Anda di halaman 1dari 23

Sistem Vaskularisasi Cerebri pada Manusia

Susi Susanti Gurning

Mahasiswa Kedokteran Universitas Krida Wacana. Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Alamat Korespondensi : susi.2013fk099@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Sistem respirasi pada manusia memiliki struktur dan mekanisme kerja yang
saling menunjang. Struktur pernafasan tersebut terdiri dari jalan nafas yang di
mulai dari hidung (kavum nasal), faring, laring, trakea, bronkus, masuk ke paru,
bronkiolus dan udara tersebut bertukar pada membran alveolus. Struktur
tersebut terbagi menjadi saluran yang hanya menyalurkan udara dan saluran
yang permukaannya berfungsi sebagai pertukaran O2 dan CO2. Mekanismenya
sendiri berupa pengaturan PCO2 dan keasaman tubuh, dan pertukaran O2 dan
CO2 dala alveolus.
Kata kunci: respirasi, struktur, meanisme.
Abstract
Respiratory system in humans has a structure and mechanism of action each
other. The structure consist of respiratory airway at the star of the nose (nasal
cavity), pharynx, larynx, trachea, bronchi, into the lungs the bronchiaoles and
air exachange in the membane alveolus. The structure is divided into a channel
that only transmits the air anda surface channel which serves as the exchange of
O2 and CO2. Its own mechhanism ofregulation that regulates breathing and
respiratory muscle work in response to pressurechanges in PO2 or PCO2 and
acidity, and the exchange of O2 and CO2 in the alveoli.
Key words : Respiration, structure, mechanism

Pendahuluan
Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar masuknya udara dari dan
ke paru-paru. Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan
tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata. Hidung bagian atas terdiri dari
tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago). Didalam hidung
terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari
lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang. Tulang yang disebut konka nasalis
menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan. Lipatan ini menyebabkan
bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara. Rongga hidung dilapisi oleh selaput
lendir dan pembuluh darah. Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh
darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk dengan
segera. Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil
seperti rambut (silia). Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu
disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu
membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru. Bersin secara otomatis
membersihkan saluran hidung sebagai respon terhad apiritasi, sedangkan batuk
membersihkan paru-paru. Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas. Sel-sel ini
memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah
ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf
penghidu). Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak

Skenario 6
Seorang laki-laki usia 27 tahun datang kedokter dengan keluhan sering sakit kepala sejak dua
minggu yang lalu. Dari anamnesis, pasien juga megatakan sering ada cairan mengalir dari
ujung tenggorokan. Dari pemeriksaan rontgen posisi WATERS didapatkan cairan pada
beberapa sinus paranasal.

Rumusan Masalah
Seorang laki-laki usia 27 tahun mengeluh sering sakit kepala sejak dua minggu yang lalu dan
keluar cairan dari ujung tenggorokan.
ISI
Anatomi hidung luar

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada
garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian :
yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah
kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang
mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung
(hip),4) ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk
oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa
otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka
tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3)
prosesus nasalis os frontal ; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang
tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis
lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.
Anatomi hidung dalam
Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan
konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,
berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas
konka media disebut meatus superior.

Septum nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk
oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) ,
premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista
maksila , Krista palatine serta krista sfenoid. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)
Kavum nasi
Kavum nasi terdiri dari:
1. Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os
palatum.
2. Atap hidung

Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os. nasal, processus
frontalis os. maxillaris, korpus os. etmoid, dan korpus os. sphenoid. Sebagian besar
atap hidung dibentuk oleh lamina kribosa yang dilalui oleh filament-filament n.
olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.
3. Dinding Lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os


lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid,
konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.

4. Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka
inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan
inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior.
Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka
suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,
sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian
superior dan palatum.
Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum
dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior
bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya
bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus
sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.
Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan
bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal
sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.
Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci

dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu
bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila,
dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel
etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di
posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus
nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.
Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara
duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas
posterior nostril.

Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring,
berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian
bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian
atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.
Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar
di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke
fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla.
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang
berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya
berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinussinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan
melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah
mukus yang menghasilkan sel-sel goblet
Kompleks ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah
pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat
jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina
papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus
unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus
frontal. Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang
keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum
masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah
sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal
drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara
prosesus unsinatus dan konka media.
Perdarahan hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung
mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung a.palatina

mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung
mendapat pendarahan dari cabang cabang a.fasialis.
Pada

bagian

depan

septum

terdapat

anastomosis

dari

cabang-cabang

a.sfenopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut


pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah
cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung) terutama
pada anak.Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga
merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.
Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1).
Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui
ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris
juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini
menerima serabut-serabut sensoris dari n. maxilla (N.V-2), serabut paraasimpatis dari n.
patrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n. petrosos profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikt di atas ujung posterior konka media.
Nervus olfaktorius, saraf ini turun dari lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mokosa olfaktorius di
daerah segitiga atas hidung.

Fisiologi hidung
Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis
hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan
mekanisme imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius
(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu ; 3) fungsi fonetik
yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran
suara sendiri melalui konduksi tulang ; 4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan
beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal.

Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan
karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Ada empat
pasang (delapan) sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung ; sinus
frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila,
yang terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri.
Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian anterior dan
posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, pada atau di dekat
infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior sinus etmoid.
Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas konka media terdiri dari sel-sel
posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral
hidung merupakan batas antara kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu
fungsi penting sinus paranasal adalah sebagai sumber lender yang segar dan tak
terkontaminasi yang dialirkan ke mukosa hidung.
Sinus maksila
Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar.
Merupakan sinus pertama yang terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi
pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian
berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat
dewasa. Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai cekungan ektodermal
yang terletak di bawah penonjolan konka inferior, yang terlihat berupa celah kecil di sebelah
medial orbita. Celah ini kemudian akan berkembang menjadi tempat ostium sinus maksila
yaitu di meatus media. Dalam perkembangannya, celah ini akan lebih kea rah lateral sehingga
terbentuk rongga yang berukuran 7 x 4 x 4 mm, yang merupakan rongga sinus maksila.
Perluasan rongga tersebut akan berlanjut setelah lahir, dan berkembang sebesar 2 mm
vertical, dan 3 mm anteroposterior tiap tahun. Mula-mula dasarnya lebih tinggi dari pada
dasar rongga hidung dan pada usia 12 tahun, lantai sinus maksila ini akan turun, dan akan
setinggi dasar hidung dan kemudian berlanjut meluas ke bawah bersamaan dengan perluasan
rongga. Perkembangan sinus ini akan berhenti saat erupsi gigi permanen. Perkembangan
maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun. Sinus maksila berbentuk piramid ireguler

dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus
zigomatikus os maksila. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang
disebut fosa kanina,dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding
medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Dinding medial atau dasar antrum dibentuk
oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus unsinatus os etmoid, prosesus maksilaris konka
inferior, dan sebagaian kecil os lakrimalis. Dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding
inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid. Menurut Morris, pada buku anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata sinus maksila
pada bayi baru lahir 7-8 x 4-6 mm dan untuk usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20 mm.
Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius melalui lubang kecil,
yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding medial sinus. Ostium ini
biasanya terbentuk dari membran. Jadi ostium tulangnya berukuran lebih besar daripada
lubang yang sebenarnya. Hal ini mempermudah untuk keperluan tindakan irigasi sinus. Dari
segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah : 1) dasar sinus maksila
sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas , yaitu premolar (P1 dan P2) , molar (M1 dan
M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar (M3) , bahkan akar-akar gigi tersebut
tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Gigi premolar kedua dan
gigi molar kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan dasar sinus. Bahkan kadang-kadang
tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Proses supuratif yang terjadi
di sekitar gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe,
sedangkan pencabutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan dengan rongga sinus yang akan
mengakibatkan sinusitis. 2) sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 3) Ostim
sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari
gerak silia, dan drainase harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah
bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah
ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
Sinus frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke emapat fetus, berasal
dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal
mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia
20 tahun.
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan seringkali juga sangat berbeda bentuk
dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-kadang juga ada sinus yang rudimenter.

Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya
dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran rata-rata sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm, dan isi rata-rata
6-7 ml. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto
rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif
tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar
ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.
Sinus etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap
paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Sel-sel
etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari meatus superior dan
suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Sinus etmoid
sudah ada pada waktu bayi lahir kemudian berkembang sesuai dengan bertambahnya usia
sampai mencapai masa pubertas. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4
cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior, volume sinus kirakira 14 ml.
Sinus etmoid berongga rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius, dan sinus etmoid posterior yang bermuara di
meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sinusitis maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus
etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sphenoid.
Sinus sfenoid

Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai pasangan evaginasi mukosa di
bagian posterior superior kavum nasi. Perkembangannya berjalan lambat, sampai pada waktu
lahir evaginasi mukosa ini belum tampak berhubungan dengan kartilago nasalis posterior
maupun os sfenoid. Sebelum anak berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil, namun telah
berkembang sempurna pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os etmoid
dan ukuran serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh
septum tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus akan
lebih besar daripada sisi lainnya.
Letak os sfenoid adalah di dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm,
dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya adalah : sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Fungsi Sinus Paranasal

Fungsi sinus paranarsal antara lain adalah :


1. Sebagai pengatur kondisi udara
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembapan udara
ispirasi.Volume pertukaran udara dalam pentilasi sinus kurang lebih 1/100 volume sinus pada
tiap kali bernapas sehingga di butuhkan beberapa jam udara total dalam sinus.
2. Sebagai penahan suhu
Sinus paranarsal berpungsi sebagai penahan panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari
suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Tetapi bila udara dalam sinus di ganti dengan tulang,
hanya akan memberikan pertabahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
dianggap tidak bemakna.
3. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas
suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, pasisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan
sinus berfungsi sebagai resonator yag efektif.

4. Sebagai peredam perubahan tekanan udara


Fingsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada
waktu bersin atau membuang ingus.
5. Membantu produksi mukus
Mukus yang di hasilkan oleh sinus para narsal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut
masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang
paling strategis.

Mekanisme Pernapasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara ototnatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otononi. Menurut tempat
terjadinya pertukaran gas, maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan
luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara
dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan
yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam
paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan
udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.
Sebaliknya apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.10
1 Inspirasi dan Ekspirasi
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5
mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan
paru akan semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif,
dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik
dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara
daya recoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi sedikit lebih
positif, dan udara mengalir meninggalkan paru.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang ridak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun pada awal ekspirasi, sedikit
kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil
paru dan memperlambat ekspirasi. Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai 30 mmHg sehingga pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi

meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot
ekspirasi yang menurunkan volume intratoraks.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun pada awal ekspirasi, sedikit
kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil
paru dan memperlambat ekspirasi. Pada ekspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai 30 mm Hg sehingga pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi
meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot
ekspirasi yang menurunkan volume intratoraks.
2 Transpor Oksigen10
Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskular. Pengangkutan
O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru, adanya
pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan kapasitas darah
untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriktusijalinan vaskular di
jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut,
jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.
Terdapat tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen
yaitu pH suhu dan kadar 2,3 BPG. Peningkatan suhu atau penurunan pH mengakibatkan PO2
yang lebih tinggi diperlukan agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Sebaliknya,
penurunan suhu atau peningkatan pH dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat
sejumlah O2. Suatu penurunan pH akan menurunkan afinitas emoglobin terhadap O2, yang
merupakan suatu pengaruh yang disebut pergeseran Bohr. Karena CO2 berekasi dengan air
untuk membentuk asam karbonat, maka jaringan aktif akan menurunkan pH di sekelilingnya
dan menginduksi hemoglobin supaya melepaskan lebih banyak oksigennya, sehingga dapat
digunakan untuk respirasi selular.
3 Transpor Karbon Dioksida10
Selain perannya dalam transpor oksigen, hemoglobin juga membantu darah untuk
mengangku karbon dioksida dan membantu dalam penyanggan pH darah yaitu, mencegah
perubahan pH yang membahayakan. Sekitar 7% dari karbon dioksida yang dibebeaskan oleh
sel-sel yang berespirasi diangkut sebagai CO2 yang terlarut dalam pllasma darah. Sebanyak
23% karbon dioksida terikat dengan banyak gugus amino hemoglobin.
Sebagain besar karbon dioksida, sekitar 70%, diangkut dalam darah dalam bentuk ion
bikaronat. Karbon dioksida yang dilepaskan oleh sel-sel yang berespirasi berdifusi masuk ke

dalam plasma darah dan kemudian masuk ke dalam sel darah merah, dimana CO2 tersebut
diubah menjadi bikarbonat.
Karbon dioksida pertama bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, yang
kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Sebagian besar ion
hydrogen berikatan di berbagai tempat pada hemoglobin dan protein lain sehingga tidak
mengubah pH darah. Ion bikarbonat lalu berdifusi ke dalam plasma. Ketika darah mengalir
melalui paru-paru, proses tersebut dibalik. Difusi O2 keluar dari darah akan menggeser
kesetibangan kimiawi di dalam sel darah merah kearah perubahan bikarbonat menjadi CO2.
4 Otot-Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75% selama
inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang
membentuk kubah di atas hepar dan bergerak kea rah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi
dalam.
Diafragma terdiri atas tiga bagian: bagian kostal, yang dibentuk oleh serabut otot yang
bermula dari iga-iga di sekeliling bagian dasar rongga toraks; bagian krural, yang dibentuk
oleh serabut otot yang bermula dari ligamentum disepanjang tulang belakang; dan tendon
sentral, tempat insersi serabut kostal dank rural. Tendon sentral juga mencakup bagian
inferior pericardium. Serabut krural berjalan di kedua sisi esophagus dan dapat menekan
esofgus saat berkontraksi. Bagian kostal dank rural diafragma dipersarafi oleh bagian-bagian
yang berbeda dari nervus phrenicus dan dapat perkontraksi secara terpisah. Contohnya, pada
waktu muntah dan bersendawa, tekanan intra-abdomen meningkat akibat kontraksi serabut
kostal diafragma, sedangkan serabut krural tetap lemas sehingga memungkinkan bergeraknya
berbagai zat dari lambung ke dalam esophagus.
Otot inspirasi penting lainnya adalah muskulus interkostalis eksternus, yang berjalan dari
iga ke iga secara miring kearah bawah dank e depan. Iga iga berputar seolah bersendi di
bagian punggung sehingga ketika muskulus interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga di
bawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar
diameter anteroposteior rongga dada. Diameter transversal juga meningkat, tetapi dengan
derajat yang lebih kecil. baik muskulus interkostalis eksternus maupun diafragma dapat
mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Transeksi medulla spinalis di atas segmen servikalis ketiga dapat berakibat fatal bila tidak
diberikan pernafasan buatan, namun tidak demikian halnya bila dilakukan transeksi di bawah
segmen servikalis kelima karena nervus phrenicus yang mempersarafi diafragma tetap utuh;

