Anda di halaman 1dari 27

MODUL GEH

DIARE
KELOMPOK 5
030.07.193

Novitri Anggraeni

030.07.194

Nur Azizah

030.07.195

Nurfira Fatimah

030.07.196

Nurisnan Olfyanto S.

030.07.199

Oriana Puji P.

030.07.201

Pandu Abdul Syakur

030.07.202

Petrus Okky Bertadi Y.

030.07.204

Primanda Andyastuty

030.07.205

Putri Balqis

030.07.206

Putri Inda Fawzia

030.07.207

Putri Kurniasari

030.07.208

Putri Mulyati

030.07.209

Rangga Novandra

030.07.210

Rayindra Dwi Rizky

030.07.309

Nazlia Binti Razali

030.07.310

Nik Muhd Faris Bin Nik AB

030.07.311

Noor Hafizah Binti Mohd Y.

030.07.312

Noor Zaehan Hani Binti Zol

030.07.313

Noraiman Bin Roslim

030.07.314

Norasikin Binti Alias

Jakarta, 23 September 2008

Pendahuluan
Diare pada anak masih merupakan problem kesehatan dengan angka kematian yang
masih tinggi terutama pada anak umur 1-4 tahun, yang memerlukan penatalaksanaan yang
tepat dan memadai. Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan untuk mencegah dan
mengobati, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan
mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta mengobati penyakit
penyerta. Untuk memperoleh hasil yang baik pengobatan harus rational.
Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak yang
dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,
gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan
destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan penanganan
yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Beberapa cara penanganan
dengan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit, pencegahan dengan vaksinasi
serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap di beberapa penelitian.
Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat) , kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200gr atau
200ml/24 jam. Berdasarkan lamanya waktu diare, WHO membagi diare ke dalam tiga
kelompok, yaitu diare akut (kurang dari dua minggu), diare persisten (2 minggu-2 bulan),
setra diare kronik (lebih dari dua bulan). World Gastroenterologi Organisation Global
Guidelines 2005 mendefinisikan diare akut sebagai passage tinja yang cair atau lembek
dengan jumlah lebih banyak dari normal dan berlangsung kurang dari 15 hari.

Etilogi
Diare akut dapat terjadi akibat faktor infeksi atau faktor noninfeksi. Faktor infeksi
yang dapat menyebabkan diare adalah bakteri, parasit, serta virus. Sedangkan faktor
noninfeksi yang dapat menyebabkan diare antara lain keracunan makanan, efek obat-obatan,
serta defisiensi enzim pencernaan.
Pathogenesis

Diare karena bakteri noninvasif (enterotoksigenik)


Disebut diare sekretorik atau watery diarrhea. Contoh bakteri yang dapat
menyebabkan diare sekretorik anatra lain Enterotoxineic E.coli, Aeromonas
spp,Vibrio cholerae non 01, dan Vibrio cholerae 01.
Bakteri yang tidak merusak usus
mukosa usus halus

enteroroksin meningkatkan nikotinamid adenid

dinukleotid pada dinding sel usus


naik

mengeluarkan toksin yang terikat pada

kadar adenosin 3, 5 siklik monophospat

sekresi aktif ion klorida ke dalam lumen usus meningkat yang disertai air,

ion karbonat, natrium dan kalium.

Diare karena bakteri/parasit invasif (enterovasif)


Disebut juga diare inflamatory. Sifat dari diare ini adalah sekretorik eksudatif. Cotoh
mikroorganisme yang menyebabkan diare invasif misalnya Enteroinvasive E.coli,
Entamoeba histolytica, Salmonellan spp, Sigella spp, dan lain-lain.
Menenpelnya kuman pada dinding usus

merusak dindind usus

ulserasi dan nekrosis pada dinding usus

cairan diare tercampur lendir dan

darah.

terjadi

Anatomi dan Faal saluran cerna

Gambar 1.1. anatomi saluran cerna


Anatomi saluran cerna terdiri dari saluran cerna dan organ pencernaan tambahan. Saluran
cerna dimulai dari mulut-pharing-oesophagus-lambung-usus halus (duodenum,yeyenum,
ileum)-usus besar/colon (caecum,colon ascendend, colon transversum, colon descendend,
rectum), dan anus. Organ pencernaan tambahan antara lain hati, pankreas, serta kandung
empedu. Secara garis besar, struktur dari lumen dari saluran pencernaan dibagi menja di
empat bagian, yaitu:
1. Tunika mukosa
2. Tunika submukosa
3. Tunika muskularis mukosa

4. Tunika adventisia/serosa

Gambar 1.2. Struktur lumen saluran pencernaan


Proses yang terjadi dalam saluran cerna dibagi menjadi empat proses, yaitu
motilitas, sekresi , pencernaan (digesti), dan penyerapan (absorbsi). Proses
pencernaan berawal dari mulut. Pencernaan di mulut melibatkan hidrolisis
polisakarida menjadi disakarida oleh amilase. Namun sebagian besar pencernaan yang
dilakukan oleh enzim ini berlangsung di korpus lambung setelah massa makanan dan
air liur telah tertelan. Asam menyebabkan amilase tidak aktif, tetapi di bagian tengah
massa yang belum dicapai oleh asam lambung berfungsi selama beberapa jam lagi.
Setelah makanan berada di mulut kemudian makanan akan menuju lambung melalui
faring dan oesophagus. Terdapat empat aspek motilitas lambung, yaitu pengisian
lambung, penyimpanan lambung, pencampuran lambung, dan pengosongan lambung.
Makanan yang berbentuk bolus akan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi
lambung untuk menghasilkan cairan kental yang disebut kimus. Setelah menjadi

kimus, makanan akan masuk ke dalam usus halus dimana epitel sel usus halus akan
menghasilksan enzim disakaridase untuk mencerna komponen disakarida menjadi
monosakarida, enzim tripsinogen, kimotripsinogen, dan karboksipeptidase yang akan
menghidrolisis protein dalam bentuk molekul dengan BJ kecil menjadi asam amino.
Setelah megabsorbsi makanan, kemudian sisa makanan akan menuju ke usus besar
untuk penyerapan air. Akibat penyerapan air, feses menjadi lebih padat dan akhirnya
dikeluarkan (defekasi) melalui anus. Pada keadaan normal, ketika kita mengkonsumsi
cairan, penyerapan cairan akan terjadi di membran usus melalui proses difusi,
selanjutnya air dari mukosa usus akan berosmosis ke pembuluh darah. Proses ini bisa
juga terjadi sebaliknya, bila makanan yang dikonsumsi hiperosmotik, maka usus akan
menarik air dari pembuluh darah dan mensekresinya, sehingga makanan atau kimus
bisa isoosmotik dengan darah. Air juga dapat ikut terserap jika ada partikel terlarut
yang diabsorbsi masuk ke darah. Oleh karena itu ketika ion-ion dan nutrien
diabsorbsi, air dengan isoosmotik yang sama juga diabsorbsi.
Oleh karena sifat air yang cenderung mengikuti perpindahan partikel / zat, maka pada
keadaan diare, banyak natrium yang disekresi ke lumen dan hal ini juga diikuti oleh
perpindahan air ke lumen, sehingga tinja menjadi lebih cair.
Pada penderita diare lapisan epitel usus menjadi rusak. Akibat dari rusaknya
epitel usus, enzim-enzim pencernaan yang melekat pada mukosa usus halus akan
menjadi berkurang. Berkurangnya enzim-enzim pencernaan menyebabkan cairan
yang disekresikan ke usus menjadi berkurang. Makanan di usus menjadi tidak dapat
diserap sehingga makanan di dalam usus menjadi hiperosmotik.
Pada gizi buruk mikroorganisme masuk menuju usus halus. Di usus halus mikro
organisme mengeluarkan toksin. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik usus
sehingga sekresi cairan usus meningkat. Sekresi cairan usus yang meningkat mengakibatkan

enzim pencernaan menjadi berkurang. Makanan yang dicerna menjadi berkurang sehingga
menimbulkan diare.

Jumlah cairan tubuh dalam persentase berat badan :

Intrasel
Ekstrasel
Bayi premature
30
50
Neonatus
35
35-40
Anak
35
30
Dewasa
40-45
15-20
Mekanisme tubuh mempertahankan keseimbangan antara cairan intra dan ekstrasel :

Akibat sifat air yang selalu bergerak dari konsentrasi air yang tinggi (zat terlarut
rendah) ke tempat yang konsentrasi airnya rendah (zat terlarut tinggi), maka
mekanisme

tubuh

mempertahankan

keseimbangan

cairan

intraseluler,

dan

ektraseluler, hampir sama dengan cara tubuh mempertahankan keseimbangan zat


terlarut di intrasel dan ekstrasel.

Absopsi :
Na paling banyak di jejunum, sedikit di gaster (dipengaruhi oleh pompa K dan
Na), dengan aktivasi ATPase. Na diatur oleh pusat dahaga oleh perasaan haus
(hypothalamus) dan evaporasi.
Ekskresi :
Terutama di ginjal, reabsorpsi kembali Na (oleh aldosteron). Kalium (oleh
aldosteron. Na masuk sel lebih lambat ke sel daripada K, disetimbangkan
dengan transport aktif. K+ dipengaruhi oleh vitamin D. Jika vitamin D menurun
maka absorpsi K+ juga menurun.
Mekanisme mempertahankan keseimbangan antara cairan intra dan ekstrasel :

a. Plasma darah pindah ke seluruh tubuh


b. Intravaskuler bertukaran dengan intertitiel yang semipermeabel
c.

Intertitiel bertukaran dengan intraseluler dengan membran permeabel yang aktif.

Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian

d.

lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralis listrik
menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan
positif.
e.

Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intraseluler maupun pada

extraseluler terinci dalam tabel di bawah ini:


f.

Kadar Elektrolit Plasma


Kation (+)

mEq/L

Anion (-)

mEq/L

Na+

142

HCO3-

27

K+

Cl-

103

Ca2+

HPO4-

Mg2+

SO4-

Organic acid

Protein

16

TOTAL

155

TOTAL

155

Kadar Elektrolit Intrasel


Kation (+)

mEq/L

Anion (-)

mEq/L

Na+

10

HCO3-

10

K+

141

Cl-

Ca2+

HPO4-

11

Mg2+

31

SO4-

Protein

Penyimpangan volume cairan extrasel yang menyertai perubahan beban garam akan
mencetuskan respon kompensasi ginjal yang dengan cepat memulihkan beban Na+ dan volume
cairan ekstrasel ke tingkat normal. Natrium difiltrasi secara bebas di glomerulus dan
direabsorpsi secara aktif, tetapi ion ini tidak disekresikan oleh tubulus. Ginjal menyesuaikan
jumlah garan yang diekskresi dengan mengontrol dua proses yaitu laju filtrasi glomerulus
(GFR) dan yang lebih penting adalah reabsorpsi Na+ di tubulus.

Penurunan kadar Na+ di

dalam tubuh akan mengakibatkan penurunan aliran darah ke glomerulus , GFR akan menurun
dan demikian jumlah Na+ dan cairan yang menyertainya yang difiltrasi juga akan berkurang.
Garam dan cairan yang seharusnya difiltrasi dan diekskresi sekarang ditahan dan membantu
memperkecil reduksi volume cairan dan mengatasi penurunan beban Na+ dalam tubuh.
Sebaliknya peningkatan volume cairan ekstrasel dan Na+ akan secara refleks dilawan oleh
respon baroreseptor yang menyebabkan peningkatan GFR dan menyebabkan peningkatan
ekskresi garam dan cairan.
pH dalam tubuh dipertahankan antara 7,35-7,45. Bila pH kurang dari 7,35 maka
keadaan tersebut dikatakan asidemia sedangkan bila pH lebih dari 7,45 disebut alkalemia.
Cara mempertahankan pH dalam tubuh :
Sistem Buffer : sistem ini mengubah asam dan basa kuat menjadi asam dan basa
lemah
Ex :
a) Pembentukan karbamino oleh hemoglobin :

Hb NH2COO- Hb NH2COOK
b) H2CO3 Na2HCO3
c) NaH2PO4 Na2HPO4

d) Protein yang bersifat amfoteris : H protein Na protein


Homeostatis respiratorik :
Untuk mengetahui keseimbangan asam-basa perlu diketahui hubungan antara pH,
kadar bikarbonat dan asam karbonat dalam darah.
pH bergantung kepada rasio bikarbonat dan asam karbonat.
Dalam keadaan normal akan didapatkan :
pH = 7,4 = HCO3- = 20
H2CO3

Homeostatis ginjal :
Kelebihan asam akan dikeluarkan oleh ginjal dengan membentuk urin yang asam.
Walaupun demikian ginjal tidak mampu membentuk urin dengan pH < 4,6.
Ginjal menetralisasi asam dengan 2 cara :
a) NH4 digabungkan dengan PO4 dan SO4 sehingga ion Na tidak dikeluarkan dari

tubuh.
b) Dalam epitel tubulus Ha2HPO4 diubah menjadi Na2HPO4 sehingga ion Na

tidak dikeluarkan, tetapi ion H yang dibuang bersama urin.

pH dalam tubuh dipertahankan antara 7,35-7,45. Bila pH kurang dari 7,35 maka keadaan
tersebut dikatakan asidemia sedangkan bila pH lebih dari 7,45 disebut alkalemia.
Identitas masalah
Identitas pasien
Jenis kelamin: lelaki

Usia: 3 tahun
Berat badan: 9kg
Panjang badan: 79cm

Riwayat penyakit
Diare selama 2 hari
Frekuensi diare 6-8x/hari
Muntah-muntah sebanyak 3x sebelum ke RS
Demam
Batuk pilek
Tinja cair berlendir kira-kira gelas setiap kali diare

Riwayat kelahiran

Lahir cukup bulan


Berat badan: 2200kg
Panjang badan: 48cm
Riwayat makanan ketika bayi
Pemberian ASI selama 3 bulan kemudian digantikan dengan susu botol
Tanda-tanda vital
Suhu tubuh: 38C (subfebris)
Frekuensi pernafasan : 56x/menit (tachypneu)
Denyut jantung : 148x/menit (tachycardia)
Kesadaran menurun

Urutan pemeriksaan dalam menaggulangi masalah diare dilakukan dalam empat tahap, yaitu
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisk
3. Pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang lainnya
Anamnesis:
Anamnesis sangat penting dalam menegakan diagnosis etiologi. Dalam melakukan anamnesis
perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut:

Waktu dan frekuensi , misalnya lama diare kurang dari 3 bulan , sepanjang hari atau
mendadak mengarah ke penyakit organic; diare yang tidak bisa di tahan mengarah ke
penyakit inflamatorik; sedangkan diare dengan riwayat berpergian pada turis
mengingatkan pada travellers diarrhea atau tropical spru

Bentuk tinja, misalnya steatorrea menunjukkan kelainan pada pancreas/ileosaecal;


diare seperti air kemungkinan kelainan dari usus halus; diare bercampur makanan
menunjukkan waktu transit usus yang cepat , tinja berbau asam menunjukkan
gangguan penyerapan karbohidrat

Nyeri abdomen, misalnya nyeri dengan lokasi menetap menunjukkan kelainan


organic; sedangkan nyeri abdomen dengan lokasi berubah-ubah menunjukkan diare
fungsional (psikogenik), nyeri disekitar pusat menunjukkan kelainan usus halus;
sedangkan nyeri di supra pubik, kanan atau kiri bawah menujukan kelainan usus besar

Demam, sering menyertai infeksi atau keganasan

Mual muntah, sering terjadi pada infeksi.

Penurunan berat badan dengan riwayat dehidrasi/hipokalemia menunjukkan


penyakit organic

Penggunaan obat, seperti laksans, antibiotika anti kanker, anti depresan dan
prostigmin dapat menyebabakan diare

Makanan dan minuman misalnya makanan dengan osmotic berlebihan, diare


setelah minum susu menunjukkan intoleran lactose yang menyebabkan orang tersebut
diare

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik atau manisfestasi klinis kebanyakan tidak spesifik dan sering menujukan
adanya malabsorsi nutrisi dan defisiensi vitamin dan elektrolit

Inspeksi : penururan berat badan (dikarenakan dehidrasi dan malabsorbsi), mata


cekung, ubun-ubun cekung, kulit kering , turgor kulit menurun

Perkusi

Palpasi : Turgor kulit kurang elastic

Auskultasi : terdengarnya bising usus

: adanya distensi abdomen

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis kausal yang tepat
sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Dalam praktik sehari-hari,
pemeriksaan laboratorium lengkap hanya dikerjakan jika diare tidak sembuh dalam 5 7 hari.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dikerjakan:

