Anda di halaman 1dari 7

Riptek, Vol.2, No.1, Tahun 2008, Hal.

: 1 - 6

MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK MELALUI


PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR
PELAYANAN MINIMAL (SPM) : KONSEP, URGENSI
DAN TANTANGAN
Mohammad Roudo, Asep Saepudin *)
Abstrak
Perkembangan perekonomian suatu daerah akan sangat dipengaruhi oleh nilai investasi
yang ada di daerah tersebut. Untuk itu diperlukan adanya kebijakan yang pro investasi. Akan tetapi
pelayanan publik dirasakan masih buruk. Maka diperlukan adanya Standar Pelayanan Minimal
(SPM) yang menjadi suatu tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari penyelenggara
kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Dalam perkembangannya,
masih terdapat banyak tantangan dalam penerapan SPM. Hal yang menjadi critical point adalah
bagaimana setiap Pemerintah Daerah mampu menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat
target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM.
Kata kunci : investasi, pelayanan publik, Standar Pelayanan Minimal

Pendahuluan
Tuntutan reformasi pada tahun 1998
memaksa
Pemerintah
untuk
melakukan
perubahan paradigma dalam pelayanan publik.
Reformasi birokrasi khususnya dalam bidang
pelayanan publik terus digulirkan walau belum
membuahkan hasil yang ideal, yaitu birokrasi yang
berpijak kepada paradigma baru administrasi
publik (the new public service). Upaya tersebut
dilakukan melalui : (i) melayani warga masyarakat,
bukan pelanggan; (ii) mengutamakan kepentingan
publik; (iii) lebih menghargai warga negara
daripada kewirausahaan; (iv) berpikir strategis
dan bertindak demokratis; (v) menyadari bahwa
akuntabilitas bukan suatu yang mudah; (vi)
melayani daripada mengendalikan; serta (vii)
menghargai orang, bukan produktivitas semata
(J.V Denhardt dan R.B Denhardt, 2003).
Kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah yang digulirkan dengan diterbitkannya UU
No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999
yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah menunjukkan komitmen yang kuat dari
pemerintah
untuk
dapat
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat
dengan
cara
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
*) Tenaga Fungsional Perencana BAPPENAS

Hanya saja, setelah hampir 10 (sepuluh)


tahun implementasi kebijakan ini, kualitas
pelayanan publik tidak juga semakin membaik,
bahkan cenderung mengalami penurunan.
Misalnya dari survey yang dilakukan oleh Pusat
Studi Kependudukan dan Kebijakan PublikUniversitas Gajah Mada (PSKK-UGM) tahun 2003
bahwa pertimbangan pemberian pelayanan publik
masih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan
hubungan pertemanan, afiliasi politik, etnis
maupun agama, tidak berdasarkan suatu standar
pelayanan tertentu.
Gambar 1.
Pertimbangan Pelayanan Menurut Aparat Birokrasi
30
25
20
15
10
5
0

Total

Jawa-Bali

Hubungan Perkoncoan (Pertemanan)

Sumber: PSKK UGM (2003)

Afiliasi
Politik

Luar Jawa-Bali
Etnis

Agama

Meningkatkan Pelayanan Publik...

(Mohammmad Roudo dkk)

Ditambah lagi, prosedur yang ditawarkan


membutuhkan waktu yang relatif lama, demikian
juga dengan biaya yang harus dikeluarkan masih
relatif mahal (bahkan memunculkan pandangan
miring di kalangan masyarakatkalau bisa
diperlambat, kenapa harus dipercepat).

Gambar 2.

Pertimbangan Pemberian Pelayanan Menurut LSM


100
90
80
70
60
50

Di samping itu, berdasarkan hasil


penelitian World Bank (2003) menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat merasakan bahwa
kualitas pelayanan publik tidak mengalami
peningkatan yang signifikan, meskipun penelitian
tahun 2005 mengindikasikan kualitas pelayanan
yang mulai stabil dan mulai membaik dari tahun
sebelumnya.

