PE N DAH U LUAN
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapatkan oleh penderita selama penderita di
rawat di rumah sakit. Dengan demikian infeksi nosokomial ini dapat menimbulkan persoalan
yang sangat serius, baik dari sisi penderita, dimana penderita akan dirawat lebih lama, biaya
yang dikeluarkan akan lebih lama, mengurangi masa bekerja bagi pasien yang produktif dan
langsung atau tidak langsung dapat merupakan penyebab kematian bagi pasien.
Infeksi nosokomial ini merupakan masalah global dan merupakan salah satu infeksi
yang sering ditemukan di negara berkembang maupun di negara-negara industri. Sebagian
masalah dan kendala yang dihadapi berbagai negara untuk mencegah dan mengendalikan
kejadian infeksi nosokomial tidak jauh berbeda, sehingga strategi dan pelaksanaan
pencegahan infeksi nosokomial disusun dan diterapkan sesuai dengan kondisi masing-masing
negara dan masing-masing rumah sakit.
Penyebab dari infeksi nosokomial adalah kuman yang berada di lingkungan rumah
sakit (eksogen) atau oleh kuman yang dibawa oleh penderita sendiri (endogen )
Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah, oleh
karena itulah buku pedoman ini disusun, dengan harapan dapat sebagai pedoman bagi semua
petugas / personil rumah sakit dalam upaya menekan angka kejadian infeksi nosokomial di
Rumah Sakit Umum Mataram.
Atas penilaian, pertimbangan dan persetujuan dari TIM PENYUSUN Buku Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial, maka dalam penyusunan Buku Pedoman Pengendalian
Infeksi Nosokomial edisi ke III ini, diputuskan untuk melakukan REVISI pada Buku
Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Edisi II yang disusun tahun 1999, dengan
menghilangkan beberapa bagian yang dianggap tidak relevan lagi dan menambahkan
beberapa hal yang dianggap perlu seperti :
1. Susunan organisasi Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial
2. Pencegahan Infeksi akibat pemasangan kateter intravena ( Rekomendasi CDC 2002 )
3. Survelans
4. Isolasi
5. Airborne Precautions
Kami menyadari bahwa buku ini masih terdapat kekurangan dan perlu penyempurnaan
baik dalam bentuk maupun isinya. Oleh karena itu kami Panitia Pengendalian Infeksi
Nosokomial RSU Mataram, dengan kerendahan hati mengharapkan adanya koreksi atau
penambahan sehingga buku pedoman ini dapat lebih sempurna guna dapat kita pergunakan
sebaik-baiknya.
Terlepas dari segala kekurangan yang masih ada, semoga buku pedoman ini dapat kita
pergunakan bersama sebagai acuan guna bersama-sama dapat mencegah atau menekan angka
kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Mataram.
BAB II
TUJUAN DAN KEBIJAKSANAAN
2.1. TUJUAN
Dengan tersusunnya buku pedoman pengendalian infeksi nosokomial ini, akan
dilanjutkan dengan memasyarakatkan di lingkungan Rumah Sakit Umum Mataram bagi
semua petugas pelayanan. Dengan demikian diharapkan semua petugas pelayanan
( Dokter dan Paramedis ) dapat memahami tentang infeksi nosokomial, dapat melakukan
surveilans dan pengendalian infeksi nosokomial sehingga diharapkan dapat dicapai :
Berkurangnya angka kejadian infeksi nosokomial pada kasus-kasus selektif seperti
ILO, ISK, Pneumonia, IADP, Infeksi Saluran Cerna
Berkurangnya angka kejadian infeksi nosokomial menyeluruh di Rumah Sakit Umum
Mataram.
2.2. KEBIJAKSANAAN
Kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan adalah :
Dibentuknya Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial ( PAN PIN ) dan Tim
Pengendalian Infeksi Nosokomial ( TIM PIN ) di RSU Mataram
Penyusunan Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Rumah Sakit Umum
Mataram
Pemberian Informasi kepada petugas pelayanan dan yang terkait tentang pengendalian
infeksi nosokomial di rumah sakit
Melakukan surveilans
Mengevaluasi kegiatan
Upaya-upaya lain yang berkaiatan dengan pengendalian infeksi nosokomial
2.3. PENGERTIAN
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat dirumah sakit.
Suatu infeksi dikatakan didapat dirumah sakit apabila :
1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda / gejala infeksi tersebut atau tidak dalam
masa inkubasi dan infeksi tersebut
2. Infeksi 3 x 24 jam setelah pasien dirumah sakit
3. Infeksi pada lokasi yang sama tapi mikroorganisme penyebabnya berbeda dengan
mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit, atau mikroorganisme penyebab sama
tapi lokasi berbeda.
Pengendalian Infeksi Nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian
infeksi nosokomial di rumah sakit.
Umpan balik mengenai informasi ini biasanya sangat efektif dalam menggiring
tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial dengan
menerapkan kewaspadaan universal dalam pekerjaan sehari-hari.
f. Mengevaluasi sistem pengendalian
Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans dan
upaya pencegahan atau pengendalian telah dijalankan, maka masih diperlukan
surveilans secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa permasalahan yang ada
benar-benar telah terkendali. Dengan pemantauan yang terus menerus maka suatu
upaya pengendalian yang nampaknya rasional kadang akhirnya dapat diketahui bahwa
ternyata tidak efektif sama sekali. Sebagai contoh bahwa peralatan meatus setiap hari
untuk mencegah infeksi nosokomial saluran kemih yang nampak rasional, namun data
surveilans menunjukkan bahwa tidak ada manfaatnya.
g. Memenuhi persyaratan administrasi ( seperti AKREDITASI )
Dengan adanya peraturan yang mengharuskan rumah sakit melakukan surveilans
infeksi nosokomial sebagai persyaratan untuk menmdapatkan akreditasi, maka
seringkali data surveilans hanya dipakai untuk memenuhi peraturan tersebut.
h. Untuk mengantipasi tuntutan mal-praktek
Dengan adanya surveilans yang baik membuktikan bahwa rumah sakit telah
berusaha untuk mengendalikan masalah, bukannya menyembunyikan. Ini merupakan
bukti penting untuk melawan tuntutan yang tidak diinginkan.
BAB III
M AT E R I
3.1. SMF DALAM
1. INFEKSI SALURAN KEMIH ( ISK )
Definisi dan Klasifikasi
a. Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) Simptomatik
Letak infeksi
Definisi
Kriteria 1
: Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nikuria ( anyang-anyangan )
- Polakisuria
- Disuria
- Atau nyeri supra pubik
- Atau biakan urin porsi tengah ( midstream ) > 105 kuman
per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies
Kriteria 2
: Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
Salah satu dari hal-hal berikut :
- Supra pubik demam ( > 38C )
- Nikuria ( anyang-anyangan )
- Polakluria
- Disuria
- Atau nyeri supra pubik
Dan salah satu dari hal-hal berikut :
1) Test carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase
dan atau nitrit
2) Piuria ( terdapat 10 leukosit per ml atau terdapat 3
lekosit per LPB dari urin yang tidak dipusingkan )
3) Ditemukan kuman dengan pewarna gram dari urin yang
tidak dipusing ( dicentrifuge )
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama ( kuman gram
negatif atau S. Saphrophyticus ) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter
Kriteria 4
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
Biakan urin harus diambil dengan tehnik yang sesuai, seperti koleksi clean
catch atau kateterisasi
Pada anak kecil biakan urin harus diambil dengan kateterisasi buli-buli atau
aspirasi suprapubik, biakan positif dari specimen dari kantung urin tidak
dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan specimen yang diambil secara
aseptic dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik.
Kriteria 2
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test laboratorium yang
bias diterima untuk bakteririuria
Biakan urin harus diambil dengan tehnik yang sesuai seperti koleksi Clean
Catch atau kateterisasi
Kriteria 2
: Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik
secara pemeriksaan langsung selama pembedahan atau
melalui pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 3
Kriteria 4
10
11
12
Kriteria 2
3. GASTROENTERITIS
Letak infeksi : Gastroenteritis
Definisi
: Gastroenteritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
Kriteria 1
Kriteria 2
13
- Nyeri perut
- Atau sakitkepala
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pathogen enterik pada biakan kotoran (stool) atau
hapusan rectum
2) Kuman pathogen enterik diketemukan pada mikroskop rutin atau
electron
3) Kuman pathogen enterik dideteksi dengan nassay antigen atau
antibody dari darah atau feces
4) Terdapat bukti adanya kuman enterik pathogen yang dideteksi
dari perubahan sitopatik pada biakan jaringan ( toxin assay )
5) Kenaiakan titer diagnostic single antibody ( IgM ) sebanyak
empat kali pada paired sera ( IgG ) untuk kuman pathogen
Untuk Neonatus, dikatakan menderita gastroenteritis apabila :
1) Hipertemi, suhu > 38C, rectal atau hipotermi suhu < 37C, rectal
2) Kembung
3) Bising usus meningkat atau menurun
4) Muntah
5) Pemeriksaan tinja mikroskopis ditemukan > 5 per lapang
pandang, eritrosit > 2 per lapang pandang besar
Catatan :
Gastroenteristis pada neonatus yang lahir di rumah sakit selalu dianggap sebagai
gastroenteristis nosokomial.
