Anda di halaman 1dari 3

Didalam sistem saraf otonom terdapat obat otonom.

Obat otonom adalah obat yang


bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai dengan sel
efektor.

Banyak obat

dapat

mempengaruhi

organ otonom, tetapi

obat

otonom

mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis kecil. Obat-obat otonom bekerja
mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu
sintesa, penimbunan, pembebasan atau penguraian neurohormon tersebut dan khasiatnya atas
reseptor spesifik (Pearce, 2002).
Berdasarkan macam-macam saraf otonom tersebut, maka obat berkhasiat pada sistem
saraf otonom digolongkan menjadi :
1. Obat yang berkhasiat terhadap saraf simpatik, yang diantaranya sebagai berikut:
a.

Simpatomimetik atau adrenergik, yaitu obat yang meniru efek perangsangan dari saraf
simpatik (oleh noradrenalin). Contohnya, efedrin, isoprenalin, dan lain-lain.

b. Simpatolitik atau adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf parasimpatik ditekan
atau melawan efek adrenergik, contohnya alkaloida sekale, propanolol, dan lain-lain.
2. Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatik, yang diantaranya sebagai berikut
a.

Parasimpatomimetik atau kolinergik, yaitu obat yang meniru perangsangan dari saraf
parasimpatik oleh asetilkolin, contohnya pilokarpin dan phisostigmin

b. Parasimpatolitik atau antikolinergik, yaitu obat yang meniru bila saraf parasimpatik ditekan
atau melawan efek kolinergik, contohnya alkaloida belladonna (atropine)
Kolinergik atau parasimpatikomimetika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena
melepaskan neurohormon asetilkolin (Ach) di ujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP
adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya
berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbulah sejumlah efek yang menyerupai
keadaan istirahat dan tidur.
Efek kolinergis faal yang terpenting adalah sebagai berikut :
1. Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah
dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata dan lain-lain.
2. Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.

3. Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan


sekresi dahak diperbesar.
4. Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan
intrakuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
5. Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin.
6. Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
7. Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasi.

Reseptor-reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps dan neuron


postganglioner dari SP, juga di pelat-pelat ujung motoris (otot lurik) dan bagian Susunan
saraf pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap rangsangan,
reseptor ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu, reseptor muskarin dan reseptor nikotin, yang
masing-masing menghasilkan efek yang berlawanan.
Penggolongan kolinergika dibagi menurut cara kerjanya, yaitu :
1. Bekerja langsung
Karbachol, pilokarpin, muskarin dan arekolin. Zat-zat ini bekerja langsung pada organ
ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari Ach. Semuanya adalah zatzat amonium kwartener yang bersifat hidrofil dan sukar memasuki SSP, kecuali
arekolin.

2. Bekerja tidak langsung. Zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin dan


piridostigmin. Obat-obat ini menghambat penguraian Ach secara reversibel, yakni
hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase,
Ach segera akan dirombak lagi.

Pilokarpin
Alkaloida ini terdapat pada daun tanaman Amerika, Pilocarpus jaborandi. Daya kerjanya
terutama berkhasiat muskarin, efek nikotinnya ringan sekali. SSP permulaan destimulasi,
kemudian ditekan aktivitasnya. Penggunaan utamanya adalah sebagai miotikum pada
glaukoma. Efek miotisnya (dalam tetes mata) dimulai sesudah 10-30 menit dan bertahan 4-8
jam.

Toleransi dapat terjadi setelah digunakan untuk waktu lama yang dapat ditanggulangi dengan
menggunakan kolinergika lain untuk beberapa waktu, misalnya karbachol atau neostigmin.
Dosis : pada galukoma 2-4 dd 1-2 tetes larutan 1-2% (klorida, nitrat)

Antikolinergika atau parasimpatolitika melawan khasiat asetilkolin dengan jalan menghambat


terutama reseptor-reseptor Muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer. Zat-zat ini tidak
bekerja terhadap reseptor-reseptor nikotin kecuali zat-zat amonium kwartener yang berdaya
ringan terhadapnya.
Atropin
Derivat-tropan ini adalah campuran resemis (bentuk-dl), yang berkhasiat antikolinergis kuat
dan merupakan antagonis khusus dari efek muskarin Ach. Efek nikotinnya diantagonis ringan
sekali. Atropin juga memiliki daya kerja atas SSP (antara lain sedatif) dan daya
bronchodilatasi ringan berdasarkan peredaan otot polos bronchi. Zat ini digunakan sebagai
midriatikum kerja panjang (sampai beberapa hari), yang juga melumpuhkan akomodasi
(cycloplegia). Juga sebagai spasmolitikum pada kejang-kejang di saluran lambung-usus dan
urogenital, sebagai premedikasi pada anestesi dan sebagai zat penawar (antidotum) keracunan
Ach (zat-zat antikolinesterase) dan kolinergika lain.

Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja, Obat-obat penting, khasiat
penggunaan dan efek-efek sampingnya, Edisi keenam, Jakarta.
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka

Umum.

Anda mungkin juga menyukai