Anda di halaman 1dari 16

Resusitasi pada Bayi Baru Lahir

Yolanda Yesica 10 2009 104


yolayesica@gmail.com
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA
BAB I
Pendahuluan

Seorang perempuan berusia 25 tahun melahirkan seorang bayi laki-laki cukup bulan secara
spontan dengan dibantu oleh bidan di Rumah Sakit, bayi tidak menangis. Seorang dokter jag
diminta untuk menangani bayi baru lahir tersebut.
Dari kasus tersebut, bayi mengalami Asfiksia neonatorum, hal ini ditandai dengan adanya
kondisi bayi yang tidak menangis setelah dilahirkan. Asfiksia neonatorum adalah keadaan
dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkapnea dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang
terjadi sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul pada kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir. Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.1
Jika bayi baru lahir mengalami asfiksia, baik sebelum atau setelah lahir, akan
memperlihatkan serangkaian kejadian yang nyata yang pada akhirnya dapat menyebabkan
apnea primer atau sekunder yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan. Pada
dasarnya, secara klinis, apneu primer dan sekunder tidak dapat dibedakan. Oleh karna itu,
bayi apneu harus dianggap mengalami apneu sekunder, dan resusitasi harus segera dilakukan.
Berikut pembahasan mengenai resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia yang dapat
dinilai dari APGAR score.2

BAB II
Pembahasan

Klasifikasi neonatus menurut masa gestasi.3,4


1. Kurang bulan (preterm infant) : kurang 259 hari (37 minggu)
2. Cukup bulan (term infant)

: 259 sampai 294 hari (37-42 minggu)

3. Lebih bulan (postterm infant) : lebih dari 294 hari (42 minggu) atau lebih.
Klasifikasi neonatus menurut berat lahir.3,4
Berat badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir.
1. Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir > 2500 g.
2. Bayi berat lahir rendah (BBLR) / Low birthweight infant: bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 1500 2500 g.
3. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) / Very low birthweight infant : bayi dengan
berat badan lahir 1000 1500 g.
4. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) / Extremely very low birthweight infant
: bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang dari 1000 g.

APGAR Score
Berguna untuk mengidentifikasi neonatus yang membutuhkan resusitasi serta menilai
efektivitas setiap tindakan resusitasi. Bayi yang mungkin memerlukan resusitasi adalah bayi
yang lahir dengan pernapasan tidak adekuat, tonus otot kurang, ada mekonium di dalam
cairan amnion atau lahir kurang bulan. Dalam hal ini, Nilai Apgar masih dipakai untuk
melihat keadaan bayi pada usia 1 menit dan 5 menit setelah pelahiran.2
Skor apgar menit pertama mencerminkan kebutuhan resusitasi segera. Skor menit kelima, dan
khususnya perubahan dalam skor antara menit pertama dan kelima adalah indeks efektivitas
yang berguna terhadap upaya resusitasi. Skor apgar menit ke lima juga memiliki makna
prognostik untuk kelangsungan hidup bayi, karna kelangsungan hidup berkaitan erat dengan

kondisi bayi di ruang bersalin. Penilaian ini juga perlu untuk mengetahui apakah bayi
menderita asfiksia atau tidak.2

Gambar 1. APGAR score

Pada penilaian menit pertama, APGAR score sama dengan atau lebih daripada 7 mempunyai
prognosa yang paling baik karena dapat beradaptasi baik di lingkungan barunya. Jika
APGAR score diantara 4 hingga 6, neonatus terdapat asfiksia ringan, manakala jika nilainya
kurang daripada 3 diagnosanya adalah asfiksia berat. Setelah 5 menit, dilakukan pemeriksaan
APGAR sekali lagi untuk melihat apakah adanya perbaikan dari menit pertama sesudah
diberikan terapi oksigenasi. Pada menit ke 5 ini, hasilnya dapat mempengaruhi nilai
prognostik yang meningkatkan resiko morbiditas neonatus jika hasilnya kurang baik.2
Jika bayi baru lahir mengalami asfiksia, baik sebelum atau setelah lahir, dapat
memperlihatkan serangkaian kejadian nyata yang pada akhirnya dapat menyebabkan apneu
primer atau sekunder. Kekurangan oksigen awal menyebabkan periode pernapasan cepat
yang sementara. Jika kekurangan itu berlanjut, gerakan bernapas terhenti dan bayi masuk ke
tahap apnea yang dikenal sebagai apnea primer. Hal ini disertai oleh penurunan kecepatan
jantung dan hilangnya tonus neuromuskular. Stimulasi sederhana dan pemberian oksigen
akan mengatasi apnea primer ini. Jika kekurangan oksigen dan asfiksia menetap, napas bayi
akan terengah-engah berat, diikuti oleh apnea sekunder. Hal ini disertai oleh semakin
3