Faktor Resiko Gastroenteristis
1)
2)
3)
4)
5)
Pencegahan Gastrointeristis
1) Cuci tangan
2) Penanganan makanan yang baik dan aman di rumah sakit
3) Tindakan isolasi tertentu pada setiap pasien diare akut dengan penyebab yang
diduga infeksius
4) Personil yang menderita diare akut dengan penyebab yang diduga infeksius tidak
diperbolehkan untuk memberi asuhan langsung
4. INFEKSI TRAKTUS DIGESTIVUS
( Esophagus, gaster, usus kecil, usus besar dan rektum )
Letak infeksi : Infeksi traktus digestivus ( Esophagus, gaster, usus kecil, usus besar
dan rektum ) tidak termasuk gastro-enteristis dan appendicitis
14
Definisi
Kriteria 1
: Pasien menderita abses atau bukti lain adanya infeksi yang terlihat
pada waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis
Kriteria 2
5. H E P A T I T I S
Letak Infeksi : Hepatitis
Definisi
: Hepatitis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria
15
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
: Pasien mengalami paling sedikit dua dari tanda-tanda atau gejalagejala berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain :
- Jaundice demam ( > 38C )
- Nausea ( mual )
- Muntah
- Nyeri perut
Dan paling sedikit satu dari keadaan berikut :
1) Ditemukan kuman dari biakan cairan yang keluar dari drain yang
dipasang secara bedah ( mis ; redon drain, drain terbuka, T-tube
drain )
2) Ditemukan kuman dari biakan cairan drain atau jaringan yang
diambil waktu pembedahan atau aspirasi jarum
3) Ditemukan kuman dari biakan darah dan bukti radio grafis adanya
infeksi mis: gambaran abnormal pada ultra sound, CT scan, MRI
atau radiolabel scan ( mis ; gallium, technetium ) atau pada
pemeriksaan sinar-x
16
Kriteria
: Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah
Dan hanya meliputi kulit, subkulit atau jaringan lain diatas fascia
Dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
2) Biakan positif dari biakan yang keluar dari luka atau jaringan
yang diambil secara aseptic
3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan
kecuali hasil biakan negatif ( paling sedikit terdapat satu dari
tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan
hanga lokal )
4) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
: Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah atau sampai satu tahun pasca bedah ( bila ada implant berupa
non human derived implant yang dipasang permanen )
Dan meliputi jaringan lunak yang dalam ( mis : lapisan fascia dan
otot ) dari insisi
Dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pua keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari
komponen organ / rongga dari daerah pembedahan
2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan
sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling
sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : demam
( > 38C ), atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif.
3) Diketemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan
ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologist
4) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
c. Organ / Rongga
Letak Infeksi : ILO organ / rongga
Definisi
: ILO organ / rongga mengenai bagian badan manapun kecuali insisi
kulit, fascia atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi
selama pembedahan. Tempat-tempat spesifik nyatakan pada ILO
organ / rongga untuk menentukan lokasi infeksi lebih lanjut. Pada
daftar dibawah terdapat tempat-tempat spesifik yang harus digunakan
17
Kriteria
18
a. Semua faktor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter,
perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien ( Kategori I )
b. Klasifikasi operasi harus dicatat pada laporan operasi atau pada catatan pasien oleh
ahli bedah segera setelah pasien dioperasi ( Kategori I )
c. Pelaksanaan surveilans harus menghitung rate menurut klasifikasi luka operasi
minimal selama 6 (enam) bulan sekali dan melaporkannya pada Panitia PIN dan
pada bagian bedah (Kategori I)
d. Pelaksanaan surveilans menghitung rate menghitung prosedur spesifik setiap enam
bulan sekali dan melaporkannya kepada Komite Panitia PIN dan para ahli bedah
( Kategori II )
e. Pelaksanaan surveilans menghitung rate kasus ILO pada buletin rumah sakit setiap
tiga bulan sekali ( Kategori I )
Pencegahan Luka Infeksi Operasi
Tindakan pencegahan dikelompokkan dalam :
a. Kala sebelum masuk rumah sakit
1) Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi hendaknya
dilakukan sebelum rawat inap agar waktu prabedah menjadi pendek ( < 1 hari )
( Kategori II )
2) Perbaiakan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya antara lain :
Diabetes mellitus
Malnutrisi
Obesitas
Infeksi
Pemakaian Kortikosteroid ( Kategori II )
b. Kala Pra Operasi
1) Perawatan pra operasi satu hari untuk operasi berencana, apabila keadaan yang
memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar rumah sakit ( misal :
malnutrisi berat yang memerlukan oral atau parenteral hiperalimentasi ) maka
pasien dapat dirawat lebih awal (Kategori II)
2) Mandi dengan antiseptic dilakukan malam sebelum operasi ( Kategori III )
3) Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu, misalnya
daerah operasi dengan rambut yang lebat
Cara pencukuran sebagai berikut :
Bila menggunakan pisau biasa maksimal dilakukan enam jam sebelum
operasi
Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama sebelum
operasi dari pada pisau cukur biasa
Setelah dicukur diolesi antiseptic ( Kategori III )
4) Daerah operasi harus dicuci dengan pemakaian antiseptic kulit dengan tehnik
dari sentral kea rah luar. Antiseptik yang dipakai dianjurkan khlorheksidin,
larutan yodium, atau iodofor (Kategori I)
5) Dikamar operasi pasien ditutup dengan duk steril sehingga hanya daerah
operasi yang terbuka ( Kategori I )
6) Antibiotika profilaksis diberikan secara :
19
20
21
k. Pemantauan Bakteriologik
Pemantauan bakteriologik secara rutin pada pasien yang memakai kateter tidak
dianjurkan (Kategoti III)
2. MEDIASTINITIS
Letak Infeksi
Definisi
: Mediastinitis
: Mediastinitis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
: Pada pasien terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda atau gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri dada
- Ketidakstabilan sternum
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Discharge purulent dari daerah mediastinal
2) Terdapat kuman dari biakan darah atau cairan yang keluar dari
daerah mediastinal
3) Pelebaran mediastinum pada x-ray
Kriteria 4
: Pada pasien berumur 1 tahun terdapat dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Ketidakstabilan sternum
Dan Paling sedikit satu dari berikut :
- Discharge purulent dari daerah mediastinal
- Terdapat kuman dari biakan darah atau cairan yang keluar dari
daerah mediastinal
- Pelebaran mediastinum pada x-ray
3. LUKA BAKAR
Letak Infeksi
Definisi
22
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Catatan :
Purulent saja pada tempat luka bakar tidak cukup kuat untuk diagnosis infeksi luka
bakar, purulent seperti itu mungkin menunjukkan perawatan luka yang kurang baik
Demam saja pada pasien luka bakar tidak cukup kuat untuk diagnosa infeksi luka
bakar karena demam mungkin merupakan akibat trauma jaringan atau mungkin pasien
mendapat infeksi ditempat lain
Ahli bedah pada Regional Burn Center yang eksklusif merawat pasien luka bakar,
mungkin memerlukan kriteria 1 untuk didiagnosis infeksi luka bakar.
Rumah Sakit dengan Regional Burn Center mungkin membedah infeksi luka bakar
lebih lanjut sebagai berikut :
- Burn wound site
23
Kriteria 1
: Biakan positif dari jaringan buah dada yang terkena atau cairan yang
diambil dengan cara insisi drainase atau aspirasi jarum
Kriteria 2
: Pasien menderita abses buah dada atau bukti lain adanya infeksi yang
tampak pada waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis
Kriteria 3
: Pasien mengalami demam ( > 38C ) dan keradangan lokal pada buah
dada
Dan dokter mendiagnosa sebagai abses buah dada
Catatan :
Abses buah dada yang timbul dalam waktu tujuh hari setelah melahirkan harus dianggap
sebagai nosokomial
Kriteria 2
Laboratorium
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 tahun, ditemukan satu diantara 2 kriteria
berikut :
a. Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi di tempat lain
b. Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
- Demam ( > 38C )
- Menggigil
- Hipotensi
- Oliguri
25
26
27
28
Penggantian jangka pendek dua kali sehari bila menggunakan gause steril dan
tujuh hari bila menggunakan dressing transparan kecuali pada pasien anak
yang mudah terjadinya pelepasan kateter. Kategori I B
Penggantian dressing minimal satu kali perminggu sampai pasien tidak perlu
dipasang kateter. I B
8) Port Injeksi Intravena
a. Bersihkan port injeksi dengan alcohol 70 % atau providone / iodine sebelum
mengakses sistem. Kategori I A
b. Untuk persiapan dan pengendalian mutu campuran larutan intravena :
campurkan seluruh cairan parenteral di bagian farmasi dalam Laminar flow hood
menggunakan tehnik aseptic. Kategiri II
c. Periksa semua container cairan parenteral apakah ada kekeruhan, kebocoran,
keretakan, partikel dan tanggal kadaluarsa dari pabrik sebelum penggunaan.