40
30
20
10
0

Total

Jawa-Bali

Hubungan Perkoncoan (Pertemanan)

Luar Jawa-Bali

Afiliasi Politik

Etnis

Agama

Sumber: PSKK UGM (2003)

Tingkat kepuasan Masyarakat terhadap Layanan yang diberikan


Berdasarkan Atribut Administrasi Pemerintah (Dalam %)

Puas

Biasa Saja

Tidak Puas

Kota Surabaya

32

55

13

Kabupaten Sidoarjo

47

42

11

Kota Medan

25

62

13

Kabupaten Deli Serdang

22

62

16

Kota Balikpapan

46

46

Kabupaten Kutai Kartanegara

41

50

Kota Mataram

42

47

11

Kabupaten Lombok Barat

17

63

20

Kota Makasar

28

51

20

Kabupaten Gowa

41

46

13

Total

34,1

52,4

13,4.

Tidak Menjawab

Di
beberapa
negara,
pemberian
pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah
Pusat (Central Government) maupun Pemerintah
Lokal (Local Government) memiliki standar yang
sama dalam kualitas pelayanan yang diberikan.
Penduduk miskin tetap akan diberikan pelayanan
sama yang memenuhi standar minimal yang sama
dengan orang terkaya di negara tersebut. Hal
seperti inilah yang juga harus disusun di Indonesia
dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat,
dimana Pemerintah Daerah Provinsi maupun
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus
mampu memenuhi suatu ukuran kelayakan
minimal, dibutuhkan sebuat standar pelayanan
yang sama untuk tiap-tiap daerah, mulai dari
Sabang hingga Merauke Indonesia.

Pembagian Urusan Pemerintahan

URUSAN PEMERINTAHAN

CONCURRENT
(Urusan bersama Pusat, Provinsi,
dan Kab/Kota)

ABSOLUT
(Mutlak urusan Pusat)

Pertahanan

PILIHAN/OPTIONAL
(Sektor Unggulan)

WAJIB/OBLIGATORY
(Pelayanan Dasar)

Keamanan
Moneter
Yustisi

Contoh: pertanian,

industri, perdagangan,
pariwisata, kelautan dsb

Contoh: kesehatan,
pendidikan, lingkungan
hidup, pekerjaan umum,
dan perhubungan

Politik Luar Negeri


Agama

SPM
(Standar Pelayanan Minimal)

Riptek, Vol.2, No.1, Tahun 2008, Hal.: 1 - 6

Definisi, Maksud, dan Prinsip SPM


Pengaturan mengenai Pembagian Urusan
Pemerintahan
antara
Pemerintah
Pusat,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota diatur dengan PP No 25
tahun 2000 yang kemudian direvisi dengan PP No
38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota. Penataan urusan pemerintahan
bertujuan untuk memperjelas dan menentukan
pembagian kewenangan masing-masing tingkatan
pemerintahan secara proporsional sehingga
nantinya prinsip money follows functions dan
structures follows functions dapat direalisasikan.
Kriteria pembagian urusan pemerintahan adalah
sebagai berikut :
1.

Urusan Pemerintah Pusat, mencakup politik


luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter
dan fiskal nasional, yustisi, dan agama.

2.

Urusan yang bersifat concurrent atau urusan


yang dikelola bersama antara Pemerintah
Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

3.

Urusan
pemerintahan
yang
menjadi
kewenangan pemerintahan daerah, terdiri
atas urusan wajib dan urusan pilihan.

Dalam rangka menyediakan pelayanan


yang merupakan urusan wajib, Pemerintah
Daerah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus
mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal
(SPM) yang disusun oleh Pemerintah. SPM ini
menjadi suatu tolok ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan
acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
komitmen atau janji dari penyelenggara kepada
masyarakat untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas.
SPM perlu dibedakan dengan Standar,
Operasional dan Prosedur (SOP). SPM
merupakan penyediaan pemberian pelayanan
dasar kepada masyarakat dan merupakan
pelaksanaan urusan wajib. Sedangkan SOP lebih
merupakan pemberian pelayanan terhadap unit
kerja lainnya. Perbedaan dan keterkaitan kedua
hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Bagaimana Membedakan SPM dengan SOP ?