menurunnya kecepatan denyut jantung, menurunnya tekanan darah, dan hilangnya tonus
neuromuskular. Bayi yang mengalami apnea sekunder tidak akan berespons terhadap
stimulasi dan tidak akan kembali bernapas secara spontan. Kecuali jika diberikan bantuan
ventilasi, bayi akan meninggal. Secara klinis, apnea primer dan sekunder tidak dapat
dibedakan. Oleh karena itu, bayi apnea harus dianggap mengalami apnea sekunder, dan
resusitasi harus segera dilakukan.2

Resusitasi Bayi Baru Lahir

Gambar 2. Bagan resusitasi bayi baru lahir

Langkah awal
Pada saat bayi lahir, harus dilakukan penilaian diantaranya:5
1. Cukup bulan?
2. Cairan amnion jernih?
3. Bernapas atau menangis?
4. Tonus otot naik?
Jika semua pertanyaan dijawab ya maka cukup dilakukan perawatan rutin, tetapi jika pada
penilaian tersebut didapatkan satu jawaban tidak maka lakukan langkah resusitasi berikut
yang meliputi: 5
1. Berikan kehangatan dengan menempatkan bayi di bawah pemancar panas.
2. Posisikan kepala bayi sedikit mengadah agar jalan napas terbuka. Kemudian jika perlu
dibersihkan jalan napas dengan melakukan pengisapan pada mulut hingga orofaring
kemudian hidung.
3. Keringkan bayi dan rangsang taktil (menepuk atau menyentil telapak kaki, menggosok
punggung tubuh atau ekstremitas bayi), kemudian reposisi kepala pada posisi yang
benar agar jalan napas tetap terbuka.
Langkah awal diselesaikan dalam waktu 30 detik.
Jika ketuban tercampur dengan mekonium, diperlukan tindakan tambahan dalam
membersihkan jalan napas. Setelah seluruh tubuh bayi lahir, lakukan penilaian apakah bayi
bugar atau tidak bugar. Tidak bugar ditandai dengan depresi pernapasan atau tonus otot
kurang baik dan atau frekuensi jantung < 100 kali/menit. Jika bayi bugar, bersihkan jalan
napasnya, tetapi apabila bayi tidak bugar lakukan pengisapan dari mulut dan trakea terlebih
dahulu, kemudian barulah dilengkapi dengan melakukan langkah awal. 5

Ventilasi Tekanan Positif (VTP)


VTP dilakukan apabila pada penilaian pasca langkah awal didapatkan salah satu dari 3
keadaan berikut, yaitu apneu, frekuensi jantung < 100 kali/menit, tetap sianosis sentral
walaupun telah diberikan oksigen aliran bebas. 5
1. Sebelum VTP diberikan, pastikan posisi kepala dalam keadaan setengah mengadah.
5

2. Pilihlah ukuran sungkup. Ukuran 1 untuk bayi berat normal, ukuran 0 untuk bayi berat
lahir rendah (BBLR)
3. Sungkup harus menutupi hidung dan mulut, tidak menekan mata dan tidak
menggantung di dagu.
4. Tekan sungkup dengan jari tangan. Jika terdengar udara keluar dari sungkup, perbaiki
perlekatan sungkup. Kebocoran yang paling umum adalah hidung dan pipi.
5. VTP menggunakan balon sungkup diberikan selama 30 detik dengan kecepatan 40-60
kali/menit hingga 20-30 kali/30 detik.
6. Pastikan bahwa dada bergerak naik turun tidak terlalu tinggi secara simetris.
7. Lakukan penilaian setelah VTP 30 detik.