Kategori I A
d. Pakai vial dosis tunggal parenteral atau obat-obatan bila mana mungkin.
Kategori II
9) Pemakaian obat multi dosis
Bila harus menggunakan vial multi dosis :
- Dinginkan dalam kulkas vial multui dosis yang dibuka, bila direkomendasikan
oleh pabrik. Kategori I A
- Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alcohol sebelum penusukan alat
ke vial. Kategori I A
- Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi dosis dan
hindari kontaminasi alat sebelum menembus karet vial. Kategori I A
- Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau terlihat adanya
kontaminasi atau telah mencapai tanggal kadaluarsa. Kategori I A
10) Filter In Line
Jangan digunakan secara rutin untuk pengendalian infeksi. Kategori I A
11) Antimikroba Profilaksis
Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau
selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi
bakteremia. Kategori I B
Keterangan :
Kategori I A
Kategori I B
Kategori II
Kategori tidak ada rekomendasi atau belum terjawab : Praktek-praktek dimana tidak ada
bukti kuat atau consensus mengenai efikasi yang dihasilkan.
2. INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS
Letak Infeksi
Definisi
Kriteria 1
: Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteri atau vena yang diambil
pada waktu pembedahan
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah
Kriteria 2
: Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis
Krieria 3
: Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri
- Eritema
- Atau hangat pada daerah yang terkena
Dan lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan semi
kuantitatif
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah
Kriteria 4
Kriteria 5
: Pasien berumur 1 tahun menderita paling sedikit satu dari tandatanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( < 37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Lethargi
- Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena
30
Dan lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan semi
kuantitatif
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah
3.4. SMF SYARAF
1. INFEKSI INTRAKRANIAL
Letak infeksi
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteri 3
: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Nyeri / sakit kepala
- Pusing
- Demam( > 38C )
- Tanda-tanda neurologis yang terlokalisasi
- Atau perubahan derajat kesadaran atau kebingungan
Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan
terapi antimikrobial yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman pada pemeriksaan mikroskopis dari jaringan otak
atau abses ang diambil dengan aspirasi jarum atau biopsy pada
waktu pembedahan atau autopsy
2) Test antigen darah atau urine positif
3) Bukti radiologis adanya infeksi,mis,tanda abnormal pada
ultrasound,CT scan,MRI,radio nuclide brain scan,atau
arteriogram
4) Diagnostic single antibody titer ( lgM ) atau kenaikan paired sera
( lgG ) untuk pathogen sebanyak empat kali
Kriteria 4
: Pasien berumur > 1 tahun mendapat paling sdikit dua tanda-tanda dan
gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Hipotermia ( > 37C )
- Apnea
- Bradikardia
- Tanda-tanda neurologist yang terlokalisasi
- Atau perubahan derajat kesadaran
31
Kriteria 1
Kriteria 2
: Pada pasien terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri / sakit kepala
- Kaku kuduk
- Meningeal signs
- Cranial nerve signs
- Atau irritabilitas
Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan
terapi antimikrobia yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Sel-sel lekosit meningkat, peningkatan protein dan atau
penurunan glukosa di CSF
2) Kuman terlihat pada pengecatan gram dari CSF
3) Terdapat kuman dari biakan darah
4) Test antigen CSF, darah atau urin positif
5) Diagnostic single antibody titer ( lgM ) atau kenaikan paired
sera ( lgG ) untuk pathogen sebanyak empat kali
Kriteria 3
Kriteria 1
: Terdapat kuman dari biakan abses pada ruang spinal epidural atau
subdural
Kriteria 2
Kriteri 3
: Pada pasien terdapat paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( >38C )
- Nyeri / sakit bagian belakang ( back pain )
- Nyeri tekan focal
- Radiculitis
- Paraparesis
- Atau paraplegia
Dan bila didiagnosis dibuat antemortem, dokter mulai memberikan
terapi antimikrobia yang sesuai
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari biakan darah
33
Kriteri 1
Kriteria 2
Kriteria 3
34
Kriteria 1
Kriteria 2
sedikit
Apnea
Bradikardia
Pulsus paradokus
Atau pembesaran jantung
: Conjunctivitis
: Conjunctivitis harus memenuhi paling sedikit satu kiteria berikut :
Kriteria 1
Kriteria 2
36
2. M A T A
Letak infeksi
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
: Telinga, mastoid
: Infeksi pada telinga dan mastoid harus memenuhi kriteria berikut :
a. Otitis eksternal harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1
: Terdapat kuman pathogen yang dibiakkan dari drainage purulent
dari saluran telinga
Kriteria 2
b. Otitis media harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1
: Terdapat kuman yang dibiakkan dari drainage purulent dari telinga
tengah ( middle ear ) yang diambil dengan cara tympanocentesis
atau pada waktu pembedahan
Kriteria 2
c. Otitis interna harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1
: Terdapat kuman yang dibiakkan dari cairan bagian dalam telinga
yang diambil pada waktu pembedahan
Kriteria 2
2. S I N U S I T I S
Letak Infeksi
Definisi
: Sinusitis
: Sinusitis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
Kriteria 1
Kriteria 2
1) Transilluminasi positif
2) Pemeriksaan radiografis positif
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
: Necrotizing Entercolitis
: Necrotizing Entercolitis pada anak harus memenuhi kriteria berikut :
40
Kriteria
2. O M P H A L I T I S
Letak Infeksi
Definisi
: Omphalitis
: Omphalitis pada neonatus ( umur 30 hari ) harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut :
Kriteria 1
Kriteria 2
3. PUSTULOSIS ANAK
Letak Infeksi
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
42
2. B R O N C H I T I S
Letak Infeksi
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
44
Kriteria 1
: Ditemukan kuman pada hapusan atau biakan dari jaringan paru atau
cairan paru, termasuk cairan pleura pasien
Kriteria 2
Kriteria 3
3.11.SMF TULANG
1. OSTEOMYELITIS
Letak Infeksi
Definisi
berikut ini :
: Osteomyelitis
: Osteomyelitis harus memenuhi syarat paling sedikit satu kriteria
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Bengkak setmpat
- Nyeri tekan
- Hangat, atau
- Terdapat drainase pada tempat yang dicurigai infeksi tulang
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dari biakan darah
2) Test antigen darah positif ( mis ; H. Influenzae, S. Pneuminae )
3) Bukti radiologist adanya infeksi mis : tanda abnormal pada x-ray,
CT-scan, MRI, Radio label scan ( gallium, technetium, dll )
Kriteria 1
Kriteria 2
: Terdapat bukti adanya infeksi sendi atau bursa yang terihat pada
waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis
45
Kriteria 3
: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Nyeri sendi
- Bengkak
- Nyeri tekan
- Hangat
- Terdapat effuse atau pembatasan gerak
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman dan sel-sel darah putih pada pengecatan gram
dari cairan sendi
2) Test antigen darah, urine atau cairan sendi positif
3) Bukti radiologist adanya infeksi, mis : tanda abnormal pada x-ray,
CT-Scan, MRI, Radio label scan ( gallium, technetium, dll )
3. RUANG DISCUS
Letak Infeksi
Definisi
: Ruang discus
: Infeksi discus vertebralis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut :
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria 4
3.12.SMF KANDUNGAN
1. ENDOMETRITIS
Letak Infeksi
Definisi
: Endometritis
: Endometritis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
46
Kriteria 1
Kriteria 2
: Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa diketahui penyebab lainnya :
- Demam ( > 38C )
- Nyeri abdominal
- Nyeri tekan uterus
- Atau cairan purulent keluar dari uterus
2. E P I S I O T O M I
Letak infeksi
Definisi
: Episiotomi
: Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
Kriteria 1
Kriteria 2
3. VAGINAL CUFF
Letak Infeksi : Vaginal cuff
Definisi
: Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
: Ditemukan kuman dari biakan jaringan atau cairan dari bagian yang
terkena
47
Kriteria 2
: Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi pada daerah yang
terkena yang terlihat pada waktu pembedahan atau pemeriksaan
histopatologis
Kriteria 3
3.13.SMF KULIT
1. KULIT
Letak Infeksi
: Kulit
Definisi
Kriteria 1
Kriteria2
: Pasien mempunyai paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lainya :
- Nyeri atau nyeri tekan
- Bengkak lokal
- Kemerahan
- Atau hangat
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Ditemukan kuman dari biakan aspirat atau drainase dari daerah
yang terkena : bila kuman adalah normal flora kulit ( mis,
coagulase negative staphylococci, micrococci, diptheroids ) itu
harus biakan murni
2) Kuman dari biakan darah
3) Test antigen positif, dilakukan dari jaringan yang terinfeksi atau
darah (mis: herpes simplex, varicella zoster, h. infuenzae, N.