KEWENANGAN WAJIB

Tugas dan Fungsi

Pelayanan Dasar Masyarakat

Pelayanan thd Unit Kerja Lain

SPM

SOP

Keterkaitan SPP, SOP, SPM


STANDAR
PELAYANAN PUBLIK

STANDARD OPERATING
PROCEDURES
(SOP)

PERSPEKTIF
BIROKRASI

UNIT PELAYANAN
PUBLIK

PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
PEMERINTAHAN

STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
(SPM)

PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
MASYARAKAT

Saat ini penyusunan dan pelaksanaan


SPM berpedoman kepada PP Nomor 65 Tahun
2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimum (SPM) untuk Departemen. SPM
merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga
negara secara minimal (PP No 65 Tahun 2005),
artinya SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk menjamin akses dan
mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara
merata dalam rangka penyelenggaraan urusan
wajib (Pasal 3 Ayat 1 PP No 65 Tahun 2005,).
Maksud dilaksanakannya SPM adalah agar
: (i) terjaminnya hak masyarakat menerima suatu
pelayanan dasar dari pemerintahan daerah dengan
mutu tertentu; (ii) menjadi dasar penentuan
kebutuhan pembiayaan daerah; (iii) menjadi
landasan dalam menentukan perimbangan
keuangan dan atau bantuan lain yang adil dan
transparan; (iv) menjadi dasar penentuan
anggaran berbasis manajemen kinerja; (v)
memperjelas tugas pokok pemerintahan daerah
dan mendorong check and balances; serta (vi)
mendorong
transparansi
dan
partisipasi
masyarakat dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan daerah.

Meningkatkan Pelayanan Publik...

Prinsip-prinsip penerapan SPM antara


lain: (i) alat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar
kepada masyarakat secara merata; (ii) ditetapkan
oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh
Pemerintah
Provinsi,
Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan merupakan bagian dari
penyelenggaraan pelayanan dasar nasional; (iii)
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan,
prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan
daerah serta kemampuan kelembagaan dan
personil daerah.
Urgensi adanya SPM
Dengan
adanya
SPM,
harapan
masyarakat untuk mendapatkan suatu standar
pelayanan dasar yang sama, di lokasi manapun
mereka tinggal di Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) akan segera terwujud. Dengan
SPM, diharapkan akan meningkatkan kualitas
pelayanan publik secara signifikan. SPM bakal
menjadi entry point atas kurang memuaskannya
aspek pelayanan publik selama ini. Cerita
mengenai birokrasi yang lamban, berbelit-belit,
dan kadang diwarnai beragam pungutan
diperkirakan akan berakhir atau setidaknya dapat
diminimalisasi- oleh konsistensi pemberlakuan
SPM.
Di samping itu, SPM menjadi sangat
penting dalam upaya memberikan pelayanan yang
optimal, karena 2 (dua) alasan berikut, yaitu : (i)
untuk memberikan petunjuk dan pengarahan
kepada seluruh daerah secara seragam, dengan
tetap mempertimbangkan keunikan daerah, agar
bisa mendapatkan akses untuk memperoleh
berbagai pelayanan yang merupakan kebutuhan
dan hak dasar masyarakat secara individual; serta
(ii) sebagai indikator peningkatan kesejahteraan
sosial masyarakat, melalui peningkatan standar
hidup yang lebih baik, sehingga mampu menjadi
modal manusia yang berkualitas.
Dengan demikian, keberadaan SPM
otomatis menuntut Pemerintah untuk selalu
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Standar baku yang menjadi pedoman pemberian
pelayanan publik dalam SPM, seakan berbentuk
''kontrak" antara Pemerintah sebagai pelayan dan
publik sebagai yang dilayani. Pengingkaran
''kontrak'' berarti pengingkaran atas komitmen
Pemerintah terhadap kepuasan publik. Dengan
kata lain, kinerja Pemerintah layak dipertanyakan.
Perkembangan Pelaksanaan SPM
Sebelum lahirnya PP Nomor 65 Tahun
2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 6 tahun 2007, sebenarnya