Gambar 3. Sungkup resusitasi

VTP dan kompresi dada


Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik, frekuensi jantung < 60 detik maka lakukan
kompresi dada yang terkoordinasi dengan ventilasi selama 30 detik dengan kecepatan 3
kompresi : 1 ventilasi selama 2 detik. Kompresi dilakukan dengan dua ibu jari atau jari
tengah dan telunjuk atau jari tengah dan jari manis.

Lokasi kompresi ditentukan dengan menggerakkan jari


sepanjang tepi iga terbawah menyusur ke atas sampai
mendapatkan sifoid, letakkan ibu jari atau jari-jari pada
tulang dada sedikit di atas sifoid. Berikan topangan pada
bagian belakang bayi. Tekan sedalam 1/3 diameter
anteroposterior dada. 5
Intubasi

Gambar 4. Kompresi dada neonatus

Intubasi endotrakea dilakukan pada keadaan berikut: 5


1. Kebutuhan tercampur mekonium dan bayi tidak bugar
2. Jika VTP dengan balon dan sungkup tidak efektif
3. Membantu koordinasi VTP dan kompresi dada
4. Pemberian epinefrin untuk stimulasi jantung
5. Indikasi lain: sangat prematur dan hernia diafragmatika
Obat-obatan
Obat-obatan yang harus disediakan untuk resusitasi bayi baru lahir adalah epinefrin dan
cairan penambah volume plasma. 5
Epinefrin
Indikasi : setelah pemberian VTP selama 30 detik dan pemberian secara terkoordinasi
VTP + kompresi dada selama 30 detik, frekuensi jantung tetap < 60 kali/menit.
Cara pemberian dan dosis :
Persiapan: 1 ml cairan 1:10000 (semprit yang lebih besar diperlukan untuk pemberian
melalui pipa endotrakea)
Melalui vena umbilikalis (dianjurkan) : 0,1 0,3 ml/kgBB
Melalui pipa endotrakea : 0,3 1,0 ml/kgBB
Kecepatan pemberian: secepat mungkin
Cairan penambah volume plasma
Indikasi : apabila bayi pucat, terbukti ada kehilangan darah dan atau bayi tidak
memberikan respons yang baik terhadap resusitasi.
Cairan yang dipakai :
Garam normal (dianjurkan)
7

Ringer laktat
Darah O negatif
Persiapan : dalam semprit besar (50 ml)
Dosis : 10 ml/kgBB
Jalur : vena umbilikalis
Kecepatan : 5-10 menit (hati-hati kurang bulan)

Penghentian resusitasi
Jika sudah 10 menit resusitasi yang benar, bayi tidak bernapas dan tidak ada denyut
jantung, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. 5
Orangtua perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan, jelaskan keadaan bayi.
Persilakan ibu memegang bayinya jika ia menginginkan. 5
Tanda VTP efektif
Peningkatan frekuensi jantung dengan cepat
Perbaikan warna dan tonus
Terdengar suara napas
Gerakan dada5

Langkah-Langkah Stabilisasi Pasca Resusitasi


Penanganan pasca resusitasi pada neonatus yang mengalami asfiksia perinatal sangat
kompleks dan membutuhkan monitoring yang ketat dan tindakan antisipasi yang cepat,
karena bayi berisiko mengalami disfungsi multiorgan dan perubahan dalam kemampuan
mempertahankan homeostasis fisiologis. Deteksi dan intervensi dini terhadap gangguan
fungsi organ sangat mempengaruhi keluaran dan harus dilakukan di ruang perawatan intensif
untuk mendapatkan perawatan dukungan, monitoring, dan evaluasi diagnostik yang lebih
lanjut.6
Prinsip umum dari penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya melanjutkan dukungan
kardiorespiratorik, koreksi hipoglikemia, asidosis metabolik, abnormalitas elektrolit, serta
penanganan hipotensi. Dalam melaksanakan stabilisasi pasca resusitasi neonatus terdapat
acuan dalam melakukan pemeriksaan dan stabilisasi, yaitu S.T.A.B.L.E, yang terdiri dari: 6