meningitides )
4) Ditemukan multinucleated giant ceil pada pemerikasaan
mikroskopis jaringa yang terkena
5) Diagnostic single antibody titer ( IgM ) atau kenaikan empat
kali dalam dua kali pemeriksaan paired sera ( IgG ) untuk
kuman pathogen
48
Catatan :
Infeksi kulit nosokomial mungkin diakibatkan oleh berbagai prosedur yang dilakukan
dirumah sakit. Infeksi insisi setelah pembedahan diidentifikasikan terpisah sebagai SSISKIN terkecuali bila setelah CBGB. Apabila insisi dada setelah CBGB terinfeksi,
tempat spesifik adalah SKNC dan bila tempat donor dikaki yang terinfeksi, letak
spesifiknya adalah SKNL.Infeksi kulit lain yang berhubungan dengan pemaparan
penting diidentifikasi dengan letaknya sendiri dan tertulis dibawah petunjuk pelaporan.
2. JARINGAN LUNAK
Letak Infeksi
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
: Terdapat abses atau bukti lain adanya infeksi yang tampak pada
waktu pembedahan atau pemeriksaan histopthologis
Kriteria 4
3. ULCUS DECUBITUS
Letak Infeksi
Definisi
49
Kriteria
Catatan :
Drainase purulent saja tidak cukup kuat membuktikan adanya infeksi
Kuman dari biakan permukaan ulcus decubitus tidak cukup kuat membuktikan bahwa
ulcus ducubitus terinfeksi. Spesimen yang diambil secara benar adalah dengan
aspirasi jarum dari cairan atau biopsy jaringan pada daerah parbatasan ulcus.
4. DISSEMINATED INFECTION
Letak Infeksi
Definisi
51
Pembersih / pencucian
Semua alat yang akan didisinfeksi atau disterilkan harus dicuci / dibersihkan terlebih
dahulu dengan seksama untuk menghilangkan semua bahan organik (darah dan jaringan)
dan sisa lainnya
Disinfeksi
Adalah menghilangkan semua mikroba, tetapi spora mungkin masih ada
Sterilisasi
Upaya penghancuran mikroba termasuk spora bakteri ( Bacillus subtilis, Clostridium
tetani, dll )
DEKONTAMINASI
Dekontaminasi adalah merupakan langkah pertama dalam menangani alat-alat bedah
dan sarung tangan yang sudah digunakan. Dekontaminasi penting dalam persiapan
penanganan alat-alat yang kontak dengan cairan tubuh.
Segera setelah digunakan alat-alat tersebut direndam dalam cairan chlorine 0,5 %
selama 10 menit yang dapat dengan cepat membunuh virus hepatitis B dan AIDS.
Dekontaminasi membuat alat-alat tersebut menjadi aman ditangani oleh petugas yang
membersihkannya.
Setelah dekontaminasi alat-alat tersebut segera dicuci dengan air dingin untuk
mencegah korosi dan untuk menghilangkan kotoran organik yang ada sebelum
dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Petugas harus memakai sarung tangan dalam
menangani alat-alat rendaman tersebut.
Catatan :
Jika dalam merendam menggunakan alat-alat stailess steel dan box logam maka
dapat terjadi reaksi kimia, yang dapat mempercepat korosi alat-alat tersebut.
Permukaan, terutama meja periksa atau meja bedah yang sering kontak dengan
cairan tubuh harus didekontaminasi. Membersihkan dengan disinfektan yang tersedia
seperti cairan chlorine 0,5 % sebelum digunakan kembali atau setidaknya sekali sehari
adalah cara yang mudah dan murah untuk mendekontaminasi permukaan-permukaan
yang luas.
Setelah alat-alat dan perlengkapan lainnya didekontaminasi, maka aman untuk
melakukan proses selanjutnya seperti pencucian dan terakhir sterilisasi atau desinfeksi
tingkat tinggi.
Sekali alat-alat atau perlengkapan lainnya telah didekontaminasi, maka dibutuhkan
proses selanjutnya : membersihkan dan akhirnya sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi.
Mempersiapkan larutan 0,5 % chlorine dari pemutih ( sodium hipoklorit )
Nama Dagang ( Negara )
Chloros ( Inggris )
10
JIK ( Kenya )
3,5
53
54
Jarum dan alat suntik tidak dianjurkan menggunakan disinfeksi kimia karena endapanendapan kimia yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya pada saat mencuci, dapat
bereaksi dengan obat-obatan yang disuntikkan.
Keuntungan dan Kerugian dari Disinfeksi ini :
Alkohol
Alkohol tidak korosif terhadap logam dan dapat merusak lapisan bantalan dari
endoskop, cepat menguap, tidak membunuh beberapa virus.
Larutan Chlorine
Larutan chlorine bereaksi cepat, sangat efektif terhadap hepatitis B dan virus AIDS,
murah dan mudah didapat. Sangat berguna untuk mendekontaminasi permukaan
yang luas seperti meja periksa. Kerugian utamanya adalah chlorine menyebabkan
korosi pada alat-alat logam, walaupun alat-alat stainless steel dapat aman direndam
menggunakan tempat plastik didalam chlorine 0,5 % sampai 20 menit. Jika
kemudian dicuci dan dikeringkan dengan tepat maka korosi tidak menjadi masalah.
WHO ( 1989 ) menganjurkan larutan chlorine 0,5 % untuk mendekontaminasi
permukaan dan alat-alat sebelum dibersihkan.
Formaldehyde
Formaldehyde 8 % dapat digunakan sebagai sterilisasi kimiawi, juga merupakan
disinfeksi tingkat tinggi yang efektif, tapi sangat toksik. Perlindungan khusus harus
diberikan, baik pada petugas maupun penderita terhadap asapnya ketika mencampur
dan menggunakan larutan Formaldehyde. Jangan mencampurkannya dengan larutan
Klorinated, karena dapat menghasikan gas yang sangat berbahaya ( dechloromethyleter )
Glutaraldehyde
Glutaraldehyde juga dapat digunakan sebagai sterilisasi kimia, dan merupakan
disinfeksi tingkat tinggi yang efektif. Walaupun kurang iritatif dibandingkan dengan
formaldehyde, sebaiknya seduanya digunakan pada ruang yang berventilasi. Hindari
kontak kulit dengan menggunakan sarung tangan dan hati-hati jangan sampai kena
percikan larutan ini.
Catatan :
Karena baik glutaraldehyde dan formaldehyde ( formalin ) meninggalkan endapan,
alat-alat harus dicuci dengan baik setelah didisinfeksi dengan larutan ini untuk
mencegah iritasi dan menghilangkan endapan.
Iodofor
Iodofor ( larutan iodium yang dicampur zat pelarut ) juga dapat digunakan secara
lokal. Povidone iodine ( PVI ) adalah iodofor yang umum tersedia, biasanya dijual
sebagai larutan 10 % ( 1 % iodium ), ia tidak termasuk desinfeksi tingkat tinggi lagi
karena spesies pseudomonas pernah ditemkan dalam larutan iodofor sebagai
kontaminan, karenanya tidak digunakan lagi untuk desinfeksi barang yang besar,
inert ( plastik ), IUD dan inserter yang digunakan berkali-kali. Iodofor adalah
desinfektan yang baik untuk alat-alat stailess steel.
55
Hidrogen Peroksida
Hidrogen Peroksida ( H2O2 ) yang harus dilarutkan menjadi 6 % sering digunakan
secara lokal. H2O2 3 % digunakan sebagai antiseptic bukan sebagai desinfektan.
Kerugian utama larutan ini adalah sifatnya yang korosif dan tidak dapat digunakan
untuk disinfeksi tembaga, alumunium, zink dan kuningan. Juga cepat kehilangan
potensinya jika terkena panas dan cahaya, karena itu harus disimpan hati-hati. WHO
( 1989 ) tidak menganjurkan penggunaan H 2O2 pada lingkungan tropis karena tidak
stabilnya keadaan panas dan cahaya.
Penyimpanan disinfektan :
- Disinfektan harus disimpan ditempat yang dingin dan gelap
- Jangan menyimpan bahan kimia di tempat yang terkena sinar matahari langsung atau
pada tempat yang sangat panas ( missal : diatas rak yang beratap timah )
Pembuangan tempat Kimia Yang Sudah Digunakan :
- Cuci wadah yang terbuat dari gelas dengan air. Wadah gelas dapat dicuci dengan
deterjen, bilas, keringkan dan dapat digunakan kembali.
