Nurruhaizi Kasus 2 CD
Nurruhaizi Kasus 2 CD
_____________________________________________________________________________
bungacempaka_89@yahoo.com, C6, 102008273.
Page | 1
_____________________________________________________________________________
Anamnesis
Pada kasus rhinitis vasomotor, penting untuk dilakukan anamnesa yang benar, karena kasus ini
biasanya bisa didiagnosa dengan lebih tepat apabila anamnesa yang dijalankan adalah benar.
Komunikasi doktor pasien juga amat penting untuk kelangsungan anamnesa yang lebih baik.
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap dan pemeriksaan
status
lokalis
(THT).
Dari
anamnesa
dicari
faktor
pencetusnya
dan disingkirkan
Ini penting untuk ditanyakan ke pasien bagi menolak atau menyingkirkan rhinitis
alergi.
2. Apakah pasien mengalami hidung tersumbat pada salah satu sisi dan bergantian
tergantung pada posisi penderita?(gejala ini yang paling dominan)
3. Apakah pasien sering bersin-bersin?
-
Biasanya pasien rhinitis vasomotor lebih jarang bersin dibandingkan rinitis alergika.
4. Adakah rinore pasien bersifat serus atau mukus, bagaimana dengan jumlahnya?
5. Bagaimana bentuk gejala apabila pasien rinitis vasomotor saat bangun tidur pagi hari?
-
Biasanya gejala pada pasien akan lebih memburuk pada waktu bangun di pagi hari
karena adanya perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan karena adanya
asap rokok.
6. Apakah ada gejala lain yang turut serta seperti gatal mata dan tenggorok?
-
Page | 2
______________________________________________________________________________
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung,
konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik), tetapi dapat juga
dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga
hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Test kulit
( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas
normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah
yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.
Pemeriksaan radiologik sinus, memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak
gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.1,4
______________________________________________________________________________
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja bagi kasus ini adalah Rhinitis Vasomotor.
Gejala klinis rhinitis vasomotor adalah hidung terasa tersumbat bergantian kanan kiri, tergantung
posisi tidur pasien. Sekret hidung lebih mukoid dibandingkan dengan rhinitis alergi. Bersin
terjadi kadang-kadang tanpa rasa gatal di mata dan sekret mengalir ke tenggorok terutama pagi
hari.
Diagnosis rhinitis vasomotor ditetapkan berdasarkan anamnesis yang benar dan dicari faktor
yang mempengaruhi gangguan keseimbangan saraf otonom tersebut.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan edem mukosa hidung, konka berwarna merah
gelap, kadang-kadang pucat dengan sekret sedikit.
Page | 3
______________________________________________________________________________
Diagnosis Banding
1. Rhinitis Alergi
adalah inflamasi pada membran mukosa hidung yang disebabkan oleh adanya alergen
yang terhirup yang dapat memicu respon hipersensitivitas.
2. Rhinitis Simplek
Page | 4
Penyebab terseringnya adalah Rhinovirus. Virus lain yang turut menjadikan penyebab
rhinitis simplek adalah Myxovirus, Coxsackie virus, dan ECHO virus.
______________________________________________________________________________
Etiologi
Etiologi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan keseimbangan
sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu dan diperkirakan disebabkan oleh:1,3
1. Adanya ketidakseimbangan sistem saraf otonom ( hipoaktif sistem saraf simpatis)
-
Hal ini diakibatkan karena terjadinya aktifitas sistem saraf parasimpatis yang lebih
dominan daripada aktifitas sistem saraf simpatis, sehingga menimbulkan vasodilatasi
pembuluh darah kecil di mukosa hidung. Vasodilatasi ini akan menimbulkan gejala
klinis yang dominan, yang berupa hidung tersumbat. Mukosa hidung beserta struktur
yang ada di dalamnya mempunyai fungsi untuk mempersiapkan udara yang akan
masuk ke dalam paru-paru antara lain melembabkan, menyaring, dan memanaskan
udara. Semua ini dikontrol oleh serat-serat saraf parasimpatis dan saraf simpatis.
2. Adanya trauma pada hidung (komplikasi akibat tindakan pembedahan serta non
pembedahan)
3. Neuropeptida
-
Hal
pada
saraf
nosiseptif
tipe
C, yang
disebabkan oleh peningkatan ekspresi dari p-substance dan calcitonin generelated peptides.
cairan
plasma, di mana hal ini dirangsang oleh adanya reflek dari sistem
saraf parasimpatis yang menyebabkan peningkatan sekresi kelenjar submukosa
hidung.
b) Rinitis akibat iritasi kronis dari asap rokok.