S -- Sugar and safe care


Merupakan langkah untuk menstabilkan kadar gula darah neonatus. Pada awal kehidupan,
kelangsungan pasokan nutrisi terhenti setelah pemotongan tali pusat. Bayi baru lahir
memerlukan kelangsungan nutrisi untuk mempertahankan asupan glukosa. Kecukupan
glukosa diperlukan agar metabolisme sel tetap berlangsung terutama sel otak. Ada 3 faktor
risiko yang mempengaruhi kadar gula darah: 6
1. Cadangan glikogen terbatas
2. Hiperinsulinemia
3. Peningkatan penggunaan glukosa
Dengan demikian pada bayi prematur, BBLR, bayi yang ibunya menderita diabetes melitus,
dan bayi yang sakit berat memiliki risiko tinggi hipoglikemia. Hipoglikemia berhubungan
dengan keluaran neurologis yang buruk. Pada neonatus kadar glukosa darah harus
dipertahankan pada kadar 50-110 mg/dl. 6
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk stabilisasi gula darah neonatus adalah: 6
1. Tidak memberikan makanan perenteral.
Kebanyakan neonatus yang perlu ditransportasi terlalu sakit untuk mentoleransi
makanan peroral. Pada bayi yang mengalami asfiksia, kadar oksigen dan tekanan darah
yang rendah, sehingga aliran darah ke usus menurun sehingga meningkatkan risiko
terjadinya jejas iskemik. 6
2. Memberikan glukosa melalui jalur intravena.
Memberikan kebutuhan energi bagi bayi yang sakit melalui cairan intravena yang
mengandung glukosa merupakan komponen penting dalam stabilisasi bayi, karena otak
bayi memerlukan suplai glukosa yang cukup untuk berfungsi dengan normal. Cairan
yang mengandung glukosa harus segera diberikan melalui jalur intravena kepada bayi
sakit. Jalur intravena dapat diberikan di tangan, kaki atau kulit kepala. Apabila jalur
perifer sulit didapatkan maka dapat digunakan jalur vena umbilikal untuk pemberian
cairan dan obat-obatan. 6
3. Beberapa neonatus berisiko tinggi mengalami hipoglikemia. 6
Bayi yang berisiko tinggi mengalami hipoglikemia diantaranya adalah:
9

Bayi prematur (usia kehamilan <37 minggu)


Bayi kecil untuk masa kehamilan, berat badan lahir rendah, dan IUGR
Bayi besar untuk masa kehamilan
Bayi dari ibu dengan diabetes mellitus
Bayi yang sakit
Bayi dari ibu yang mendapat obat hipoglikemik atau diinfus glukosa saat
persalinan.
Pemeriksaan gula darah diindikasikan dilakukan saat usia 30 menit pada bayi dengan
distres pernafasan, sepsis atau tidak dapat minum. Kemudian pemeriksaan gula darah
dilanjutkan tiap satu jam. Pada bayi dengan faktor risiko yang asimtomatik dan dapat
minum, pemeriksaan gula darah dilakukan pada usia 2 jam. 6
Tanda bayi mengalami hipoglikemia diantaranya, tremor, hipotermia, letargis, lemas,
hipotonia, apnea atau takipnea, sianosis, malas menetek, muntah, menangis lemah
kejang bahkan henti jantung. 6
T Temperature
Merupakan usaha untuk mempertahankan suhu normal bayi dan mencegah hipotermia. Pada
bayi dengan hipotermi akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga mengakibatkan
ketidakcukupan sirkulasi di jaringan tubuh. Selain itu kondisi hipotermia dapat meningkatkan
metabolism dalam rangka untuk meningkatkan kalori tubuh, kondisi ini akan meningkatkan
kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Dengan demikian suhu-gula darah-oksigen mempunyai
keterkaitan erat. 6
Hipotermia merupakan kondisi yang dapat dicegah dan sangat mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas, khususnya pada bayi prematur.Suhu normal adalah 36,50C 37,2/37,50C. 6
Pada hipotermia yang berat, yaitu < 320C, bayi dalam batas yang uncompensated. Pada
kondisi tersebut sel otak berisiko tinggi mengalami kematian sel dan ireversibel. Bayi yang
berisiko tinggi mengalami hipotermia adalah: 6
1. Bayi prematur, berat badan rendah (khususnya berat badan kurang dari 1500 gram).
2. Bayi kecil untuk masa kehamilan
3. Bayi yang mengalami resusitasi yang lama