nervus phrenicus berasal dari medulla spinalis setinggi segmen servikalis 3-5. Sebaliknya,
pada penderita dengan paralisis otot interkostal yang masih utuh, pernafasan otot interkostal
yang masih utuh, pernafasan agak sukar tetapi cukup adekuat untuk mempertahankan hidup.
Muskulus skalenus dan sternokleidomastoideus di leher merupakan otot inspirasi tambahan
yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
Jika otot ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks akan berkurang dan terjadi ekspirasi
paksa. Efek ini dimiliki oleh muskulus interkostalis internus karena otot-otot ini berjalan
miring kea rah bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga pada waktu berkontraksi, otot ini
akan menarik rongga dada ke bawah . kontrksi otot dinding abdomen anterior juga ikut
membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga kebawah dank e dalam serta dengan
meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong diafragma ke atas.

Keseimbangan asam basa


Gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi mekanisme pengaturan keseimbangan antara lain sistem buffer, sistem
respirasi, fungsi ginjal, gangguan sistem kardiovaskular maupun gangguan fungsi susunan
saraf pusat. Gangguan keseimbangan asam basa serius biasanya menunjukkan fase akut
ditandai dengan pergeseran PH menjauhi batas nilai normal. Secara umum, analisis
keseimbangan asam basa ditujukan untuk mengetahui jenis gangguan keseimbangan asam
basa yang sedang terjadi pada pasien. Gangguan keseimbangan asam basa dikelompokkan
dalam 2 bagian utama yaitu respiratorik dan metabolik. Kelainan respiratorik didasarkan pada
nilai pCO2 yang terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan CO2 di jaringan
perifer dengan ekskresinya di paru, sedangkan metabolik berdasarkan nilai HCO3-, BE, SID
(strong ions difference), yang terjadi karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam
organic yang menyebabkan peningkatan ion bikarbonat di jaringan perifer atau cairan
ekstraseluler.

1. Asidosis Respiratorik
Terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eliminasi CO2
sehingga akhirnya terjadi peningkatan PCO2 (hiperkapnia). Beberapa factor yang
menimbulkan asidosis respiratorik:
Inhibisi pusat pernafasan : obat yang mendepresi pusat pernafasan (sedative, anastetik),
kelebihan O2 pada hiperkapnia
Penyakit neuromuscular : neurologis (poliomyelitis, SGB), muskular (hipokalemia, muscular
dystrophy)
Obstruksi jalan nafas : asma bronchial, PPOK, aspirasi, spasme laring
Kelainan restriktif : penyakit pleura (efusi pleura, empiema, pneumotoraks), kelainan
dinding dada (kifoskoliosis, obesitas), kelainan restriktif paru (pneumonia, edema)
Overfeeding

Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik adalah mengobati penyakit dasarnya dan dukungan
ventilasi . hiperkapnia akut merupakan keadaan kegawatn medis karena respon ginjal
berlangsung lambat dan biasanya disertai dengan hipoksemia, sehingga bila terapi yang
ditujukan untuk penyakit dasar maupun terapi oksigen sebagai suplemen tidak member
respon baik maka mungkin diperlukan bantuan ventilasi mekanik baik invasive maupun non
invasive.
2. Alkalosis Respiratorik
Terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi penurunan PCO2 (hipokapnia) yang dapat
menyebabkan peningkatan ph. Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik
langsung maupun tidak langsung pada pusat pernafasan, penyakit paru akut dan kronik,
overventilasi iatrogenic (penggunaan ventilasi mekanik).
Beberapa etiologi alkalosis respiratorik:
Rangsangan hipoksemik :penyakit jantung dengan edema paru, penyakit jantung dengan
right to left shunt, anemia gravis
Stimulasi pusat pernafasan di medulla : kelainan neurologis, psikogenik (panic, nyeri),
gagal hati dengan ensefalopati, kehamilan
Mechanical overventilation
Sepsis
Pengaruh obat : salisilat, hormone progesterone
3. Asidosis Metabolik
Ditandai dengan turunnya kadar ion HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsial CO2 di
dalam arteri. Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme respiratorik dan ginjal,
ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi
di paru sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hydrogen ke urin dan memproduksi
ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstraseluler.
Beberapa penyebab asidosis metabolik:
Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh : asidosis laktat, ketoasidosis,
intoksikasi salisilat, intoksikasi etanol
Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh : diare, renal tubular acidosis
Adanya retensi ion H di dalam tubuh :penyakit ginjal kronik
Dari persamaan Henderson-Hasselbalch pH dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat (HCO3-)
dan asam karbonat darah (H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah dipengaruhi oleh
tekanan CO2 darah (pCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH
darah di bawah normal yang disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis
metabolik. Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan cepat
dan dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun (hipokarbia). Di
samping itu ginjal akan membentuk bikarbonat baru (asidifikasi urine) sehingga pH urine
akan asam. Penurunan kadar bikarbonat darah bisa disebabkan hilangnya bikarbonat dari
dalam tubuh (keluar melalui saluran cerna atau ginjal) ataupun disebabkan penumpukan
asam-asam organik, -baik endogen maupun eksogen-, yang menetralisir bikarbonat.
Khusus penilaian terhadap faktor penyebab asidosis metabolic terdapat dua cara yaitu cara
tradisional dengan kesenjangan anion (anion gap), dan cara kuantitatif kimia-fisik (stewart)
dengan menghitung strong ion gap dan atau BE gap. Menurut analisis stewart, untuk mencari
factor penyebab asidosis metabolic diperlukan pemeriksaan elektrolit natrium, klor dan juga

albumin.
4.Alkalosis Metabolik
Suatu proses terjadinya peningkatan primer bikarbonat dalam arteri. Akibat peningkatan ini,
rasio PCO2 dan kadar HCO3 dalam arteri berubah. Usaha tubuh untuk memperbaiki rasio ini
dilakukan oleh paru dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga PCO2 meningkat
dalam arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3 dalam urin.
Penyebab alkalosis metabolik:
Terbuangnya ion H- melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan berpindahnya ion H
masuk ke dalam sel
Terbuangnya cairan bebas bikarbonat dari dalam tubuh
Pemberian bikarbonat berlebihan
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain (disebut
sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H+ dari zat lain
(disebut sebagai akseptor proton). Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa
yang dapat menerima proton yang dilepaskan. Oleh karena itu, reaksi asam basa adalah suatu
reaksi

pelepasan

dan

penerimaan

proton.

Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi ion hydrogen yang
diproduksi setara dengan konsentrasi ion hydrogen yang dikeluarkan oleh sel. Pada proses
kehidupan keseimbangan asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam
lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang sangat
rendah.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hydrogen. Walaupun produksi akan terus
menghasilkan ion hydrogen dalam jumlah sangat banyak, ternyata konsentrasi ion hydrogen
dipertahankan pada kadar rendah 40 + 5 nM atau pH 7,4. Pengaturan keseimbangan asam
basa

diselenggarakan

melalui

1.

koordinasi

Sistem

dari

sistem:
buffer

Menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat temporer dan tidak melakukan eliminasi.
Fungsi utama system buffer adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh
asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai buffer, system ini memiliki
keterbatasan

yaitu:

Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan karena


peningkatan

CO2.

System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat pengendali system pernafasan
bekerja

normal

Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada tersedianya ion bikarbonat.


Ada

sistem

bufer:

1. Bufer bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan
yang
2.

disebabkan

Bufer

protein;

merupakan

oleh
sistem

dapar

di

non-bikarbonat
cairan

ekstrasel

dan

intrasel

3. Bufer hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
4. Bufer fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan
buferkimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah

akinat

rangsangan

pada

kemoreseptor

dan

pusat

pernafasan,

kemudian

mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal


mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam
menunjang kinerja system buffer adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion
hydrogen dan bikarbonat

serta membentuk

buffer

tambahan

(fosfat,

ammonia).

Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru
sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan system buffer.
Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35- 7,45.