-
Hal ini
diakibatkan oleh
peningkatan
ekspresi
dari
calcitonin
gene-
Hal
ini
menyebabkan
gangguan
pada
sel-sel
epitel
sehingga
terjadi
Zat ini menyebabkan nekrosis sehingga luas jaringan normal akan berkurang.
Halini diakibatkan adanya peningkatan ekspresi NO pada epitel hidung, sehingga
terjadi peningkatan kadar NO yang persisten. Peningkatan kadar NO ini
Page | 6
Page | 7
respon
non
spesifik
terhadap
perubahan
perubahan
2. Pemicu ( triggers ) :
a. Obat-obatan seperti Rauwolfia serpentine, alkohol dan vasokonstriktor topikal.
Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti
ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topical.
b. Faktor fisik: perubahan suhu ruangan, suhu udara, kelembapan udara, asap rokok
atau bau-bauan yang merangsang.
c. Faktor psikis seperti rasa cemas, stress, fatigue, frustasi dan konflik jiwa.
d. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil antihamil dan
hipotiroidism.
e. Alkohol
f. Makanan yang panas dan pedas
______________________________________________________________________________
Patofisiologi
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar.
Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan
Page | 8
parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf
otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf
simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif,
keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.
Saraf otonom mukosa hidung berasal dari N.VI di anus yang mengandung serat saraf simpatis
dan serat saraf ko. Rangsangan pada saraf simpatis mengakibatkan terlepasnya noradrenalin yang
menyebabkan penyusutan konka. Sedangkan rangsangan saraf parasimpatis akan mengakibatkan
terlepasnya asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dalam konka, meningkatkan
permeabilitas kapiler dan sekresi kelenjar bertambah.
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-sel seperti sel mast.
Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal
vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang
menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis
terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak
diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.9
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis vasomotor. Banyak kasus
yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah
perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress
(emosional atau fisikal).
Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitis vasomotor yaitu :
1. meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis
2. mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis
3. mengurangi peptide vasoaktif
4. mencari dan menghindari zat-zat iritan.
Page | 9
______________________________________________________________________________
Penatalaksanaan
Non Medika Mentosa
1. Menghindari penyebabnya. ( Avoidance therapy )
Medika Mentosa
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang
menonjol.
1. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersinbersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator
vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai
hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal :
Budesonide,
Fluticasone,
Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya.
Contoh :Ipratropium bromide (nasal spray).
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat
pekat (chemical cautery) maupun secara elektrik (electrical cautery).
Page | 10
______________________________________________________________________________
Komplikasi
1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah10
______________________________________________________________________________
Prognosis
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik dengan tibatiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan.10
______________________________________________________________________________
Penutup dan Kesimpulan
Rinitis vasomotor merupakan suatu sindrom pada hidung dengan gejala hidung
tersumbat
bergantian kanan kiri disertai pengeluaran sekret yang encer serta bersin-bersin. Etiologi yang
pasti belum diketahui, tetapi diduga akibat gangguan fungsi vasomotor pada hidung yaitu adanya
gangguan fisiologik pada lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas saraf parasimpatis yang dominan terhadap saraf simpatis.
Page | 11
______________________________________________________________________________
Daftar Pustaka
1. E. Kasakeyan, Soepardi, Nurbaiti Iskandar. Rinitis Vasomotor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
THT. Edisi ke-3. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, 1997. hal. 107- 8.
2. A. Sanico, A. Togias, Lalwani KA. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR), Ed.
Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery second edition.
N ew York, Lange McGraw Hill Comp, 2007. hal 112-7.
3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis, Byron J, Bailey JB, Ed. Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp, 1993, hal 269-87.
4. Bernstein JM, Ballenger JJ. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis
Media dan Rinitis. Ed. Penyakit THT Kepala dan Leher, Jilid 1, Edisi ke 13. Jakarta ,
Binarupa Aksara, 1994, hal. 176-9.
5. Dr. H. E. A. Soepardi, Dr. H. F. Hadjat, Prof Dr. Nurbaiti Iskandar. Rhinitis Alergi.
Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga, Hidung, dan Tenggorok. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI, 1992, hal 76-9.
6. Rhinitis
Alergi.
2009.
Diunduh
dari
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-
Mackay IS, Bull TR. Intrinsic rhinitis. Ed. Rhinology. Otolaryngology. 6th
Page | 12