NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI BALI
TENTANG
PENYELENGGARAAN KETERTIBAN
UMUM DAN KETENTRAMAN
MASYARAKAT
BALI
2015
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
KERJA SAMA
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
PROVINSI BALI
TIM PENELITI
Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana.,SH.,MH
Dr. I Ketut Wirawan.,SH.,MH.
I Ketut Sudiarta, SH., MH.
Ni Luh Gede Astariyani, SH., MH.
A.A. Istri Ari Atu Dewi., MH.
2
KATA PENGANTAR
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
ii
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN >>> 31
YURIDIS
A. Validitas Peraturan Perundang-undangan :
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis. >>> 31
B. Relevansi Validitas Dalam Penyusunan
Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan >>> 36
Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN
DAERAH PROVINSI BALI TENTANG >>> 40
PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN
KETENTRAMAN MASYARAKAT
A. Arah dan Jangkauan Pengaturan >>> 40
B. Ruang Lingkup Materi Muatan >>> 42
BAB VI PENUTUP >>>52
A. RANGKUMAN >>>52
B. SARAN >>>55
DAFTAR PUSTAKA >>>56
DDAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN >>>57
LAMPIRAN
1. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
2. Penjelasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
2
Satpol PP, di Provinsi Bali diatur dalam Peraturan Gubernur No 86 Tahun
2011 tentang Rincian Tugas Pokok Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi
Bali. Dalam Pasal 3 Peraturan Gubernur No 86 Tahun 2011 tentang Rincian
Tugas Pokok Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali mengatur :
Satuan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Peraturan
Daerah, Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat serta perlindungan masyarakat;
b. pelaksanaaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepela Daerah
c. pelaksanaan kebijakan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat di daerah;
d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
e. peleksanaan koordinasi penegakan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah, Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah dan/atau
aparatur lainnya;
3
Dalam Lampiran bagian E Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang
Ketenteraman Dan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat Serta Perlindungan Masyarakat dalam UU No 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah Juga Mengatur tentang Kewenangan Satpol
PP Dalam Menjaga Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat. Kewenangan Provinsi diatur dalam Lampiean E UU No 23
Tahun 2014 sebagaimana dilampirkan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 1 : Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Ketenteraman Dan
Ketertiban Umum Serta Perlindungan Masyarakat
No Sub Urusan Pusat Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/Kota
Pemerintah
4
a. Penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum lintas
Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi.
b. Penegakan Perda Provinsi dan peraturan gubernur.
c. Pembinaan PPNS provinsi.
5
Umum dan Ketentraman Masyarakat dan Ketentraman Masyarakat Bali,
6
2. Merumuskan arah, jangkauan, dan ruang lingkup pegaturan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Ketertiban
Umum dan Ketentraman Masyarakat
3. Menjelaskan perlunya Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
sebagai dasar untuk memastikan objek dan subjek
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat ,
serta struktur dan bentuk Penyelenggaraan Ketertiban Umum
dan Ketentraman Masyarakat .
4. Melakukan pengkajian hukum untuk memberikan kepastian
hukum bagi pemangku kepentingan dalam melakukan koordinasi
dengan Satpol PP yang ada di seluruh Bali.
Kegunaan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat adalah sebagai pedoman dalam :
a. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali
tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat .
b. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali
tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat .
c. Pelaksanaan kegiatan partisipasi masyarakat dalam
memberikan masukan tertulis dan/atau masukan lisan baik
dalam penyusunan maupun pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Penyelenggaraan
d. Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat .
Adanya landasan hukum dalam penyelenggaraaan
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat
7
1.4. METODE
Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan penelitian penyusunan Naskah Akademik -
digunakan metode yang berbasiskan metode penelitian hukum.1
Bertitik tolak dari pemasalahan yang diangkat dalam kajian ini, maka
jenis penelitian dalam kajian ini mempergunakan penelitian hukum
normative. Dalam beberapa kajian jenis penelitian seperti ini juga disebut
dengan penelitian dogmatik.3 Dalam penelitian hukum normatif, untuk
mengkaji persoalan hukumnya dipergunakan bahan-bahan hukum yang
terdiri dari bahan hukum primer ( primary sources or authorities ) bahan-
bahan hukum sekunder ( secondary sources or authorities ) dan bahan
hukum tersier ( tertier sources or authorities ). Bahan-bahan hukum primer
dapat berupa peraturan perundang-undangan, bahan-bahan hukum
sekunder dapat berupa makalah, buku-buku yang ditulis oleh para ahli dan
bahan hukum tersier berupa kamus bahasa hukum dan kamus bahasa
Indonesia.
1Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan
Refleksi,Yayasan Obor, h. 177-178.
2 Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghia Indonesia
Jakarta, 1985, h. 9.
3 Jan Gijsels,2005, Mark Van Hocke ( terjemahan B. Arief Sidharta ) Apakah Teori
8
D.2. MetodePendekatan.