(Mohammmad Roudo dkk)

beberapa
kementerian/lembaga
telah
menghasilkan daftar SPM, namun bentuknya
masih beragam dan belum mengacu kepada PP
dan Permendagri tersebut. Oleh karena itu, untuk
menerapkan secara luas masih diperlukan
penyesuaian terhadap muatan dari PP No 65
tahun 2005 ini.
Beberapa
Peraturan
Kementerian/
Lembaga mengenai SPM yang telah disusun pada
waktu lalu, yang berhasil didokumentasikan di
dalam database Direktorat Otonomi Daerah
Bappenas, antara lain : (i) Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional No. 053 Tahun 2001 tentang
Pedoman Penyusunan SPM Penyelenggaraan
Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan
Menengah; (ii) Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
SPM
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; (iii)
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
123.1/PMK.05/2006 tentang SPM Bidang Investasi
Pemerintah; (iv) Peraturan Menteri Keuangan No.
99 /PMK.01/2007 tentang SPM Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara; (v) Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 392/PRT/M/2005 tentang
SPM Jalan TOL; (vi) Keputusan Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
RI
No.78/MPP/Kep/3/2001 tentang Pedoman SPM
bidang perindustrian dan perdagangan; (vii)
Peraturan Menteri Kehutanan No P.8/MenhutII/2007 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
untuk Badang Pembiayaan Pembangunan Hutan;
(viii) Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No 197 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang lingkungan hidup
di daerah kabupaten dan daerah kota; dan (ix)
Surat Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan No.23/SK/Meneg.PP/2001 mengenai
Standar Pelayanan Minimal (SPM) mengenai
Pemberdayaan Perempuan di Daerah.
Selain itu, Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara (PAN) RI telah mengeluarkan
Surat Edaran Nomor: SE/10/M.PAN/07/2005
tentang Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik. Jenis pelayanan publik yang menjadi
prioritas untuk ditingkatkan pelayanannya dan
menjadi prioritas untuk menyusun SPM tersebut,
yaitu: (i) Kesehatan meliputi pelayanan: Rumah
Sakit, Puskesmas, Posyandu Pendidikan meliputi
pelayanan:
Pendidikan
Dasar,
Pendidikan
Menengah, Pendidikan Lainnya; (ii) Sektor
Administrasi Kependudukan meliputi jenis
pelayanan: KTP, Akte Kelahiran, Catatan Sipil,
Akte Kematian, Akte Nikah/Cerai, Kartu
Keluarga; (iii) Kepolisian meliputi pelayanan:
STNK dan BPKP, Surat Ijin Mengemudi,
Penyelesaian Laporan Pengaduan Masyarakat; (iv)

