Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan
pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi
utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu,
jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi
muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari
sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan
membahayakan jiwa.
Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di dunia. Salah
satupenyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis. Osteomielitis umumnya
disebabkanoleh bakteri, namun jamur dan virus juga bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis
dapatmengenai tulang-tulang panjang, vertebra ,tulang pelvic, tulang tengkorak dan mandibula.
Banyak mitos yang berkembang tentang penyakit ini, seperti diyakini bahwa infeksi
akanberlanjut menyebar pada tulang dan akhirnya seluruh tubuh, padahal hal yang sebenarnya
adalahosteomielitis tidak menyebar ke bagian lain tubuh karena jaringan lain tersebut punya
alirandarah yang baik dan terproteksi oleh sistem imun tubuh. Kecuali apabila terdapat sendi
buatan dibagian tubuh yang lain. Dalam keadaan ini, benda asing tersebut menjadi pathogen.
Secaraumum, terapi infeksi tulang bukanlah kasus yang emergensi. Tubuh memiliki
mekanimepertahanan yang mempertahankan agar infeksi tetap terlokalisasi di daerah yang
terinfeksi.
Osteomielitis dapat terjadi pada semua usia tetapi sering terjadi pada anak-anak danorang
tua, juga pada orang dewasa muda dengan kondisi kesehatan yang serius. Diagnosaosteomielitis
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis penyakit dan juga gambaran radiologik.Pasien yang
beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinyaburuk, lansia,
kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderitaartitis rheumatoid,
telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangkapanjang, menjalani
pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsisrentan, begitu pula
1

yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi lukamengeluarkan pus,


mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukanevakuasi hematoma
pascaoperasi.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui "bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada klien Osteomielitis ?.

1.3 Tujuan
Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan osteomielitis.
Tujuan khusus pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi osteomielitis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari osteomielitis.
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari osteomielitis.
4. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari osteomielitis.
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik dari osteomielitis.
6. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari osteomielitis.
1.4 Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diambil adalah:
1. Bagi penulis, dapat memperdalam pengetahuan tentang penerapan asuhan keperawatan
pada pada Osteomielitis.
2. Bagi para pembaca maupun mahasiswa, sebagai pengetahuan dan masukan dalam
pengembangan

ilmu

keperawatan

terutama

asuhan

keperawatan

pada

klien

Osteomielitis.

BAB II
KONSEP DASAR

2.1 Definisi
Osteomielitis adalah infeksi sum-sum tulang yang biasanya disebabkan oleh bakteri,
tetapi kadang-kadang disebabkan oleh jamur atau proses spesifik (Mansjoer ,2000).Infeksi tulang
lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon
jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum yaitu
pembentukan tulang baru disekitar jaringan tulang mati (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,
1996).
Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang yang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi pada jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap infeksi,
tingginya tekanan jaringan dan pembekuan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling
jaringan tulang mati) (Smeltzer, 2002)
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari
darah. (Corwin, 1996)
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa osteomielitis
adalah infeksi pada jaringan tulang yang sulit disembuhkan, disebabkan oleh bakteri atau jamur
dan bersifat akut ataupun kronis.
Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas.

2.2Etiologi

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi
di tempat lain (misalnya Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma
dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
3

Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus
dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur
ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (misalnya seperti Fraktur terbuka dan cedera
traumatik)
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia,

kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis

reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang,
menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan,
begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan
pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi
hematoma pascaoperasi.(corwin,1996)

2.3 Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan
Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif
dan anaerobik.
Osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi
superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan
terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada
tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan
dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk
daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati
4

(sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan
menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru
(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan,
namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang
hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.(arif mansjoer,2000)
2.4 Klasifikasi
pembagian osteomielitis menurut arif mansjoer,2000 :
1. osteomielitis Primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen.
Osteomielitie dapat dibagi menjadi dua yaitu osteomielitis akut dan kronik.
2. Osteomilitis sekunder,yang di sebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya.Seperti bisul
dan luka.

PATHWAYS

Bakteri atau kuman patogen


Tulang-tulang

Pembuluh darah
Proses inflamasi : pembekakan,
fungsi pembentukan pus,
Kerusakan integritas jaringan
metabolisme tubuh meningkat
peningkatan jaringan nekrosis

Demam

Hipertermi

pembentukan pus

iskemi
penyebaran infeksi
keorgan penting

pertumbuhan tulang baru


dan pengeluaran pes
kemampuan tonus
otot menurun
bau dari adanya pes
kelemahan fisik

nyeri
Resiko
penyebaran
infeksi

tirah baring lama


Gangguan citra diri
Kerusakan
integritas kulit

2.5 Manifestasi Klinis


Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise
umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah
infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan
lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien
menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri
tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
2.6 Evaluasi Diagnostik
Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar x awal hanya menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang
baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitif awal. Pemeriksaan darah
memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur
abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequestra atau
pembentukan tulang padat terlihat pada sinar x. pemindaian tulang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal.
Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme
infektif dan terapi antibiotik yang tepat.(Doenges,2001))

2.7 Pencegahan
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol
erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik
pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik
perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial
terjadinya osteomielitis.(Potter, 2005)
2.8 Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa
kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah
dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika
yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena,
dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik
atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut
menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu
sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi.
Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui
biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per
oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan
diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena
harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi
secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.


Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat
mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago
yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon
agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang
drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi
larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian
irigasi ini.(Corwin,1996)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun
dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;
perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi
infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan.
Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong
dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah
tulang.(Smeltzer,2002)

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian (Anjarwati Wangi, 2010).
1.

Riwayat keperawatan

Identifikasi gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.

Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera,
infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.

Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan
operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah
sumber potensial terjadinya infeksi.

2.

Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi.
Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan
adanya demam biasanya diatas 38 C, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri,
maupun eritema.

3.

Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.

4.

Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat.
50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka
dilakukan scanning tulang.
a.

Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000/mm terutama netropil 80% disertai
peningkatan laju endapan darah.

10

b.

Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus


Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.

c.

Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri Salmonella.

d.

Pemeriksaan Biopsi tulang.


Merupakan pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium, dalam
hal ini yang diambil adalah sumsum tulang pada daerah yang dicurigai.

e.

Pemeriksaan Rontgen
Mungkin belum ditemukan tanda peradangan tulang yang jelas, atau hanya terlihat
tanda-tanda kerusakan tulang yang lokal dan dikelilingi daerah yang kurang
Calcium (zat kapur)

f.

CT Scan dan MRI


Seperti pada pemeriksaan rontgen, terlihat gambaran kerusakan tulang, dan
mungkin terlihat proses kerusakan mulai di daerah jaringan lunak sekitar tulang.
Tetapi pemeriksaan ini tidak selalu dapat membedakan infeksi dari kelainan tulang.
Untuk mendiagnosa infeksi tulang dan menentu kan bakteri penyebabnya, harus
diambil contoh dari darah, nanah, cairan sendi atau tulangnya sendiri.

B. Diagnosa Keperawatan (Nanda, 2009-2011)


1.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (bakteri).

2.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot.

3.

Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

4.

Ansietas berhubungan dengan rasa nyeri dan kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit dan pengobatan.

5.

Gangguan citra diri berhubungan dengan devormitas dan bau dari adanya luka.

11

C. Intervensi`
1.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri bilogi (bakteri)


Tujuan:
a.

Penurunan skala nyeri.

b.

Peningkatan rasa kenyamanan.

Kriteria hasil:
a.

Skala nyeri menurun.

b.

Napsu makan meningkat.

c.

ekspresi wajah rileks.

d.

suhu tubuh normal.

Intervensi:
a.

kaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala
nyeri (0-10).

2.

b.

ajarkan teknik relaksasi (guide immagery, distraksi, massage).

c.

pertahankan im- mobilisasi (mengurangi aktivitas yang berat).

d.

Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

e.

Amati perubahan suhu setiap 15 menit sampai suhu stabil.

f.

Kompres air hangat area yang bengkak.

g.

Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot.


Tujuan:
hambatan mobilitas dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
a.

Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin Mempertahankan


posisi fungsional

b.

Meningkatkan / fungsi yang sakit.

c.

Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas

Intervensi:
a.

Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan.

b.

Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang


gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit.
12

c.

Berikan dorongan pada klien untuk melakukan ADL dalam lingkup keterbatasan
dan beri bantuan sesuai kebutuhan.

3.

d.

Pantau kardiopulmonal sebelum dan sesudah aktivitas ringan yang diawasi.

e.

Ubah posisi secara periodik.

f.

Pantau intake untuk memastikan kecukupan energi.

g.

Ajarkan teknik ROM pasif/aktif sesuai kemampuan pasien.

h.

Kolaborasi untuk Fisioterapi.

Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan:
Suhu tubuh pasien turun
Kriteria hasil :
a.

Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut.

b.

suhu tubuh mendekati normal.

Intervensi:

4.

a.

Pantau Suhu tubuh setiap 15 menit sampai suhu stabil.

b.

Pantau TTV (TD, nadi, pernapasan).

c.

Pantau tingkat kesadaran.

d.

Pantau Warna kemerahan kulit.

e.

Pantau tingkat Hidrasi (turgor dan kelembaban kulit).

f.

Motivasi asupan cairan.

g.

Lepaskan pakaian yang berlebihan.

h.

Lakukan kompres air biasa untuk menurunkan suhu tubuh.

i.

Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik.

Ansietas berhubungan dengan rasa nyeri dan kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit dan pengobatan.
Tujuan:
a.

berkurangnya ansietas.

b.

mampu memberikan informasi tentang proses penyakit,

Kriteria Hasil :
a.

Ekspresi wajah rileks.

b.

Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang


13

Intervensi
5. Tenangkan pasien.
6. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik (TTV).
7. Jelaskan prosedur setiap tindakan dan kemungkinan yang akan muncul.
8. Anjurkan istirahat cukup.
9. Ajarkan teknik relaksasi (guide imagery, distraksi, massage).
10. Support pasien agar meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi penyakit.
11. Kolaborasi dengan tim medis.
12. Gangguan citra diri berhubungan dengan devormitas dan bau dari adanya luka.
Tujuan:
Klien tidak minder lagi.
Kriteria Hasil:
a.

Tidak merasa malu dengan keadaannya sekarang.

b.

Mulai berinteraksi dengan orang lain.

c.

pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi

Intervensi:
a.

motivasi pasien tentang penyakitnya.

b.

Berikan dukungan spiritual kepada klien.

c.

Buat rutinitas dengan lingkungan klien.

d.

Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas
beberapa jam sebelum tidur.

e.

Instruksikan tindakan relaksasi.

f.

Kurangi kebisingan dan lampu penerangan.

g.

Kolaborasi dengan tim medis.

14

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi sum-sum tulang yang biasanya disebabkan oleh
bakteri, tetapi kadang-kadang disebabkan oleh jamur atau proses spesifik (Mansjoer
,2000).Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya
asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum yaitu pembentukan tulang baru disekitar jaringan tulang mati (Suzanne C. Smeltzer
& Brenda G. Bare, 1996)
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap
inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya
Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (misalnya
fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (misalnya Fraktur terbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang).
5.2 Saran
1. Diharapkan perawat serta serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan
mendalami penyakit osteomielitis.
2. Diharapkan perawat serta serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan faktor
resiko dari penyakit osteomielitis.
3. Institusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan mempersiapkan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan.
4. Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu
menguasai baik secara teori maupun skil untuk dapat diterapkan pada pasien.

15

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer.2000. kapita selekta kedokteran edisi 3. jakarta:UI
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
Corwin.1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Smeltzer.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Tucker .1998. buku diagnosa keperawatan. Jakarta :EGC.
Doenges.2001. Rencana Asuhan Keperawatan

: pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentsian perawatan pasien.Jakarta : EGC.


potter. 2005. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien denan Gangguan
Sistem Persendian.Jakarta : Salemba Medika
Nanda.2009-2011.Diagnosa keperawatan: difinisi dan klasifikasi.EGC:Jakarta.
Anjarwati, Wangi,(2010), Tulang dan Tubuh Kita, Getar Hati:Yogyakarta.

16

17

18

Anda mungkin juga menyukai