9
Pamong Praja, Peraturan Menteri Negeri No 54 Tahun 2011 tentang Standar
Operasional Polisi Pamong Praja dan Peraturan Daerah Provinsi Bali No 2
Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Bali.Peraturan
Gubernur Provinsi Bali No 12 Tahun 2006 tentang Penataan Kembali
Kawasan civic centre Niti Mandala serta peraturan perundang-undangan
yang lain yang terkait dengan pendelegasian kewenangan mengatur pada
peraturan perundang-undangan.
Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil
penelitian atau karya tulis para ahli hukum yang memiliki relevansi dengan
penelitian ini, termasuk di dalamnya kamus dan ensiklopedia.
D.4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum.
10
directed toward discovering the meaning of the statute and arguing that
the given facts sre either covered by it or not.9
9 Alf Ross, 1969, On Law And Justice, University Of Californis Press, Barkely & Los
Angeles, h. 111.
10 I Dewa Gede Atmadja, 1996, Penafsiran Kostitusi Dalam Rangka Sosialisasi
Hukum, Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni Dan konsekuen Pidato Pengenalan
Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Hukum Tata Negara Pada FH.UNUD, (selanjutnya
disebut I Dewa Gede Atmadja II ), h. 14 .
11
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
12
Hukum yang ada kaitannya dengan masyarakat mempunyai tujuan
utama yaitu dapat direduksi untuk ketertiban (order). Menurut Mochtar
Kusumaatmadja Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala
hukum, Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok
(fundame ntal) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur,
ketertiban sebagai tujuan hukum, merupakan fakta objektif yang berlaku
bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya untuk mencapai
ketertiban ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia
dalam masyarakat. Di setiap aspek kehidupan sudah barang tentu terdapat
sebuah aturan yang mengatur. Baik di lingkungan keluarga, masyarakat,
sekolah, atau pun di bidang sosial, politik maupun agama. Dengan adanya
pengaturan akan menciptakan ketertiban dan membuat keadaan menjadi
lebih tenang, damai, aman, dan sentosa. Bahkan, dengan adanya
ketertiban itulah terselenggara kehidupan di dunia dan alam semesta ini.
Aturan merupakan sebuah kata yang mempunyai makna sesuatu yang
harus dipatuhi. Aturan juga disebut dengan norma. Sebuah norma adalah
sebuah aturan, patokan atau ukuran, yaitu sesuatu yang bersifat pasti dan
tidak berubah. Dengan adanya norma kita dapat memperbandingkan
sesuatu hal lain yang hakikatnya, ukurannya, serta kualitasnya kita
ragukan. Norma berguna untuk menilai baik-buruknya tindakan
masyarakat sehari-hari. Sebuah norma bisa bersifat objektif dan bisa pula
bersifat subjektif. Norma objektif adalah norma yang dapat diterapkan
diterapkan secara langsung apa adanya, maka norma subjektif adalah
norma yang bersifat moral dan tidak dapat memberikuan ukuran atau
patokan yang memadai.
Aturan bisa diterapakan dalam kehidupan keluarga agar tercipta
kehidupan rumah tangga yang berjalan tentram, indah, bersih, dan
bahagia. Aturan juga terdapat pada Negara yang disebut dengan undang-
undang. Dalam kehidupan masyarakat, sesuatu yang bersifat mengatur
disebut hukum. Dengan adanya hukum itulah terjadi ketertiban dan
ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Bila hukum tidak ada atau
tidak berfungsi, maka akan terjadi hukum rimba. Siapa kuat dialah yang
berkuasa. Tentunya, ini akan berbahaya. Bahaya dari hukum rimba itu
13
adalah anarki, dan kekacauan sosial akan terjadi dimana-mana. Sedikit
lebih rendah dari norma, hukum dalam masyarakat juga berlaku sebagai
norma sopan-santun yang mencerminkan etika seseorang.
Sesuatu yang bersifat aturan juga terdapat dalam alam semesta. Kita
mengenal hukum alam, itulah aturan yang bekerja di alam semesta.
Ketertiban alam semesta dikenal di dalam agama Buddha sebagai Niyama
artinya Hukum Tertib Kosmis. Sesungguhnya, di dalam segenap bidang
kehidupan berlaku aturan dan ketertiban. Ketertiban itu pulalah yang
dikuak oleh ilmu pengetahuan lewat teori. Sedangkan hukum-hukum di
dalamnya sebagai bidangnya.
Tidak ada lagi jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi, tidak
ada rasa aman, tidak ada lagi perlindungan terhadap hak milik, tidak ada
lagi kebenaran. Semua serba kacau dan orang akan melakukan sesuatu
dengan sesuka hatinya. Tidak ada bedanya antara benar dan salah, tidak
ada bedanya antara kebijaksanaan dan keegoisan, antara giat dan malas,
antara sukses dan gagal. Oleh karena itu aturan sangat penting bagi
kehidupan manusia. Karena aturan itu akan menciptakan kedamaian,
ketentraman. Aturan juga harus jelas, sehingga antara yang menjalankan
maupan yang melanggarnya tahu akan akibat dari pelanggaran aturan yang
ia lakukan. Ketertiban pada prinsipnya dapat membuat seseorang disiplin,
sebab Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan tertib dan
disiplin adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses
pencapaian tujuan. Dengan ketertiban, kita berusaha mengetahui dan
mencermati aturan agar perjalanan menjadi lebih lancar. Disiplin adalah
sikap yang diperlukan untuk menjalani proses tersebut.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat
mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling
menguntungkan. Kerja sama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.
