Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selalu maju dan berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman dan perkembangan tentang cara berpikir manusia.
Kemajuan dan perkembangan iptek membuat beberapa dampak serius bagi setiap
negara, salah satunya adalah tingginya tingkat

persaingan antar negara-negara

tersebut ataupun internal rakyatnya. Persaingan-persaingan tersebut mencakup semua


aspek kehidupan, tidak hanya ekonomi, budaya, politik, bisnis dan ideologi tetapi
juga menyentuh sendi-sendi kehidupan yang lainnya termasuk didalamnya tatanan
dan sistem disuatu negara . Negara yang mempunyai kemampuan berinovasilah yang
akan terus bertahan ditengah kerasnya persaingan global.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang didunia tidak akan bisa maju dan
bertahan dalam persaingan global selama belum memperbaiki kualitas sumber daya
manusianya. Salah satu aspek yang dapat memperbaiki kualitas sumber daya manusia
di Indonesia adalah dengan meningkatan kualitas pendidikan . Dengan peningkatan
kualitas pendidikan, memungkinkan kita untuk lebih kreatif, inovatif, berkarakter,
produktif dan mempunyai daya saing global yang tinggi. Pendidikan merupakan
modal utama bangsa ini untuk dapat menghadapi persaingan global dengan
pertahanan yang kuat. Kualitas pendidikan yang baik akan berjalan sejalan dengan
kulitas sumber daya manusia yang baik pula. Hal ini sejalan dengan sikap pemerintah
saat ini yang menyebutkan bahwa dimensi pembangunan manusia merupakan kunci
dari dimensi-dimensi pembangunan lainnya dan pendidikan merupakan salah satu
dari dimensi tersebut.1

Kemendikbud, Pendidikan Salah Satu Kunci Dimensi Pembangunan Manusia, diakses di


http://kemdiknas.go.id/kemendikbud/berita/3634, pada tanggal 21 Desember 2014 pukul 14.15 WIB

Salah satu indikator kualitas pendidikan suatu negara adalah penilaian tentang
literasi siswa yang dikeluarkan oleh Programme for Internasional Student Assesment
(PISA), termasuk didalamnya adalah literasi sains. Literasi sains merupakan suatu
unsur kecakapan hidup yang harus menjadi hasil kunci dari proses pendidikan hingga
anak berusia 15 tahun baik yang masih melanjutkan di bidang sains ataupun tidak.
Dari data yang dikeluarkan PISA pada tahun 2013 didapatkan bahwa kemampuan
literasi sains yang mencakup 3 aspek yaitu konten sains, proses sains, dan konteks
sains siswa di Indonesia masih rendah. Hasil studi ini dapat dijadikan rujukan
mengenai kemapuan sains anak-anak Indonesia jika dibandingkan dengan negaranegara peserta PISA lainnya. Dari laporan yang dikeluarkan oleh OECD PISA , nilai
rata-rata sains siswa Indonesia adalah 382, dimana Indonesia menduduki peringkat 64
dari 65 negara peserta PISA, atau dengan kata lain menempati peringakat kedua
terbawah dari seluruh peserta PISA.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya literasi sains siswa di Indonesia
sebenarnya disebabkan oleh berbagai hal, yaitu kurikulum, sikap siswa terhadap
sains, latar belakang pendidikan orang tua, strategi pembelajaran, pandangan masa
depan siswa, kegiatan belajar mengajar, metode dan model pembelajaran, sumber
belajar, bahan ajar, dan lain sebagainya. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pola pikir peserta didik dalam kegiatan pembelajaran terhadap sains
dan mempengaruhi kemampuan literasi sainsnya adalah masalah assessment
(penilaian).3
Assesment merupakan suatu bagian yang sangat berkaitan dengan proses
pembelajaran. Menurut Shofyan dkk dalam buku Evaluasi Pembelajaran IPA,
assessment merupakan kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap
pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke tarap pengambilan

Feni Kurnia, Zulherman, Apit Fathuraohman. Analisis Bahan Ajar Fisika SMA Kelas XI di
Kecamatan Indralaya Utara Berdasarkan Kategori Literasi Sains. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran
Fisika Vol.1 no 1, Mei 2014
3
Eko Hariadi, Faktor-faktor Yang Mempengaryhu Literasi Sains Siswa Indonesia Berusia 15 tahun,
Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 10,1 (Maret,2009)

keputusan.4 Selama ini assesment yang dilakukan oleh guru di sekolah cenderung
hanya mengedepankan aspek kognigtif berupa tes sebagai salah satu alat ukur yang
terpenting dalam proses pendidikan. Padahal pada assessment terdapat 2 aspek
penting lainnya yaitu aspek psikomotorik dan afektif. Kondisi seperti ini membuat
penggunaan tes sebagai alat ukur ketercapaian kompetensi dasar peserta didik
menjadi lebih sering digunakan.

Dalam kenyataannya tes itu sendiri memiliki

keterbatasan,karena tidak dapat mengukur kemampuan dan keterampilan peserta


didik yang sebenarnya dan hanya terfokus pada beberapa aspek saja. Penggunaan tes
juga tidak bisa memberi kesempatan kepada peseta didik untuk menunjukan potensi
atau kemampuan masing-masing. Oleh sebab itu pelaksanaan assessment di sekolah
harus lebih variatif dan mencakup berbagai jenis alat ukur lainnya. Hal ini
dikarenakan setiap alat ukur sebenarnya saling berkaitan dan berintegrasi untuk
mengukur hasil belajar peserta didik.
Salah satu alternative assessment yang dapat digunakan selain tes adalah
assessment kinerja. Assesment kinerja dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan peserta didik. Dengan penggunaan assessment kinerja ini diharapkan
terjadi pergeseran paradigma penggunaan tes sebagai satu-satunya alat ukur yang
digunakan dalam mengukur hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu penerapan
assessment kinerja

dalam pembelajaran sains menjadi penting karena dapat

memberikan berbagai informasi mengenai kemampuan atau skill peserta didik yang
tidak hanya dilihat sebagai produk, tetapi juga proses.
Permasalahan pada saat ini adalah minimnya guru yang mengerti dan mampu
untuk

menggunakan

assessment

kinerja

ini

dan

factor-faktor

lain

yang

mempengaruhinya. Guru menganggap assesmen kinerja kurang praktis dan berat


untuk dilakukan mengingat beratnya beban kerja guru dan keterbatasan waktu dalam
pembelajaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulan pada 2008 yang telah
mengamati 74 orang guru sains dari berbagai sekoleah di Jawa Barat. Dari penelitian
4

Ahmad Shofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran Ipa berbasis
Kompetensi, UIN Jakarta Press, 2006, hlm. 2

tersebut didapatkan hasil tidak satupun guru yang benar-benar mengerti mengenai
penilaian kinerja; 54% pernah melaksanakan assessment kinerja akan tetapi hanya
pada satu keadaan tertentu saja; dan dalam satu kegiatan praktikum, sekitar 54 %
guru hanya mampu menilai sebagian kelompok saja.5 Dari penelitian tersebut dapat
kita lihat bahwa kemampuan guru untuk menggunakan alat ukur lain selain tes yaitu
assessment kinerja sangatlah minim dan terbatas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Wulan (2007) diketahui bahwa
konsep dan prinsip assessment kinerja yang diberikan oleh para ahli selama ini
kurang relevan dengan kebutuhan guru di Indonesia pada saat ini. Selain itu prinsip
dan konsep tersebut juga kurang sesuai dengan kondisi pendidikan Indonesia
terutama kondisi-kondisi sekolah yang ada. Sekolah Indonesia merupakan sekolah
yang mempunyai banyak rombel dalam satu angkatan, yang satu kelas dapat diisi
dengan banyak siswa. Hal ini jelas membuat beban guru dalam melakukan
assessment kinerja menjadi semakin berat, dan tuntutan-tuntutan lain dalam
pelaksanaan kurikulum seperti penilaian multidimensional yang harus dilakukan guru
menambah beratnya beban guru. Rumitnya aturan dan dan prosedur yang ditawarkan
oleh para ahli assessmen menyebabkan konsep tersebut menjadi sangat sulit
diaplikasikan.6
Dari fakta-fakta di lapangan tersebut, pada tahun 2003-2008 Wulan
mengembangkan suatu skenario baru assessment kinerja yang bertujuan supaya
pembelajaran sains dapat dilakukan dalam pembelajaran sains sehari-hari. Skenario
baru assessment kinerja adalah suatu skenario yang digunakan sebagai upaya untuk
menyederhanakan terhadap pelaksanaaan assesmen kinerja. Skenario baru assessment
kinerja ini telah mengalami berbagai revisi sehingga ditemukan suatu formula yang
tepat . Skenario baru assessment kinerja ini diharapkan dapat menjadi suatu alat yang
bisa digunakan oleh guru dengan mudah dan mengurangi beban guru dalam proses
penilaian kinerja peserta didik. Selain itu, menurut Wulan (2008), dalam penggunaan
5

