PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera
yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ), ada
keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam
sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari.
Penanganan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang
unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung,
seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan
disebabkan berbagai hal kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi
mungkin muncul gejala yang berbeda banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa
tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda
dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan masalah juga
bervariasi.(Keliat, 2005).
Kesehatan jiwa menurut undang-undang no. 3 tahun 1966, adalah suatu kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadasan orang lain. Makna
kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan segi kehidupan
manusia dan cara berhubungan denan orang lain. Dari pengertian dapat disimpulkan
bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara subjektif, suatu
penilaian diri tentang perasaan mencangkup aspek konsep diri,
tahun 2010, dari 387.813 jumlah penduduk Kota Yogyakarta, 32.033 atau 8,25 persen
diantaranya mengalami gangguan kesehatan jiwa. Terdiri dari 30.676 orang gangguan
mental
emosional,
dan
1.357
orang
ganguan
jiwa
berat.(
httpdaerah.sindonews.comread72188922penderita-gangguan-jiwa-di-yogya-tinggi1361880468)
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, pada penduduk di
atas usia 50 tahun dijumpai prevalensi Orang dengan Gangguan Jiwa Ringan (ODGJR)
berjumlah 6% atau sekitar 16 juta orang. Sedangkan prevalensi Orang dengan
Gangguan Jiwa Berat (ODGJB) 1,72 per seribu atau sekitar 400 ribu orang, 14,3% atau
sekitar 57 ribu orang dengan Gangguan Jiwa Berat pernah dipasung oleh keluarga.
Akses Orang dengan Gangguan Jiwa ke fasilitas pelayanan kesehatan masih perlu
ditingkatkan. Perlakuan diskriminatif terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa juga masih
cukup tinggi serta upaya kesehatan jiwa saat ini, dilaksanakan baru sebatas pengobatan
dan rehabilitasi dan belum banyak menjangkau upaya preventif dan promotif.
Freeman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu,
mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga, member keperwatan kepada anggota
keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membanti dirinya sendiri karena cacat atau
usianya terlalu muda, mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan bagi
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga, mempertahankan
hubungan timbal balik antara keluarga danlembaga kesehatan, pemanfaatan fasilitas
kesehatan (Setiadi, 2008).
Menurut penelitian Yosep tahun 2008 proses perawatan yang melibatkan klien dan
keluarga akan membantu proses intervensi dan menjaga agar klien tidak kambuh lagi
setelah pulang. Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan
merupakan perawatan utama bagi klien. Keluarga berperan dalam menentukan cara
atau asuhan yang diperlukan di rumah. Keberhasilan perawat dirumah sakit dapat sia
sia jika tidak diteruskan dirumah yang kemudian 4 mengakibatkan klien harus di rawat
kembali. Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan
kemampuan keluarga merawat klien dirumah sehingga kemungkinan kambuh dapat
dicegah.
Rendahnya peran keluarga juga dipicu oleh rendahnya motivasi dari keluarga
sebagai tenaga penggerak. Motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi
perilaku manusia karena dengan adanya motivasi maka manusia akan berusaha
semampunya untuk mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan pengertian motivasi
menurut Ngalim Purwanto Motivasi adalah kondisi atau keadaan yang mempengaruhi
atau memberikan dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan
(Purwanto, 2003).
Menurut studi kasus oleh peneliti, pada tanggal 20 Desember 2014 di RSJ Grhasia
terdapat data
menurut jenis kelamin tahun 2013 bahwa terdapat kasus jiwa perempuan 5968 dan lakilaki 7103 jadi jumlah kasus jiwa di klinik jiwa sebanyak 13071 kasus jiwa. Berdasarkan
data kunjungan kasus jiwa di klinik jiwa RS jiwa Grhasia tahun 2009 terdapat 9449
kasus jiwa, tahun 2010 terdapat 9094 kasus jiwa, tahun 2011 terdapat 10176 kasus jiwa,
tahun 2012 terdapat 11433 kasus jiwa dan tahun 2013 terdapat 13071 kasus jiwa, jadi
dari tahun 2009 sampai tahun 2013 kasus jiwa mengalami peningkatan sebesar 12,53
%. Berdasarkan hasil wawancara 8 keluarga penderita gangguan jiwa ada 2 keluarga
yang menyatakan pernah mengurung anggota yang menderita gangguan jiwa karena
keluarga mengatakan yang penting tidak membahayakan lingkungan rumah, selama di
kurung penderita hanya di beri makan melalui pintu kamar, penderita tidak dimandikan,
dan tidak diperbolehkan untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Ada 2 keluarga dari
penderita yang mengeluh dengan keadaan penderita, keluarga mengeluh dalam
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah keperawatan jiwa.
E. Manfaat Penelitian
1.
Secara teoritis
Hasil penelitian ini sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
keperawatan jiwa tentang motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan
gangguan jiwa
2.
Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk :
a.
b.
Peneliti lain
Dapat memperkaya wawasan pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai bahan
dan referensi untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.
c.
d.
F. Keaslian Penelitian