10

4. Bayi yang sakit berat dengan masalah infeksi, jantung, neurologis, endokrin dan
bedah.
5. Bayi yang hipotonik akibat sedatif, analgesik, atau anestesi.
Pada bayi yang mengalami hipotermia, bayi harus dihangatkan sambil memonitor ketat tanda
vital, kesadaran, dan status asam basa. Kecepatan dalam menghangatkan suhu tubuh harus
diatur sesuai dengan stabilitas dan toleransi bayi. 6
A Airway
Sebagian besar masalah neonatus yang ditransfer dari NICU adalah distres pernafasan. Pada
keadaan tertentu, gagal nafas dapat dicegah dengan memberikan dukungan respiratorik sesuai
dengan kebutuhan bayi, misalnya pemberian oksigen melalui nasal kanul, ventilasi tekanan
positif, intubasi endotrakeal, sampai bantuan ventilator. 6
Evaluasi kondisi bayi sesering mungkin dan catat hasil observasi. Pada beberapa keadaan
membutuhkan penilaian ulang tiap beberapa menit, sedangkan pada keadaan yang lebih
ringan dapat dinilai ulang tiap 13 jam. Hal yang harus dievaluasi dan dicatat: 6
1. Laju nafas
Nilai normal laju nafas neonatus adalah 4060 kali/menit. Laju nafas >60 kali/menit
(takipnea) dapat disebabkan karena berbagai hal, dapat berhubungan dengan kelainan di
saluran respiratorik atau dari tempat lain. Laju nafas <40 kali/menit dapat menandakan
bahwa bayi mulai kelelahan, atau sekunder karena cedera otak (hipoksik iskemikensefalopati, edema otak atau perdarahan intrakranial), obat-obatan (opioid), atau syok.6
2. Usaha nafas
Selain takipnea, tanda distres pernafasan lain diantaranya: 6
Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal, interkostal, subkostal.
Grunting, pernafasan cuping hidung
Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.
3. Kebutuhan oksigen
Apabila bayi mengalami sianosis di udara ruangan dan distres pernafasan ringan atau
sedang, maka oksigen diberikan melalui hidung. Pada keadaan bayi mengalami distres

11

pernafasan berat, dapat diberikan tindakan yang lebih agresif seperti Continous Positive
Airway Pressure (CPAP), atau intubasi endotrakeal. 6
4. Saturasi oksigen
Saturasi oksigen harus dipertahankan agar di atas 90 %.
5. Analisis gas darah
Evaluasi dan interpretasi gas darah penting untuk menilai derajat distres pernafasan
yang dialami oleh bayi.
B Blood pressure
Curah jantung yang mencukupi diperlukan untuk mempertahankan sirkulasi. Cara yang
terbaik untuk mempertahankan sirkulasi adalah dengan memberikan cairan dan elektrolit
yang adekuat. Pada bayi sakit berat harus dipantau tanda-tanda syok. Syok adalah keadaan
dimana terjadi perfusi dan pengiriman oksigen ke organ vital yang inadekuat atau suatu
keadaan yang kompleks dari disfungsi sirkulasi yang berakibat terganggunya suplai oksigen
dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Kegagalan dalam mengenali dan
menangani syok dapat berakibat gagal organ multipel dan kematian pada bayi, oleh karena itu
penanganan syok harus dilakukan secara agresif. Bayi yang mengalami syok dapat memiliki
tanda-tanda berikut ini: 6
1. Usaha nafas
Takipnea, retraksi, pernafasan cuping hidung, grunting, apnea, gasping.
2. Nadi
Pada keadaan syok denyut nadi dapat melemah atau tidak teraba.
3. Perfusi perifer
Perfusi yang buruk akibat vasokonstriksi dan menurunnya curah jantung memanjangnya
waktu pengisian kapiler (>3 detik), mottling dan kulit teraba dingin. Tanda perfusi yang
adekuat diantaranya adalah waktu pengisian kapiler yang cepat, warna tidak sianosis
atau pucat, denyut nadi yang kuat, output urin yang adekuat dan kesadaran yang baik.