1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopik dan mikroskopik
b. Biakan kuman
c. Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika
d. pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa
2. Pemeriksaan darah
a. Darah lengkap
b. Pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali (jika dengan pemberian RL
intravena masih terdapat asidosis)
c. Kadar ureum (untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal)
3. Intubasi duodenal, pada diare kronik untuk mencari kuman penyebab
CAIRAN REHIDRASI ORAL
Komposisi oralit menurut WHO/UNICEF adalah
kandungan

jumlah

ion

Konsentrasi

NaCl

3,5 gr/l

natrium

90 mmol/l

KCl

1,5 gr/l

Sitrat

10 mmol/l

Glukosa

20 gr/l

Kalium

80 mmol/l

klorida
Trinatrium
sitrat

2.5 gr/l

glukosa

111 mmol/l

Oralit dapat dibuat dengan beberapa cara:

Cairan mempunyai osmolaritas mirip plasma

Konsentrasi natrium harus dapat mengganti kekurangan natrium


pada anak

Rasio glukosa terhadap natrium paling tidak 1:1, rasio tersebut


digunakan untuk penyerapan natrium yang maksimal

Konsentrasi

K+

harus

sekitar

20

mmol/l

untuk

mengganti

kekurangan kalium

Konsentrasi basa 10mmol/l untuk sitrat dan 30mmol/l untuk


bikarbonat, perbandingan konsentrasi K+ dan basa digunakan
untuk koreksi asidosis metabolik

Kekurangan dan kelebihan penggunaan cairan rehidrasi oral:


Kelebihan cairan rehidrasi

Kekurangan cairan rehidrasi

intravena

intravena

Mudah dan murah

Kurang stabil

Sama efektifnya dengan cairan

Kalorinya rendah

rehidrasi intravena
Waktu yang dibutuhkan lebih cepat

Tidak dapat diberikan pada pasien

daripada harus memasang infus

yang disertai muntah

terlebih dahulu
Pasien yang diterapi dengan cairan
rehidrasi oral lebih sedikit yang

masuk perawatan rumah sakit


Komplikasinya lebih sedikit
daripada cairan rehidrasi intravena

CAIRAN REHIDRASI INTRAVENA


Tahapan-tahapan pemberian rehidrasi intravena
Derajat rehidrasi

Kebutuhan

Jenis cairan

Cara/lama

cairan
Ringan, 5%

50 ml/kg/3 jam darrow

IV/ 3 jam

Sedang, 6-9%

70 ml/kg/ 3

NaCl 0,9%

IV/ 3 jam

30 ml/kg/1 jam NaCl 0,9%

IV/ 1 jam

jam
Berat, > 10%

Cairan untuk rumatan dapat ditentukan oleh:


CWL + NWL + kenaikan suhu tubuh
Kenaikan 1o C = 12 cc
-

CWL (concomitten water loss) merupakan hilangnya cairan dari


muntah dan feses selamanya berlangsungnya diare.

NWL (normal water loss)

Neonatus
Dehidrasi Berat

Dehidrasi Sedang

5 tetes/kg BB/menit (2

3 tetes/kg BB/menit

jam)

(24 jam)

3 tetes/kg BB/menit
(22 jam)

Komplikasi pemberian cairan intravena :


1. Reaksi pyrogen
2. Phlebitis
3. Overhidrasi
4. Emboli
5. Sepsis
6. Hematoma
7. Infiltrasi
8. Thrombo phlebitis

Dehidrasi Ringan
2 tetes/kg BB/menit

Pengaturan diet penderita diare


Pada penderita diare, tidak dianjurkan untuk berpuasa, kecuali jika terjadi muntah-muntah
berat, sebaliknya penderita justru dianjurkan minum sari buah, teh, minuman tidak bergas,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindari
karena adanya defisiensi enzim laktase yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
Minuman beralkohol dan berkafei juga harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas
dan sekresi usus.
Pengobatan medikamentosa penderita diare

Tidak dianjurkan mengunakan obat symtomatis (misalnya : sakit perut,pusing dll)


karena akan memperberat diare

Obat antidiare
Pemberian obat pengeras tinja (kaolin,pectin) dan obat anti diare (difenoksilat dan
loperamid) tidak dianjurkan. Obat-obatan ini berbahaya karena memberikan kesan
sembuh palsu dan yang paling penting mempengaruhi motilitas usus yang justru
menghambat pengeluaran bakteri bersama tinja dan member kesempatan kepada
bakteri untuk lebih lama dalam tubuh dan berkembangbiak di dalam usus