Ana Ratna Wulan. Skenario Baru Bagi Implemtasi Asesment Kinerja Pada Pembelajaran Sains di
Indonesia
6
Ibid, h..

assessment ini guru lebih dapat berkonsentrasi hanya pada 2 tipe siswa yaitu siswa
yang berkemampuan rendah dan siswa berkemampuan tinggi saja. Hal ini
dikarenakan siswa yang berkemampuan rata-rata lebih banayk sehingga focus
perhatian guru menjadi lebih sedikit.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang penerapan skenario baru assessment kinerja dalam menilai literasi sains
peserta didik pada pembelajaran konsep system peredaran darah. Pemilihan konsep
system peredaran darah dikarenakan peneliti ingin melihat bagaimanakah literasi
sains pada peserta didik setelah mereka berumur lebih dari

15 tahun yang

kebanyakan merupakan anak SMA. Penelitian ini diharapakan dapat menambah


informasi mengenai penggunaan skenario baru assessment kinerja ini.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,maka
dapat diidentifikasikan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya literasi sains siswa di Indonesia berdasarkan penilaian dari
Programme of Internasional Student Assesment ( PISA) tahun 2013.
2. Penilaian hasil belajar dan proses belajar yang hanya berdasarkan produk.
3. Kurangnya penggunaan alat ukur lain selain tes dalam mengukur hasil belajar
dan proses belajar peserta didik.
4. Minimnya pengetahuan guru tentang assessment alternative untuk mengukur
proses dan hasil belajar peserta didik terutama assessment kinerja.
5. Sulitnya

menerapkan

prinsip dan konsep

assessment kinerja

yang

dikemukakan oleh para ahli penilaian.


6. Semakin beratnya beban guru untuk menilai suatu kelas yang mempunyai
jumlah peserta didik yang banyak.

C. Pembatasan Masalah
Supaya penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih
mendalam,maka diperlukan pembatasan masalah. Dalam penelitian ini dibatasi halhal sebagai berikut :
1. Assesmen kinerja alternatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skenario baru assessmen kinerja yang dikembangkan oleh Wulan (2008).
Skenario baru assessmen kinerja ini di kemukan pada jurnal pendidikan
volume XXXII No. 3 tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI).
2. Penerapan skenario baru assesmen kinerja ini digunakan dalam menilai
literasi sains pada proses diskusi dan produk hasil belajar dengan task berupa
Lembar Kerja Siswa (LKS) dan rubric skenario baru assessment kinerja pada
konsep sistem peredaran darah. Selain itu juga menjaring tanggapan siswa dan
guru, serta kelebihan dan kekurangan penerapan skenario baru assessment
kinerja ini.
3. Aspek literasi sains yang dinilai dalam penelitian ini adalah aspek yang
dimuat dalam PISA yaitu :
a. Dimensi konten, yaitu konten yang terdapat di dalam kurikulum 2013
(Kurtilas) pada konsep system peredaran darah.
b. Dimensi Proses sains, yaitu dimensi memecahkan maslah-maslah yang
berkaitan dengan sains.
c. Dimensi konteks, yaitu kemampuan memecahkan masalah-masalah sains
dengan menerapkan konsep- konsep sains yang relevan dan berkaitan
dengan masalah-maslah terkait kelainan pada system peredaran darah
manusia.
4. Konsep sistem peredaran darah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
konsep-konsep terkait dengan penyakit dan kelainan pada sistem peredaran
darah.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, maka rumusan
masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah
pengaruh penggunaan skenario baru penilaian kinerja dalam menilai literasi sains
peserta didik pada pembelajaran konsep sistem peredaran darah?.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi lebih lanjut
mengenai penerapan skenario baru assessment kinerja dalam menilai literasi sains
peserta didik SMA pada pembelelajaran konsep sistem peredaran darah.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi guru dapat memberikan informasi mengenai alternatif lain penggunaan
assessmen kinerja yaitu skenario baru penilaian kinerja dalam menilai
pembelajaran sains sehari-hari.
2. Bagi siswa dapat menambah motivasi belajar, lebih memahami hakikat belajar
sains, berdiskusi secara aktif dan bertanggung jawab, mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah, dan mampu meintegrasikan konsepkonsep yang sudah dipelajari dlama kehdupan sehari hari.
3. Peneliti lain, sebagai bahan rujukan dan informasi dalam menggunakan
ataupun mengembangkan skenario baru assessment kinerja.

Anda mungkin juga menyukai