KESIMPULAN

Sistem pernafasan terdiri daripada hidung , trakea , paru-paru , tulang rusuk , otot interkosta ,
bronkus , bronkiol , alveolus dan diafragma . Dalam mekanismenya, Udara disedot ke dalam
paru-paru melalui hidung dan trakea, dinding trakea disokong oleh gelang rawan supaya
menjadi kuat dan sentiasa terbuka trakea bercabang kepada bronkus kanan dan bronkus kiri
yang disambungkan kepada paru-paru .kedua-dua bronkus bercabang lagi kepada bronkiol
dan alveolus pada hujung bronkiol .Alveolus mempunyai penyesuaian berikut untuk
memudahkan pertukaran gas.

Kesimpulan
Struktur respirasi manusia dibentuk oleh struktur makroskopik maupun mikroskopik yang
masing-masing sangat berperan dalam proses pernapasan. Pada mekanisme
pernapasan,ekspirasi dan inspirasilah yang sangat berperan. Pada saat inspirasi, manusia
mengambiloksigen dan pada saat ekspirasi, manusia mengeluarkan karbondioksida yang
merupakanhasil metabolisme tubuh.
Fungsi dari pernapasan antara lain untuk memperoleh O
2
agar dapat digunakan olehsel-sel tubuh dan mengeliminasi CO
2
yang dihasilkan oleh sel. Fungsi tambahan dari pernapasan dari pernapasan juga ada antara
lain memungkinkan kita berbicara, menyanyi danvokalisasi lainnya, serta meningkatkan
aliran balik vena. Test fungsi paru juga sangat pentinguntuk mengetahui atau mengukur
volume udara yang dihirup dan di hembuskan. Alat yangdapat digunakan dalam test kapasitas
paru yaitu spirometri

DAFTAR PUSTAKA
1.Gunardi S. Anatomi sistem pernafasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;20092.
2. Djojodibroto D. respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit BukuKedokteran
EGC;2009.h.57-93.
3. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga;2002.h.1-22.4.
4. Carlos JL. Histologi dasar. Jakarta: EGC;2005.h.341-55.5.
5. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga;2002.h.1-22.6.
6. Gunawijaya FA. Penuntun pratikum kumpulan foto mikroskopik: histologi.
Jakarta:Penerbit Universitas Trisakti;2009.h.159-717.
7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system edisi 6. Jakarta: EGC;2011.h.499-5008.
8. Buku saku Fisiologi kedokteran, Guyton & Hall.EGC,2010.h.293-4,296-79.

9. Gambar saluran pernapasan dan spirometri. Diunduh dari:www.colorado.edu.16februari


2013

Fungsi Pernafasan1.
Transportasi Gasa.
Transportasi O
2
Oksigen dapat ditranspor dari pulmo ke jaringan melalui dua jalan :
secara fisik larut dalam plasma.
secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO
2
),ikatan kimiaoksigen dan hemoglobin ini bersifat reversibel.Jumlah sungguhnya
yang diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan nonlineardengan PA O
2
(tekanan parsial oksigen dalam darah arteri), yang ditentukan oleh jumlah
oksigenyang secara fisik larut dalam plasma darah. Sebaliknya, jumlah oksigen
yang secara fisik larutdalam plasma mempunyai hubungan langsung dengan
tekanan parsial oksigen dalam alveolus(Pal O
2
). Dan tergantung dari daya larut oksigen dalam plasma. Jumlah oksigen yang
dalamkeadaan normal larut secara fisik sangat kecil karena daya larut oksigen
dalam plasma yangrendah. Hanya sekitar 1% dari jumlah oksigen total ang
ditranspor ke jaringan-jaringanditranspor dengan cara ini. Cara transpor seperti
ini tidak mempertahankan hidup walaupundalam keadaan istirahat sekalipun.
Sebagian besar oksigen diangkut oleh hemoglobin yangterdapat dalam sel darah
merah. Dalam keadaan tertentu (misalnya : keracunan karbonmonoksida atau
hemolisis masif di mana terjadi insufisiensi hemoglobin maka oksigen yangcukup
untuk mempertahankan hidup dapat ditranspor dalam bentuk larutan fisik
denganmemberikan oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan
atmosfir (ruang oksigenhiperbarik).Satu gram hemoglobin dapat berikatan
dengan 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasihemoglobin rata-rata dalam darah
pada pria dewasa besarnya sekitair 15gr/100 ml, maka 100ml darah dapat
mengangkut (15 x 1,34 = 20,1) 20,1 ml oksigen kalau darah jenuh sekali (Sa O2 =
100%). Tetapi darah yang sudah teroksigenisasi dan meninggalkan kapiler pulmo
mendapatkansedikit tambahan darah vena yang merupakan darah campuran, dari
sirkulasi bronchial. Prosespengenceran ini yang menjadi penyebab sehingga darah
yang meninggalkan pulmo hanya jenuh97%, dan 19,5% volume diangkut ke