- Wadah yang terbuat dari plastic yang telah digunakan untuk zat-zat yang toksik seperti
glutaraldehyde ( missal Cidex ), cuci tiga kali dengan air dan buang dengan
menguburnya.
Produk-produk yang tidak dapat digunakan untuk disinfeksi tingkat tinggi :
Walaupun antiseptik ( sering disebut desinfeksi kulit ) cukup adekuat untuk
membersihkan kulit sebelum disuntik atau dilakukan tindakan bedah, namun tidak dapat
digunakan sebagai desinfektan alat-alat bedah dan sarung tangan. Zat tersebut tidak
dapat membunuh seluruh bakteri dan virus, juga endospora bakteri. Misalnya savlon
( cetrimid dengan chlorhexidine gluconate ) yang sudah tersedia dimana-mana, dapat
digunakan sebagai antiseptik tapi sering salah digunakan sebagai desinfektan.
Produk-produk tersebut adalah :
- Derivat-derivat acridine ( misal : gentian violet atau crystal violet )
- Benzalkonium chloride, ammonium quatener ( missal : zephiran )
- Cetrimide ( missal : cetavlon )
- Cetrimide dengan chlorhexidine gluconate ( savlon )
- Chlorinated lime dan asam borak ( missal : eusol )
- Chlorinated gluconate ( missal : hibiscrub, hibitane )
- Chloroxylenol ( missal : dettol )
- Hexachlorophene ( missal : phisohex )
Produk-produk lain yang juga sering digunakan sebagai desinfektan alat-alat adalah 1
2 % phenol ( missal phenol ) dan Lysol ( asam karbolik 5% ). Phenoloc dan carbolic
adalah disinfeksi tingkat rendah dan hanya digunakan untuk mendekontaminasi
permukaan lingkungan jika larutan chlorine tidak tersedia.
STERILISASI
Alat-alat yang terpapar dengan darah atau jaringan sebaiknya disterilisasi setelah
sebelumnya dikontaminasi, dibersihkan, dicuci dan dikeringkan. Proses sterilisasi dapat
56
dianggap bahwa alat-alat tersebut aman untuk dipegang atau aman untuk digunakan
kembali tanpa proses selanjutnya.
Metoda Sterilisasi
Setiap sterilisasi menggunakan alat sterilisasi uap umum, kecuali alat yang akan
disterilkan dapat rusak dengan pemanasan, tekanan atau keadaan lembab maka harus
digunakan cara sterilisasi lain yang sesuai. Sterilisasi kilat ( 132 0C ) selama 3 menit
pada gravity displacement steam sterilizer tidak dianjurkan untuk implant.
Sterilisasi dengan Uap ( Autoclaving )
Adalah metoda yang dianjurkan untuk alat-alat medis yang digunakan kembali, seperti
jarum dan semprit ( semprit harus dari kaca atau plastic yang autoclavable ). Autoclave
ini dijalankan paling kurang selama 1 menit setelah bahan-bahan yang akan diproses
mencapai suhu 121 0C (atau 250 0F) sama dengan tekanan 1 atmosfer diatas tekanan 1
atmosfer dan sesudah uap air yang ada jenuh. Autoclave yang dipakai jangan terlalu
penuh. Semua autoclave harus dites untuk efikasinya dengan menggunakan indicator
biologis. Indikator-indikator pemantauan autoclave atau tes-tes lain mungkin dapat
direncanakan untuk meyakinkan bahwa isi dari autoclave tersebut benar-benar steril.
Sterilisasi dengan Pemanasan Kering
Sterilisasi dengan pemanasan kering dengan menggunakan aliran listrik atau oven gas
adalah metoda yang baik untuk alat-alat yang tahan pada suhu 170 0C ( 340 0F ). Karena
itulah metoda ini baik untuk digunakan pada emperit plastik yang akan digunakan
kembali, walaupun listrik rumah atau oven yang menggunakan gas kering tetapi cara ini
hanya boleh digunakan bila alat yang dirancang secara khusus untuk sterilisasi
( autoclave atau sterilisasi uap ) tidak tersedia.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan menggunakan pemanasan kering adalah
2 jam, setelah suhu dari bahan yang diserolkan mencapai 170 0C ( 340 0F ) secara stabil.
Desinfeksi Tingkat Tinggi Dengan Pendidihan
Desinfeksi tingkat tinggi dengan pendidihan akan tercapai bila alat-alat dididihkan
selama 20 menit. Ini adalah cara yang paling sederhana dan paling dipercaya untuk
membunuh aktifitas hampir semua jasad renik yang berbahaya termasuk HIV, bila alatalat lain untuk steriisasi tidak tersedia.
Pendidihan atau merebus alat hanya boleh digunakan bila upaya sterilisasi dengan uap
atau dengan pemanasan kering tidak tersedia. Virus Hepatitis-B dihentikan katifitasnya
dengan cara merebusnya selama beberapa menit. HIV yang sangat peka terhadap
pemanasan, juga dihentikan aktifitasnya dengan pendidihan selam beberapa menit.
Walaupun demikian untuk memastikannya perebusan atau pendidihan ini harus
dilanjutkan sampai 20 menit.
Desinfeksi Tingkat Tinggi Dengan Perendaman Dalam Cairan Kimia
Bermacam-macam
bahan desinfeksi yang disarankan digunakan dalam sarana
pelayanan kesehatan diketahui dapat membunuh virus HIV, ditujukan oleh tes-tes yang
dilakukan di laboratorium. Prakteknya desinfeksi dengan bahan kimia ini mungkin tidak
dapat dipercaya, karena daya kerjanya akan hilang dengan adanya darah atau bahan
organik lain. Kemungkinan lain bahan ini akan kehilangan kekuatannya, khususnya bila
58
disimpan dalam tempat yang hangat. Desinfeksi dengan menggunakan bahan kimia
tidak boleh digunakan pada jarum dan semperit.
Desinfeksi dengan bahan kimia ini untuk lat pemotong kulit, hanya boleh digunakan
sebagai pilihan terakhir kalau semua upaya sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi
dengan perebusan tidak ada, serta hanya desinfeksi dengan bahan kimia ini bias diyakini
bila semua alat benar-benar bersih sebelum direndam didalam cairan kimia desinfektan
tersebut. Karena bahan desinfektan tidak akan menyerap sampai kedalam bahan organik
yang ada, misalnya darah yang beku. Alat-alat tersebut harus dikeringkan dengan
handuk sebelum dicelupkan kedalam bahan desinfektan, karena pencelupan alat yang
basah berulang-ulang akan mengencerkan cairan ini sehingga tidak efektif lagi. Glutaral
( glutaraldehyde ) 2 % dan Hydrogen peroksida 6 % adalah bahan yang paling banyak
dipakai dalam desinfeksi tingkat tinggi menggunakan bahan kimia.
Glutaral
Glutaral biasanya tersedia dalam bentuk cairan 2 % yang memerlukan pengaktifan
sebelum digunakan. Pengaktifan ini termasuk penambahan tepung atau cairan buffer
yang telah disediakan bersama-sama. Hal ini akan membuat cairan bersuasana basa
( alkalis ). Pencelupan secara menyeluruh kedalam cairan yan telah diaktifkan akan
memusnahkan pertumbuhan bakteri, jamur dan virus dalam waktu kira-kira 30 menit.
Perendaman selama 10 jam diperlukan untuk membinasakan spora yang masih ada
( sterilisasi ). Sesudah perendaman semua alat harus dibilas secara menyeluruh dengan
air untuk menghilangkan sisa-sisa glutaral.
Sesudah peendaman dan pembilasan alat-alat tersebut harus dipegang dengan forceps
steril dan sarung tangan yang steril pula, dikeringkan dengan handuk steril untuk
mencegah kontaminasi (pengotoran) ulang. Sekali diaktifkan bahan kimia ini tidak
boleh disimpan lebih dari 2 minggu. Cairan ini harus dibuang bila terlihat kekeruhan.
Cairan ini mengeluarkan uap yang beracun dan menyebabkan iritasi, sehingga petugas
yang memakainya harus hati-hati, hindari agar tidak mengenai kulit.