Riptek, Vol.2, No.1, Tahun 2008, Hal.: 1 - 6

Sektor Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi


meliputi pelayanan: SIUP, SITU, Tanda Datar
Perusahaan, Metrologi/Tera, Pengujian Hasil
Industri, Kredit Usaha; (v) Bea Cukai dan Pajak
meliputi pelayanan: Bea Masuk, Cukai, NPWP,
Pelayanan Pembayaran Pajak; (vi) Imigrasi meliputi
pelayanan: Pengurusan Paspor, Pengurusan
Keimigrasian lainnya; (vii) Perhubungan meliputi
pelayanan: Ijin angkutan (darat/laut/udara); (viii)
Ketenagakerjaan meliputi pelayanan: Kartu
Kuning (Pencari Kerja), Infromasi Kesempatan
Kerja, Penempatan Tanaga Kerja, Pelayanan TKI
di Bandara dan Pelabuhan Laut; (ix) Pertanahan
dan Permukiman meliputi pelayanan: pengurusan
sertifikat tanah, pengurusan pengalihan hak atas
tanah, IMB, Ijin Lokasi/Industri/Perdagangan, HO,
Amdal; serta (x) Penanaman Modal meliputi
pelayanan: Ijin PMA, Ijin PMDN, Informasi Potensi
Investasi.
Dengan adanya PP No 65 tahun 2005,
beberapa departemen sektor merencanakan
untuk menyusun kembali SPM yang kemudian
diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri
terkait. Saat ini kemajuan yang paling pesat adalah
pada bidang kesehatan diikuti bidang pendidikan
dan lingkungan hidup, meskipun saat ini peraturan
mengenai hal tersebut belum juga diterbitkan.
Beberapa kegiatan yang dalam waktu dekat akan
dilakukan antara lain : (i) Penyusunan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman
Penyusunan
Rencana
Pencapaian
Standar
Pelayanan Minimal (SPM) berdasarkan Analisis
Kemampuan
dan
Potensi
Daerah;
(ii)
Pembentukan Technical Working Group SPM yang
mengakomodasikan berbagai aktor termasuk
Pemerintah, Donor, Pakar dan pihak lainnya
terkait; serta (iii) Sosialisasi Permendagri No.
6/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan SPM
Tantangan Kedepan Pelaksanaan SPM
Selama ini banyak jenis pelayanan kepada
masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah
baik di pusat maupun di daerah. Namun kita
menyadari bahwa masih banyak jenis pelayanan
publik yang dilakukan Pemerintah belum
memuaskan. Sekalipun sejak beberapa tahun
terakhir telah dilakukan upaya untuk menerapkan
konsep Standar Pelayanan Minimum (SPM) seiring
dengan diterbitkannya PP No 65 tahun 2005,
namun tetap saja implementasinya masih sangat
terbatas. Hal ini terlihat dari masih belum adanya
peningkatan yang signifikan terkait dengan
penyusunan SPM oleh Departemen Sektoral.
Selain itu, hingga saat ini, konsep SPM masih
sering diperdebatkan, karena belum samanya

persepsi antara stakeholders di dalam penyusunan,


penetapan maupun pelaksanaan SPM itu sendiri.
Di dalam Rencana Aksi Nasional
Desentralisasi Fiskal (RANDF), Prof Dr. P.S
Brodjonegoro,
Dekan
Fakultas
Ekonomi
Universitas Indonesia (2005) mencatat setidaknya
terdapat beberapa tantangan besar dalam
mengimplementasikan SPM yaitu : (i) sulit untuk
mengimplementasikan SPM karena terdapat
kompleksitas
yang
berlebihan
dalam
merancangnya, khususnya di dalam penentuan
indikator;
(ii) sebagian besar desain SPM
membutuhkan dana yang besar, yang seringkali
tidak dapat dipenuhi dengan situasi fiskal saat ini;
serta (iii) pemberian layanan publik dasar
(kesehatan, pendidikan, dan prasarana dasar)
belum mengacu pada suatu norma dan standar
tertentu yang disusun berdasarkan suatu
konsultasi publik terlebih dahulu;
Sejalan dengan pandangan tersebut,
kedepan ada beberapa prasyarat dalam
mengimplementasikan SPM tersebut yaitu : (i)
memperjelas tugas dan tanggungjawab masingmasing tingkatan pemerintahan mengacu kepada
PP No 38 Tahun 2007 karena saat ini masih ada
beberapa urusan Pemerintah Daerah yang masih
dikerjakan oleh Pemerintah; (ii) peningkatan
peran dan fungsi Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah (DPOD)
dalam melakukan upaya
peningkatan kemampuan daerah dalam memenuhi
Penerapan Standar Pelayanan Minimal; serta (iii)
pengembangan Instrumen Pembinaan dan
Pengawasan Penyelengaraan Standar Pelayanan
dan pengembangan instrumen monitoring dan
evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal
Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Penutup
Pelaksanaan
desentralisasi
dan
penyelenggaraan
otonomi
oleh
daerah
merupakan upaya nyata Pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pemberian pelayanan umum yang lebih baik.
Menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah untuk
menyediakan pelayanan tersebut secara optimal.
Selanjutnya agar penyediaan pelayanan kepada
masyarakat mampu memenuhi ukuran kelayakan
minimal, maka pelaksanaan pelayanan kepada
masyarakat oleh Pemerintah Daerah harus
berpedoman kepada SPM yang telah diatur di
dalam PP No. 65 tahun 2006 maupun berbagai
peraturan pelaksana lainnya.