jaringan.Pada tingkat jaringan, oksigen mengalami disosiasi dari hemoglobin dan


berdifusi ke dalamplasma. Dari plasma, oksigen masuk ke sel-sel jaringan tubuh
untuk memenuhi kebutuhan jaringanjaringan yang bersangkutan. Meskipun sekitar 75% dari hemoglobin masih berika
tandengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke pulmo dalam bentuk darah
vena campuran.Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25% oksigen dalam darah arteri
yang digunakan untukkeperluan jaringan. Hemoglobin yang melepaskan oksigen
pada tingkat jaringan disebuthemoglobin tereduksi (Hb). Hemoglobin tereduksi
berwarna ungu dan menyebabkan warnakebiruan pada darah vena, seperti yang
kita lihat pada vena superfisial, misalnya pada tangan.Sedangkan oksihemoglobin
(hemoglobin yang berikatan dengan oksigen) berwarna merahterang dan
menyebabkan warna kemerahhan pada darah arteri.
b.
Transportasi CO
2
Transport CO
2
dari jaringan kepulmo melalui tiga cara berikut:(a) Secara fisik larut dalam
plasma (10 %).(b) Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah
(20%).(c) Ditransport sebagai bikarbonat plasma (70%).Karbon dioksida
berikatan dengan air dengan reaksi seperti dibawah ini:CO2 + H2O = H2CO3 =
H+ + HCO3-Reaksi ini reversibel dan dikenal dengan nama persamaan dapa asam
bikarbonat-asam karbonik.Hiperventilasi adalah ventilasi alveolus dalam keadaan
kebutuhan metabolisme berlebihanalkalosis sebagai akibat eksresi CO
2
berlebihan ke pulmo. Hipoventilasi adalah ventilasi alveoliyang tak dapat
memenuhi kebutuhan metabolisme, sebagai akibat dari retensi CO
2
oleh pulmo.
4
2.
Difusi Gas
Proses difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis
(tebalnyakurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan parsialantara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam
atmosfer pada permukaan lautbesarnya sekitar 149 mmHg (21 persen dari 760
mmHg). Pada waktu oksigen diinspirasi dansampai pada alveolus maka tekanan

parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur
dengan udara dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang
rugianatomis ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per
pound beratbadan (150 ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke
alveolus yang merupakanventilasi efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah
vena campuran (PV O2) dalam kapilerpulmo besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena
tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendahdaripada tekanan dalam
alveolus (Pal O2 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan mudahberdifusi ke
dalam aliran darah. Selisih tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh
lebihrendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus.
Karbon dioksidaini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana konsentrasinya
pada hakekatnya nol. Selisih CO2antara darah dan alveolus memang kecil sekali
tapi cukup karena dapat berdifusi kira-kira 20 kalilebih cepat dibandingkan
dengan oksigen, melintasi membran alveolus-kapiler karena dayalarutnya yang
lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai