Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PE N DAH U LUAN

Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapatkan oleh penderita selama penderita di
rawat di rumah sakit. Dengan demikian infeksi nosokomial ini dapat menimbulkan persoalan
yang sangat serius, baik dari sisi penderita, dimana penderita akan dirawat lebih lama, biaya
yang dikeluarkan akan lebih lama, mengurangi masa bekerja bagi pasien yang produktif dan
langsung atau tidak langsung dapat merupakan penyebab kematian bagi pasien.
Infeksi nosokomial ini merupakan masalah global dan merupakan salah satu infeksi
yang sering ditemukan di negara berkembang maupun di negara-negara industri. Sebagian
masalah dan kendala yang dihadapi berbagai negara untuk mencegah dan mengendalikan
kejadian infeksi nosokomial tidak jauh berbeda, sehingga strategi dan pelaksanaan
pencegahan infeksi nosokomial disusun dan diterapkan sesuai dengan kondisi masing-masing
negara dan masing-masing rumah sakit.
Penyebab dari infeksi nosokomial adalah kuman yang berada di lingkungan rumah
sakit (eksogen) atau oleh kuman yang dibawa oleh penderita sendiri (endogen )
Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah, oleh
karena itulah buku pedoman ini disusun, dengan harapan dapat sebagai pedoman bagi semua
petugas / personil rumah sakit dalam upaya menekan angka kejadian infeksi nosokomial di
Rumah Sakit Umum Mataram.
Atas penilaian, pertimbangan dan persetujuan dari TIM PENYUSUN Buku Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial, maka dalam penyusunan Buku Pedoman Pengendalian
Infeksi Nosokomial edisi ke III ini, diputuskan untuk melakukan REVISI pada Buku
Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Edisi II yang disusun tahun 1999, dengan
menghilangkan beberapa bagian yang dianggap tidak relevan lagi dan menambahkan
beberapa hal yang dianggap perlu seperti :
1. Susunan organisasi Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial
2. Pencegahan Infeksi akibat pemasangan kateter intravena ( Rekomendasi CDC 2002 )
3. Survelans
4. Isolasi
5. Airborne Precautions
Kami menyadari bahwa buku ini masih terdapat kekurangan dan perlu penyempurnaan
baik dalam bentuk maupun isinya. Oleh karena itu kami Panitia Pengendalian Infeksi
Nosokomial RSU Mataram, dengan kerendahan hati mengharapkan adanya koreksi atau
penambahan sehingga buku pedoman ini dapat lebih sempurna guna dapat kita pergunakan
sebaik-baiknya.
Terlepas dari segala kekurangan yang masih ada, semoga buku pedoman ini dapat kita
pergunakan bersama sebagai acuan guna bersama-sama dapat mencegah atau menekan angka
kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Mataram.

BAB II
TUJUAN DAN KEBIJAKSANAAN
2.1. TUJUAN
Dengan tersusunnya buku pedoman pengendalian infeksi nosokomial ini, akan
dilanjutkan dengan memasyarakatkan di lingkungan Rumah Sakit Umum Mataram bagi
semua petugas pelayanan. Dengan demikian diharapkan semua petugas pelayanan
( Dokter dan Paramedis ) dapat memahami tentang infeksi nosokomial, dapat melakukan
surveilans dan pengendalian infeksi nosokomial sehingga diharapkan dapat dicapai :
Berkurangnya angka kejadian infeksi nosokomial pada kasus-kasus selektif seperti
ILO, ISK, Pneumonia, IADP, Infeksi Saluran Cerna
Berkurangnya angka kejadian infeksi nosokomial menyeluruh di Rumah Sakit Umum
Mataram.
2.2. KEBIJAKSANAAN
Kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan adalah :
Dibentuknya Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial ( PAN PIN ) dan Tim
Pengendalian Infeksi Nosokomial ( TIM PIN ) di RSU Mataram
Penyusunan Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Rumah Sakit Umum
Mataram
Pemberian Informasi kepada petugas pelayanan dan yang terkait tentang pengendalian
infeksi nosokomial di rumah sakit
Melakukan surveilans
Mengevaluasi kegiatan
Upaya-upaya lain yang berkaiatan dengan pengendalian infeksi nosokomial
2.3. PENGERTIAN
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat dirumah sakit.
Suatu infeksi dikatakan didapat dirumah sakit apabila :
1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda / gejala infeksi tersebut atau tidak dalam
masa inkubasi dan infeksi tersebut
2. Infeksi 3 x 24 jam setelah pasien dirumah sakit
3. Infeksi pada lokasi yang sama tapi mikroorganisme penyebabnya berbeda dengan
mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit, atau mikroorganisme penyebab sama
tapi lokasi berbeda.
Pengendalian Infeksi Nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian
infeksi nosokomial di rumah sakit.

Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial ( PANPIN ) Rumah Sakit Umum daerah


Mataram adalah organisasi yang dibentuk oleh Direktur dibawah koordinasi komite Medis
dan memberikan saran kepada Direktur dalam upaya pengendalian Infeksi Nosokomial di
Rumah Sakit Umum Mataram.
Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial ( TIMPIN ) Rumah Sakit Umum Mataram adalah
organisasi yang dibentuk oleh Direktur sebagai pelaksana tehnis pengendalian infeksi
nosokomial.
Perawat Pengendali Infeksi Nosokomial ( Infection Control Nurse = ICN ) adalah
perawat yang merupakan anggota Panitia PIN dan bertanggung jawab sebagai pelaksana
harian pengendalian infeksi nosokomial termasuk kegiatan surveilans epidemiologi
infeksi nosokomial
Standard Operasi Prosedur ( SOP )/ Protap adalah suatu prosedur tetap yang disusun
oleh Sub Komite Pengendalian Infeksi Nosokomial yang harus dilaksanakan oleh setiap
petugas rumah sakit yang terkait dalam upaya pengendalian infeksi nosokomial.
Surveilans adalah kegiatan pengamatan secara aktif dan terus menerus terhadap
timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suartu peristiwa yang menyebabkan
meningkat atau menurunnya resiko tersebut.
Kejadian Luar Biasa ( KLB ) adalah kejadian kesakitan dan atau kematian yang mungkin
menimbulkan kehebohan / ketakutan dikalangan masyarakat atau menurut pengamatan
epidemiologis dianggap sebagai adanya peningkatan yang berarti dari kejadian kesakitan /
kematian tersebut.
Dirumah sakit disebut KLB apabila proporsional rate penderita baru dari suatu penyakit
menular dalam satu bulan dibandingkan dengan proposional rate penderita baru dari
penyakit yang sama selama periode yang sama dari tahun lalu menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih.
2.4. ORGANISASI
Dalam upaya pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mataram perlu
dibentuk PAN PIN dan TIM PIN
A. PANITIA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL ( PAN PIN )
Mempunyai tugas dan wewenang sebagi berikut :
1. Memberi saran dalam perencanaan dan pelaksanaan Pengendalian Infeksi
Nosokomial
2. Meningkatkan pengetahuan / keterampilan dalam bidang PIN
3. Melaksanakan pertemuan berkala ( 1 x sebulan atau sesuai dengan kebutuhan )
dengan maksud evaluasi perencanaan
4. Melakukan rujukan
5. Bertanggungjawab atas pelaksanaan PIN oleh TIM PIN
6. Bertanggung jawab kepada Direktur

B. TIM PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL ( TIM PIN )


Mempunyai tugas dan wewenang sebagi berikut :
1. Melaksanakan surveilans
2. Melaksanakan semua kebijaksanaan yang telah digariskan PAN PIN
3. Membantu penerapan semua petunjuk pelaksanaan
4. Memotivasi petugas dan mengembangkan metoda
5. Bertanggung jawab kepada PAN PIN
6. Melaksanakan pertemuan berkala ( 2 bulan sekali atau sesuai kebutuhan )
2.5. SURVEILANS
Kegiatan surveilans epidemiologi merupakan komponen penunjang penting dalam
setiap program pengendalian Infeksi nosokomial. Informasi epidemiologi yang dihasilkan
oleh kegiatan surveilans berguna untuk mengarahkan strategi program baik pada tahap
perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap evaluasi. Dengan kegiatan surveilans yang
baik dan benar dapat dibuktikan bahwa program dapat berjalan efektif dan efisien.
Sehubungan dengan pentingnya peranan surveilans dalammanajemen program
pengendalian infeksi nosokomial, maka pedoman ini disiapkan petugas rumah sakit
khususnya anggota Panitia PIN untuk membuat program dan melaksanakan surveilans
infeksi nosokomial.
Pedoman ini memuat pedoman umum kegiatan surveilans beserta contoh-contohnya
sehingga memudahkan Panitia PIN melaksanakan surveilans. Diharapkan setiap rumah
sakit dapat merencanakan dan menetapkan jenis surveilans yang akan diterapkan sesuai
dengan misi dan visi serta situasi dankondisi masing-masing rumah sakit.
Definisi surveilans infeksi nosokomial adalah pengumpulan sistematik, analisis dan
interpretasi yang meneruskan dari data kesehatan yang penting, untuk digunakan dalam
perencanaan penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan
masyarakat, yang di diseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang
memerlukannya.
Tujuan Dan Kegunaan Surveilans Infeksi Nosokomial
a. Menurunnya risiko infeksi nosokomial
1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial di suatu
rumah sakit
2. Sebagai sistem kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa
(KLB)
3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat
dipakai sebagai sarana mengidentifikasi terjadinya malpraktek
4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi
nosokomial
5. Meyakinkan para klinis tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan
6. Memenuhi standar pelayanan rumah sakit ( sebagai satu tolak ukur akreditasi )
Suatu surveilans harus mempunyai tujuan yang jelas dan ditinjau secara berkala untuk
menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan yang berubah.

Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tersebut meliputi :


Adanya infeksi baru
Perubahan kelompok populasi pasien, misalnya diperlukan penerapan cara
intervensi medis lain yang beresiko tinggi
Perubahan pola kuman penyakit serta perubahan pola resistensi kuman terhadap
antibiotika
Pengumpulan dan analisis data surveilans harus dilakukan dan terkait dengan suatu
pencegahan. Oleh karena itu sebelum merancang system dan melaksanakan surveilans
tersebut penting sekali untuk menentukan dan merinci tujuan dari surveilans terlebih
dahulu.
b. Menurunkan angka infeksi spesifik di rumah sakit
Tujuan terpenting dari surveilans infeksi nosokomial adalah menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial. Untuk mencapai tujuan ini, maka penentuan tujuan
spesifik surveilans ini harus didasarkan atas cara penggunaan data, sumber daya
manusia dan dana yang tersedia untuk itu.
Tujuan spesifik surveilans ini dapat berorientasi pada out come ataupun pada
proses. Tujuan spesifik surveilans berorientasi out come adalah kegiatan yang
ditujukan pada pemantauan angka infeksi nosokomial ( insidens atau prevalens ).
Tujuan spesifik surveilans berorientasi Proses adalah kegiatan surveilans yang
ditujuan pada pemantauan kegiatan / upaya pengendalian ( cara cuci tangan,
pemasangan infus, pemasangan kateter, ketersediaan alat, dana dan sebagainya )
Namun demikian arti dari kegiatan akan menurun apabila tidak disertai penjelasan
dari tujuan out come yang rinci. Meskipun ada banyak macam tujuan surveilans yang
salah, tujuan akhirnya adalah mencapai tujuan out come yaitu menurunkan laju
infeksi, angka kesakitan, angka mortalitas dan biaya.
c. Mendapatkan data dasar endemik
Pada dasarnya data surveilans infeksoi nookomial digunakan untuk
mengkuantifikasikan rate dasar infeksi nosokomial yang endemis. Dapat diketahui
seberapa besar resiko yang dihadapi oleh setiap pasien yang dirawat di rumah sakit,
sebagian besar ( 90 -95 % ) dari infeksi nosokomial adalah endemik dan ini di luar
dari KLB infeksi nosokomial yang telah dikenal. Oleh karena kegiatan surveilans
infeksi nosokomial harus dimaksudkan untuk menurunkan angka laju endemik.
d. Mengidentifikasi Kejadian Luar Biasa ( KLB )
Bila angaka endemik telah dapat diketahui, maka kita dapat mengenali bila terjadi
suatu penyimpangan dari angka dasar tersebut yang kadang mencerminkan suatu
kejadian luar biasa (out break) infeksi nosokomial. Untuk mengenali adanya
penyimpangan angka laju infeksi sehingga dapat menetapkan bahwa kejadian tersebut
merupakan suatu kejadian luar biasa, sehingga sangat diperlukan keteampilan khusus
dari pada petugas kesehatan yang bertanggung jawab.
e. Meyakinkan Petugas Medis
Salah satu tantangan dari program pengendalian infeksi adalah meyakinkan tenaga
medis atau tenaga kesehatan yang lain untuk menerapkan pencegahan infeksi yang
dianjurkan seperti halnya kewaspadaan universal atau universal precaution.

Umpan balik mengenai informasi ini biasanya sangat efektif dalam menggiring
tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial dengan
menerapkan kewaspadaan universal dalam pekerjaan sehari-hari.
f. Mengevaluasi sistem pengendalian
Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans dan
upaya pencegahan atau pengendalian telah dijalankan, maka masih diperlukan
surveilans secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa permasalahan yang ada
benar-benar telah terkendali. Dengan pemantauan yang terus menerus maka suatu
upaya pengendalian yang nampaknya rasional kadang akhirnya dapat diketahui bahwa
ternyata tidak efektif sama sekali. Sebagai contoh bahwa peralatan meatus setiap hari
untuk mencegah infeksi nosokomial saluran kemih yang nampak rasional, namun data
surveilans menunjukkan bahwa tidak ada manfaatnya.
g. Memenuhi persyaratan administrasi ( seperti AKREDITASI )
Dengan adanya peraturan yang mengharuskan rumah sakit melakukan surveilans
infeksi nosokomial sebagai persyaratan untuk menmdapatkan akreditasi, maka
seringkali data surveilans hanya dipakai untuk memenuhi peraturan tersebut.
h. Untuk mengantipasi tuntutan mal-praktek
Dengan adanya surveilans yang baik membuktikan bahwa rumah sakit telah
berusaha untuk mengendalikan masalah, bukannya menyembunyikan. Ini merupakan
bukti penting untuk melawan tuntutan yang tidak diinginkan.

BAB III
M AT E R I
3.1. SMF DALAM
1. INFEKSI SALURAN KEMIH ( ISK )
Definisi dan Klasifikasi
a. Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) Simptomatik
Letak infeksi
Definisi

: Infeksi saluran kemih (ISK) simptomatik


: Infeksi saluran kemih (ISK) simptomatik harus memenuhi
paling sedikit satu kriteria berikut ini :

Kriteria 1

: Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nikuria ( anyang-anyangan )
- Polakisuria
- Disuria
- Atau nyeri supra pubik
- Atau biakan urin porsi tengah ( midstream ) > 105 kuman
per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies

Kriteria 2

: Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
Salah satu dari hal-hal berikut :
- Supra pubik demam ( > 38C )
- Nikuria ( anyang-anyangan )
- Polakluria
- Disuria
- Atau nyeri supra pubik
Dan salah satu dari hal-hal berikut :
1) Test carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase
dan atau nitrit
2) Piuria ( terdapat 10 leukosit per ml atau terdapat 3
lekosit per LPB dari urin yang tidak dipusingkan )
3) Ditemukan kuman dengan pewarna gram dari urin yang
tidak dipusing ( dicentrifuge )
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama ( kuman gram
negatif atau S. Saphrophyticus ) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter

5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen ( kuman


gram negatif atau S. Saphrophyticus ) dengan jumlah
105 per ml pada penderita yang telah mendapat
pengobatan anti-mikroba yang sesuai
6) Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7) Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh
dokter yang menangani
Kriteria 3

: Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan paling sedikit satu


dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :
- Demam ( > 38 C )
- Hipotermia ( < 37 C )
- Apnea
- Bradikardia < 100 / menit
- Letargia
- Muntah-muntah
Dan hasil biakan urin 105 kuman / ml urin dengan tidak lebih
dari dua jenis kuman.

Kriteria 4

: Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan ditemukan paling


sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa
ada penyebab lainnya :
- Demam (> 38 C )
- Hepotermia (<37C)
- Apnea
- Bradikardia < 100/menit
- Letargia
- Muntah muntah
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Test carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase
dan atau nitrit
2) Piuria ( terdapat 10 leukosit per ml atau terdapat 3
leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing )
3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang
tidak dipusing ( dicentrifuge )
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukan jenis kuman yang sama ( kuman gramnegatif
atau S.Saphrophyticus ) dengan jumlah > 100 koloni
kuman per ml urin yang diambil dengan kateter
5) Biakan urin menunjukan satu jenis uropatogen (kuman
gram-negatif atau S.Saphrophyticus ) dengan jumlah > 105
per ml pada pederita yang telah mendapat pengobatan
antimikroba yang sesuai pengobatan antimikroba yang
sesuai

6) Didiaknosa ISK oleh dokter yang menangani


7) Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh
dokter yang menagani.
Catatan :

Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
Biakan urin harus diambil dengan tehnik yang sesuai, seperti koleksi clean
catch atau kateterisasi
Pada anak kecil biakan urin harus diambil dengan kateterisasi buli-buli atau
aspirasi suprapubik, biakan positif dari specimen dari kantung urin tidak
dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan specimen yang diambil secara
aseptic dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik.

b. ISK / Bakteriuria Asimptomatik


Letak infeksi : Infeksi saluran kemih ( ISK ) Asimptomatik
Definisi
: Infeksi saluran kemih ( ISK ) Asimptomatik harus memenuhi
paling sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria 1

: Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7


hari sebelum biakan urin
Dan ditemukan dalam biakan urin > 10 5 kuman per ml urin
dengan jenis kuman maksimal 2 spesies
Dan tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam, suhu > 38
C , pola kisuria, nikuria, disuria dan nyeri supra pubik

Kriteria 2

: Pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam hari


sebelum biakan pertama positif
Dan biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih 2
jenis kuman yang sama dengan jumlah < 105 per ml
Dan tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam, suhu > 38
C , pola kisuria, nikuria, disuria dan nyeri supra pubik

Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test laboratorium yang
bias diterima untuk bakteririuria
Biakan urin harus diambil dengan tehnik yang sesuai seperti koleksi Clean
Catch atau kateterisasi

c. Infeksi Saluran kemih Lain


Letak Infeksi : Other Infection Of Urinary Tract / ISK lain ( Ginjal, Ureter,
kandung Kemih, Uretra, Jaringan sekitar retro-retro-paritoneal
atau rongga parinefrik )
Definisi
: Infeksi saluran Kemih ( ISK yang lain harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria 1

: Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin


atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai
terinfeksi

Kriteria 2

: Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik
secara pemeriksaan langsung selama pembedahan atau
melalui pemeriksaan histopatologis.

Kriteria 3

: terdapat dua dari tanda berikut : demam ( > 38 C ), nyeri


lokal, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang
dicurigai terinfeksi
2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan
tempat yang dicurigai
3) Pemeriksaan radiology, mis, ultrasound, CT-Scan, MRI,
radiolabel scan ( gallioum, technetium ) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi
4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5) Dokter yang menangani memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai

Kriteria 4

: Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan paling sedikit satu


dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :
- Demam ( > 38 C )
- Hepotermia (< 37 C)
- Apnea
- Bradikardia < 100 / menit
- Letargia
- Muntah muntah
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang
dicurigai terinfeksi
2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan
tempat yang dicurigai
3) Pemeriksaan radiology, mis, ultrasound, CT-Scan, MRI,
radiolabel scan ( gallioum, technetium ) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi

10

4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani


5) Dokter yang menangani memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai
Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih
a. Kateterisasi menetap
Cara pemasangan kateter
Lama pemasangan
Kualitas perawatan kateter
b. Kerentanan pasien ( umur )
c. Decubitus
d. Pasca persalinan
Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Saluran kemih
a. Faktor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter,
perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien ( Kategori I )
b. Pelaksanaan surveilans menghitung rate menurut faktor resiko spesifik
(pemasangan kateter) minimal setiap enam bulan sekali dan melaporkan kepada
Panitia PIN dan sekaligus menyebarluaskannya dalam buletin rumah sakit
( kategori II )
c. Pelaksanaan sueveilans membuat laporan ISK kasar pada bulletin rumah sakit
tiga bulan sekali ( kategori I )
Pencegahan Infeksi Saluran Kemih
Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih nosokomial perlu diperhatikan
beberapa hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urin
a. Tenaga Pelaksana
(1) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang betul-betl
memahami dan terampil dalam tehnik pemasanagn kateter secara aseptic
dana perawatan keteter (Kategori I)
(2) Personil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus
mendapat latihan secara berkala khusus dalam tehnik yang benar tentang
prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang
komplikasi potensi yang timbul (Kategori II)
b. Tehnik Pemasanagn Kateter
(1) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan personil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategoti II)
(2) Cara drainase urin yang lain seperti : kateter kondom, keteter suprapubik,
katerterisasi selang seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti
kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III)
(3) Cara tangan : sebelum dan sesuadh manipulasi kateter harus cuci tangan
(Kategori I)

11

c. Teknik Pemasangan Kateter


(1) Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak menimbulkan
kebocoran dari samping kateter
(2) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori
II)
(3) Pemakaian drain : Pemakaian drain harus dengan system tertutup, baik
dengan cara penghisapan atau dengan cara memakai gaya tarik bumi
( gravitasi ) dan drain harus melalui luka tusukan di luar luka operasi
(Kategori I)
d. Perawatan Pasca Operasi
(1) Untuk luka kotor atau infeksi,kulit tidak ditutup primer (Kategori I)
(2) Petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang sebelum
dan sesudah merawat luka. Petugas tidak boleh menyentuh luka secara
langsung dengan tangan, kecuali setelah memakai sarung tangan steril
(Kategori I)
(3) Kasa penutup luka diganti apabila :
Basah
Menunjukkan tanda-tanda infeksi (Kategori I)
Jika cairan keluar dari luka, lakukan pewarnaan gram dan biakan
(Kategori I)
e. Pengendalian Lingkungan
(1) Semua pintu kamar operasi tertutup dan jumlah personil yang keluar masuk
kamar operasi dibatasi (Kategori I)
(2) Ventilasi kamar operasi harus diperhatikan dalam hal :
Udara yang sudah disaring masuk ke kamar operasi dikeluarkan ke
bawah
Frekuensi pergantian 25 x / jam (Kategori I)
(3) Alat-alat operasi setelah dibersihkan dari jaringan, darah dan sekresi, harus
disterilkan dengan otoklaf. Kesempurnaan kerja otoklaf tersebut harus
diperiksa seminggu sekali (Kategori I)
(4) Kamar operasi harus dibersihkan :
antara 2 operasi
tiap hari walaupun kamar operasi tidak dipakai
tiap minggu ( satu hari tanpa operasi untuk pembersihan menyeluruh)
(Kategori I)
(5) Pemakaian keset dengan antiseptik pada pintu masuk kamar operasi tidak
dianjurkan (Kategori I)
(6) Biakan udara dan biakan yang diambil dari personil kamar operasi secara
rutin, tidak diperlukan (Kategori I)

12

2. SEPSIS KLINIS ( CLINICAL SEPSIS )


Letak infeksi : Sepsis Klinis
Definisi
: Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1

: Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :


- Suhu >38C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa
pemberian antipiretika
- Hipotensi ( sistolik 90 mm Hg )
- Oliguri dengan jumlah urin ( < 20 ml / jam atau < 0,5 cc / kg BB /
jam )
Dan semua gejala / tanda yang disebut dibawah ini :
1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan kuman atau
antigen dalam darah
2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ditempat lain
3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis

Kriteria 2

: Ditemukan pada pasien berumur 1 tahun paling sedikit satu gejala /


tanda berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Atau bradikardia < 100 x / menit
Dan semua gejala / tanda dibawah ini :
1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan kuman atau
antigen dalam darah
2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ditempat lain
3) Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis

3. GASTROENTERITIS
Letak infeksi : Gastroenteritis
Definisi
: Gastroenteritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
Kriteria 1

: Pasien mendapat serangan akut diarrhea ( bercak


dari 12 jam ) dengan tanpa muntah atau demam
tampaknya penyebab bukan non infeksius ( mis
regimen terapeutik, eksaserbasi akut dari keadaan
psikologis )

Kriteria 2

: Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut


tanpa ada penyebab lainnya :
- Nausea ( mual )
- Muntah

13

cair selama lebih


( > 38 C ) dan
; test diagnostic,
kronis atau stress

- Nyeri perut
- Atau sakitkepala
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pathogen enterik pada biakan kotoran (stool) atau
hapusan rectum
2) Kuman pathogen enterik diketemukan pada mikroskop rutin atau
electron
3) Kuman pathogen enterik dideteksi dengan nassay antigen atau
antibody dari darah atau feces
4) Terdapat bukti adanya kuman enterik pathogen yang dideteksi
dari perubahan sitopatik pada biakan jaringan ( toxin assay )
5) Kenaiakan titer diagnostic single antibody ( IgM ) sebanyak
empat kali pada paired sera ( IgG ) untuk kuman pathogen
Untuk Neonatus, dikatakan menderita gastroenteritis apabila :
1) Hipertemi, suhu > 38C, rectal atau hipotermi suhu < 37C, rectal
2) Kembung
3) Bising usus meningkat atau menurun
4) Muntah
5) Pemeriksaan tinja mikroskopis ditemukan > 5 per lapang
pandang, eritrosit > 2 per lapang pandang besar
Catatan :
Gastroenteristis pada neonatus yang lahir di rumah sakit selalu dianggap sebagai
gastroenteristis nosokomial.
Faktor Resiko Gastroenteristis
1)
2)
3)
4)
5)

Bayi dan anak usia 6 s/d 24 bulan


Geriatrik
Pasien anak dengan pengganti ASI ( PASI )
Gangguan fungsi imunologi
Debilitas

Pencegahan Gastrointeristis
1) Cuci tangan
2) Penanganan makanan yang baik dan aman di rumah sakit
3) Tindakan isolasi tertentu pada setiap pasien diare akut dengan penyebab yang
diduga infeksius
4) Personil yang menderita diare akut dengan penyebab yang diduga infeksius tidak
diperbolehkan untuk memberi asuhan langsung
4. INFEKSI TRAKTUS DIGESTIVUS
( Esophagus, gaster, usus kecil, usus besar dan rektum )
Letak infeksi : Infeksi traktus digestivus ( Esophagus, gaster, usus kecil, usus besar
dan rektum ) tidak termasuk gastro-enteristis dan appendicitis

14

Definisi

: Infeksi traktus digestivus, tidak termasuk gastroenteristis dan


appendicitis, harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :

Kriteria 1

: Pasien menderita abses atau bukti lain adanya infeksi yang terlihat
pada waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis

Kriteria 2

: Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut


tanpa ada penyebab yang lainnya dan sesuai dengan organ atau
jaringan yang terkena :
- Demam ( > 38C )
- Nausea ( mual )
- Muntah
- Nyeri perut
- Atau nyeri tekan
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pada biakan drainase atau jaringan yang diambil
pada waktu pembedahan atau endoskopi atau dari drain yang
dipasang secara bedah
2) Kuman terlihat pada pemeriksaan mikroskopik pada pengecatan
Gram atau KOH atau terlihat multinucia ated giant cells dari
drainase atau jaringan yang diambil pada waktu pembedahan atau
endoskopi atau drain yang dipasang secara bedah
3) Terdapat kuman dari biakan darah
4) Bukti kelainan patologis pada pemeriksaan radiologis
5) Bukti kelainan pada pemeriksaan endoskopik ( mis ; candida
esofagitis atau proctitis )

5. H E P A T I T I S
Letak Infeksi : Hepatitis
Definisi
: Hepatitis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria

: Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut


tanpa ada penyebab yang lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Anorexia
- Nausea ( mual )
- Muntah
- Nyeri perut
- Jaundice
- Atau riwayat transfuse dalam waktu 3 bulan sebelumnya
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Test antigen atau antibodi positif untuk hepatitis A, hepatitis B,
hepatitis C atau delta hepatitis
2) Test fungsi lever abnormal ( mis ; peningkatan ALT/AST,
bilirubin )

15

3) Cytomegalovirus (CMV) terdeteksi di urine atau sekresi


orofaringeal
6. INTRA ABDOMINAL
Letak Infeksi : Intraabdominal termasuk kandung empedu, ductus choledochus, liver
( tidak termasuk hepatitis virus ), limpa, pancreas, peritoneum, ruang
subphrenic atau subdia phragmatik atau jaringan intraabdominal yang
lain atau daerah yang tidak dijelaskan ditempat lain )
Definisi

: Infeksi intraabdominal harus memenuhi paling sedikit satu dari kiteria


berikut :

Kriteria 1

: Ditemukan kuman pada biakan cairan purulent dari rongga


intraabdominal yang diambil pada waktu pembedahan atau dengan
aspirasi jarum

Kriteria 2

: Terdapat abses atau bukti lain adanya infeksi intraabdominal yang


terlihat pada waktu pembedahan atau pemeriksaan hispopatologis

Kriteria 3

: Pasien mengalami paling sedikit dua dari tanda-tanda atau gejalagejala berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain :
- Jaundice demam ( > 38C )
- Nausea ( mual )
- Muntah
- Nyeri perut
Dan paling sedikit satu dari keadaan berikut :
1) Ditemukan kuman dari biakan cairan yang keluar dari drain yang
dipasang secara bedah ( mis ; redon drain, drain terbuka, T-tube
drain )
2) Ditemukan kuman dari biakan cairan drain atau jaringan yang
diambil waktu pembedahan atau aspirasi jarum
3) Ditemukan kuman dari biakan darah dan bukti radio grafis adanya
infeksi mis: gambaran abnormal pada ultra sound, CT scan, MRI
atau radiolabel scan ( mis ; gallium, technetium ) atau pada
pemeriksaan sinar-x

3.2. SMF BEDAH


1. INFEKSI LUKA OPERASI ( ILO )
a. Superficial Incisional
Letak Infeksi : Infeksi luka operasi superficial
Definisi
: Infeksi luka operasi superficial harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini :

16

Kriteria

: Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah
Dan hanya meliputi kulit, subkulit atau jaringan lain diatas fascia
Dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
2) Biakan positif dari biakan yang keluar dari luka atau jaringan
yang diambil secara aseptic
3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan
kecuali hasil biakan negatif ( paling sedikit terdapat satu dari
tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan
hanga lokal )
4) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi

b. Operasi Profunda / Deep Incisional


Letak Infeksi : Infeksi luka operasi profunda
Definisi
: Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini :
Kriteria

: Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah atau sampai satu tahun pasca bedah ( bila ada implant berupa
non human derived implant yang dipasang permanen )
Dan meliputi jaringan lunak yang dalam ( mis : lapisan fascia dan
otot ) dari insisi
Dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pua keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari
komponen organ / rongga dari daerah pembedahan
2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan
sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling
sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : demam
( > 38C ), atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif.
3) Diketemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan
ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologist
4) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi

c. Organ / Rongga
Letak Infeksi : ILO organ / rongga
Definisi
: ILO organ / rongga mengenai bagian badan manapun kecuali insisi
kulit, fascia atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi
selama pembedahan. Tempat-tempat spesifik nyatakan pada ILO
organ / rongga untuk menentukan lokasi infeksi lebih lanjut. Pada
daftar dibawah terdapat tempat-tempat spesifik yang harus digunakan
17

Kriteria

untuk membedakan ILO organ / rongga. Sebagai contoh :


appendictomi yang diikuti dengan abses subdiafragmatika, yang
harus dilaporkan sebagai ILO organ / rongga pada tempat spesifik
intraabdominal ( SSI-IAB ) Suatu ILO organ / rongga harus
memenuhi kriteria berikut :
: Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan, bila
tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila dipasang
implant dan infeksi tampaknya ada hubungannya dengan prosedur
pembedahan
Dan infeksi mengenai tubuh manapun, terkecuali insisi kulit, fascia
atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama
prosedur pembedahan
Dan pasien paling sedikit mempunyai salah satu dari berikut :
1) Drainage purulent dari drain yang dipassang melalui luka tusuk
ke dalam organ / rongga
2) Diisilasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptic dari
cairan atau jaringan dari dalam organ atau ruangan
3) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang menganai organ /
rongga yang diketemukan pada pemeriksaan langsung waktu
pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau
radiologist
4) Dokter menyatakan sebagai ILO organ / rongga.

Faktor resiko Infeksi Luka Operasi


a. Tingkat kontaminasi luka
b. Faktor penjamu :
Usia extrim ( sangat muda / tua )
Obesitas
Adanya infeksi perioperatif
Penggunaan kortikosteroid
Diabetes mellitus
Malnutrisi berat
c. Faktor pada lokasi luka :
Pencukuran darah operasi ( cara dan waktu pengukuran )
Devitalisasi jaringan
Benda asing
Suplai darah yang buruk ke daerah operasi
Lokasi luka yang mudah tercemar ( dekat perineum )
d. Lama perawatan
e. Lama operasi
Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Luka Operasi

18

a. Semua faktor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter,
perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien ( Kategori I )
b. Klasifikasi operasi harus dicatat pada laporan operasi atau pada catatan pasien oleh
ahli bedah segera setelah pasien dioperasi ( Kategori I )
c. Pelaksanaan surveilans harus menghitung rate menurut klasifikasi luka operasi
minimal selama 6 (enam) bulan sekali dan melaporkannya pada Panitia PIN dan
pada bagian bedah (Kategori I)
d. Pelaksanaan surveilans menghitung rate menghitung prosedur spesifik setiap enam
bulan sekali dan melaporkannya kepada Komite Panitia PIN dan para ahli bedah
( Kategori II )
e. Pelaksanaan surveilans menghitung rate kasus ILO pada buletin rumah sakit setiap
tiga bulan sekali ( Kategori I )
Pencegahan Luka Infeksi Operasi
Tindakan pencegahan dikelompokkan dalam :
a. Kala sebelum masuk rumah sakit
1) Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi hendaknya
dilakukan sebelum rawat inap agar waktu prabedah menjadi pendek ( < 1 hari )
( Kategori II )
2) Perbaiakan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya antara lain :
Diabetes mellitus
Malnutrisi
Obesitas
Infeksi
Pemakaian Kortikosteroid ( Kategori II )
b. Kala Pra Operasi
1) Perawatan pra operasi satu hari untuk operasi berencana, apabila keadaan yang
memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar rumah sakit ( misal :
malnutrisi berat yang memerlukan oral atau parenteral hiperalimentasi ) maka
pasien dapat dirawat lebih awal (Kategori II)
2) Mandi dengan antiseptic dilakukan malam sebelum operasi ( Kategori III )
3) Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu, misalnya
daerah operasi dengan rambut yang lebat
Cara pencukuran sebagai berikut :
Bila menggunakan pisau biasa maksimal dilakukan enam jam sebelum
operasi
Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama sebelum
operasi dari pada pisau cukur biasa
Setelah dicukur diolesi antiseptic ( Kategori III )
4) Daerah operasi harus dicuci dengan pemakaian antiseptic kulit dengan tehnik
dari sentral kea rah luar. Antiseptik yang dipakai dianjurkan khlorheksidin,
larutan yodium, atau iodofor (Kategori I)
5) Dikamar operasi pasien ditutup dengan duk steril sehingga hanya daerah
operasi yang terbuka ( Kategori I )
6) Antibiotika profilaksis diberikan secara :

19

Sistemik harus memenuhi syarat :


tepat dosis
tepat indikasi ( hanya untuk oiperasi bersih terkontaminasi,pemakaian
implant dan protesis,atau operasi dengan resiko ingin seperti bedah
vaskuler,atau bedah jantung )
tepat cara pemberian ( harus diberikan secara I.V.dua jam sebelum operasi
dilakukan,dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam )
tepat jenis ( sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi
penyebab ILO (Kategori I )
Oral : hanya digunakan untuk operasi kolorektal,dan diberikan tidak lebih dari
24 jam (Kategori I )
Catatan : Antimikroba yang diberikan pada luka operasi kotor dimasukkan
dalam kelompok terapeutik
c. Persiapan Tim Pembedah
1) Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :
Memakai masker yang efisien,menutupi hidung dan muka
Memakai penutup kepala yang menutupi semua rambut
Memakai sandal khusus kamar operasi atau memakai
pembungkus
( Kategori I )
2) Anggota tim bedah sebelum setiap operasi harus mencuci tangan dengan anti
septic selama 5 menit atau lebih,dengan posisi jari-jari lebih tinggi dari siku
( Kategori I )
3) Antiseptik yang diajurkan untuk cuci tangan khlorheksidin,lodofor,atau
heksaklorofen (Kategori I )
4) Setelah cuci tangan,keringkan dengan handuk steril ( Kategori I )
5) Setiap anggota tim harus memakai jubah steril ( Kategori I )
6) Setiap anggota tim harus memakai sarung tangan steril, apabila tersebut kotor
harus diganti dengan yang baru
7) Pemakaian sarung tangan memakai metode tertutup ( Kategori I )
8) Untuk operasi tulang atau pemasangan implant harus memakai dua lapis
sarung tangan steril (Kategori II)
d. Intra Operasi
1) Tehnik Operasi
Harus dilakuakan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan
lunak yang berlebihan, menghilangkan rongga, mengurangi perdarahan dan
menghindari tertinggalnnya benda asing yang tidak diperlukan ( Kategori I )
2) Lama Operasi
Operasi dilakukan secepat-cepatnya dalam batas yang aman ( Kategori II )
3) Gunakan peralatan seperti sarung tangan, kain penutup duk, kain kasa dan
antiseptic untuk disinfeksi hanya untuk satu kali pemasangan ( Kategori II )
4) Kategori yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah
tarikan pada uretra ( Kategori I )

20

e. Sistem Aliran Tertutup


1) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya
karena bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih. Untuk
mencegah hal ini digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk
menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan
irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan rutin
pencegahan infeksi tidak dianjurkan ( Kategori II )
2) Sumbangan keteter harus didisinfeksi sebelum dilepas ( Kategori II )
3) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptic ( Kategori I )
4) Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi ( Jika kateter itu sendiri
menimbulkan sumbatan ) maka kateter harus diganti ( Kategori II )
f. Pengambilan Bahan Urin
1) Bahan pemeriksaan urin segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian
distal kateter atau jika lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tersedia
dan sebelum urin diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat
pengambilan bahan harus di disinfeksi ( Kategori I )
2) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urin harus diambil dari
kantong penampungan secara aseptic ( Kategori I )
g. Kelancaran Aliran Urin
1) Aliran urin harus lancar sampai kekantong penampungan
Penghentian aliran secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan
bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan ( Kategori II )
2) Untuk menjaga kelancaran aliran diperhatikan :
Pipa jangan tertekuk ( Kinking )
Kantong penampungan harus dikosongkan secara teratur ke wadah
penampungan urin yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urin dari
kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung
Kateter yang kurang lancer / tersumbat harus diirigasi teknik no.5 bila perlu
diganti dengan yang baru
Kantong penampungan harus selalu terletak lebih mudah dari kandung
kemih (Kategori I )
h. Perawatan Meatus
Dianjurkan membersihkan dan perawatan meatus ( selama kateter dipasang )
dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian Infeksi
Saluran Kemih ( Kategori II )
i. Penggantian kateter
Kateter urin menetap tidak harus diganti menurut waktu tertentu / secara rutin
( Kategori II )
j. Ruang Perawatan
Untuk mencegah terjadinya infeksi silang antara pasien yang memakai kateter
menetap maka pasien yang terinfeksi harus dipisahkan dengan tidak terinfeksi
( Kategori III )

21

k. Pemantauan Bakteriologik
Pemantauan bakteriologik secara rutin pada pasien yang memakai kateter tidak
dianjurkan (Kategoti III)

2. MEDIASTINITIS
Letak Infeksi
Definisi

: Mediastinitis
: Mediastinitis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut

Kriteria 1

: Terdapat kuman yang dibiakkan dari jaringan mediastinal atau cairan


yang diambil dengan aspirasi jarum atau pada waktu pembedahan

Kriteria 2

: Terdapat bukti mediastinitis yang terlihat selama pembedahan atau


pemeriksaan histopatologis

Kriteria 3

: Pada pasien terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda atau gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri dada
- Ketidakstabilan sternum
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Discharge purulent dari daerah mediastinal
2) Terdapat kuman dari biakan darah atau cairan yang keluar dari
daerah mediastinal
3) Pelebaran mediastinum pada x-ray

Kriteria 4

: Pada pasien berumur 1 tahun terdapat dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Ketidakstabilan sternum
Dan Paling sedikit satu dari berikut :
- Discharge purulent dari daerah mediastinal
- Terdapat kuman dari biakan darah atau cairan yang keluar dari
daerah mediastinal
- Pelebaran mediastinum pada x-ray

3. LUKA BAKAR
Letak Infeksi
Definisi

: Luka bakar ( burn )


: Infeksi luka bakar harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :

22

Kriteria 1

: Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,


seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat
gelap atau hitam atau perubahan warna ( discoloration ) yang hebat
atau edema pada perbatasan luka.
Dan pemeriksaan histologis dari biopsi luka baker menunjukkan
invasi kuman kedalam jaringan terdekat yang sehat

Kriteria 2

: Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,


seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat
gelap atau hitam atau perubahan warna ( discoloration ) yang hebat
atau edema pada perbatasan luka.
Dan Paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi lain
2) Dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi histologis dari
inclusions dengan cara mikroskopi cahaya ( light microscopy )
atau tempat partikel-partikel virus dengan mikroskop electron dari
biopsi kerokan lesi.

Kriteria 3

: Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut


tanpa diketahui ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 36C )
- Hipotensi
- Oliguria ( < 20 ml/jam )
- Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang sebelumnya
dapat ditolerir denan mental confusion
Dan Paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi lain
2) Kuman dari biakan darah
3) Dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi histologis dari
inclusions dengan cara mikroskopi cahaya ( light microscopy )
atau tempat partikel-partikel virus dengan mikroskop electron dari
biopsi kerokan lesi.

Catatan :
Purulent saja pada tempat luka bakar tidak cukup kuat untuk diagnosis infeksi luka
bakar, purulent seperti itu mungkin menunjukkan perawatan luka yang kurang baik
Demam saja pada pasien luka bakar tidak cukup kuat untuk diagnosa infeksi luka
bakar karena demam mungkin merupakan akibat trauma jaringan atau mungkin pasien
mendapat infeksi ditempat lain
Ahli bedah pada Regional Burn Center yang eksklusif merawat pasien luka bakar,
mungkin memerlukan kriteria 1 untuk didiagnosis infeksi luka bakar.
Rumah Sakit dengan Regional Burn Center mungkin membedah infeksi luka bakar
lebih lanjut sebagai berikut :
- Burn wound site
23

Burn Graft site


Burn donor site
Burn donor site-cadaver
Terapi sistem NNIS hanya memberi kode semuanya sebagai BURN

4. ABSES BUAH DADA ATAU MASTITIS


Letak Infeksi
Definisi

: Breast adscess atau mastitis


: Abses buah dada atau mastitis harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut:

Kriteria 1

: Biakan positif dari jaringan buah dada yang terkena atau cairan yang
diambil dengan cara insisi drainase atau aspirasi jarum

Kriteria 2

: Pasien menderita abses buah dada atau bukti lain adanya infeksi yang
tampak pada waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis

Kriteria 3

: Pasien mengalami demam ( > 38C ) dan keradangan lokal pada buah
dada
Dan dokter mendiagnosa sebagai abses buah dada

Catatan :
Abses buah dada yang timbul dalam waktu tujuh hari setelah melahirkan harus dianggap
sebagai nosokomial

3.3 SMF ANASTESI


1. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER ( IADP )
Letak Infeksi
Definisi
Kriteria 1

: Infeksi aliran darah primer ( IADP ) atau laboratory Confirmed


Bioodstream infection ( LCBI )
: Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul
tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber
infeksi
: Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih
biakan darah
Dan biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di
tempat lain

Kriteria 2

: Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :


- Demam ( > 38C )
- Menggigil
- Hipotensi
Dan paling sedikit satu dari berikut :
24

1) Kontaminan kulit biasa ( mis, Diptheroids, Bacillus sp,


Porionibacterium sp, Coagulase negative staphy lococci atau
microcci ) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang
diambil dari waktu yang berbeda
2) Kontaminan kulit biasa ( mis, Diptheroids, Bacillus sp,
Porionibacterium sp, Coagulase negative staphy lococci atau
microcci ) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
pasien dengan saluran intravas kuler, dan dokter memberikan
terapi antimicrobial yang sesuai
3) Test antigen positif pada darah ( mis, H.influenza,
S.Pneumoniae, N. meningitides atau group B. streptococcus )
Dan tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
tidak berhubungan dengan suatu infeksi ditempat lain.
Kriteria 3

: Pasien berumur 1 tahun dengan paling sedikit satu tanda-tanda


dan gejala-gejala berikut :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Atau Bradikardia
Dan
1) Kontaminasi kulit biasa ( mis : Diptheroids, Bacillus sp,
prorionibacterium sp, coagulase negative staphylococci atau
micrococci ) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah
yang diambil dari waktu yang berbeda
2) Kontaminasi kulit biasa ( mis : Diptheroids, Bacillus sp,
prorionibacterium sp, coagulase negative staphylococci atau
micrococci ) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah
dari pasien dengan saluran intravaskuler dan dokter
memberikan terapi anti-mikrobial yang sesuai
3) Test antigen positif pada darah ( mis, H.influenza,
S.Pneumoniae, N. meningitides atau group B. streptococcus )
Dan tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
tidak berhubungan dengan satu infeksi ditempat lain.

Laboratorium
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 tahun, ditemukan satu diantara 2 kriteria
berikut :
a. Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi di tempat lain
b. Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
- Demam ( > 38C )
- Menggigil
- Hipotensi
- Oliguri

25

Dan satu diantara tanda berikut :


1) Terdapat kontaminan kulit dari biakan berturut-turut dan kuman tersebut tidak
ada hubungannya dengan infeksi di tempat organ / jaringan lain
2) Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat
intravaskuler (kateter intaravena) dan dokter telah memberikan anti mikroba
yang sesuai dengan sepsis
Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejala berikut :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Bradikardia < 100/menit
Dan satu diantara tanda berikut :
1) Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut-turut dan kuman tersebut tidak
ada hubungannya dengan infeksi ditempat / organ / jaringan ) lain
2) Terdapat kontaminan kulit biakan darah pasien yang menggunakan alat
intravaskuler (kateter intaravena) dan kateter telah memberikan anti mikroba
yang sesuai dengan infeksi
Catatan :
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :
Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari
Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman
Pintu masuk kuman jelas, misalnya luka infuse
Faktor Resiko Infeksi Aliran darah Primer
a. Pemasangan kateter intravena (I.V) yang berkaiatan dengan :
Jenis kanula
Metode pemasangan
Lama pemasangan kanula
b. Kerentanan pasien terhadap infeksi
Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Aliran Darah Primer
a. Pemasangan Kateter intravena (I.V) yang berkaiatan dengan :
Jenis kanula
Metode pemasangan
Lama pemasangan kanula
b. Kerentanan pasien terhadap infeksi

26

Pencegahan Infeksi Akibat Pemasangan Kateter Intravena ( Rekomendasi CDC


2002 )
1) Pendidikan dan pelatihan personil
Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis yang
materinya menyangkut indikasi pemakaian alat intravaskuler, prosedur pemasangan
kateter, pemeliharaan peralatan kateter intravaskuler dan pencegahan infeksi aliran
darah sehubungan dengan pemakaian kateter. Metode audiovisual dapat digunakan
sebagai alat Bantu yang baik dalam pendididkan dan latihan kategori I A
2) Surveilans infeksi aliran darah
Lakukan surveilans terhadap populasi infeksi aliran darah yang berkaiatan dengan
pemasangan kateter setidaknya di ruang perawatan intensif. Infeksi aliran darah
berkaiatan dengan kateter di definisikan sebagai pemakaian jalur vena sentral dalam
periode 48 jam sebelum berkembang dan tidak teridentifikasi sumber infeksi
lainnya. Kategori I A
3) Mencuci tangan
Mencuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan alat intravaskuler, pergantian alat
intravaskuler atau memasang / mengganti penutup. Kategori I A
4) Pemilihan lokalisasi insersi kateter
a. Mempertimbangkan resiko dan keuntungan dari pemasangan kateter pada lokasi
yang direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi infeksi dan mekamik
mis : pneumotoraks, rupture arteri subklavia, laserasi vena subklavia, stenosis
vena subklavia, hemotoraks, trumbus, emboli udara dan salah penempatan
kateter. Kategori I A
b. Pada pasien dewasa pemasangan nontunnel CVC hanya pada daerah subklavia
agar dapat mengurangi resiko infeksi dibandingkan dengan daerah jugularis dan
femoralis. Kategori I A
c. Lokasi pemasangan kateter hemodialisa sebaiknya pada daerah femoralis atau
jugularis dari pada subklavia untuk mencegah terjadinya stenosis vena. Kategori
IA
5) Pergantian Kateter
a. Jangan terlalu sering atau rutin mengganti kateter untuk semua jenis, untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kategori I B
b. Jangan melepaskan kateter hanya Karena pasien demam, tetapi gunakan
pertimbangan klinis dan bukti jelas adanya infeksi. Kategori II
c. Jangan mengganti guidewire secara rutin pada kateter nontunnel untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kategori I B
d. Gunakan guidewire untuk mengganti kateter nontunnel yang rusak walau tidak
ada infeksi. Kategori II

27

6) Perlindungan maksimal pada daearah inserasi


a. Gunakan teknik aseptic pada saat pemasangan kateter. Kategori I A
b. Gunakan tutup kepala masker, baju / gaun, sarung tangan dan drape besar yang
steril. Kategori I A
7) Kateter dan perawatan diluar kateter
a. Bila menggunakan kateter multolumen, maka pilih salah satu jalan khusus untuk
pemberian makanan parenteral. Kategori II
b. Jangan menggunakan antibiotika secara rutin untuk mencegah infeksi.
Pemakaian antibiotika hanya pada pemakaian khusus ( Mis : pada pemasangan
kateter jangka panjang atau kateter tunnel yang sering kali menyebabakan infeksi
multiple, walaupun telah menggunakan teknik asptic yang maksimal ) Kategori
II
c. Tidak direkomendasikan menggunakan chlorhexidine sponge dressing untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi. Kategori masalah belum diselesaikan
d. Jangan menggunakan chlorhexidine sponge dressing pada usia bayi kurang dari
7 hari atau masalah kehamilan kurang dari 20 minggu. Kategori II
e. Jangan menyongkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan.
Kategori I A
f. Bersihkan kulit di lokasi insersi dengan antiseptic yang sesuai, sebelum
pemasangan keteter. Biarkan antiseptic mengering pada lokasi sebelum insersi.
Kategori I A
g. Jangan melakukan palpasi pada lokasi insersi setelah kulit dibersihkan dengan
antiseptic. Kategori I A
h. Gunakan gause steril atau dressing transparan untuk menutupi lokasi
pemasangan. Kategori I A
i. Bila menggunakan iodne tincture untuk membersihkan kulit sebelum
pemasangan kateter, maka harus dibilas dengan alkohol terlebih dahulu sebelum
di insersi. Kategori II
j. Hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi kateter saat mengganti verband.
Kategori I A
k. Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi
pemasangan. Kategori I A
l. Ganti selang penghubung bila alat intravaskuler diganti. Kategori II
m. Ganti selang intravena, piggyback dan stopcock dengan interval yang tidak
kurang dari 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis. Kategori I A
n. Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah atau emulsi lemak dalam 24
jam dari diawalinya infuse. Kategori I B
o. Tidak ada rekomendasi tentang waktu pemakaian cairan IV, termasuk juga
nutrisi parenteeral yang tidak mengandung lemak. Belum terjawab
p. Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan parenteral yang
mengandung lemak. Kategori I B
q. Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infuse selama 12 jam setelah
botol emulsi mulai digunakan. Kategori I B
r. Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian pemeliharaan atau frekwensi
penggantian intravena tanpa jarum. Kategori belum terjawab
s. Perawatan dressing kateter :
Ganti dressing pada kateter bila basah, lepas atau ingin melakukan inspeksi
pada lokasi insersi. Kategori I A

28

Penggantian jangka pendek dua kali sehari bila menggunakan gause steril dan
tujuh hari bila menggunakan dressing transparan kecuali pada pasien anak
yang mudah terjadinya pelepasan kateter. Kategori I B
Penggantian dressing minimal satu kali perminggu sampai pasien tidak perlu
dipasang kateter. I B
8) Port Injeksi Intravena
a. Bersihkan port injeksi dengan alcohol 70 % atau providone / iodine sebelum
mengakses sistem. Kategori I A
b. Untuk persiapan dan pengendalian mutu campuran larutan intravena :
campurkan seluruh cairan parenteral di bagian farmasi dalam Laminar flow hood
menggunakan tehnik aseptic. Kategiri II
c. Periksa semua container cairan parenteral apakah ada kekeruhan, kebocoran,
keretakan, partikel dan tanggal kadaluarsa dari pabrik sebelum penggunaan.
Kategori I A
d. Pakai vial dosis tunggal parenteral atau obat-obatan bila mana mungkin.
Kategori II
9) Pemakaian obat multi dosis
Bila harus menggunakan vial multi dosis :
- Dinginkan dalam kulkas vial multui dosis yang dibuka, bila direkomendasikan
oleh pabrik. Kategori I A
- Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alcohol sebelum penusukan alat
ke vial. Kategori I A
- Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi dosis dan
hindari kontaminasi alat sebelum menembus karet vial. Kategori I A
- Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau terlihat adanya
kontaminasi atau telah mencapai tanggal kadaluarsa. Kategori I A
10) Filter In Line
Jangan digunakan secara rutin untuk pengendalian infeksi. Kategori I A
11) Antimikroba Profilaksis
Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau
selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi
bakteremia. Kategori I B
Keterangan :
Kategori I A

: Sangat direkomendasikan untuk semua rumah sakit dan sangat


didukung oleh eksperimen atau study epidemiologi yang dirancang
secara baik

Kategori I B

: Sangat direkomendasikan semua rumah sakit dan dipandang efektif


oleh para ahli dan consensus HIPAC dengan bukti pemikiran atau
rasional yang kuat meskipun studi ilmiah belum dilakukan

Kategori II

: Disarankan untuk dilakukan beberapa rumah sakit. Rekomendasi ini


didukung oleh study klinis atau epidemiologi, teori rasional yang
kuat, atau study definitive yang dapat diterapkan di beberapa, tidak
sama.
29

Kategori tidak ada rekomendasi atau belum terjawab : Praktek-praktek dimana tidak ada
bukti kuat atau consensus mengenai efikasi yang dihasilkan.
2. INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS
Letak Infeksi
Definisi

: Arterial atau venous


: Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteri atau vena yang diambil
pada waktu pembedahan
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah

Kriteria 2

: Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis

Krieria 3

: Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri
- Eritema
- Atau hangat pada daerah yang terkena
Dan lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan semi
kuantitatif
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah

Kriteria 4

: Pasien menderita drainase purulent pada daerah vaskuler yang


terkena
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah

Kriteria 5

: Pasien berumur 1 tahun menderita paling sedikit satu dari tandatanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Lethargi
- Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena

30

Dan lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan semi
kuantitatif
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah
3.4. SMF SYARAF
1. INFEKSI INTRAKRANIAL
Letak infeksi
Definisi

: Infeksi intracranial ( abses otak, infeksi subdural atau epidural,


ensefalitis )
: Infeksi intracranial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman dari biakan jaringan otak atau durameter

Kriteria 2

: Terdapat abses atau bukti adanya infeksi intracranial yang terlihat


pada waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis

Kriteri 3

: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Nyeri / sakit kepala
- Pusing
- Demam( > 38C )
- Tanda-tanda neurologis yang terlokalisasi
- Atau perubahan derajat kesadaran atau kebingungan
Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan
terapi antimikrobial yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pada pemeriksaan mikroskopis dari jaringan otak
atau abses ang diambil dengan aspirasi jarum atau biopsy pada
waktu pembedahan atau autopsy
2) Test antigen darah atau urine positif
3) Bukti radiologis adanya infeksi,mis,tanda abnormal pada
ultrasound,CT scan,MRI,radio nuclide brain scan,atau
arteriogram
4) Diagnostic single antibody titer ( lgM ) atau kenaikan paired sera
( lgG ) untuk pathogen sebanyak empat kali

Kriteria 4

: Pasien berumur > 1 tahun mendapat paling sdikit dua tanda-tanda dan
gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( > 37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Tanda-tanda neurologist yang terlokalisasi
- Atau perubahan derajat kesadaran

31

Dan bila didiagnosis, dokter mulai memberikan terapi antimikrobia


yang sesuai

Dan paling sedikit satu dari berikut :


1) Terdapat kuman pada pemeriksaan mikros kopis dari jaringan
otak atau abses yang diambil dengan aspirasi jarum atau biopsy
pada waktu pembedahan atau autopsy
2) Test antigen darah atau urine positif
3) Bukti radiologis adanya infeksi, mis : tanda abnormal pada
ultrasound, CT scan, MRI, radionuclide brain scan,atau
arteriogram
4) Diagnostic single antibody titer ( lgM ) atau kenaikan paired sera
( lgG ) untuk pathogen sebanyak empat kali
2. MENINGITIS ATAU VENTRIKULITIS
Letak Infeksi
Definisi

: Meningitis atau ventrikulitis


: Meningitis atau ventrikulitis harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut

Kriteria 1

: Terdapat kuman dari biakan cairan serebrospinal ( CSF )

Kriteria 2

: Pada pasien terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri / sakit kepala
- Kaku kuduk
- Meningeal signs
- Cranial nerve signs
- Atau irritabilitas
Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan
terapi antimikrobia yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Sel-sel lekosit meningkat, peningkatan protein dan atau
penurunan glukosa di CSF
2) Kuman terlihat pada pengecatan gram dari CSF
3) Terdapat kuman dari biakan darah
4) Test antigen CSF, darah atau urin positif
5) Diagnostic single antibody titer ( lgM ) atau kenaikan paired
sera ( lgG ) untuk pathogen sebanyak empat kali

Kriteria 3

: Pasien berumur 1 tahun mendapat paling sedikit satu tanda-tanda


dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lain :
- Atau irritabilitas Demam ( > 38C )
32

Hipotermia ( > 37C )


Apnea
Bradikardia
Meningeal signs
Cranial nerve signs

Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan


terapi antimikrobia yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Pemeriksaan CSF positif dengan peningkatan Sel-sel lekosit,
peningkatan protein dan atau penurunan glukosa di CSF
2) Kuman terlihat pada pengecatan gram dari CSF
3) Terdapat kuman dari biakan darah
4) Test antigen CSF, darah atau urin positif
5) Diagnostic single antibody titer ( lgM ) atau kenaikan paired
sera ( lgG ) untuk pathogen sebanyak empat kali

3. ABSES SPINAL TANPA MENINGITIS


Letak infeksi
Definisi

: Abses spinal tanpa meningitis


: Abses spinal pada ruangan epidural atau subdural,tanpa melibatkan
cairan serebospinal tau struktur tulang yang terdekatnya satu
kriteria berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman dari biakan abses pada ruang spinal epidural atau
subdural

Kriteria 2

: Terdapat abses pada ruang spinal epidural atau subdural yang


terlihat pada waktu pembedahan atau autopsy atau bukti adanya
abses yang terletak pada pemeriksaan histopatologis

Kriteri 3

: Pada pasien terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( >38C )
- Nyeri / sakit bagian belakang ( back pain )
- Nyeri tekan focal
- Radiculitis
- Paraparesis
- Atau paraplegia
Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan
terapi antimikrobia yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari biakan darah

33

2) Bukti radiologist adanya abses spinal, mis : tanda abnormal


pada myelografi, ultrasound, CT-scan, MRI, atau scanningscanning yang lain ( mis : gallium, technetium )

3.5. SMF JANTUNG


1. ENDOCARDITIS
Letak infeksi
Definisi

: Endocarditis pada katup jantung alamiah atau prosthetic


: Endocarditis pada katup jantung alamiah atau prosthetic harus
memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :

Kriteri 1

: Terdapat kuman yang dibiakkan dari katup atau vegetasi

Kriteria 2

: Pada pasien terdapat dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut


tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam (>38C )
- Bising ( murmur ) baru atau berubah
- Fenomena embolik
- Manifestasi kulit ( yaitu : petechiae, spliter hemorrhage, nodul
subkutan yang nyeri )
- Payah jantung kongestif
- Atau kelainan konduksi jantung
Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan
terapi antimikrobia yang sesuai
Dan paling sedikit satu daru berikut :
1) Terdapat kuman dari dua atau lebih biakan darah
2) Terdapat kuman yang terlihat dengan pengecatan Gram dari
katup,bila hasil biakan negatif atau tidak dikerjakan
3) Vegetasi valvuler yang terlihat pada waktu pembedahan atau
autopsy
4) Test antigen positif dari darah atau urine ( mis : H.influenzae,
S.pneumoniae, N.meningitidis, atau group B.streptococcus )
5) Bukti adanya vegetsi baru pada echocardiogram

Kriteria 3

: Pada pasien berumur 1 tahun terdapat dua dari tanda-tanda dan


gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam (>38C )
- Hipotermia (<37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Bising ( murmur ) baru atau berubah
- Fenomena embolik

34

Manifestasi kulit ( yaitu,petechae,spliter hemorrhage, nodul


subkutan yang nyeri )
Payah jantung kongestif
Atau kelainan konduksi jantung

Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan


terapi antimikrobial yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari dua atau lebih biakan darah
2) Terdapat kuman yang terlihat dengan pengecatan Gram dari
katup, bila hasil biakan negatif atau tidak dikerjakan
3) Vegetasi valvuler yang terlihat pada waktu pembedahan atau
autopsy
4) Test antigen positif dari darah atau urine ( mis : H.influenzae,
S.pneumoniae, N.meningitidis, atau group B.streptococcus )
5) Bukti adanya vegetsi baru pada echocardiogram
2. MYOCARDITIS ATAU PERICARDITIS
Letak infeksi
Definisi

: Myocarditis atau pericarditis


: Myocarditis atau pericarditis harus memenuhi paling
satu kriteria berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman yang dibiakkan dari jaringan pericard atau cairan


yang diambil dengan aspirasi jarum atau pada waktu pembedahan

Kriteria 2

: Pada pasien terdapat dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut


tanpa ada penyebab lainnya :
- Nyeri dada
- Pulpus paradoksus
- Atau pembesaran jantung

sedikit

Dan paling sedikit satu dari berikut :


1) EKG abnormal yang sesuai dengan myocarditis atau pericarditis
2) Test antigen positif pada darah ( mis : H. influenzae,
S.pneumonia )
3) Bukti adanya myocarditis atau pericarditis pada pemeriksaan
histology jaringan jantung
4) Kenaiakan antibody type specific sebanyak empat kali dengan
atau tanpa isolasi virus dari pharynx atau feces
5) Efusi pericardial pada echocardiogram, CT scan, MRI atau
angiography
Kriteria 3

: pada pasien berumur 1 tahun terdapat dua dari tanda-tanda dan


gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
35

Apnea
Bradikardia
Pulsus paradokus
Atau pembesaran jantung

Dan paling sedikit satu dari berikut :


1) EKG abnormal yang sesuai dengan myocarditis atau
ketidakstabilan sternum pericarditis
2) Test antigen positif pada darah
(mis : H. influenzae,
S.pneumonia)
3) Bukti adanya myocarditis atau pericarditis pada pemeriksaan
histologis jaringan jantung
4) Kenaiakan antibody type specific sebanyak empat kali dengan
atau tanpa isolasi virus dari pharynx atau feces
5) Efusi pericardial pada echocardiogram, CT scan, MRI atau
angiography
Catatan :
Kebanyakan kasus-kasus pasca bedah jantung atau pasca infark miokard bukan infeksius
3.6. SMF MATA
1. CONJUNCTIVITIS
Letak Infeksi
Definisi

: Conjunctivitis
: Conjunctivitis harus memenuhi paling sedikit satu kiteria berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman pathogen yang dibiakkan dari eksudat purulent


yang diambil dari conjunctiva atau jaringan yang berdekatan,
seperti pelupuk mata, cornea, kelenjar meibomian atau lacrimalis

Kriteria 2

: Terdapat kemerahan pada conjunctiva atau sekitar mata pasien


Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Lekosit dan kuman tampak pada pengecatan Gram dari eksudat
2) Eksudat purulent
3) Test antigen positif ( mis : ELISA atau IF untuk clamydia
trachomatis, virus herpes simplex, adenovirus ) pada eksudat
atau conjunctival scrapping
4) Tampak multinucleated giant cells pada pemeriksaan
mikroskopik eksudat conjuctiva atau scrapping
5) Biakan virus positif
6) Kenaikan titer diagnoctic single antibody ( IgM ) sebanyak
empat kali pada paired sera ( IgG ) untuk kuman pathogen

36

2. M A T A
Letak infeksi
Definisi
Kriteria 1

Kriteria 2

: Mata selain conjunctivitis


: Infeksi pada mata selain conjunctivitis, harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut :
: Terdapat kuman pathogen yang dibiakkan dari cairan vitreous pada
kamera anterior dan posterior
: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada pnyebab lainnya :
- Nyeri pada mata
- Gangguan penglihatan
- Atau hipopion
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Dokter mendiagnosa sebagai infeksi mata
2) Test antigen positif dalam darah ( mis : H. influenzae,
S.pneumonia )
3) Diketemukan kuman dari biakan darah

3.7. SMF THT


1. TELINGA, MASTOID
Letak Infeksi
Definisi

: Telinga, mastoid
: Infeksi pada telinga dan mastoid harus memenuhi kriteria berikut :

a. Otitis eksternal harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1
: Terdapat kuman pathogen yang dibiakkan dari drainage purulent
dari saluran telinga
Kriteria 2

: Terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri
- Kemerahan
- Atau drainase dari saluran telinga
Dan terdapat kuman yang terlihat dengan pengecatan Gram pada
drainage purulent

b. Otitis media harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1
: Terdapat kuman yang dibiakkan dari drainage purulent dari telinga
tengah ( middle ear ) yang diambil dengan cara tympanocentesis
atau pada waktu pembedahan
Kriteria 2

: Terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa ada penyebab lainnya :
37

Demam ( > 38C )


Nyeri pada gendang telinga
Inflamasi
Retraksi atau penurunan mobilitas gendang telinga
Atau cairan dibelakang gendang telinga
Atau drainase dari saluran

c. Otitis interna harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1
: Terdapat kuman yang dibiakkan dari cairan bagian dalam telinga
yang diambil pada waktu pembedahan
Kriteria 2

: Dokter mendiagnosa sebagai infeksi bagian dalam telinga

d. mastoiditis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :


Kriteria 1
: Terdapat kuman yang dibiakkan dari drainage purulent dari mastoid
Kriteria 2

: Terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri
- Nyeri tekan
- Eritema
- Sakit kepala
- Atau paralysis facialis
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pada pengecatan Gram dari bahan-bahan
purulent dari mastoid
2) Test antigen pada darah positif

2. S I N U S I T I S
Letak Infeksi
Definisi

: Sinusitis
: Sinusitis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman pathogen yang dibiakkan dari bahan purulent dari


rongga sinus

Kriteria 2

: Terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri atau nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena
- Sakit kepala
- Eksudat purulent
- Atau pembuntuan lubang hidung
Dan paling sedikit satu dari berikut :
38

1) Transilluminasi positif
2) Pemeriksaan radiografis positif

3. INFEKSI SALURAN NAFAS ATAS


( Pharyngitis, Laryngitis, Epiglottitis )
Letak Infeksi
Definisi

: Infeksi saluran nafas atas, Pharyngitis, Laryngitis, Epiglottitis


: Infeksi saluran nafas atas harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :

Kriteria 1

: Terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Eritema
- Nyeri pharynx, tenggorok
- Batuk
- Suara serak
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari biakan darah
2) Test antigen pada darah atau sekresi infeksi saluran nafas atas
positif
3) Kenaikan titer diagnostic single antibody ( IgM ) sebanyak
empat kali pada paired sera ( IgG ) untuk kuman pathogen
4) Dokter mendiagnosa infeksi dan memberikan pengobatan
dengan antibiotika

Kriteria 2

: Terdapat abses yang terlihat pada pemeriksaan langsung selama


pembedahan, atau pemeriksaan histopatologis

Kriteria 3

: Pada pasien berumur 1 tahun terdapat dua dari tanda-tanda dan


gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Meler ( nasal discharge )
- Atau eksudat purulent di tenggorok
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pada pembiakan dari tempat yang spesifik
2) Terdapat kuman dari biakan darah
3) Test antigen pada darah atau sekresi saluran nafas positif
39

4) Kenaikan titer diagnostic single antibody ( IgM ) sebanyak


empat kali pada paired sera ( IgG ) untuk kuman pathogen
5) Dokter mendiagnosa infeksi saluran nafas atas

3.8. SMF GIGI


( Mulut, Lidah atau Gusi )
1. RONGGA MULUT
Letak Infeksi
Definisi

: Rongga mulut ( mulut, lidah atau gusi )


: Infeksi rongga mulut harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman pathogen yang dibiakkan dari bahan purulent dari


jaringan atau rongga mulut

Kriteria 2

: Pasien menderita abses atau terdapat bukti adanya infeksi rongga


mulut terlihat pada pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau
selama pemeriksaan histopatologis

Kriteria 3

: Terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :
- Abses
- Ulserasi
- Atau bercak putih yang menonjol pada mukosa yang mengalami
inflamasi
- Atau plaque pada mukosa mulut
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pada pengecatan Gram
2) Pengecatan KOH ( potassium hydroxide ) positif
3) Multinucleated giant cells yang terlihat pada pemeriksaan
mikroskopik kerokan mukosa
4) Test antigen pada sekresi oral positif
5) Kenaikan titer diagnostic single antibody ( IgM ) sebanyak
empat kali pada paired sera ( IgG ) untuk kuman pathogen
6) Dokter mendiagnosa infeksi dan memberikan pengobatan
dengan antijamur topical atau oral

3.9. SMF ANAK


1. NECROTIZING ENTERCOLITIS
Letak Infeksi
Definisi

: Necrotizing Entercolitis
: Necrotizing Entercolitis pada anak harus memenuhi kriteria berikut :

40

Kriteria

: Anak mengalami paling sedikit dua tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain :
- Muntah
- Distensi abdominal
- Atau prefeeding residual
Dan terdapat darah ( mikroskopis atau gross ) dalam tinja yang
persistens
Dan paling sedikit satu dari kelainan radiologist abdominal
berikut :
1) Pneumoperitoneum
2) Pneumatosas intestinalis
3) Rigid loop usus kecil yang tidak berubah

2. O M P H A L I T I S
Letak Infeksi
Definisi

: Omphalitis
: Omphalitis pada neonatus ( umur 30 hari ) harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut :

Kriteria 1

: Pasien mengalami eritema dan atau drainage serous dari umbilicus


Dan paling sedikit dari satu berikut :
1) Kuman ditemukan dari biakan drainage aspirasi jarum
2) Kuman ditemukan dari biakan darah

Kriteria 2

: Pasien mengalami baik eritema maupun drainage purulen pada


umbilicus

3. PUSTULOSIS ANAK
Letak Infeksi
Definisi

: Infant pustulosis ( pustulosis anak )


: Pustulosis pada anak ( umur 12 tahun ) harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut :

Kriteria 1

: Anak menderita satu atau lebih pustule


Dan dokter mendiagnosis sebagai infeksi kulit

Kriteria 2

: Anak menderita satu atau lebih pustule


Dan memberikan terapi antimicrobial yang sesuai

3.10. SMF PARU


1. P N E U M O N IA
41

Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah ( ISPB )


Letak Infeksi
: Pneumonia
Definisi
: Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1

: Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau pekak (dullness)


pada perkusi,

Dan salah satu diantara keadaan berikut :


1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulent atau terjadi
perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan / cuci
bronkus atau biopsi
Kriteria 2

: Foto torak menunjukkan adanya infiltraf, konsolidasi, kavitasi, efusi


pleura baru atau progresif
Dan salah satu diantara keadaan berikut :
1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulent atau terjadi
perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan / cuci
bronkus atau biopsi
4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi
saluran nafas
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam 2 kali
pemeriksaan
6) Terdapat
tanda-tanda
pneumonia
pada
pemeriksaan
histopatologi

Kriteria 3

: Pasien berumur 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan berikut :


- Apnea
- Takipnea
- Bradikardi
- Mengi (wheezing)
- Renki basah
- Atau batuk
Dan paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
1) Produksi sekresi saluran nafas meningkat
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulent terjadi
perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi tracea sikatan / cuci
bronkus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen dalam sekresi saluran
nafas

42

6) Terdapat tanda-tnda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi


Kriteria 4

: Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur 1 tahun


menunjukkan infiltrate baru atau progresif, konsolidasi, kavitasi
atau efusi pleura

Dan paling sedikit satu diantara keadaan berikut :


1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan / cuci
bronkus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi
saluran nafas
6) Terdapat
tanda-tanda
pneumonia
pada
pemeriksaan
histopatologi
Catatan :
Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi mungkin
membantu mengidentifikasi kuman etiologic dan memberikan data suseptabilitas
antimicrobial
Penemuan dari pemeriksaan sinar-x dada serial mungkin lebih membantu dari pada
pemeriksaan tunggal
Faktor Risiko Pnemonia :
a. Instrumentasi saluran nafas nafas misalnya pada pemasangan pipa endotrakea
ventilasi mekanis dan trackeostomi
b. Tindakan operasi terutama operasi torak dan abdomen
c. Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pada pemasangan pipa
lambung (nasogastric tube), penurunan kesadaran dan disfagia
d. Usia tua
e. Obesitas
f. Penyakit obstruksi paru menahun
g. Tes fungsi paru abnormal ( terutama dengan penurunan kecepatan eskpirasi )
h. Intubasi dalam waktu lama
i. Gangguan fungsi imunologi
Petunjuk Pengembangan Surveilans Pnemonia :
a. Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh
dokter,perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien ( kategori I )
b. Pelaksanaan surveilans menghitung rate menurut fakor resiko spesifik minimal jenis
operasi torak dan abdomen, dan ventilator serta melaporkan pada Panitia PIN rumah
sakit minimal 6 bulan sekali dan sekaligus menyebarluaskannya melalui bulletin
rumah sakit ( Kategori II )
43