Meningkatkan Pelayanan Publik...

Penerapan SPM bukan hal yang mudah


untuk dilaksanakan di negara masih berkembang,
seperti di Indonesia. Sebagai sebuah kebijakan
yang baru diperkenalkan, masih banyak tantangan
yang akan dihadapi di dalam penyusunan maupun
dalam penerapan SPM karena menyangkut
berbagai aspek yang harus dipenuhi terkait
dengan desain, pembiayaan dan koordinasi antar
instansi di pusat maupun antara pusat dan daerah.
Hal yang menjadi critical point adalah
bagaimana setiap Pemerintah Daerah mampu
menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat
target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu
pada batas waktu pencapaian SPM. Rencana
pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renstra SKPD). Untuk target tahunan
pencapaian SPM, dituangkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD),
Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana
Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja
daerah dengan memperhatikan kemampuan
keuangan daerah.
Daftar Pustaka
1.

Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2006


tentang Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal (SPM)

2.

Surat Edaran Menteri Pendayaan Aparatur


Negara No: SE/10/M.PAN/07/2005 tentang
Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik.

3.

Bappenas-Departemen
Dalam
NegeriDepartemen Keuangan, Rencana Aksi
Nasional Desentralisasi Fiskal
2005-2009,
Desember 2006

4.

Bappenas,
Pegangan
Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan Daerah,
Pengembangan
Ekonomi Daerah dan
Sinergi Kebijakan Investasi Pusat-Daerah 2007

5.

Direktorat Otonomi Daerah-Bappenas,


Perencanaan, Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal Berdasarkan PP No
65 Tahun 2005, Hotel Alila Jakarta, 22
Desember 2006

6.

Direktorat Otonomi Daerah-Bappenas,


Pemahaman, Penyusunan dan Penetapan
Standar Pelayanan
Minimal,
Sosialisasi
Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2007,
Hotel Alila Jakarta, 11
April 2007

(Mohammmad Roudo dkk)

7.

Direktorat Otonomi Daerah, Antonius


Tarigan : Kebijakan pelayanan publik
disampaikan pada
Lokakarya
Wartawan
Pemerhati Pelayanan Publik : Makassar, 9 - 10
Desember 2005

8.

Makalah Mewujudkan Standar Pelayanan


Minimal Oleh Didik G Suharto

9.

Laporan Kajian Implementasi SPM Bidang


Pendidikan
dan
Kesehatan
di
Kabupaten/Kota, Kerja
sama
Lembaga
Laboratorim
dan
Museum
Pemerintahan
(LLM),
Institut
Ilmu
Pemerintahan
(IIP) dengan UNDP,
Program BRIDGE-BAPPENAS.

10. Presentasi Evaluasi Penerapan Kebijakan


Standar Pelayanan Umum (SPM) di Daerah,
kerjasama MenPAN
dan
Suveryor
Indonesia.

Riptek, Vol.2, No.1, Tahun 2008, Hal.: 1 - 6

*) Tenaga Fungsional Perencana BAPPENAS

Anda mungkin juga menyukai