Hydrogen Peroksida
Adalah desinfeksi tingkat tinggi yang kuat dimana aktifitasnya terletak pada
kemampuan oksidanya. Pencelupan alat-alat yang sudah bersih dengan larutan 6 %
menghasilkan desinfeksi tingkat tinggi dalam waktu kurang dari 30 menit. Setelah
pencelupan alat-alat harus dibilas dengan air steril dan dilap dengan kain steril. Larutan
6 % ini harus disediakan segera sebelum dipakai, dimana larutan ini berasal dari larutan
30 % yang stabil. Caranya : 1 bagian larutan 30 % ditambahkan pada 4 bagian air
mendidih. Larutan pekat 30 % ini harus diperlakukan dengan hati-hati karena sifatnya
yang merusak ( korosif ). Larutan ini haruslah disimpan pada tempat yang dingin yang
dilindungi dari cahaya. Karena Hydrogen peroksida 30 % adalah bahan yang
mengoksidasi secara kuat, cairan ini tidak bolah dipakai pada bahan-bahan yang terbuat
dari tembaga, alumunium, seng dan kuningan.
Pemantauan Biologik Alat Sterilisasi
Semua alat setrilisasi harus dipantau paling sedikit seminggu sekali dengan bahan
pemantauan berupa sediaan spora yang spesifik untuk setiap jenis alat sterilisasi
( misalnya : Bacillus stearothermophilus untuk sterilisasi uap dan Bacillus subtilis untuk
59
sterilisasi dengan bahan etilen oksida dan pemanas kering ). Setiap muatan yang berisi
bahan implant harus dipantau. Bahan implant tidak boleh dipakai sebelum hasil uji spora
terbukti negatif sampai 48 jam. Bila spora tidak mati pada uji spora rutin harus segera
diperiksa apakah alat-alat sterilisasi berfungsi baik dan digunakan secara betul,
kemudian uji spora diulang. Bila ternyata hasil uji spora hanya satu kali positif maka
sterilisasi benda selain implant tidak perlu ditangguhkan kecuali terjadi gangguan pada
alat sterilisasi atau prosedur sterilisasi. Jika uji coba tetap positif, penggunaan alat
sterilisasi dihentikan sampai alat tersebut diperbaiki.
Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Sterilisasi
Sesuai dengan petunjuk pabrik untuk cara penggunaan dan pemeliharaan alat sterilisasi.
Penggunaan Bahan Steril : Jangan menggunakan bahan yang sterilisasinya diragukan
( kemasan berlobang, robek, basah )
Proses Ulang Bahan Sekali Pakai : Setiap alat yang dapat berubah kondisi fisiknya
karena dibersihkan, disterilkan atau didesinfeksi tidak boleh diproses ulang. Hindarkan
proses ulang yang mengakibatkan keadaan toksik atau menganggu keamanan dan
keaktifan alat.
Beberapa contoh larutan antiseptik
KELOMPOK
Sangat
Baik
Baik
Tidak
Ada
Cukup
Cukup
Baik
Tidak
Kurang
Cukup
Buruk
Preparat
Yodium
dan Alkohol 3 %
( Tinctura Yodii )
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Kurang
Baik
Baik
Baik
Tdk dipakai
pada lapisan
mukosa
Yodophar
( Bethadine )
Sangat
Baik
Baik
Tidak
Ada
Baik
Baik
Dpt dipakai
untuk
lapisan
mukosa
Hexachlorophene
3% ( Phisohex )
60
Mempunyai
efek
persisten yg
baik
Dpt terjadi
pertumbuhan
bakteri scr
REBOUND
PEMROSESAN ALAT
DEKONTAMINASI
Rendam selama 10 20 menit
Dalam larutan chlorine 0,5 %
Metode
Terbaik
Metode
Alternatif
STERILISASI
Oven
170 0C
Rebus
Kimiawi
60
20
Rendam 20
61
DI INGINKAN
SIAP PAKAI
3.16. PENGAMBILAN,
PENYIMPANAN
DAN
PENGIRIMAN
BAHAN
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
Seperti halnya pemeriksaan mikrobiologik pada umumnya, maka dalam hal
pengembalian, penyimpanan dan pengiriman bahan pemeriksaan yang berkaitan dengan
infeksi nosokomial harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu
Syarat berlaku umum untuk semua bahan pemeriksaan dikemukakan dalam petunjuk
umum. Syarat-syarat yang berlaku khusus bahan tertentu dibahas dalam petunjuk
khusus. Petunjuk umm dan khusus bahantertentu dibahas dalam petunjuk khusus.
Petunjuk umum dan khusus yang akan dikemukakan lebih lanjut adalah persyaratan
untuk bahan pemeriksaan bakterilogik.
Pada bagian dari petunjuk ini, disajikan sebuah table untuk mempermudah pada
pemakai secara cepat memilih cara tepat untuk menangani bahan tertentu. Bila para
pemakai jasa laboratorium mikrobiologi mengalami kesukaran, diharapkan berhubungan
langsung dengan petugas laboratorium.
A. PETUNJUK UMUM
Di dalam petunjuk umm pemeriksaan bakteriologik, yang dapat diterapkan secara
umum ialah tahap pengambilan bahan pemeriksaan. Penyimpanan serta pengiriman
diperinci dalam petunjuk khusus.
Pengambilan bahan pemeriksaan bakteriologik untuk infeksi nosokomial hendaknya
beberapa syarat yaitu :
1) Bahan diambil sebelum pemberian antibiotika atau khemotherapeutika. Dalam
keadaan terlanjur diberi, maka sebaiknya dilampirkan jenis dan takaran serta lama
pemberian obat.
2) Bahan pemeriksaan diambil pada saat dan tempat yang tepat. Saat dan tempat dipilih
dengan mempertimbangkan kemungkinan terbesar mendapatkan kuman-kuman.
3) Pengambilan dilakukan dengan cara dan alat sedemikian rupa, sehinga cemaran
tidak dapat terjadi ( cara aseptic )
4) Bahan pemeriksaan diambil dalam jumlah yang cukup untuk pemeriksaan yang
diminta.
62
dianjurkan. Tinja yang diperoleh ditampung di dalam tabung atau botol gelas steril
dan segera dikirim ke laboratorium. Bila diambil dengan hapusan rectum, dikirim
dalam media transport Carry Blair. Jumlah bahan yang diperlukan sebanyak 10 gram
atau sebesar ibu jari kaki orang dewasa.
5) Dahak
Dahak ( sputum ) diperoleh dari penderita dengan cara batuk spontan, dengan
ekspek torans, aspirasi cairan lambung atau aspirasi transtrakeal. Penderita diberi
petunjuk agar yang di tampung adalah benar-benar dahak dan bukan air liur.
Pengambilan dilakukan pada pagi hari ( early morning sputum ) dan ditampung
dalam cawan Petri steril.
Bahan segera dikirim ke laboratorium, penundaan tidak dianjurkan oleh karena
penambahan pengawet tidak ada.
6) Liquor cerebrospinalis
Pengambilan dengan fungsi, dilakukan sewaktu-waktu sebanyak 2-4 ml.
Penampunga dapat berupa tabung/botol gelas steril bertutup alur ( screw capped )
atau tabung berisi media pemupuk Dextrose Ascitic ( DAF ). Pengiriman
kelaboratorium segera mungkin ( selagi masih hangat ) penyimpanan tidak
dianjurkan.
Tabel pemilihan cara-cara pengambilan, penyimpanan pengiriman bahan pemeriksaan
bakteriologi
No
1.
Nama
Bahan
Air Seni
Jenis Pemeriksaan
Biakan dan sedium langsung
kuman-kuman pyogenik
Pengambilan
Penyim
panan
4C
pagi hari
pagi hari
asam
borat
-
37C
Segera
suhu
kamar
Segera
37C
Segera
37C
Segera
( selagi
hangat
37C )
Segera
tabung steril
2.
Dahak
3.
Darah
4.
Cairan
pleura
5.
6.
Liquor
Cerebros
pinalis
Hapusan
tenggorok
an/hidung
Pengiri
man
Segera
4C
Fungsi
steril
aspirasi
semprit
Media pemupuk
tabung steril
media pemupuk DAF
lidi kapas steril dalam
media
Suhu
kamar
transport stuart
Suhu
kamar
64
Segera
7.
Nanah
dalam
37C
Segera
Segera
3.17. ISOLASI
A. PERKEMBANGAN KONSEP ISOLASI
Konsep isolasi penderita penyakit menular sudah ada sejak zaman kuno, dengan
adanya pengasinan terhadap penderita kusta. Sebelum tahun 1850, konstruksi rumah
sakit terdiri dari bangsal-bangsal yang terbuka dengan penderita yang penuh sesak.