Antibiotika

Antibiotika pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan berbahaya karena dapat


mengubah/ overgrowth flora usus sehingga diare bertambah buruk . jika diperlukan
berikan sesuai dengan hasil biakan dan resistensi

Skrining untuk menentukan adanya intolerans Karbohidrat, Lemak, dan Protein

Intolerans Laktose
Dengan cara melakukan test pada kadar glukosa gula darah,

Pengobatan dietetik :
sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetik, dipakai singkatan O-B-E-S-E,
sebagai singkatan dari Oralit, Breast feeding, Early feeding, Simultaneously with Education.
Cara pemberian makanan :
a) Pada bayi dengan ASI
ASI dilanjutkan bersama-sama dengan oralit secara bergantian. Pada bayi berumur <
4 bulan(sudah mendapatkan buah-buahan, makanan tambahan) dilanjutkan dengan
fase readaptasi, sedikit demi sedikit makanan diberikan kembali seperti sebelum sakit.
b) Pada bayi dengan susu formula

Diberikan oralit, selang-seling dengan susu formula. Jika bayi telah mendapatkan
makanan tambahan, makanan tambahan untuk sementara dihentikan, diberikan sedikit
demi sedikit mulai hari ke 3.
c) Anak anak berumur lebih dari satu tahun
Dengan gizi buruk ( berat badan < 7 kg), realimentasi sama dengan bayi.
Dengan gizi baik, realimentasi sebagai berikut :
1) Hari 1 : Oralit + bubur tanpa sayur + pisang
2) Hari 2 : Bubur dengan sayur
3) Hari 3 : makanan biasa
Tindakan Rehidrasi pada diare :
a) Rehidrasi oral :
Dehidrasi ringan/ sedang :
1. Ad libitum
2. NGT(naso gastric tube)
Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCL dan glukosa. Kadar Na

90mEq/l untuk kolera akut dan diare akut pada anak diatas 6 bulan dengan
dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi(untuk pencegahan dehidrasi).
Formula sederhana hanya mengandung NaCl dan sukrosa/ karbohidrat lain,
misalnya larutan gula garam,air tajin garam, tepung beras garam dan
sebagainya untuk pengobatan pertama dirumah.

Kadar untuk rehidrasi oral : 70cc/kgBB/menit = 5 tetes/kgBB/menit.

b) Rehidrasi intra vena :

6. pH dalam tubuh dipertahankan antara 7,35-7,45. Bila pH kurang dari 7,35 maka keadaan
tersebut dikatakan asidemia sedangkan bila pH lebih dari 7,45 disebut alkalemia.
Cara mempertahankan pH dalam tubuh :
Sistem Buffer : sistem ini mengubah asam dan basa kuat menjadi asam dan basa
lemah
Ex :
a) Pembentukan karbamino oleh hemoglobin :
Hb NH2COO- Hb NH2COOK
b) H2CO3 Na2HCO3
c) NaH2PO4 Na2HPO4

d) Protein yang bersifat amfoteris : H protein Na protein


Homeostatis respiratorik :
Untuk mengetahui keseimbangan asam-basa perlu diketahui hubungan antara pH,
kadar bikarbonat dan asam karbonat dalam darah.

pH bergantung kepada rasio bikarbonat dan asam karbonat.


Dalam keadaan normal akan didapatkan :
pH = 7,4 = HCO3- = 20
H2CO3

Homeostatis ginjal :
Kelebihan asam akan dikeluarkan oleh ginjal dengan membentuk urin yang asam.
Walaupun demikian ginjal tidak mampu membentuk urin dengan pH < 4,6.
Ginjal menetralisasi asam dengan 2 cara :
c) NH4 digabungkan dengan PO4 dan SO4 sehingga ion Na tidak dikeluarkan dari

tubuh.
d) Dalam epitel tubulus Ha2HPO4 diubah menjadi Na2HPO4 sehingga ion Na

tidak dikeluarkan, tetapi ion H yang dibuang bersama urin.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:

Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah.

Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah),
terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.

Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke
dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Oralit
yang menurut WHO mempunyai
komposisi campuran Natrium Klorida,
Kalium Klorida, Glukosa dan
Natrium Bikarbonat atau Natrium
Sitrat

Terapi rehidrasi parenteral memerlukan 3 tahap :


1. Terapi awal.
Bertujuan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi ginjal dengan cara
re-ekspansi dengan cepat volume cairan ekstraseluler. Idealnya adalah bahwa seluruh
cairan yang diberikan hendaknya tetap berada didalam ruang vaskuler. Untuk itu
larutan elektrolit dengan kadar Na yang sama dengan darah lebih dianjurkan. Perlu
penambahan glukosa dalam cairan, karena penderita yang sakit peka untuk terjadinya
hipoglikemi dan penambahan basa untuk koreksi asidosis.

2. Terapi lanjutan.
Segera setelah sirkulasi dapat dipulihkan kembali, terapi cairan berikutnya
untuk mengkoreksi secara menyeluruh sisa defisit air dan Na serta mengganti

kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berjalan ( ongoing losses ) serta
kehilangan obligatorik (kebutuhan rumatan). Walaupun pemberian K sudah dapat
dimulai , namun hal ini tidak esensial, dan biasanya tidak diberikan sebelum 24 jam.
Perkecualian dalam hal ini adalah bila didapatkan hipokalemia yang berat dan nyata.
Pada saat tercapainya tahap ini, kadang perlu diketahui nilai elektrolit serum sehingga
terapi cairan dapat dimodifikasi sesuai dengan kadar Na yang ada (isonatremi,
hiponatremi atau hipernatremi).
Penggantian Cairan pada Anak dengan Gastroenteritis5

Derajat dehidrasi

Cairan Rehidrasi Oral

Cairan intravena/infus

(persentase kehilangan berat (CRO)


badan/BB)
Ringan (< 5%)

50 ml/kg BB dalam 3 4

Tidak direkomendasikan

Sedang (5 - 10%)

jam
100 ml/kg BB dalam 3 4

Tidak direkomendasikan

Berat ( > 10%)

jam
100 150 ml/kg BB dalam

20 ml /kg, Bolus dalam satu

3 4 jam (jika masih

jam (NaCl atau RL)

mampu minum CRO)


10 ml/kg setiap habis BAB

10 ml/kg setiap habis BAB

Kehilangan BB berlanjut

atau muntah
atau muntah
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian CRO dalam
penatalaksanaan diare (gastroenteritis) pada anak dengan dehidrasi derajat ringansedang. Penggunaan cairan infus hanya dibatasi pada anak dengan dehidrasi berat,
syok, dan ketidakmampuan minum lewat mulut.3
Pengaturan diet penderita diare

Pada penderita diare, tidak dianjurkan untuk berpuasa, kecuali jika terjadi muntah-muntah
berat, sebaliknya penderita justru dianjurkan minum sari buah, teh, minuman tidak bergas,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindari
karena adanya defisiensi enzim laktase yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
Minuman beralkohol dan berkafei juga harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas
dan sekresi usus.

Daftar pustaka
1. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis. Clinical
Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American Academy of Family
Physicians.
2. Suraatmaja S. Gastroenterologi Anak. Diare. Jakarta: Sagung Seto. 2007; p. 1-24.
3. Sulaiman A, Akbar N. Gastroenterologi Hepatologi. Diare. Jakarta: Sagung Seto. 1997; p.
21-33.

4. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Gastroenterologi. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; p. 283-94.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Keseimbangan Cairan dan AsamBasa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001; p. 506-33.
6. Suraatmaja S. Gastroenterologi Anak. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh.
Jakarta: Sagung Seto. 2007; p. 53-68.
7. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. 15th ed. Diare Kronis. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2000; p. 1354-60.


8. Sudoyo AW, Setiyohadi B. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 4th ed. Diare Akut. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


2006; p. 408-13.
9. Kamel KS, Halperin ML, Faber MD, Steigerwalt SP, Heilig CW, Narins RG. Disorder of

potasium Balance. Philadelphia. 1996.


10. Rosa RM, Williams Me, Epstein FH. Extrarenal Potasium Metabolism. In : Seldin Dw,

Giebisch G. Gennari FJ. Disorder of Potasium Metabolism. 3rd ed. Boston Kluwer
Academic. 1997.
11. The Kidney Physiology and Pathophysiology. New York Raven 1992;2165-90.

Compton SJ, Lux RI, Ramsey MR, Stelich KR, Sangunetti MC, Green LS. Genetical

Anda mungkin juga menyukai