 jam
Insulin
1-2 jam
4-12 jam
8-24 jam
2 jam
6-20 jam
18-36 jam
2-4 jam
4 jam
24-30 jam
(Rapid acting)
Regular (Short
acting)
Background
(Intermediate
acting)
Ultra Lente (Long
acting)
Insulin Glargine
(Peakless Long
acting)
16
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari
5055% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1
asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang
diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori
perhari
3. Aktivitas / exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan
17
apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu
menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap
insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak
DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan
olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk
olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya
ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90
mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk
mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi
tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin
(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang
diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah
baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup
pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.
Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian
18
2.9 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan
ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5,
berupa : nefropati, neuropati, dan retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe 1.
Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :
1. mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.
2. menunda end stage renal disease dan dengan ini memperpanjang umur
penderita.
Adanya mikroalbuminuria merupakan parameter yang paling sensitif
untuk
identifikasi
penderita
resiko
tinggi
untuk
nefropati
diabetik.
19
2.9.1 Prognosis
Prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik, oleh karena itu
anak dengan dugaan DM tipe 1 harus segera dirawat inap dengan tatalaksana yang
benar maka angka kematian akibat KAD dapat ditekan.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan remaja.
Perlu kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun komplikasi
yang mungkin terjadi yang seringkali salah diagnosis. Keterlambatan dalam
diagnosis akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa penderita DM tipe 1.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children
and adolescents, basic training manual for healthcare professionals in
developing countries, 1st ed. Argentina: ISPAD, h 20-21.
2. Irland NB. The story of type 1 diabetes. Nursing for womens health,
volume 14, 2010; 327-338.
3. Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children.
Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc,
h 3-18.
4. Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman
B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto
2010, h 124-161.
5. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes
2009: 10.
6. Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes.
McGill University Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 5171
7. Al Homsi MF, Lukic ML. An Update on the pathogenesis of Diabetes
Mellitus. Faculty of Medicine and Health Sciences, UAE University, Al
Ain, United Arab Emirates; 2006
8. Netty EP. Diabetes Mellitus Tipe I dan Penerapan Terapi Insulin Flexibel
pada Anak dan Remaja. Diajukan pada Forum Komunikasi Ilmiah (FKI)
Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. February 13, 2007.
22
23