Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Definisi
Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus

(bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih) Proses ini merupakan reaksi perlindungan
oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi kebagian lain dari tubuh.

2.2

Etiologi
Menurut ahli penyakit infeksi penyebab abses antara lain :
1.

Infeksi Mikrobial

Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Bakteri melepaskan


eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau
melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel.
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara:
a.

Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril

b.

Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain

c.

Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus.

2.

Reaksi hipersensitivitas.
Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan
rusak.

3.

Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding
berlebih (frostbite).

4.

Bahan kimia iritan dan korosif


Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara
memprovokasi terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat
melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung
menyebabkan radang.

5.

Nekrosis jaringan
Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya
makanan pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian
jaringan yang merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi
infeksi sering memperlihatkan suatu respon radang akut.

2.3

Faktor Predisposisi.
Abses dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya abses. Faktor resiko tersebut antara lain :
1.

Penurunan daya tahan tubuh.

2.

Kurang gizi.

3.

Anemia.

4.

Diabetes

5.

Keganasan(kanker)

6.

Penyakit lainya

7.

Higienis jelek

8.

Kegemukan

9.

Gangguan kemotatik

10. Sindroma hiper IgE


11. Carier kronik Staphilococcus Aureus.
12. Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi,. ekscoriasis, scabies, pedikulosis.

2.4

Patofisiologi
Bakteri yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan

dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik

(sintesis), kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan
endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila
ada perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun yang
merusak jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan
kerusakan jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi
merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang
terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor
terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi
secara sistemik.
Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi
pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi.
Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler,
kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah
didaerah zona plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi
emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase
hyperemia meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma
kedalam jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan
hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi cairan
didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema.
Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses
menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin, dan
serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor
mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya edema akan
mengganggu gerak jaringan

sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang

menyebabkan terganggunya mobilitas litas.


Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab
kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai
terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris
terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk
flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa
fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk

mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti
akan terjadi fase penyembuhan melalui jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi
jaringan berlangsung terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila
rangsang yang merusak hilang.
Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga
terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan
resiko penyebaran infeksi.

2.5.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari abses yaitu :
a) Nyeri tekan
b) Nyeri lokal
c) Bengkak
d) Kenaikan suhu
e) Leukositosis
f) Tanda-tanda infeksi :
I.
II.

Kalor (panas) menggigil atau demam ( lebih dari 37,7 C ).

III.

Dolor ( nyeri ).

IV.

Tumor ( bengkak ) terdapat pus ( rabas ) bau membusuk.

V.
2.6

Rubor ( kemerahan ).

Fungtio laesa.

Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau

jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses.
Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses
tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan
trakea. (Siregar, 2004)

2.7 Diagnosa
A. Anamnesis
I.

Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses
dalam seringkali sulit ditemukan.

II.

Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru.

III.

Riwayat infeksi ( suhu tinggi ) sebelumnya yang secara cepat


menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
I.

Luka terbuka atau tertutup

II.

Organ / jaringan terinfeksi

III.

Massa eksudat

IV.

Peradangan

V.
VI.

Abses superficial dengan ukuran bervariasi


Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.

C. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik


Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:
1.

Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas


menentukan obat yang paling efektif.

2.

Sel

darah

putih,

Hematokrit

mungkin

meningkat,

Leukopenia,

Leukositosis (15.000 - 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih


tak matur dalam jumlah besar.

3.

Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan


menyebabkan acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal

4.

Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi


trombosit, PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang
diasosiasikan dengan iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok.

5.

Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok.

6.

Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis


di dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam
metabolism.

7.

BUN/Kr

Peningkatan

kadar

diasosiasikan

dengan

dehidrasi,ketidakseimbangan/kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan


hati.
8.

GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia,tahap lanjut hipoksemia asidosis


respiratorik

dan

metabolic

terjadi

karena

kegagalan

mekanisme

kompensasi.
9.

Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul


protein dan sel darah merah.

10.

Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan


udara bebas di dalam abdomen/organ pelvis.

11.
2.8 Penatalaksanaan Medis
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil.
Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil
absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih

lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi
bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu
dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat
dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang
didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk
menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:
clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang
efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses,
selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.
Definisi Insisi dan Drainase
Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah
pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase merupakan
tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga mengurangi tekanan pada
jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan elemen pertahanan
tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di daerah infeksi (Hambali, 2008).
Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk
mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat. untuk
mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan
rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum
drainase pus tuntas (Lopez-Piriz et al., 2007).
Tujuan Insisi dan Drainase

Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan
abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi
mikroba beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses
vakularisasi jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi
yang ada dan pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut
akibat drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan
melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi
penyebab (Topazian et al, 1994).
Tehnik Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase biasanya merupakan prosedur bedah yang sederhana.
Pengetahuan tentang anatomi wajah dan leher diperlukan untuk melakukan drainase yang
tepat pada abses yang lebih dalam. Abses seharusnya dikeluarkan bila ada fluktuasi,
sebelum pecah dan pusnya keluar. Insisi dan drainase adalah perawatan yang terbaik pada
abses (Topazian et al, 1994).
Insisi tajam yang cepat pada mukosa oral yang berdekatan dengan tulang alveolar
biasanya cukup untuk menghasilkan pengeluaran pus yang banyak, sebuah ungkapan
abad ke-18 dan 19 yang berupa deskriptif dan seruan. Ahli bedah yang dapat membuat
relief instan dan dapat sembuh dengan pengeluaran pus dari abses patut dipuji dan oleh
sebab itu lebih dikenal daripada teman sejawat yang kurang terampil yang menginsisi
sebelum waktunya atau pada tempat yang salah (Peterson, 2003).
Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan
insisi dan drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al., 1994; Peterson, 2003; Odell,
2004) :

Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang
ditempatkan pada sisi fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik
atau mulai perforasi dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak
estetis (Gambar 1)

Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi pada
titik-titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang terindikasi:
superficial dan deep temporal, submasseteric, submandibular, submental, sublingual,
pterygomandibular, retropharyngeal, lateral pharyngeal, retropharyngeal (Peterson,
2003)

Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di
bawah bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).

Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat
tidak menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek.
Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).

Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar


drainase sesuai dengan gravitasi.

Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai
ke jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan
perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus terganggu dan dapat
diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi yang bertanggung jawab
terhadap infeksi

Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan.

Pertimbangkan

penggunaan

drain

tembus

bilateral,

infeksi

ruang

submandibula.

Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan;
lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat
mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri
penyerbu sekunder.

Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan
bekuan darah dan debris.

Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003) :


(1)

Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.

(2)

Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan
dengan anestesi infiltrasi.

(3)

Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka


direncanakan insisi :

Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah


besar.

Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian


superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit
dan pengeluaran pus sesuai gravitasi.

Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara


estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.

Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat
fluktuasi positif.

(4) Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses
dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan
unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak
untuk mempermudah pengeluaran pus.
(5) Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan
pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.
Standart operasi insisi dan dranage :
1.

Siapkan perlengkapan sebagai berikut:


a.

Apron

b.

Sarung tangan

c.

Masker wajah dengan pelindung

d.

Povidone iodine atau chlorhexidine

e.

Kasa steril

f.

Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine

g.

Spuit 5-10 ml

h.

Jarum

i.

Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya

j.

Klem bengkok

k.

Normal saline dengan bengkok steril

l.

Spuit besar tanpa jarum

m.

Gunting

n.

Plester

2.

Persiapan
a. Minta persetujuan tindakan dokter kepada pasien atau keluarga dekatnya
b. Pastikan identitas pasien, tempat pembedahan
c. Cuci tangan dengan sabun antibakteri dan air
d. Pakai sarung tangan dan pelindung muka
e. Letakkan semua perlengkapan pada tempat yang mudah
diraih, diatas meja tindakan
f. Posisikan pasien sehingga daerah drainase terpapar penuh dan
dapat dicapai secara mudah dan kondisinya nyaman untuk pasien
g. Pastikan cahaya yang memadai agar abses mudah dilihat
h. Bersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau povidon
iodine, dengan gerakan melingkar, mulai pada puncak abses
i. Tutupi daerah disekitar abses untuk mencegah kontaminasi
alat
j. Anestesi atas abses dengan memasukkan jarum dibawah dan
sejajar dengan permukaan kulit.
k. Suntikkan obat anestesi ke dalam jaringan intra dermal
l. Teruskan infiltrasi sampai anda sudah mencapai seluruh
puncak dari abses yang cukup besar untuk menganestesi
daerah insisi

3. Prosedur Insisi dan drainase abses


a. Pegang skalpel dengan jempol dan jari telunjuk untuk
membuat jalan masuk ke abses
b. Buat insisi secara langsung diatas pusat abses kulit
c. Insisi harus dilakukan sepanjang aksis panjang dari kumpulan
cairan
d. Kendalikan skalpel secara berhati-hati selama insisi untuk
mencegah tusukan melalui dinding belakang
e. Perluas insisi untuk membuat lubang yang cukup lebar untuk
drainase yang memadai dan mencegah pembentuk abses yang berulang

f. Tekan isi abses


g. Masukkan klem bengkok sampai anda merasakan tahanan dari
jaringan sehat, kemudian buka klem untuk menghancurkan bagian dalam dari
rongga abses
h. Teruskan penghancuran lokulasi dalam gerakan memutar
sampai seluruh rongga abses sudah dieksplorasi
i. Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit tanpa
jarum
j. Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses jernih
k. Upayakan agar dinding abses tetap terpisah dan
memungkinkan drainase dari debris yang terinfeksi

4. Perawatan lanjutan
a. Untuk abses sederhana tidak perlu antibiotika.
b. Untuk selulitis yang luas dibawah abses gunakan antibiotika
c. Tutup luka abses dengan kasa steril
d. Keluarkan semua benda-benda dari abses dalam beberapa
hari
e. Jadualkan kontrol 2atau 3 hari sesudah prosedur untuk
mengeluarkan bahan-bahan dari luka
Minta kepada pasien untuk kembali sebelum jadual bila ada tanda-tanda
perburukan, meliputi kemerahan, pembengkakan, atau adanya gejala sistemik seperti
demam

Anda mungkin juga menyukai