2. B R O N C H I T I S
Letak Infeksi
Definisi

Kriteria 1

: Brobchitis, tracheobronchitis, tracheitis tanpa bukti adanya


pneumonia
: Infeksi tracheobranchial harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut:
: Tidak terdapat pneumonia baik secara klinis maupun radiografis
Dan pasien mengalami paling sedikit dua dari tanda-tanda dan
gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lain yang diketahui :
- Demam ( > 38C )
- Batuk
- Produksi sputum baru atau meningkat
- Rhonchi
- Wheezing
Dan paling sedikit satu dari tanda keadaan berikut :
1) Biakan positif dari aspirat trachea dalam atau bronchoscopy
2) Test antigen positif dari sekresi saluran nafas

Kriteria 2

: Pasien berumur 1 tahun tidak terdapat pneumonia baik secara


klinis maupun radiografis
Dan pasien mengalami paling sedikit dua dari tanda-tanda dan
gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lain yang diketahui :
- Demam ( > 38C )
- Batuk
- Produksi sputum baru atau meningkat
- Rhonchi
- Wheezing
- Respiratory distress
- Apnea
- Atau bradikardia
Dan paling sedikit satu dari keadaan berikut :
1) Biakan positif dari aspirat trachea dalam atau bronchoscopy
2) Test antigen positif dari sekresi saluran nafas
3) Kenaikan titer antibody tunggal (IgM) atau kenaikan kadar
serum (IgG) empat kali dari 2 kali pemeriksaan

3. INFEKSI LAIN PADA SALURAN NAFAS BAWAH


Letak Infeksi
Definisi

: Other infection of the lower respiratory tract


: Infeksi lain pada saluran nafas bawah harus paling sedikit
memenuhi satu kriteria berikut :

44

Kriteria 1

: Ditemukan kuman pada hapusan atau biakan dari jaringan paru atau
cairan paru, termasuk cairan pleura pasien

Kriteria 2

: Terdapat abses paru atau empiema yang terlihat waktu pembedahan


atau pemeriksaan histopatologis

Kriteria 3

: Terdapat rongga abses yang terlihat pada pemeriksaan radiografis

3.11.SMF TULANG
1. OSTEOMYELITIS
Letak Infeksi
Definisi
berikut ini :

: Osteomyelitis
: Osteomyelitis harus memenuhi syarat paling sedikit satu kriteria

Kriteria 1

: Terdapat kuman dari hasil biakan tulang

Kriteria 2

: Terdapat bukti adanya osteomyelitis yang diketemuakan pada


pemeriksaan langsung (direk) tulang pada waktu pembedahan atau
pemeriksaan histopatologis

Kriteria 3

: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Bengkak setmpat
- Nyeri tekan
- Hangat, atau
- Terdapat drainase pada tempat yang dicurigai infeksi tulang
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari biakan darah
2) Test antigen darah positif ( mis ; H. Influenzae, S. Pneuminae )
3) Bukti radiologist adanya infeksi mis : tanda abnormal pada x-ray,
CT-scan, MRI, Radio label scan ( gallium, technetium, dll )

2. SENDI ATAU BURSA


Letak Infeksi
Definisi

: Sendi atau bursa


: Infeksi sendi atau bursa harus paling sedikit memenuhi satu kriteria
berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman dari biakan cairan sendi atau biopsy synovial

Kriteria 2

: Terdapat bukti adanya infeksi sendi atau bursa yang terihat pada
waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis

45

Kriteria 3

: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Nyeri sendi
- Bengkak
- Nyeri tekan
- Hangat
- Terdapat effuse atau pembatasan gerak
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dan sel-sel darah putih pada pengecatan gram
dari cairan sendi
2) Test antigen darah, urine atau cairan sendi positif
3) Bukti radiologist adanya infeksi, mis : tanda abnormal pada x-ray,
CT-Scan, MRI, Radio label scan ( gallium, technetium, dll )

3. RUANG DISCUS
Letak Infeksi
Definisi

: Ruang discus
: Infeksi discus vertebralis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut :

Kriteria 1

: Terdapat kuman dari hasil biakan jaringan discus vertebralis yang


didapat pada waktu pembedahan atau aspirasi jarum

Kriteria 2

: Terdapat bukti infeksi discus vertebralis yang dilihat selama


pembedahan atau pemeriksaan histopatologis

Kriteria 3

: Pasien menderita demam ( > 38C ) tanpa diketahui ada penyebab


atau nyeri pada ruang discus vertebralis yang terkena
Dan tanda infeksi pada pemeriksaan radiologist X-ray, CT-Scan,
MRI, Radio label scan dengan gallium atau technetium

Kriteria 4

: Pasien menderita demam ( > 38C ) tanpa diketahui ada penyebab


atau nyeri pada ruang discus vertebralis yang terkena
Dan test antigen darah atau urine positif ( mis : H. Influenzae, S.
Pneuminae, N. Meningitidis atau grup B. Streptococcus )

3.12.SMF KANDUNGAN
1. ENDOMETRITIS
Letak Infeksi
Definisi

: Endometritis
: Endometritis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :

46

Kriteria 1

: Ditemukan kuman dari biakan cairan atau jaringan endrometrium


yang diambil pada waktu pembedahan, dengan aspirasi jarum atau
biopsy sikat ( brush biopsy )

Kriteria 2

: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa diketahui penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri abdominal
- Nyeri tekan uterus
- Atau cairan purulent keluar dari uterus

2. E P I S I O T O M I
Letak infeksi
Definisi

: Episiotomi
: Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :

Kriteria 1

: Pasien pasca partus per vaginam mengalami drainase purulent dari


episiotomi

Kriteria 2

: Pasien pasca partus per vaginam menderita abses pada episiotomi

3. VAGINAL CUFF
Letak Infeksi : Vaginal cuff
Definisi
: Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
Kriteria 1

: Pasien pasca hysterectomy mengalami drainase purulent dari vaginal


cuff

Kriteria 2

: Pasien pasca hysterectomy menderita abses pada vagina cuff

Kriteria 3

: Ditemukan kuman pathogen pada biakan yang diambil dari cairan


atau jaringan dari vagina cuff

4. OTHER INFECTION OF THE REPRODUCTIVE TRACT


Letak Infeksi : Infeksi lain pada tractus reproduksi laki-laki dan wanita
( epididymitis, testis, prostate, vagina, ovarium, uterus atau jaringan
pelvis profunda yang lain, tidak termasuk endometritis atau infeksi
vaginal cuff )
Definisi
: Infeksi lain pada tractus reproduktif laki-laki dan wanita harus
memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
Kriteria 1

: Ditemukan kuman dari biakan jaringan atau cairan dari bagian yang
terkena

47

Kriteria 2

: Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi pada daerah yang
terkena yang terlihat pada waktu pembedahan atau pemeriksaan
histopatologis

Kriteria 3

: Pasien mempunyai dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut


tanpa diketahui ada sebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Mual
- Muntah
- Nyeri
- Nyeri tekan atau disuria
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Kumanb dari biakan darah
2) Diagnosis dari dokter

3.13.SMF KULIT
1. KULIT
Letak Infeksi

: Kulit

Definisi

: Infeksi kulit harus memenuhi paling sedikit satu kiteria berikut :

Kriteria 1

: Pasien mempunyai drainase purulen, pustule, vesicular, atau


furunkel

Kriteria2

: Pasien mempunyai paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lainya :
- Nyeri atau nyeri tekan
- Bengkak lokal
- Kemerahan
- Atau hangat
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Ditemukan kuman dari biakan aspirat atau drainase dari daerah
yang terkena : bila kuman adalah normal flora kulit ( mis,
coagulase negative staphylococci, micrococci, diptheroids ) itu
harus biakan murni
2) Kuman dari biakan darah
3) Test antigen positif, dilakukan dari jaringan yang terinfeksi atau
darah (mis: herpes simplex, varicella zoster, h. infuenzae, N.
meningitides )
4) Ditemukan multinucleated giant ceil pada pemerikasaan
mikroskopis jaringa yang terkena
5) Diagnostic single antibody titer ( IgM ) atau kenaikan empat
kali dalam dua kali pemeriksaan paired sera ( IgG ) untuk
kuman pathogen

48

Catatan :
Infeksi kulit nosokomial mungkin diakibatkan oleh berbagai prosedur yang dilakukan
dirumah sakit. Infeksi insisi setelah pembedahan diidentifikasikan terpisah sebagai SSISKIN terkecuali bila setelah CBGB. Apabila insisi dada setelah CBGB terinfeksi,
tempat spesifik adalah SKNC dan bila tempat donor dikaki yang terinfeksi, letak
spesifiknya adalah SKNL.Infeksi kulit lain yang berhubungan dengan pemaparan
penting diidentifikasi dengan letaknya sendiri dan tertulis dibawah petunjuk pelaporan.

2. JARINGAN LUNAK
Letak Infeksi
Definisi

: Soft tissue (Necrotizing fascaetis, infectious gangrene, necrotizing


cellulites, infectious myocitis, lymphadenitis, atau lymphangitis )
: Infeksi jaringan lunaj harus memenuhi paling sedikit satu criteria
berikut :

Kriteria 1

: Ditemukan kuman dari biakan jaringan atau drainage dan daerah


yang terkena

Kriteria 2

: Pasian mendapat drainage purulent dari daerah yang terkena

Kriteria 3

: Terdapat abses atau bukti lain adanya infeksi yang tampak pada
waktu pembedahan atau pemeriksaan histopthologis

Kriteria 4

: Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala pada


daerah yang terkena berikut tanpa diketahui ada penyebab lainya :
- Nyeri atau nyeri tekan lokal
- Kemerahan
- Bengkak
- Atau hangat
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Kuman dari biakan darah
2) Test antigen positif, dilakukan dari jaringan yang terinfeksi atau
darah (mis: herpes simplex, varicella zoster, h. infuenzae, N.
meningitides )
3) Diagnostic single antibody titer ( IgM ) atau kenaikan empat
kali dalam dua kali pemeriksaan paired sera ( IgG ) untuk
kuman pathogen

3. ULCUS DECUBITUS
Letak Infeksi
Definisi

: Decubitus ulcer, termasuk superficial dan profunda ( dalam )


: Infeksi ulcus decubitus harus memenuhi kriteria berikut :

49

Kriteria

: Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa diketahui penyebab lainnya :
- Kemerahan
- Nyeri tekan
- Atau bengkak pada pinggir luka ducubitus
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Kuman dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara
benar ( lihat bawah )
2) Kuman dari biakan darah

Catatan :
Drainase purulent saja tidak cukup kuat membuktikan adanya infeksi
Kuman dari biakan permukaan ulcus decubitus tidak cukup kuat membuktikan bahwa
ulcus ducubitus terinfeksi. Spesimen yang diambil secara benar adalah dengan
aspirasi jarum dari cairan atau biopsy jaringan pada daerah parbatasan ulcus.
4. DISSEMINATED INFECTION
Letak Infeksi
Definisi

: Infeksi yang menyebar ( disseminated infection )


: Disseminated infection adalah infeksi yang mengenai organ atau
system yang mulitpel, tanpa ada infeksi ditempat yang jelas,
biasanya penyebabnya viral dan dengan tanda-tanda dan gejalagejala yang tidak diketahui ada panyebab dan menjadi coklat gelap
atau hitam atau perubahan warna (diskompatibel dengan
keterlibatan yang infeksius dari organ-organ atau sistim multiple )

3.14. PETUNJUK KHUSUS CUCI TANGAN


Pada setiap tindakan ( kecuali keadaan benar-benar gawat darurat ) personil harus selalu
cuci tangan.
A. Indikasi
1. Sebelum melakukan prosedur invasif
2. Sebelum melakukan asuhan langsung, khusus pada pasien rentan, seperti pasien
dengan daya tahan tubuh rendah, neonatus
3. Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka
4. Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan mikroorganisme,
khususnya pada tindakan yang memungkinkan tangan kontak dengan darah,
selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi
5. Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi dengan
mikroorganisme virulen atau secara epidemiologi merupakan mikroorganisme
penting. Benda ini termasuk pengukur urin atau alat penampung sekresi
6. Setelah melakukan asuhan langsung pada pasien yang terinfeksi atau kemungkinan
kolonisasi mikroorganisme yang bermakna secara klinis atau epidemiologis
50

7. Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi


8. Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada pasien yang
tidak infeksius
B. Tehnik Cuci Tangan
1. Untuk keperluan rutin ( sebagai tehnik dasar ) :
Gunakan air bersih yang mengalir
Lepas semua perhiasan di tangan
Gosok secara intensif pada seluruh permukaan kulit minimal 10 detik
Dibilas dibawah air mengalir

2. Untuk keperluan khusus


Tehnik Dasar + Sabun biasa
Selalu menggunakan sabun biasa kecuali ada indikasi lain
Bila menggunakan sabun batangan, letakkan dimana air dapat mengalir dengan
baik
Bila menggunakan sabun cair, tempatnya harus selalu diganti atau dibersihkan
bila habis dan diisi dengan yang baru, jangan menambahkan sabun cair baru
pada tempat yang masih tersisa.
Tehnik dasar + antiseptik
Cuci tangan dengan sabun antiseptik dilakukan sebelum memberi asuhan
langsung, khususnya pada pasien yang rentan dan setiap kontak dengan pasienpasien di unit resiko tinggi
Antiseptik saja
Bahan antiseptic yang tidak membutuhkan air untuk pembilasan dapat digunakan
di tempat yang tidak mempunyai tempat cuci tangan
C. Sarana Untuk Cuci Tangan
1. Sarana cuci tangan dengan air mengalir disediakan pada tempat yang mudah
dijangkau dan tersedia diseluruh unit perawatan rumah sakit sehingga
memudahkan asuhan pasien
2. Tempat cuci tangan harus diletakkan da dalam unit perawatan pasien. Jumlah
tempat cuci tangan disesuaikan dengan besarnya unit dan jumlah pasien.
3. Sarana cuci tangan harus disediakan didalam atau berdekatan dengan ruangan
tindakan diagnostik atau prosedur invasif dilakukan.

3.15. DEKONTAMINASI, PEMBERSIHAN, DESINFEKSI DAN STERILISASI


PERALATAN PERAWATAN PASIEN
Dekontaminasi
Adalah tindakan yang diperlakukan terhadap alat-alat yang tercemar atau telah
dipergunakan sebelum alat-alat tersebut menjalani proses lebih lanjut

51

Pembersih / pencucian
Semua alat yang akan didisinfeksi atau disterilkan harus dicuci / dibersihkan terlebih
dahulu dengan seksama untuk menghilangkan semua bahan organik (darah dan jaringan)
dan sisa lainnya
Disinfeksi
Adalah menghilangkan semua mikroba, tetapi spora mungkin masih ada
Sterilisasi
Upaya penghancuran mikroba termasuk spora bakteri ( Bacillus subtilis, Clostridium
tetani, dll )

DEKONTAMINASI
Dekontaminasi adalah merupakan langkah pertama dalam menangani alat-alat bedah
dan sarung tangan yang sudah digunakan. Dekontaminasi penting dalam persiapan
penanganan alat-alat yang kontak dengan cairan tubuh.
Segera setelah digunakan alat-alat tersebut direndam dalam cairan chlorine 0,5 %
selama 10 menit yang dapat dengan cepat membunuh virus hepatitis B dan AIDS.
Dekontaminasi membuat alat-alat tersebut menjadi aman ditangani oleh petugas yang
membersihkannya.
Setelah dekontaminasi alat-alat tersebut segera dicuci dengan air dingin untuk
mencegah korosi dan untuk menghilangkan kotoran organik yang ada sebelum
dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Petugas harus memakai sarung tangan dalam
menangani alat-alat rendaman tersebut.
Catatan :
Jika dalam merendam menggunakan alat-alat stailess steel dan box logam maka
dapat terjadi reaksi kimia, yang dapat mempercepat korosi alat-alat tersebut.
Permukaan, terutama meja periksa atau meja bedah yang sering kontak dengan
cairan tubuh harus didekontaminasi. Membersihkan dengan disinfektan yang tersedia
seperti cairan chlorine 0,5 % sebelum digunakan kembali atau setidaknya sekali sehari
adalah cara yang mudah dan murah untuk mendekontaminasi permukaan-permukaan
yang luas.
Setelah alat-alat dan perlengkapan lainnya didekontaminasi, maka aman untuk
melakukan proses selanjutnya seperti pencucian dan terakhir sterilisasi atau desinfeksi
tingkat tinggi.
Sekali alat-alat atau perlengkapan lainnya telah didekontaminasi, maka dibutuhkan
proses selanjutnya : membersihkan dan akhirnya sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi.
Mempersiapkan larutan 0,5 % chlorine dari pemutih ( sodium hipoklorit )
Nama Dagang ( Negara )

Household ( AS, Kanada )

Persen (%) yang ada Cara mengencerkan menjadi


larutan 0,5 %
5
52

1 bagian cairan pemutih ke

dalam 9 bagian air


Eau de Javel

1 bagian cairan pemutih ke


dalam 9 bagian air

Chloros ( Inggris )

10

1 bagian cairan pemutih ke


dalam 9 bagian air

JIK ( Kenya )

3,5

1 bagian cairan pemutih ke


dalam 6 bagian air

Sumber : Adaptasi dari INTRAH, 1989


PEMBERSIHAN / PENCUCIAN
Pencucian adalah langkah penting dalam mempersiapkan alat-alat atau perlengkapan
yang aman dan bebas infeksi. Mencuci dengan air deterjen secara fisik dapat
menghilangkan materi organik seperti darah dan cairan lainnya. Materi organik kering
dapat bekerjasama dengan mikroorganisme dalam endapan yang melindunginya dari
sterilisasi atau disinfeksi kimia. Materi organik juga dapat membuat desinfeksi tidak
aktif sebagian sehingga menjadi kurang efektif ( Poter, 1987 ).
Alat-alat dicuci dan disikat ( dapat dengan sikat gigi ) denan deterjen dan air, yang
secara fisik dapat menghilangkan materi organic seperti darah dan cairan tubuh lainnya.
Pemakaian deterjen agar lebih efektif, karena kalau hanya menggunakan air saja tidak
akan menghilangkan protein, minyak dan lemak. Penggunaan sabun cuci tangan tidak
dianjurkan karena asam lemaknya bereaksi dengan mineral dalam air keras dengan
meningginya endapan atau buih ( garam kalsium yang tidak larut ) yang sulit
dihilangkan. Deterjen ketika dilarutkan dalam air akan pecah dan larut atau atau
lemaknya larut juga minyak dan benda asing lainnya sehingga mudah dihilangkan pada
saat membersihkannya. Penggunaaan deterjen cair lebih dianjurkan karena lebih mudah
bercampur dengan air daripada deterjen bubuk. Jangan menggunakan penggosok ( vim
atau comet ) atau serat besi untuk membersihkan karena dapat menggores atau
melubangi logam atau benda stainless steel. Goresan ini akan menjadi tempat
bersarangnya mikroorganisme dan meningkatkan korosi dari alat-alat.
Sebagian besar mikroorganisme ( > 80 % ) yang terdapat dalam darah dan materi
organik lainnya dapat dihilangkan selama proses pembersihan. Pembersihan juga dapat
mengurangi jumlah bakteri endospora yang dapat menyebabkan tetanus dan gangrene.
Sebagaiman diketahui virus hepatitis-B yang hidup di darah dalam jumlah yang sangat
kecilpun ( 10-8 ) dapat menyebabkan infeksi jika terpercik kedalam mata, maka penting
sekali membersihkan alat-alat dibawah permukaan air untuk mencegah percikan bahanbahan organik tersebut. Materi organik juga dapat membuat inaktifasi parsial beberapa
disinfektan ( mis. Alkohol dan Iodium ) membuatnya jadi kurang efektif.
Petunjuk umum membersihkan alat-alat :
- Menggunakan sarung tangan pada saat membersihkan alat-alat dan perlengkapan
- Alat-alat harus dibersihkan dengan menggunakan sikat dalam air deterjen, perhatian
khusus pada alat-alat yang bergigi, pada sambungan, dimana materi-materi organik
dapat berkumpul disitu