12

4. Warna
Kulit bayi tampak sianosis atau pucat. Oksigenasi dan saturasi harus dievaluasi secara
berkala. Pemeriksaan gas darah juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya asidosis
respiratorik atau metabolik.
5. Frekuensi jantung
Frekuensi jantung normal adalah 120160 kali/menit, namun dapat bervariasi sekitar
80200 kali/menit tergantung dari aktivitas bayi. Pada keadaan syok, denyut jantung
dapat berupa bradikardia (<100 kali/menit) yang disertai dengan adanya tanda perfusi
yang buruk, atau takikardia (>180 kali/menit).
6. Jantung
Evaluasi adanya murmur dan pembesaran jantung pada rontgen dada.
7. Tekanan darah
Tekanan darah saat syok dapat normal atau hipotensi. Hipotensi merupakan tanda
terakhir dari dekompensasi jantung. Hal lain yang harus dievaluasi adalah tekanan nadi.
Nilai normal tekanan nadi pada bayi cukup bulan adalah 2530 mmHg, sedangkan
pada bayi kurang bulan nilai normalnya adalah 1525 mmHg. Tekanan nadi yang
sempit menunjukkan vasokonstriksi, gagal jantung atau curah jantung yang rendah.
Sedangkan tekanan nadi yang lebar dapat terjadi pada duktus arteriosus persisten atau
malformasi arterivena.27
L Laboratory
Pemantauan elektrolit direkomendasikan pada neonatus yang mengalami kejang atau usia
>24 jam dan dalam keadaan tidak bugar. Elektrolit yang harus diperiksa adalah kadar
natrium, kalium dan kalsium. Selain itu perlu dilakukan juga pemeriksaan tanda infeksi,
karena sistem imun neonatus masih imatur dan berisiko tinggi untuk mengalami infeksi. 6
E Emotional support
Kelahiran anak merupakan saat yang dinantikan dan membahagiakan. Bila kondisi tidak
seperti yang diharapkan akan mengganggu emosi. Orangtua biasanya akan memiliki perasaan

13

bersalah, menyangkal, marah, tidak percaya, merasa gagal, takut, saling menyalahkan,
depresi. Dukungan emosi terhadap orangtua atau keluarga bayi sangat penting. 6

Prognosis
Prognosis bayi diprediksi melalui pemulihan motorik dan kemampuan mengisap. Bila satu
minggu sesudah kelahiran bayi masih lemas atau spastik, tidak responsif dan tidak dapat
mengisap (minum ASI), mungkin mengalami cedera berat otak dan mempunyai prognosis
yang buruk. Prognosis tidak begitu buruk untuk bayi-bayi yang mengalami pemulihan fungsi
motorik dan mulai mengisap. 5

14

BAB III
Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan, bayi ini mengalami asfiksia berat, dan diperlukan tindakan
resusitasi. Penanganan pasca resusitasi lahir yang adekuat sangat penting untuk mendeteksi
dan intervensi dini terhadap gangguan fungsi organ. Prinsip umum dari penanganan pasca
resusitasi neonatus diantaranya adalah STABLE, yakni Sugar (pemantauan gula darah),
Temperature (suhu), Airway (jalan napas), Blood pressure (tekanan darah), Laboratories
(pemeriksaan laboratorium), Emotional support (dukungan emosional kepada keluarga).

15

Daftar Pustaka

1. Hidayat AA. Pengantar ilmu kesehatan anak; Asfiksia neonatorum. Jakarta: Salemba Medika,
2008.h.128-129
2. Cunningham FG, Brahm U. Obstetri Williams; Neonatus. Ed.23. Jakarta: EGC, 2012.h.61613
3. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R. Buku Ajar Neonatologi; Pemeriksaan fisis pada bayi baru
lahir. IDAI,2009.h.71
4. Wong DL, Sutarna A. Buku ajar pediatrik; Identifikasi bayi baru lahir. Ed.6. Jakarta: EGC,
2008.h.287.
5. WHO. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia,
2008.h.50-7
6. Rudy Firmansyah. Stabilisasi neonatus pasca resusitasi. Agustus 2013. Diunduh dari
http://www.perinasia.com/post/189. Perkumpulan Perinatolologi Indonesia. 10 november
2013.

16

Anda mungkin juga menyukai