Akibatnya infeksi silang sanat tinggi dan anka kematian sangat tinggi. Florence
Nightingale, berdasarkan pengamatannya pada waktu peran krim mencatat dalam Notes
on Hospitals, tentang perlunya koridor terbuka. Ajarannya mengenai Perawat Demam
(fever nursing) menekankan pentingnya asepsis dan kebersihan lingkungan
berdasarkan konsep yang berkembang saat itu bahwa perawat demam dapat menularkan
penyakit karena kontak dengan tubuh, dan bukan karena lingkungan. Akhir abad 19,
teori infeksi diterima dirumah sakit Amerika Serikat dan dimulai dengan dihindarinya
bangsal yang penuh sesak danditerapkan praktek asepsis. Rumah sakit penyakit menular
memulai isolasi individual maupun kelompok pada tahun 18889. Pada pergantian abad,
rumah sakit umum mulai mengisolasi pasien dengan penyakit menular pada ruang
individual, alat-alat terpisah dan penggunaan desinfektan. Sejak terjadi wabah
( outbreak ) infeksi nosokomial pada tahun 1960-an, Centers for Disease Control and
Prevention ( CDC ) mulai menyusun kebijakan isolasi pasien penyakit menular di rumah
sakit. Rekomendasi CDC yang pertama berjudul Isolation techniques for use in
hospital terbit pada tahun 1970, yang membagi cara isolasi dalam 7 kategori,
berdasarkan cara penularan epidemilogi. Penggunaan 7 kategori dipantau
mengakibatkan terjadinya pengisolasian yang tidak diperlukanatau berlebihan, sehingga
terjadi beberapa kali perkembangan pada tahun 1985 diperkenalkan universal
precauntions, kewapadaan ( precauntion ) terhadap darah dan cairan tubuh, yang tidak
membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis
penyakitnya. Pada tahun 1987, diperkenalkan Body Substance Isolation, usaha untuk
menghindari kontak dengan semua jenis cairan tubuh.
Pedoman Contres for Desease Control and Prevention (CDC, Atlanta USA)
Pedoman isolasi terbaru dari CDC diterbitkan pada tahun 1994, dan direvisi kembali
pada tahun 1997, terdiri dari d lapis kewaspadaan. Lapisan pertama dinamakan
Standard Precautions yang merupakan kombinasi antara Universal Precautions (UP)
dengan Body Substance Isolations (BSI). Kewaspadaan lapis pertama ini bertujuan
untuk menurunkan resiko penularan dari infeksi yang sudah atau belum diketahui dan
65
diperlakukan untuk semua pasien apapun diagnosanya yang sudah diketahui, termasuk
penyakit infeksi, ataupun standard precaution ini ditujukan pada darah, semua cairan
tubuh, sekresi dan ekresi ( kecuali keringat ) baik yang nyata tercampur darah maupun
tidak, kulit yang terluka dan membran mukosa.
Lapisan kedua kewaspadaan ini disebut Transsmision-based Precautions, ditujukan
untuk pasien yang terbukti atau diduga berpenyakit menural atau yang secara
epidemiologis mengidap kuman pathogen, yang memerlukan lebih dari Standard
Precontions untuk mencegah transmisi silangnya.
Transmision-Based Precautions yang didasarakan atas cara penularan / transmisi
penyakit terdiri dari tiga jenis :
Airborne precautions ( kewaspadaan penularan lewat udara )
Droplet precautions ( kewaspadaan penularan lewat droplet )
Contact precautions ( kewaspadaan penularan lewat kontak )
Jenis-jenis kewaspadaan ini dapat juga berupa kombinasi, bila ada suatu penyakit
mempunyai beberapa cara penularan dan setiap tipe merupakan tambahan terhadap
Standard Precontions. Cara isolasi sebelumnya yang berdasarkan category specific
isolations ( Strict isolations, contact isolations, respiratory isolations, tuberculosis,
enteric precautions dan drainage / secretions isolations ), serta yang berdasarkan
disease specitic semua sudah dilebur habis ke dalam tiga jenis kewaspadaan berdasarkan
cara penularan tersebut. Ciri lain dari pedoman terbaru ini adalah adanya daftar pasien
dewasa dan pasien anak-anak yang dianggap infeksius berdasarkan diagnosa kerja
empiris yang dikaitkan dengan cara penularan yang ada.
B. AIRBORNE PRECAUTIONS
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara,
baik yang berupa bintik percikan diudara (airborne droplet nuclei, ukuran 5 pm atau
lebih kecil ) atau partikel debu yang berisi agen infeksi. Organisme yang ditularkan
dengan cara ini dapat menyebar secara luas bersama dengan aliran darah.
Penyakit yang masuk kategori ini antara lain tuberculosis, varisela, campak.
Diperlukan ventilasi seperti pada isolasi BTA ( Basil tahan Asam ), pasien ditempatkan
pada ruang tersendiri dengan aliran udara negatif ( negative airflow ) dengan minimal 6
kali pergantian udara per jam, yang dipantau terus menerus. Udara langsung dibuang ke
luar atau dilewatkan penyaring ( filter ) particular udara dengan efisiensi tinggi bila akan
disirkulasi kembali. Pintu ruangan harus selalu tertutup. Pasien hanya boleh
meninggalkan kamar bila ada kepentingan mendesak. Bila pasien akan diangkut keluar
harus dipakaikan masker chirurgis. Alat pelindung respirasi harus dikenakan untuk
pasien yang didiagnosa atau diduga tuberkolosis sesuai dengan Pedoman yang telah ada
untuk tuberkolosis. Orang termasuk petugas Rumah Sakit, yang rentan terhadap
penyakit campak (measles) dan cacar air (varisela) dilarang masuk ke ruangan pasien
dengan penyakit tersebut.
Tabel 1 : AIRBORNE PRECAUTION
Sebagai tambahan dari Standard Precautions, Airborne Precautions digunakan untuk
pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui
percikan halus di udara.
Contoh penyakit :
66
Campak
Varisela (termasuk herpes zoster yang menyebar / disseminated )
Tuberkulosis
Penempatan Pasien :
Tempatkan pasien pada tempat yang :
Tekanan negatif termonitor
Minimal pergantian udara enam kali setiap jam
Pembuangan (exhaust) udara keluar yang memadai atau penggunaan filter tingkat
tinggi termonitor sebelum udara beredar ke seluruh rumah sakit
Jagalah agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam ruangan
Bila tidak ada tempat tersendiri, tempatkan pasien dalam ruangan dengan pasien lain
yang terinfeksi mikroorganisme yang sama dan tidak ada infeksi lain.
Proteksi respirasi :
Gunakan pelindung pernafasan waktu masuk ke ruang pasien yang diketahui atau di duga
mengidap tuberculosis, jangan masuk ruangan pasien yang diketahui atau diduga
menderita campak atau varisela bagi orang yang rentan terhadap infeksi tersebut.
Pengangkutan Pasien :
Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal yang penting saja. Bila
pemindahan atau pengangkutan pasien memang diperlukan hindari penyebaran droplet
nucleus dengan memberi pasien masker chirurgis.
C. DROPLET PRECATIONS
Kategori ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari kuman pathogen yang
infeksius. Penularan droplet terjadi bila partikel percikan yang besar ( diameter > 5
mikrometer ) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut atau
konjungtiva mata dari orang yang rentan. Droplet ( percikan besar ) dapat terjadi pada
waktu seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas
seperti intubasi atau bronkoskopi.
Penularan melalui droplet / percikan besar berbeda dengan transmisi airborne karena
pada transmisi droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber dan penerima
penularan, karena percikan besar tidak dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat
berpindah dari dan ketempat yang dekat.
Contoh penyakit yang ditularkan melalui droplet adalah meningococcal meningitis,
meningitis atau pneumonia pneumokokal yang multidruig resisten, pertusis, pharyngitis
atau pneumonia streptokal, influenza dan parpovirus B19. Pasien harus ditempatkan di
kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, pasien dengan mikroorganisme
penyebab infeksi yang sama dapat dirawat di ruang yang sama atau cohort ( bangsal
umum )
67
Masker harus dipakai, bila seseorang berada dalam jarak tiga kaki dari pasien. Akan
lebih praktis jika memakai masker diharuskan sejak seseorang memasuki ruangan pasien,
Pasien hanya diperbolehkan meninggalkan ruangan hanya jika perlu dan harus memakai
masker.
Tabel 2 : DROPLET PRECAUTIONS
Sebagai tambahan dari Standard Precautions, Droplet Precautions digunakan untuk
pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui
percikan partikel besar.
Contoh Penyakit :
Invasive H. Influenzae tipe B, termasuk meningitis, pneumonia dan sepsis
Invasive N. Meningitidis, termasuk meningitis, pneumonia dan sepsis
Invasive S. Penumoniae multidrug resisten, termasuk meningitis, pneumonia, sinusitis
dan otitis media
Bakteri infeksi saluran nafas lain dengan transmisi droplet :
(a) Diphteria (pharyngeal)
(b) Mycoplasma pneumoniae
(c) Pertusis
(d) Pneumoniae plague
(e) Streptococcal pharyngitis, pneumonia atau scarlet fever pada bayi dan anak-anak
Infeksi virus serius dengan transmisi droplet, termasuk :
(a) Adenovirus
(b) Influenzae
(c) Mumps
(d) Parvovirus B19
(e) Rubella
Penempatan pasien :
Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi aktif organisme
yang sama, tetapi tidak ada infeksi lain. Bila ada kamar tersendiri, tempatkan dalam
ruangan secara kohort dan bila ruang untuk kohort tidak memungkinkan, buatlah jarak
pemisah mionimal 3 kali antara pasien terinfeksi dengan pasien lain dan pengunjung.