53

- Karena chlorine dapat menghancurkan protein, maka dekontaminasi pertama dengan


merendam dalam chlorine akan memudahkan pembersihan selanjutnya.
- Setelah dicuci alat-alat tersebut dibilas dengan air untuk menghilangkan endapan yang
dapat bereaksi dengan disinfeksi kimia.
DISINFEKSI
Adalah proses yang dapat menghilangkan sebagian besar mikroorganisme.
Disinfeksi tingkat tinggi ( DTT ) akan menghancurkan seluruh mikroorganisme
( termasuk bentuk vegetatif, tubercolosa, jamur dan virus ) kecuali beberapa bakteri
endospora.
DTT Dengan Merebus
Merebus dalam air adalah cara yang efektif dan praktis untuk disinfeksi tingkat tinggi
alat-alat dan sarung tangan yang kontak dengan lapisan mukosa dan juga merupakan
desinfektan yang baik untuk perlengkapan dan alat-alat untuk prosedur invasif jika
sterilisasi tidak tersedia.
Walaupunmerebus alat-alat dalam air mendidih selama 20 menit dapat membunuh
seluruh vegetatif bakteri, virus ( termasuk hepatitis-B dan AIDS ), parasit dan jamur,
namun merebus tidak dapat membunuh endospora bakteri sehingga tidak dapat
mencapai keadaan steril.
Penting diketahui bahwa :
- Seluruh bentuk vegetatif bkteri dapat dibunuh dengan uap panas pada suhu 60 0 750 C
dalam waktu 10 menit ( Salle, 1973 )
- Virus hepatitis-B jadi tidak aktif bila direbus selama 2 menit pada suhu 98 0C
( Kobayashi dkk, 1984 ) dan munkin tidak aktif dalam waktu 10 menit pada suhu 80
0
C ( Russell dkk, 1982 ).
- Walaupun beberapa spora bakteri dapat dibunuh jika direbus pada suhu 99,5 0C selama
20 30 menit ( Williams dan Zimmerman, 1951 ), namun Clostridium tetani dapat
tetap tahan pada perebusan selama 15 90 menit ( Spaulding, 1939 ).
- Suhu tertinggi yang dapat dicapai dengan air adalah 100 0C (100 0F ) pada ketinggian
permukaan laut. Karena titik didih air adalah 1,1 0C lebih rendah setiap ketinggian
1000 kaki, maka yang terbaik adalah merebus alat-alat yang akan didisinfeksi
selama 20 menit. Keadaan ini memberikan batas keamanan untuk berbagai
ketinggian sampai 5500 meter (18000 kaki ) dan dengan waktu yang sama dapat
menghilangkan berbagai resiko infeksi.
DTT Dengan Bahan Kimia
Alat-alat yang dapat rusak dengan merebus, aman menjalani desinfeksi tingkat tinggi
dengan bahan kimia seperti glutaraldehyde atau formaldehyde. Terdapat bermacammacam disinfeksi yang dapat digunakan. Walaupun alcohol dan iodofor murah dan
mudah didapat, namun keduanya tidak termasuk disinfeksi tingkat tinggi. Alkohol tidak
dapat membunuh beberapa virus dan spesies Pseudomonas yang termasuk bakteri gram
negatif, diketahui dapat berkembangbiak pada iodofor. Keduanya digunakan sebagai
disinfeksi hanya jika tidak tersedia desinfeksi tingkat tinggi.
Catatan :

54

Jarum dan alat suntik tidak dianjurkan menggunakan disinfeksi kimia karena endapanendapan kimia yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya pada saat mencuci, dapat
bereaksi dengan obat-obatan yang disuntikkan.
Keuntungan dan Kerugian dari Disinfeksi ini :
Alkohol
Alkohol tidak korosif terhadap logam dan dapat merusak lapisan bantalan dari
endoskop, cepat menguap, tidak membunuh beberapa virus.
Larutan Chlorine
Larutan chlorine bereaksi cepat, sangat efektif terhadap hepatitis B dan virus AIDS,
murah dan mudah didapat. Sangat berguna untuk mendekontaminasi permukaan
yang luas seperti meja periksa. Kerugian utamanya adalah chlorine menyebabkan
korosi pada alat-alat logam, walaupun alat-alat stainless steel dapat aman direndam
menggunakan tempat plastik didalam chlorine 0,5 % sampai 20 menit. Jika
kemudian dicuci dan dikeringkan dengan tepat maka korosi tidak menjadi masalah.
WHO ( 1989 ) menganjurkan larutan chlorine 0,5 % untuk mendekontaminasi
permukaan dan alat-alat sebelum dibersihkan.
Formaldehyde
Formaldehyde 8 % dapat digunakan sebagai sterilisasi kimiawi, juga merupakan
disinfeksi tingkat tinggi yang efektif, tapi sangat toksik. Perlindungan khusus harus
diberikan, baik pada petugas maupun penderita terhadap asapnya ketika mencampur
dan menggunakan larutan Formaldehyde. Jangan mencampurkannya dengan larutan
Klorinated, karena dapat menghasikan gas yang sangat berbahaya ( dechloromethyleter )
Glutaraldehyde
Glutaraldehyde juga dapat digunakan sebagai sterilisasi kimia, dan merupakan
disinfeksi tingkat tinggi yang efektif. Walaupun kurang iritatif dibandingkan dengan
formaldehyde, sebaiknya seduanya digunakan pada ruang yang berventilasi. Hindari
kontak kulit dengan menggunakan sarung tangan dan hati-hati jangan sampai kena
percikan larutan ini.
Catatan :
Karena baik glutaraldehyde dan formaldehyde ( formalin ) meninggalkan endapan,
alat-alat harus dicuci dengan baik setelah didisinfeksi dengan larutan ini untuk
mencegah iritasi dan menghilangkan endapan.
Iodofor
Iodofor ( larutan iodium yang dicampur zat pelarut ) juga dapat digunakan secara
lokal. Povidone iodine ( PVI ) adalah iodofor yang umum tersedia, biasanya dijual
sebagai larutan 10 % ( 1 % iodium ), ia tidak termasuk desinfeksi tingkat tinggi lagi
karena spesies pseudomonas pernah ditemkan dalam larutan iodofor sebagai
kontaminan, karenanya tidak digunakan lagi untuk desinfeksi barang yang besar,
inert ( plastik ), IUD dan inserter yang digunakan berkali-kali. Iodofor adalah
desinfektan yang baik untuk alat-alat stailess steel.

55

Hidrogen Peroksida
Hidrogen Peroksida ( H2O2 ) yang harus dilarutkan menjadi 6 % sering digunakan
secara lokal. H2O2 3 % digunakan sebagai antiseptic bukan sebagai desinfektan.
Kerugian utama larutan ini adalah sifatnya yang korosif dan tidak dapat digunakan
untuk disinfeksi tembaga, alumunium, zink dan kuningan. Juga cepat kehilangan
potensinya jika terkena panas dan cahaya, karena itu harus disimpan hati-hati. WHO
( 1989 ) tidak menganjurkan penggunaan H 2O2 pada lingkungan tropis karena tidak
stabilnya keadaan panas dan cahaya.
Penyimpanan disinfektan :
- Disinfektan harus disimpan ditempat yang dingin dan gelap
- Jangan menyimpan bahan kimia di tempat yang terkena sinar matahari langsung atau
pada tempat yang sangat panas ( missal : diatas rak yang beratap timah )
Pembuangan tempat Kimia Yang Sudah Digunakan :
- Cuci wadah yang terbuat dari gelas dengan air. Wadah gelas dapat dicuci dengan
deterjen, bilas, keringkan dan dapat digunakan kembali.
- Wadah yang terbuat dari plastic yang telah digunakan untuk zat-zat yang toksik seperti
glutaraldehyde ( missal Cidex ), cuci tiga kali dengan air dan buang dengan
menguburnya.
Produk-produk yang tidak dapat digunakan untuk disinfeksi tingkat tinggi :
Walaupun antiseptik ( sering disebut desinfeksi kulit ) cukup adekuat untuk
membersihkan kulit sebelum disuntik atau dilakukan tindakan bedah, namun tidak dapat
digunakan sebagai desinfektan alat-alat bedah dan sarung tangan. Zat tersebut tidak
dapat membunuh seluruh bakteri dan virus, juga endospora bakteri. Misalnya savlon
( cetrimid dengan chlorhexidine gluconate ) yang sudah tersedia dimana-mana, dapat
digunakan sebagai antiseptik tapi sering salah digunakan sebagai desinfektan.
Produk-produk tersebut adalah :
- Derivat-derivat acridine ( misal : gentian violet atau crystal violet )
- Benzalkonium chloride, ammonium quatener ( missal : zephiran )
- Cetrimide ( missal : cetavlon )
- Cetrimide dengan chlorhexidine gluconate ( savlon )
- Chlorinated lime dan asam borak ( missal : eusol )
- Chlorinated gluconate ( missal : hibiscrub, hibitane )
- Chloroxylenol ( missal : dettol )
- Hexachlorophene ( missal : phisohex )
Produk-produk lain yang juga sering digunakan sebagai desinfektan alat-alat adalah 1
2 % phenol ( missal phenol ) dan Lysol ( asam karbolik 5% ). Phenoloc dan carbolic
adalah disinfeksi tingkat rendah dan hanya digunakan untuk mendekontaminasi
permukaan lingkungan jika larutan chlorine tidak tersedia.
STERILISASI
Alat-alat yang terpapar dengan darah atau jaringan sebaiknya disterilisasi setelah
sebelumnya dikontaminasi, dibersihkan, dicuci dan dikeringkan. Proses sterilisasi dapat
56

menghancurkan seluruh mikroorganisme termasuk endospora bakteri. Endospora bakteri


sangat sulit dibunuh karena mempunyai lapisan protektif, bakteri yang membentuk
endospora termasuk spesies klostridium dapat menyebabkan tetanus dan gangrene.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan otoclaf ( penguapan dengan tekanan
tinggi ), pemanasan kering atau menggunakan larutan kimia ( sterilisasi dingin ).
Agar efektif sterilisasi harus dilakukan dalam waktu tertentu. Panas atau zat
kimianya harus dapat masuk ke dalam pembungkus alat-alat tersebut sebelum
penghancuran mikroorganisme dimulai. Jika menggunakan panas, pertama suhu
sterilisator harus optimal kemudian pembungkusnya ( jika ada ), terakhir baru alat-alat
yang disterilkan. Karena itu waktu merupakan faktor penting dalam proses sterilisasi.

Efektifitas dari setiap cara sterilisasi tergantung dari :


Jenis mikroorganisme yang ada. Beberapa mikroorganisme sangat sulit dibunuh,
sementara lainnya sangat mudah
Jumlah mikroorganisme yang ada. Adalah sangat mudah membunuh satu
mikroorganisme daripada banyak
Jumlah dan jenis kontaminasi, yang melindungi mikroorganisme tersebut. Darah dan
jaringan yang terdapat pada lat-alat yang dibersihkan tidak adekuat, dapat melapisi
mikrorganisme.
Jumlah proteksi mikroorganisme pada alat yang akan disterilkan. Mikroorganisme
akan berkumpul ( dan dilindungi ) pada celah-celah seperti jepitan yang bergigi dari
forseps jaringan.
Kebersihan sangat berpengaruh pada tiga faktor pertama, karenanya membersihkan alat
yang akan disterilkan sangat penting. Lebih penting lagi walaupun dengan menambah
waktu sterilisasi tidak dapat menjamin alat-alat tersebut sudah steril, karena jumlah dan
jenis mikroorganisme pada alat-alat bedah yang terkontaminasi sering tidak diketahui.
Pentingnya membersihkan sebelum sterilisasi tidak dapat dihindarkan.
Indikasi Sterilisasi dan desinfeksi Kuat ( High Level )
Peralatan kedokteran klinis atau alat asuhan pasien yang dimasukkan ke jaringan yang
biasanya steril, kesistem vaskuler atau melalui aliran darah, harus selalu disterilkan
sebelum digunakan.
Peralatan yang menyentuh selaput lender seperti endoskopi, pipa endoktrakheal
disterilkan, tetapi bila tidak mungkin harus didisinfeksi kuat. Alat-alat medis yang
melukai jaringan ( misalnya : scalpels dan jarum suntik ) harus disteril setiap kali
berhubungan dengan setiap penderita.
Alat-alat medis tetapi tidak menusuk sampai kejaringan mukosa ( misal : anastesi
melalui pernafasan, pisau laringoskope, speculum liang vagina, fiberoptik endoskop
yang fleksibel ) sebaiknya harus disterilisasi tetapi bila hal ini tidak mungkin alat-alat ini
harus didisinfeksi tingkat tinggi. Pada beberapa institusi pelayanan kesehatan, alat-alat
medis ini direndam dalam bahan desinfeksi kimia sebelum dibersihkan dan diproses
selanjutnya untuk digunakan kembali nantinya. Tujuan perendaman adalah untuk
melepaskan atau mencegah keringnya bahan organik yang ada. Hal ini tidak boleh
57

dianggap bahwa alat-alat tersebut aman untuk dipegang atau aman untuk digunakan
kembali tanpa proses selanjutnya.
Metoda Sterilisasi
Setiap sterilisasi menggunakan alat sterilisasi uap umum, kecuali alat yang akan
disterilkan dapat rusak dengan pemanasan, tekanan atau keadaan lembab maka harus
digunakan cara sterilisasi lain yang sesuai. Sterilisasi kilat ( 132 0C ) selama 3 menit
pada gravity displacement steam sterilizer tidak dianjurkan untuk implant.
Sterilisasi dengan Uap ( Autoclaving )
Adalah metoda yang dianjurkan untuk alat-alat medis yang digunakan kembali, seperti
jarum dan semprit ( semprit harus dari kaca atau plastic yang autoclavable ). Autoclave
ini dijalankan paling kurang selama 1 menit setelah bahan-bahan yang akan diproses
mencapai suhu 121 0C (atau 250 0F) sama dengan tekanan 1 atmosfer diatas tekanan 1
atmosfer dan sesudah uap air yang ada jenuh. Autoclave yang dipakai jangan terlalu
penuh. Semua autoclave harus dites untuk efikasinya dengan menggunakan indicator
biologis. Indikator-indikator pemantauan autoclave atau tes-tes lain mungkin dapat
direncanakan untuk meyakinkan bahwa isi dari autoclave tersebut benar-benar steril.
Sterilisasi dengan Pemanasan Kering
Sterilisasi dengan pemanasan kering dengan menggunakan aliran listrik atau oven gas
adalah metoda yang baik untuk alat-alat yang tahan pada suhu 170 0C ( 340 0F ). Karena
itulah metoda ini baik untuk digunakan pada emperit plastik yang akan digunakan
kembali, walaupun listrik rumah atau oven yang menggunakan gas kering tetapi cara ini
hanya boleh digunakan bila alat yang dirancang secara khusus untuk sterilisasi
( autoclave atau sterilisasi uap ) tidak tersedia.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan menggunakan pemanasan kering adalah
2 jam, setelah suhu dari bahan yang diserolkan mencapai 170 0C ( 340 0F ) secara stabil.
Desinfeksi Tingkat Tinggi Dengan Pendidihan
Desinfeksi tingkat tinggi dengan pendidihan akan tercapai bila alat-alat dididihkan
selama 20 menit. Ini adalah cara yang paling sederhana dan paling dipercaya untuk
membunuh aktifitas hampir semua jasad renik yang berbahaya termasuk HIV, bila alatalat lain untuk steriisasi tidak tersedia.
Pendidihan atau merebus alat hanya boleh digunakan bila upaya sterilisasi dengan uap
atau dengan pemanasan kering tidak tersedia. Virus Hepatitis-B dihentikan katifitasnya
dengan cara merebusnya selama beberapa menit. HIV yang sangat peka terhadap
pemanasan, juga dihentikan aktifitasnya dengan pendidihan selam beberapa menit.
Walaupun demikian untuk memastikannya perebusan atau pendidihan ini harus
dilanjutkan sampai 20 menit.
Desinfeksi Tingkat Tinggi Dengan Perendaman Dalam Cairan Kimia
Bermacam-macam
bahan desinfeksi yang disarankan digunakan dalam sarana
pelayanan kesehatan diketahui dapat membunuh virus HIV, ditujukan oleh tes-tes yang
dilakukan di laboratorium. Prakteknya desinfeksi dengan bahan kimia ini mungkin tidak
dapat dipercaya, karena daya kerjanya akan hilang dengan adanya darah atau bahan
organik lain. Kemungkinan lain bahan ini akan kehilangan kekuatannya, khususnya bila

58

disimpan dalam tempat yang hangat. Desinfeksi dengan menggunakan bahan kimia
tidak boleh digunakan pada jarum dan semperit.
Desinfeksi dengan bahan kimia ini untuk lat pemotong kulit, hanya boleh digunakan
sebagai pilihan terakhir kalau semua upaya sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi
dengan perebusan tidak ada, serta hanya desinfeksi dengan bahan kimia ini bias diyakini
bila semua alat benar-benar bersih sebelum direndam didalam cairan kimia desinfektan
tersebut. Karena bahan desinfektan tidak akan menyerap sampai kedalam bahan organik
yang ada, misalnya darah yang beku. Alat-alat tersebut harus dikeringkan dengan
handuk sebelum dicelupkan kedalam bahan desinfektan, karena pencelupan alat yang
basah berulang-ulang akan mengencerkan cairan ini sehingga tidak efektif lagi. Glutaral
( glutaraldehyde ) 2 % dan Hydrogen peroksida 6 % adalah bahan yang paling banyak
dipakai dalam desinfeksi tingkat tinggi menggunakan bahan kimia.

Glutaral
Glutaral biasanya tersedia dalam bentuk cairan 2 % yang memerlukan pengaktifan
sebelum digunakan. Pengaktifan ini termasuk penambahan tepung atau cairan buffer
yang telah disediakan bersama-sama. Hal ini akan membuat cairan bersuasana basa
( alkalis ). Pencelupan secara menyeluruh kedalam cairan yan telah diaktifkan akan
memusnahkan pertumbuhan bakteri, jamur dan virus dalam waktu kira-kira 30 menit.
Perendaman selama 10 jam diperlukan untuk membinasakan spora yang masih ada
( sterilisasi ). Sesudah perendaman semua alat harus dibilas secara menyeluruh dengan
air untuk menghilangkan sisa-sisa glutaral.
Sesudah peendaman dan pembilasan alat-alat tersebut harus dipegang dengan forceps
steril dan sarung tangan yang steril pula, dikeringkan dengan handuk steril untuk
mencegah kontaminasi (pengotoran) ulang. Sekali diaktifkan bahan kimia ini tidak
boleh disimpan lebih dari 2 minggu. Cairan ini harus dibuang bila terlihat kekeruhan.
Cairan ini mengeluarkan uap yang beracun dan menyebabkan iritasi, sehingga petugas
yang memakainya harus hati-hati, hindari agar tidak mengenai kulit.
Hydrogen Peroksida
Adalah desinfeksi tingkat tinggi yang kuat dimana aktifitasnya terletak pada
kemampuan oksidanya. Pencelupan alat-alat yang sudah bersih dengan larutan 6 %
menghasilkan desinfeksi tingkat tinggi dalam waktu kurang dari 30 menit. Setelah
pencelupan alat-alat harus dibilas dengan air steril dan dilap dengan kain steril. Larutan
6 % ini harus disediakan segera sebelum dipakai, dimana larutan ini berasal dari larutan
30 % yang stabil. Caranya : 1 bagian larutan 30 % ditambahkan pada 4 bagian air
mendidih. Larutan pekat 30 % ini harus diperlakukan dengan hati-hati karena sifatnya
yang merusak ( korosif ). Larutan ini haruslah disimpan pada tempat yang dingin yang
dilindungi dari cahaya. Karena Hydrogen peroksida 30 % adalah bahan yang
mengoksidasi secara kuat, cairan ini tidak bolah dipakai pada bahan-bahan yang terbuat
dari tembaga, alumunium, seng dan kuningan.
Pemantauan Biologik Alat Sterilisasi
Semua alat setrilisasi harus dipantau paling sedikit seminggu sekali dengan bahan
pemantauan berupa sediaan spora yang spesifik untuk setiap jenis alat sterilisasi
( misalnya : Bacillus stearothermophilus untuk sterilisasi uap dan Bacillus subtilis untuk

59

sterilisasi dengan bahan etilen oksida dan pemanas kering ). Setiap muatan yang berisi
bahan implant harus dipantau. Bahan implant tidak boleh dipakai sebelum hasil uji spora
terbukti negatif sampai 48 jam. Bila spora tidak mati pada uji spora rutin harus segera
diperiksa apakah alat-alat sterilisasi berfungsi baik dan digunakan secara betul,
kemudian uji spora diulang. Bila ternyata hasil uji spora hanya satu kali positif maka
sterilisasi benda selain implant tidak perlu ditangguhkan kecuali terjadi gangguan pada
alat sterilisasi atau prosedur sterilisasi. Jika uji coba tetap positif, penggunaan alat
sterilisasi dihentikan sampai alat tersebut diperbaiki.
Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Sterilisasi
Sesuai dengan petunjuk pabrik untuk cara penggunaan dan pemeliharaan alat sterilisasi.
Penggunaan Bahan Steril : Jangan menggunakan bahan yang sterilisasinya diragukan
( kemasan berlobang, robek, basah )
Proses Ulang Bahan Sekali Pakai : Setiap alat yang dapat berubah kondisi fisiknya
karena dibersihkan, disterilkan atau didesinfeksi tidak boleh diproses ulang. Hindarkan
proses ulang yang mengakibatkan keadaan toksik atau menganggu keamanan dan
keaktifan alat.
Beberapa contoh larutan antiseptik
KELOMPOK

AKTIFITAS MELAWAN BAKTERI


KET
GRAM
GRAM
ENDO VIRUS JAMUR
POSITIF NEGATIF SPORA
ALKOHOL ( 60 Sangat
Sangat
Tidak
Baik
Baik
Tdk dipakai
-90% etil atau
Baik
Baik
Ada
pada selaput
isopropil )
lendir
Chlorhexidine 4%
(Hibitane, hibiscrb,
salvon )

Sangat
Baik

Baik

Tidak
Ada

Cukup

Cukup

Baik

Tidak

Kurang

Cukup

Buruk

Preparat
Yodium
dan Alkohol 3 %
( Tinctura Yodii )

Sangat
Baik

Sangat
Baik

Kurang
Baik

Baik

Baik

Tdk dipakai
pada lapisan
mukosa

Yodophar
( Bethadine )

Sangat
Baik

Baik

Tidak
Ada

Baik

Baik

Dpt dipakai
untuk
lapisan
mukosa

Hexachlorophene
3% ( Phisohex )

Dikutip dari : Pencegahan Infeksi dalam Pelayanan KB ( PKMI ), 1994

60

Mempunyai
efek
persisten yg
baik
Dpt terjadi
pertumbuhan
bakteri scr
REBOUND

PEMROSESAN ALAT
DEKONTAMINASI
Rendam selama 10 20 menit
Dalam larutan chlorine 0,5 %

CUCI DAN BILAS


Pakai Sarung tangan
Hati-hati tertusuk instrument tajam

Metode
Terbaik

Metode
Alternatif

STERILISASI

Otoklaf 106 Kpa ( 15 lbs / in )


1210C ( 250 0F )
tanpa bungkus 20
terbungkus
30

DISINFEKSI TINGKAT TINGGI


(DTT)

Oven
170 0C

Rebus

Kimiawi

60

20

Rendam 20

61

DI INGINKAN
SIAP PAKAI

Dikutip dari : Pencegahan Infeksi Dalam Pelayanan KB ( PKMI ), 1994

3.16. PENGAMBILAN,

PENYIMPANAN

DAN

PENGIRIMAN

BAHAN

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
Seperti halnya pemeriksaan mikrobiologik pada umumnya, maka dalam hal
pengembalian, penyimpanan dan pengiriman bahan pemeriksaan yang berkaitan dengan
infeksi nosokomial harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu
Syarat berlaku umum untuk semua bahan pemeriksaan dikemukakan dalam petunjuk
umum. Syarat-syarat yang berlaku khusus bahan tertentu dibahas dalam petunjuk
khusus. Petunjuk umm dan khusus bahantertentu dibahas dalam petunjuk khusus.
Petunjuk umum dan khusus yang akan dikemukakan lebih lanjut adalah persyaratan
untuk bahan pemeriksaan bakterilogik.
Pada bagian dari petunjuk ini, disajikan sebuah table untuk mempermudah pada
pemakai secara cepat memilih cara tepat untuk menangani bahan tertentu. Bila para
pemakai jasa laboratorium mikrobiologi mengalami kesukaran, diharapkan berhubungan
langsung dengan petugas laboratorium.
A. PETUNJUK UMUM
Di dalam petunjuk umm pemeriksaan bakteriologik, yang dapat diterapkan secara
umum ialah tahap pengambilan bahan pemeriksaan. Penyimpanan serta pengiriman
diperinci dalam petunjuk khusus.
Pengambilan bahan pemeriksaan bakteriologik untuk infeksi nosokomial hendaknya
beberapa syarat yaitu :
1) Bahan diambil sebelum pemberian antibiotika atau khemotherapeutika. Dalam
keadaan terlanjur diberi, maka sebaiknya dilampirkan jenis dan takaran serta lama
pemberian obat.
2) Bahan pemeriksaan diambil pada saat dan tempat yang tepat. Saat dan tempat dipilih
dengan mempertimbangkan kemungkinan terbesar mendapatkan kuman-kuman.
3) Pengambilan dilakukan dengan cara dan alat sedemikian rupa, sehinga cemaran
tidak dapat terjadi ( cara aseptic )
4) Bahan pemeriksaan diambil dalam jumlah yang cukup untuk pemeriksaan yang
diminta.
62

5) Formulir pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap


B. PETUNJUK KHUSUS
Petunjuk bahan pemeriksaan yang sering diminta untuk diperiksa, akan dibahas
sendiri. Untuk bahan periksaan yang relative agak jarang diminta, hanya dicantumkan
dalam table paada akhir petunjuk ini.
1) Air seni
Waktu penampungan air seni sebaiknya pagi hari ( early morning specimen ) atau
4 jam setelah kencing terakhir. Tempat penampungan ialah tabung steril bertutup.
Tempat pengambilan dapat dengan cara penampungan porsi tengah yang bersih
( clean voided mid stream ), fungsi suprapublik atau dengan keteter. Jumlah air
seni yang dibutuhkan antara 1-2 ml bila diambil dengan fungsi suprapublik atau 10
ml, bila diambil dengan porsi tengah yang bersih atau keteter. Bahan yang diperoleh
segera dikirim ke laboratorium. Bila tertunda dapat disimpan dalam lemari es suhu
4 C selama 24 jam, atau ditambah pengawet asam borat.
2) Darah
Waktu pengambila darah untuk biakan kuman dipilih sesuai dengan perjalanan
penyakit. Tempat penampungan bahan disediakan sepasang media yang berisi media
cair, Tryptic Phosphate Broth ( TPB ) atau Trypticase So Broth ( TSB ) atau
Cooked Meat Medium
( CMM ) untuk kuman anaerob. Masing-masing media
diisi dengan 5 ml 10 ml darah untuk 10% volume media.
Pengisian darah dilakukan dengan cara aseptic. Pengiriman bahan ke laboratorium
segera mungkin. Bila tertunda diletakkan dalam incubator 37C semalam.
3) Nanah
Pengambilan nanah ( pus ) dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu :
a. Pengambilan nanah dari tempat yang tertutup misalnya dari abses, rongga tubuh
( kavum pleura, rongga sendi dan lain sebagainya ). Bahan diambil dengan cara
fungsi aspirasi, dengan semprit steril.
b. Pengambilan nanah dari tempat yang terbuka tau yang berhubungan dengan
udara, misalnya dari luka terbuka. Bahan diambil dengan cara hapusan dengan
lidi kapas steril.
Bahan yan diambil dengan cara : a) Segera kirim kelaboratorium. Diusahakan sedikit
mungkain bahan kontak denan udara yaitu dengan cara meniadakan udara di dalam
semprit dan menutup jarum pada ujung semprit dengan tutup karet bekas tutup obat
suntik.
Bahan yang diambil dengan cara : b) Dimasukkan kedalam media transport stuar dan
segera dikirim ke laboratorium.
Bila pengiriman tertunda, supaya disimpan dalam satu kamar.
4) Tinja
Pengambilan bahan pada pagi hari dan atau pada tinja yang baru keluar (Freshly
passed stool). Bila tinja sulit diperoleh maka pengembalian dengan hapusan rectum
63

dianjurkan. Tinja yang diperoleh ditampung di dalam tabung atau botol gelas steril
dan segera dikirim ke laboratorium. Bila diambil dengan hapusan rectum, dikirim
dalam media transport Carry Blair. Jumlah bahan yang diperlukan sebanyak 10 gram
atau sebesar ibu jari kaki orang dewasa.
5) Dahak
Dahak ( sputum ) diperoleh dari penderita dengan cara batuk spontan, dengan
ekspek torans, aspirasi cairan lambung atau aspirasi transtrakeal. Penderita diberi
petunjuk agar yang di tampung adalah benar-benar dahak dan bukan air liur.
Pengambilan dilakukan pada pagi hari ( early morning sputum ) dan ditampung
dalam cawan Petri steril.
Bahan segera dikirim ke laboratorium, penundaan tidak dianjurkan oleh karena
penambahan pengawet tidak ada.
6) Liquor cerebrospinalis
Pengambilan dengan fungsi, dilakukan sewaktu-waktu sebanyak 2-4 ml.
Penampunga dapat berupa tabung/botol gelas steril bertutup alur ( screw capped )
atau tabung berisi media pemupuk Dextrose Ascitic ( DAF ). Pengiriman
kelaboratorium segera mungkin ( selagi masih hangat ) penyimpanan tidak
dianjurkan.
Tabel pemilihan cara-cara pengambilan, penyimpanan pengiriman bahan pemeriksaan
bakteriologi
No
1.

Nama
Bahan
Air Seni

Jenis Pemeriksaan
Biakan dan sedium langsung
kuman-kuman pyogenik

Pengambilan

Penyim
panan
4C

pagi hari

pagi hari

asam
borat
-

cawan Petri steril


sepasang media

37C

Segera
suhu
kamar
Segera

37C

Segera

37C

Segera
( selagi
hangat
37C )
Segera

tabung steril
2.

Dahak

3.

Darah

4.

Cairan
pleura

5.

6.

Biakan dan sediaan langsung


kuman-kuman bukan tahan
asam
Biakan kuman aerod dan
anaerob
Biakan dan sediaan langsung
kuman-kuman
aerob dan
anaerob

Liquor
Cerebros
pinalis

Biakan dan sediaan langsung


kuman-kuman pyogenik

Hapusan
tenggorok
an/hidung

Biakan dan sediaan langsung


kuman-kuman pyogenik

Pengiri
man
Segera
4C

Fungsi
steril

aspirasi

semprit

Media pemupuk
tabung steril
media pemupuk DAF
lidi kapas steril dalam
media

Suhu
kamar

transport stuart

Suhu
kamar

64

Segera

7.

Nanah

Biakan dan sediaan langsung


kuman-kuman
aerob dan
anaerob

lidi kapas steril dalam


media transport stuart
fungsi aspirasi
semprit steril

dalam

37C

Segera
Segera

3.17. ISOLASI
A. PERKEMBANGAN KONSEP ISOLASI
Konsep isolasi penderita penyakit menular sudah ada sejak zaman kuno, dengan
adanya pengasinan terhadap penderita kusta. Sebelum tahun 1850, konstruksi rumah
sakit terdiri dari bangsal-bangsal yang terbuka dengan penderita yang penuh sesak.
Akibatnya infeksi silang sanat tinggi dan anka kematian sangat tinggi. Florence
Nightingale, berdasarkan pengamatannya pada waktu peran krim mencatat dalam Notes
on Hospitals, tentang perlunya koridor terbuka. Ajarannya mengenai Perawat Demam
(fever nursing) menekankan pentingnya asepsis dan kebersihan lingkungan
berdasarkan konsep yang berkembang saat itu bahwa perawat demam dapat menularkan
penyakit karena kontak dengan tubuh, dan bukan karena lingkungan. Akhir abad 19,
teori infeksi diterima dirumah sakit Amerika Serikat dan dimulai dengan dihindarinya
bangsal yang penuh sesak danditerapkan praktek asepsis. Rumah sakit penyakit menular
memulai isolasi individual maupun kelompok pada tahun 18889. Pada pergantian abad,
rumah sakit umum mulai mengisolasi pasien dengan penyakit menular pada ruang
individual, alat-alat terpisah dan penggunaan desinfektan. Sejak terjadi wabah
( outbreak ) infeksi nosokomial pada tahun 1960-an, Centers for Disease Control and
Prevention ( CDC ) mulai menyusun kebijakan isolasi pasien penyakit menular di rumah
sakit. Rekomendasi CDC yang pertama berjudul Isolation techniques for use in
hospital terbit pada tahun 1970, yang membagi cara isolasi dalam 7 kategori,
berdasarkan cara penularan epidemilogi. Penggunaan 7 kategori dipantau
mengakibatkan terjadinya pengisolasian yang tidak diperlukanatau berlebihan, sehingga
terjadi beberapa kali perkembangan pada tahun 1985 diperkenalkan universal
precauntions, kewapadaan ( precauntion ) terhadap darah dan cairan tubuh, yang tidak
membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis
penyakitnya. Pada tahun 1987, diperkenalkan Body Substance Isolation, usaha untuk
menghindari kontak dengan semua jenis cairan tubuh.
Pedoman Contres for Desease Control and Prevention (CDC, Atlanta USA)
Pedoman isolasi terbaru dari CDC diterbitkan pada tahun 1994, dan direvisi kembali
pada tahun 1997, terdiri dari d lapis kewaspadaan. Lapisan pertama dinamakan
Standard Precautions yang merupakan kombinasi antara Universal Precautions (UP)
dengan Body Substance Isolations (BSI). Kewaspadaan lapis pertama ini bertujuan
untuk menurunkan resiko penularan dari infeksi yang sudah atau belum diketahui dan

65

diperlakukan untuk semua pasien apapun diagnosanya yang sudah diketahui, termasuk
penyakit infeksi, ataupun standard precaution ini ditujukan pada darah, semua cairan
tubuh, sekresi dan ekresi ( kecuali keringat ) baik yang nyata tercampur darah maupun
tidak, kulit yang terluka dan membran mukosa.
Lapisan kedua kewaspadaan ini disebut Transsmision-based Precautions, ditujukan
untuk pasien yang terbukti atau diduga berpenyakit menural atau yang secara
epidemiologis mengidap kuman pathogen, yang memerlukan lebih dari Standard
Precontions untuk mencegah transmisi silangnya.
Transmision-Based Precautions yang didasarakan atas cara penularan / transmisi
penyakit terdiri dari tiga jenis :
Airborne precautions ( kewaspadaan penularan lewat udara )
Droplet precautions ( kewaspadaan penularan lewat droplet )
Contact precautions ( kewaspadaan penularan lewat kontak )
Jenis-jenis kewaspadaan ini dapat juga berupa kombinasi, bila ada suatu penyakit
mempunyai beberapa cara penularan dan setiap tipe merupakan tambahan terhadap
Standard Precontions. Cara isolasi sebelumnya yang berdasarkan category specific
isolations ( Strict isolations, contact isolations, respiratory isolations, tuberculosis,
enteric precautions dan drainage / secretions isolations ), serta yang berdasarkan
disease specitic semua sudah dilebur habis ke dalam tiga jenis kewaspadaan berdasarkan
cara penularan tersebut. Ciri lain dari pedoman terbaru ini adalah adanya daftar pasien
dewasa dan pasien anak-anak yang dianggap infeksius berdasarkan diagnosa kerja
empiris yang dikaitkan dengan cara penularan yang ada.
B. AIRBORNE PRECAUTIONS
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara,
baik yang berupa bintik percikan diudara (airborne droplet nuclei, ukuran 5 pm atau
lebih kecil ) atau partikel debu yang berisi agen infeksi. Organisme yang ditularkan
dengan cara ini dapat menyebar secara luas bersama dengan aliran darah.
Penyakit yang masuk kategori ini antara lain tuberculosis, varisela, campak.
Diperlukan ventilasi seperti pada isolasi BTA ( Basil tahan Asam ), pasien ditempatkan
pada ruang tersendiri dengan aliran udara negatif ( negative airflow ) dengan minimal 6
kali pergantian udara per jam, yang dipantau terus menerus. Udara langsung dibuang ke
luar atau dilewatkan penyaring ( filter ) particular udara dengan efisiensi tinggi bila akan
disirkulasi kembali. Pintu ruangan harus selalu tertutup. Pasien hanya boleh
meninggalkan kamar bila ada kepentingan mendesak. Bila pasien akan diangkut keluar
harus dipakaikan masker chirurgis. Alat pelindung respirasi harus dikenakan untuk
pasien yang didiagnosa atau diduga tuberkolosis sesuai dengan Pedoman yang telah ada
untuk tuberkolosis. Orang termasuk petugas Rumah Sakit, yang rentan terhadap
penyakit campak (measles) dan cacar air (varisela) dilarang masuk ke ruangan pasien
dengan penyakit tersebut.
Tabel 1 : AIRBORNE PRECAUTION
Sebagai tambahan dari Standard Precautions, Airborne Precautions digunakan untuk
pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui
percikan halus di udara.
Contoh penyakit :
66

Campak
Varisela (termasuk herpes zoster yang menyebar / disseminated )
Tuberkulosis
Penempatan Pasien :
Tempatkan pasien pada tempat yang :
Tekanan negatif termonitor
Minimal pergantian udara enam kali setiap jam
Pembuangan (exhaust) udara keluar yang memadai atau penggunaan filter tingkat
tinggi termonitor sebelum udara beredar ke seluruh rumah sakit

Jagalah agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam ruangan
Bila tidak ada tempat tersendiri, tempatkan pasien dalam ruangan dengan pasien lain
yang terinfeksi mikroorganisme yang sama dan tidak ada infeksi lain.
Proteksi respirasi :
Gunakan pelindung pernafasan waktu masuk ke ruang pasien yang diketahui atau di duga
mengidap tuberculosis, jangan masuk ruangan pasien yang diketahui atau diduga
menderita campak atau varisela bagi orang yang rentan terhadap infeksi tersebut.
Pengangkutan Pasien :
Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal yang penting saja. Bila
pemindahan atau pengangkutan pasien memang diperlukan hindari penyebaran droplet
nucleus dengan memberi pasien masker chirurgis.

C. DROPLET PRECATIONS
Kategori ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari kuman pathogen yang
infeksius. Penularan droplet terjadi bila partikel percikan yang besar ( diameter > 5
mikrometer ) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut atau
konjungtiva mata dari orang yang rentan. Droplet ( percikan besar ) dapat terjadi pada
waktu seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas
seperti intubasi atau bronkoskopi.
Penularan melalui droplet / percikan besar berbeda dengan transmisi airborne karena
pada transmisi droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber dan penerima
penularan, karena percikan besar tidak dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat
berpindah dari dan ketempat yang dekat.
Contoh penyakit yang ditularkan melalui droplet adalah meningococcal meningitis,
meningitis atau pneumonia pneumokokal yang multidruig resisten, pertusis, pharyngitis
atau pneumonia streptokal, influenza dan parpovirus B19. Pasien harus ditempatkan di
kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, pasien dengan mikroorganisme
penyebab infeksi yang sama dapat dirawat di ruang yang sama atau cohort ( bangsal
umum )

67

Masker harus dipakai, bila seseorang berada dalam jarak tiga kaki dari pasien. Akan
lebih praktis jika memakai masker diharuskan sejak seseorang memasuki ruangan pasien,
Pasien hanya diperbolehkan meninggalkan ruangan hanya jika perlu dan harus memakai
masker.
Tabel 2 : DROPLET PRECAUTIONS
Sebagai tambahan dari Standard Precautions, Droplet Precautions digunakan untuk
pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui
percikan partikel besar.
Contoh Penyakit :
Invasive H. Influenzae tipe B, termasuk meningitis, pneumonia dan sepsis
Invasive N. Meningitidis, termasuk meningitis, pneumonia dan sepsis
Invasive S. Penumoniae multidrug resisten, termasuk meningitis, pneumonia, sinusitis
dan otitis media
Bakteri infeksi saluran nafas lain dengan transmisi droplet :
(a) Diphteria (pharyngeal)
(b) Mycoplasma pneumoniae
(c) Pertusis
(d) Pneumoniae plague
(e) Streptococcal pharyngitis, pneumonia atau scarlet fever pada bayi dan anak-anak
Infeksi virus serius dengan transmisi droplet, termasuk :
(a) Adenovirus
(b) Influenzae
(c) Mumps
(d) Parvovirus B19
(e) Rubella
Penempatan pasien :
Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi aktif organisme
yang sama, tetapi tidak ada infeksi lain. Bila ada kamar tersendiri, tempatkan dalam
ruangan secara kohort dan bila ruang untuk kohort tidak memungkinkan, buatlah jarak
pemisah mionimal 3 kali antara pasien terinfeksi dengan pasien lain dan pengunjung.
Pemakaian masker :
Pemakaian masker bila berada / bekerja dengan jarak kurang dari 3 kaki dari pasien.
Transport Pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak. Bila terpakasa
memindahkan pasien, gunakan masker chirurgis untuk pasien.

D. CONTACT PRECAUTIONS
Kewaspadaan ini di tujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
penyakit yang secara epidemiologis penting dan ditularkan melalui kontak langsung

68

( misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit ) yang terjadi selama perawatan rutin atau
kontak tak langsung (persinggungan) dengan benda di lingkungan pasien.
Pasien harus ditempatkan di ruang sendiri, bila tidak tersedia dapat dengan kohort
( bangsal Umum ).
Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada standar
precautions terhadap kontak dengan darah dan bahan tubuh. Pada contact precautions ini
sarung tangan harus diganti setelah menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme
dengan konsentrasi tinggi ( misalnya tinja atau cairan luka ). Sarung tangan harus dibuka
sebelum meninggalkan ruangan dan kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci
aseptic. Jubah yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak yang
cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan buang air besar (inkotinensia)
atau bila ada luka basah yang tidak dapat ditahan dengan pembalut. Jubah harus dilepas
sebelum meninggalkan ruangan.
Contoh penyakit / keadaan yang memerlukan contact precautions adalah infeksi atau
kolonisasi bakteri yang multidrug resistens, colitis clostridium difficile, respiratory
syncytial virus pada anak, infeksi kulit dengan scabies, impetigo, zoster ( diseminata ) dan
viral hemorrhagic fever ( Lassa fever atau virus Marburg )
Varisela yang disseminated merupakan contoh infeksi yang memerlukan dua macam
precautions berdasarkan cara penularannya yaitu airborne dan contact.
Kebijaksanaan mengenai special organism isolation mencakup kewaspadaan terhadap
semua bentuk kontak dengan pasien, peralatan sekitar tempat tidur dan lingkungan dekat
pasien. Penekanan khusus pada pemakaian peralatan tersendiri untuk masing-masing
pasien dan tidak membenarkan pemakaian alat bersama. Kebersihan sekitar pasien juga
harus diperhatikan, karena hal ini sangat penting untuk organisme seperti vancomycinresistant Enterococci dan clostridium difficile.
Tabel 3 : CONTACT PRECAUTIONS
Sebagai tambahan dari Standard Precautions, contact Precautions digunakan untuk pasien
yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit serius yang mudah menular melalui
kontak pasien atau kontak dengan sesuatu di lingkungan pasien.
Contohnya :
Infeksi Gastrointestinal, respirasi, kulit atau luka atau kolonisasi bakteri yang
multidrug resistant sesuai keputusan program pemberantasan
Infeksi enteric dengan dosis infeksi rendah atau berkepanjangan termasuk :
(a) Clostridium difficile
(b) Enterohemorrharge. E. Coli, shigella, hepatitis A atau rotavirus pada pasien
incontinenta
RVS, parainfluenza virus atau infeksi enterovital pada bayi dan anak-anak
Infeksi kulit yang sangat menular atau yang bias timbul pada kulit kering, termasuk :
(a) Diphtheria ( kulit )
(b) Herpez simplex virus ( neonatus atau mucocutaneus )
(c) Impetigo
(d) Abses besar, selulitis atau dekubitus
(e) Pediculosisi
(f) Scabies
(g) Stapylococcal furuncolosis pada bayi dan anak
(h) Stapylococcal scalded skin syndrome
(i) Zoster ( disemianta atau immunocompromised host )
69

Viral / hemorrhagic conjunctivitis


Viral hemorrhagic fever ( lassa fever atau marburg virus )
Penempatan Pasien :
Tempatkan pada kamar sendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi aktif organisme
yang sama tetapi tanpa infeksi lain. Bila kamar tersendiri tidak tersedia, tempatkan
dalam ruangan secara kohort.
Sarung Tangan dan Cuci Tangan :
Pakailah sarung tangan waktu masuk dan selama dalam ruang pasien, lepaskan waktu
meninggalkan ruangan, kemudian cuci dan gosok dengan tangan dengan anti kuman.
Setelah membuka sarung tangan, usahakan agar tangan tidak menyentuh permukaan
atau barang apapun yang berpotenti terkontaminasi.
Pemakaian gaun :
Pakailah gaun waktu masuk kamar pasien, bila diperkirakan (pakaian) seseorang yang
masuk tersebut akan bersentuhan dengan pasien atau dengan alat-alat disekitar pasien,
bila pasien yang dirawat diare, inkontensia atau pasien iliostomy dan bila pasien yang
dirawat luka basah tanpa pembalut. Lepaslah gaun saat akan meninggalkan ruangan.
Setelah membuka gaun, usahakan agar pakaian tidak lagi menyentuh permukaan yang
berpotensi terkontaminasi.
Transport Pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang penting. Bila terpaksa
harus memindahkan keluar kamar, usahakan tetap melaksanakan precautions.
Perawatan Lingkungan :
Usahakan agar alat perawatan pasien, peralatan di sekitar tempat tidur pasien dan
permukaan lain yang tersentuh dibersihkan setiap hari
Peralatan Perawatan Pasien :
Bila mungkin, gunakan peralatan pasien non-kritis dan peralatam seperti stetoskop,
tensimenter, rectal thermometer masing-masing satu untuk satu atau sekelompok pasien
kohort untuk menghindari pemakaian bersama. Bila pemakaian bersama tidak dapat
dihindari, peralatan tersebut harus selalu dibersihkan dan didisinfeksi sebelum dipakai
untuk satu atau sekelompok pasien lain.

E. KEWASPADAAN
DENGAN
PENDEKATAN
SINDROMIK
DAN
KEWASPADAAN TERHADAP ORGANISME KHUSUS
Beberapa penyakit dengan etiologi virus maupun bakteri dengan keterbatasan fasilitas
penunjang untuk menegakkan diagnosis, cukup sering diagnosis pasti belum atau tidak
dapat ditegakkan. Pada masa tersebut, penularan tetap terjadi. Dalam keadaan seperti ini
perlu digunakan pendekatan sindromik dalam meneyukan jenis kewaspadaan yang paling
sesuai ( table 4 ), selain Standard Precautions. Kemungkinan kuman penyebab perlu
disesuaikan dengan epidemiologi penyakit masing-masing daerah.

70

Di beberapa tempat di amerika serikat telah timbul sejenis enterokokus yang resisten
terhadap Vancomisin ( Vancomycin resistant enterococci ) yang harus ditangani sebaik
mungkin dengan contact precautions yang memerlukan pendekatan multifactor. Sebelum
pedoman tersedia, beberapa lembaga menggunakan special organism isolation yang
dilapoirkan efektif untuk organisme multidrug-resistent termasuk Enterococcus resistant,
Enterococcus faucum, Acinetobacter aniteatus dan Clostridium difficile ( table 5 ).

Tabel 4 : Sindrom atau kondisi klinik yang secara empiric memerlukan kewaspadaan
tambahan
Sindrom / kondisi klinik :
empiris :
Diare :
(1) Diare akut dengan kemungkinan
infeksi pada pasien inkontinensia
(2) Diare pada dewasa dengan riwayat
pemakaian antibiotika broad
spectrum atau jangka lama
Meningitis :
Rash atau exanthema umum dengan
Etiologi tak diketahui :
(1) Petechiae/echymotic dengan demam
(2) Vesiculer
Airborne/kontak
(3) Makulopapular dengan pilek dan
Infeksi respirasi :
(1) Batuk / demam / infiltrate lobus atas
paru pada pasien HIV negatif atau
pasien dengan resiko HIV yg kecil
(2) Batuk/demam/infiltrate paru dilokasi
manapun pada pasien HIV positif
atau pasien dengan resiko tinggi
terinfeksi HIV
(3) Batuk paroksismal atau yang menetap
selama periode pertusis
(4) Infeksi respirasi terutama bronchitis
dan croup pada bayi dan anak-anak
Resiko mikroorganisme yang multidrug
71

Penyebab potensial

Precaution

Enteric pathogen

Kontak

Clostridium difficile

Kontak

Neisseria meningitides
Varisela

Droplet

Rubeola (measles)

Airborne

M. tuberculosis

Airborne

M. tuberculosis

Airborne

Bordetella pertusis

Droplet

RSV atau
parainfluenza virus

Kontak

Resistant :
(1) Riwayat infeksi atau kolonisasi dengan
kuman yang multidrug resistant
(2) Infeksi kulit, luka atau infeksi saluran
kemih pd penderita yang baru masuk
RS atau tempat perawatan di mana
Organisme multidrug resistent tinggi
Infeksi pada kulit atau luka :
Abses atau luka basah yg tidak bisa ditutup

Bakteri resisten

Kontak

Bakteri resisten

Kontak

Staphylococcus aureus
Group A Streptococcus

Kontak

Tabel 5 : Isolation Precautions Untuk Organisme Khusus


Suatu perlakuan isolasi precautions khusus untuk mikroorganisme yang secara surveilans
terbukti mengakibatkan masalah tertentu berkaiatan dengan obat antiminkroba atau
penularan nosokomial.
1. Precautions
Precautions berkaiatan dengan organisme khusus diberlakukab dengan melihat kasus
per kasus pada keadaan sebagai berikut :
a. Bila pasien mengalami infeksi atau kolonisasi dengan organisme yang mulidrug
resisten yang tidak dapat diobati dengan antibiotic biasa dan atau
b. Bila organisme tertentu diketahui memiliki potensi merusak orang lain dan atau
ekologi sekitar rumah sakit karakteristik dari antibiogram, patogenitas, virulensi
atau sifat epidemiologis organisme tersebut
2. Praktek yang dianjurkan
Sebagai tambahan pada tehnik Universal Precautions yang biasa, perlakuan berikut
dianjurkan untuk mengurangi kemungkinan transmisi organism eke pasien lain,
petugas atau lingkungan :
a. Tempatkan pasien pada ruang tersendiri bila mungkin
b. Lakukan precautions perlindungan secara ketat untuk segala kontak dengan pasien
atau dengan lingkungan dekatnya
c. Keharusan cuci tangan diberlakukan secara ketat setelah melepas sarung tangan
dan setelah melepas semua pakaian pelindung orang lain
d. Pakailah sarun tangan untuk semua kontak dengan pasien, peralatan pasien sekitar
tempat tidur dan lingkungan dekat pasien
e. Ganti sarung tangan sebelum menangani peralatan dan setiap kali kotor
f. Pakailah jubah sekali pakai ( disposable ) untuk kontak langsung dengan pasien,
peralatan yang poensial terkontaminasi dan permukaan kamar. Bukalah jubah
sebelum meninggalkan kamar.
g. Pakaialah masker dan kaca mata pengaman waktu melakukan prosedur yang
mengeluarkan aerosol misalnya suction, bronkoskopi, induksi sputum, terapi
airrosol, dll. Masker harus dibuka waktu keluar dari ruangan.
h. Sediakan perlengkapan satu set untuk masing-masing pasien. Perlengkapan tidak
boleh dipakai bersama ( kecuali kalau didisinfesi secara baik ). Termasuk ini
72

adalah thermometer Elektronik, manometer, stetoscop, kursi roda, stretcher, dll.


Setelah pasien pulang semua peralatan harus didisinfeksi
i. Petugas rumah tangga ditugaskan untuk membersihkan semua permukaan datar
dekat pasien dengan germicide. Minimal membersihkan ini meliputi palang tempat
tidur, meja overbad, jemuran malam, lantai dan permukaan alat elektronik, alat
therapy respirasi dan barang-barang lain yang berkontak langsung dengan pasien.
Kain lap yang dipakai untuk satu pasien tidak boleh dipakai untuk ruang dan
peralatan pasien lain. Kain tersebut harus dicuci sebelum dipakai kembali atau
dibuang
Walaupun tidak mungkin dapat membersihkan lingkungan dari organisme pathogen,
kewaspadaan terhadap organisme khusus ini dimaksudkan untuk menurunkan jumlah /
angka koloni bakteri pada permukaan datar dan lingkungan dekat pasien.

BAB IV
PENUTUP

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, kami Panitia
Pengendalian Infeksi Nosokomial ( PAN PIN ) telah menyelesaikan salah satu tugas yang
diberikan oleh Direktur RSU Mataram.
Dengan selesainya penyusunan buku pedoman ini kami dari PAN PIN berharap agar
semua pihak yang berhubungan dengan pelayanan di RSU Mataram dapat melakukan /
memberikan pelayanan sebaik-baiknya sehingga dapat mengurangi angka kejadian infeksi
nosokomial di RSU Mataram.
Kami menyadari bahwa buku pedoman ini belum sempurna dan masih terdapat
kekurangan, maka harapan kami kepada semua pihak dapat memberikan kritik atau saran
sehingga pedoman ini lebih sempurna dan bermanfaat.
Pada kesempatan ini kami PAN PIN menyampaikan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga buku pedoman ini dapat disusun, terutama kepada semua
anggota PAN PIN atas semua partisipasinya.

73

STRUKTUR ORGANISASI
PANITIA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
RSUD MATARAM

DIREKTUR RSUD MATARAM

KOMITE MEDIK

KERJA SAMA
DOKTER PIN
PERAWAT PIN
WAKIL DOKTER
WAKIL PERAWAT
INST. FARMASI
ISS
INST. LINEN
IKL - RS
IPS - RS
ADMINISTRATOR

PAN I T I A P I N

TIM PIN

KOORDINATOR / SMF
ANASTESI

74

KETUA
KELOMPOK

KETUA
KELOMPOK

PERAWAT

KETUA
KELOMPOK

PERAWAT

75

RUANGAN

KETUA
KELOMPOK

Anda mungkin juga menyukai