Pemakaian masker :
Pemakaian masker bila berada / bekerja dengan jarak kurang dari 3 kaki dari pasien.
Transport Pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak. Bila terpakasa
memindahkan pasien, gunakan masker chirurgis untuk pasien.
D. CONTACT PRECAUTIONS
Kewaspadaan ini di tujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
penyakit yang secara epidemiologis penting dan ditularkan melalui kontak langsung
68
( misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit ) yang terjadi selama perawatan rutin atau
kontak tak langsung (persinggungan) dengan benda di lingkungan pasien.
Pasien harus ditempatkan di ruang sendiri, bila tidak tersedia dapat dengan kohort
( bangsal Umum ).
Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada standar
precautions terhadap kontak dengan darah dan bahan tubuh. Pada contact precautions ini
sarung tangan harus diganti setelah menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme
dengan konsentrasi tinggi ( misalnya tinja atau cairan luka ). Sarung tangan harus dibuka
sebelum meninggalkan ruangan dan kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci
aseptic. Jubah yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak yang
cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan buang air besar (inkotinensia)
atau bila ada luka basah yang tidak dapat ditahan dengan pembalut. Jubah harus dilepas
sebelum meninggalkan ruangan.
Contoh penyakit / keadaan yang memerlukan contact precautions adalah infeksi atau
kolonisasi bakteri yang multidrug resistens, colitis clostridium difficile, respiratory
syncytial virus pada anak, infeksi kulit dengan scabies, impetigo, zoster ( diseminata ) dan
viral hemorrhagic fever ( Lassa fever atau virus Marburg )
Varisela yang disseminated merupakan contoh infeksi yang memerlukan dua macam
precautions berdasarkan cara penularannya yaitu airborne dan contact.
Kebijaksanaan mengenai special organism isolation mencakup kewaspadaan terhadap
semua bentuk kontak dengan pasien, peralatan sekitar tempat tidur dan lingkungan dekat
pasien. Penekanan khusus pada pemakaian peralatan tersendiri untuk masing-masing
pasien dan tidak membenarkan pemakaian alat bersama. Kebersihan sekitar pasien juga
harus diperhatikan, karena hal ini sangat penting untuk organisme seperti vancomycinresistant Enterococci dan clostridium difficile.
Tabel 3 : CONTACT PRECAUTIONS
Sebagai tambahan dari Standard Precautions, contact Precautions digunakan untuk pasien
yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit serius yang mudah menular melalui
kontak pasien atau kontak dengan sesuatu di lingkungan pasien.
Contohnya :
Infeksi Gastrointestinal, respirasi, kulit atau luka atau kolonisasi bakteri yang
multidrug resistant sesuai keputusan program pemberantasan
Infeksi enteric dengan dosis infeksi rendah atau berkepanjangan termasuk :
(a) Clostridium difficile
(b) Enterohemorrharge. E. Coli, shigella, hepatitis A atau rotavirus pada pasien
incontinenta
RVS, parainfluenza virus atau infeksi enterovital pada bayi dan anak-anak
Infeksi kulit yang sangat menular atau yang bias timbul pada kulit kering, termasuk :
(a) Diphtheria ( kulit )
(b) Herpez simplex virus ( neonatus atau mucocutaneus )
(c) Impetigo
(d) Abses besar, selulitis atau dekubitus
(e) Pediculosisi
(f) Scabies
(g) Stapylococcal furuncolosis pada bayi dan anak
(h) Stapylococcal scalded skin syndrome
(i) Zoster ( disemianta atau immunocompromised host )
69
E. KEWASPADAAN
DENGAN
PENDEKATAN
SINDROMIK
DAN
KEWASPADAAN TERHADAP ORGANISME KHUSUS
Beberapa penyakit dengan etiologi virus maupun bakteri dengan keterbatasan fasilitas
penunjang untuk menegakkan diagnosis, cukup sering diagnosis pasti belum atau tidak
dapat ditegakkan. Pada masa tersebut, penularan tetap terjadi. Dalam keadaan seperti ini
perlu digunakan pendekatan sindromik dalam meneyukan jenis kewaspadaan yang paling
sesuai ( table 4 ), selain Standard Precautions. Kemungkinan kuman penyebab perlu
disesuaikan dengan epidemiologi penyakit masing-masing daerah.
70
Di beberapa tempat di amerika serikat telah timbul sejenis enterokokus yang resisten
terhadap Vancomisin ( Vancomycin resistant enterococci ) yang harus ditangani sebaik
mungkin dengan contact precautions yang memerlukan pendekatan multifactor. Sebelum
pedoman tersedia, beberapa lembaga menggunakan special organism isolation yang
dilapoirkan efektif untuk organisme multidrug-resistent termasuk Enterococcus resistant,
Enterococcus faucum, Acinetobacter aniteatus dan Clostridium difficile ( table 5 ).
Tabel 4 : Sindrom atau kondisi klinik yang secara empiric memerlukan kewaspadaan
tambahan
Sindrom / kondisi klinik :
empiris :
Diare :
(1) Diare akut dengan kemungkinan
infeksi pada pasien inkontinensia
(2) Diare pada dewasa dengan riwayat
pemakaian antibiotika broad
spectrum atau jangka lama
Meningitis :
Rash atau exanthema umum dengan
Etiologi tak diketahui :
(1) Petechiae/echymotic dengan demam
(2) Vesiculer
Airborne/kontak
(3) Makulopapular dengan pilek dan
Infeksi respirasi :
(1) Batuk / demam / infiltrate lobus atas
paru pada pasien HIV negatif atau
pasien dengan resiko HIV yg kecil
(2) Batuk/demam/infiltrate paru dilokasi
manapun pada pasien HIV positif
atau pasien dengan resiko tinggi
terinfeksi HIV
(3) Batuk paroksismal atau yang menetap
selama periode pertusis
(4) Infeksi respirasi terutama bronchitis
dan croup pada bayi dan anak-anak
Resiko mikroorganisme yang multidrug
71
Penyebab potensial
Precaution
Enteric pathogen
Kontak
Clostridium difficile
Kontak
Neisseria meningitides
Varisela
Droplet
Rubeola (measles)
Airborne
M. tuberculosis
Airborne
M. tuberculosis
Airborne
Bordetella pertusis
Droplet
RSV atau
parainfluenza virus
Kontak
Resistant :
(1) Riwayat infeksi atau kolonisasi dengan
kuman yang multidrug resistant
(2) Infeksi kulit, luka atau infeksi saluran
kemih pd penderita yang baru masuk
RS atau tempat perawatan di mana
Organisme multidrug resistent tinggi
Infeksi pada kulit atau luka :
Abses atau luka basah yg tidak bisa ditutup
Bakteri resisten
Kontak
Bakteri resisten
Kontak
Staphylococcus aureus
Group A Streptococcus
Kontak
BAB IV
PENUTUP
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, kami Panitia
Pengendalian Infeksi Nosokomial ( PAN PIN ) telah menyelesaikan salah satu tugas yang
diberikan oleh Direktur RSU Mataram.
Dengan selesainya penyusunan buku pedoman ini kami dari PAN PIN berharap agar
semua pihak yang berhubungan dengan pelayanan di RSU Mataram dapat melakukan /
memberikan pelayanan sebaik-baiknya sehingga dapat mengurangi angka kejadian infeksi
nosokomial di RSU Mataram.
Kami menyadari bahwa buku pedoman ini belum sempurna dan masih terdapat
kekurangan, maka harapan kami kepada semua pihak dapat memberikan kritik atau saran
sehingga pedoman ini lebih sempurna dan bermanfaat.
Pada kesempatan ini kami PAN PIN menyampaikan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga buku pedoman ini dapat disusun, terutama kepada semua
anggota PAN PIN atas semua partisipasinya.
73
STRUKTUR ORGANISASI
PANITIA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
RSUD MATARAM
KOMITE MEDIK
KERJA SAMA
DOKTER PIN
PERAWAT PIN
WAKIL DOKTER
WAKIL PERAWAT
INST. FARMASI
ISS
INST. LINEN
IKL - RS
IPS - RS
ADMINISTRATOR
PAN I T I A P I N
TIM PIN
KOORDINATOR / SMF
ANASTESI
74
KETUA
KELOMPOK
KETUA
KELOMPOK
PERAWAT
KETUA
KELOMPOK
PERAWAT
75
RUANGAN
KETUA
KELOMPOK