Dalam Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
juga dilakukan dalam bentuk kerjasama dan koordinasi oleh Pemerindah
Provinsi Bali terkait dengan kewenangan yang lintas kabupaten / kota.
14
B. KAJIAN TERHADAP ASAS YANG TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN
NORMA
15
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
17
Ketujuh, keterbukaan. Proses pembentukan Peraturan Daerah ini
harus menjamin partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin
haknya untuk memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta
kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah
dipertimbangkan relevansinya. Untuk terselenggaranya partisipasi
masyarakat itu, maka terlebih dulu Pemerintah Daerah memberikan
informasi tentang proses pembentukan Peraturan Daerah bersangkutan.
Mengenai asas-asas materiil yang lain, sebagaimana dimaksud Pasal
6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, dalam pengaturan tentang
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat , yakni:
1. adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan
kelompok masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi
setiap anggota kelompok masyarakat.
2. secara politis dapat diterima oleh pemerintah, pemangku
kepentingan dan masyarakat, sehingga timbul motivasi dan
kesadaran pribadi untuk melaksanakan Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat .
19
3. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun2000 tentang
Pembatasan Memasukkan Kendaraan bermotor
4. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Larangan Menaikkan Layan-Layang dan Permainan Sejenis di
Bandara Ngurah Rai dan sekitarnya
5. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2003 tentang
Pengeluaran Ternak Potong Sapi
6. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun tentang
Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung
7. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
8. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Penanggulangan HIV / AIDS
9. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali No 8 Tahun
2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa
10. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun2007 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah
11. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah
12. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Pramuwisata
13. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang
14. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang
Penanggulangan Rabies
15. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Rencana Tata Ruang Wilyah Provinsi Bali 2009-2029
16. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 tahun 2010 tentang
Usaha Jasa Perjalanan Wisata
17. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang
Kawasan Tanpa Rokok.
20
18. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Retribusi Jalan Umum
19. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Retribusi Jasa Usaha
20. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Sampah
21. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah
22. Peraturan Daerah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3
tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal
23. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Retribusi Perizinan Tertentu
24. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tathu 2014 tentang
Pelestarian Warisan Budaya
25. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak
Berdasarkan data dari Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali Tahun
2014 jumlah penegakan hukum dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
21
Berdasarkan data dari Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali Tahun
2014 jumlah penegakan hukum dapat dilihat dalam tabel di bawah ini
Tabel 3 :Data Rekapitulasi Penegakan Peraturan Daerah Tahun 2014
No Peraturan Daerah Total
1. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 2 Tahun 1992 -
tentang Pemakaian Tanah Yang Dikuasai Oleh
Pemerintah Provinsi Bali
2. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 8 Tahun 2000 236
tentang Pembatasan Memasukkan Kendaraan
Bermotor Bekas
3. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 2 Tahun 2003 -
tentang Pengeluaran Ternak Sap Potong Bali
4. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 7 Tahun 2007 -
tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta
5. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 5 Tahun 2008 7
tentang Pramuwisata
6. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 5 Tahun 2009 1
tentang Penanggulangan Rabies
7. Peraturan Daerah Provinsi Bali No1 Tahun 2010 2
tentang Usaha Perjalanan wisata
8. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 3 Tahun 2011 -
tentang Retribusi Jasa Umum
9. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 10 Tahun 2011 1
tentang Kawasan Tanpa Rokok
10. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 5 Tahun 2012 1
tentang Pengendalian dan Peredaran Minuman
Beralkohol
Total 294
Sumber : Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan Penegakan Peraturan daerah dan
Pemberdayaan PPNS, Seksi Penegakan Hukum Bidang Ketentraman dan ketertiban
Satuan polisi Pamong Praja provinsi Bali Tahun 2014.
22
c. Tugas dan wewenang kelembagaan dalam Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat ;
d. Komposisi keanggotaan di dalam setiap kelembagaan;
e. Kelengkapan organisasi/kelembagaan Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat ;
f. Ketenagaan;
g. Kekayaan; dan
h. Sanksi.
23
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
24
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum
yang mengganggu Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat dan ketenteraman masyarakat;
c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan
perlindungan masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan
e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran
atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah
25
2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Bali, yang menjadi
Kewenangan Provinsi Bali. Merupakan urusan wajib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meliputi: t. otonomi daerah, pemerintahan
umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,
dan persandian;
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
selain dengan adanya kewenangan yang bersifat lintas kabupaten kota juga
terkait dengan kewenangan pengaturan di kawasan civic centre .
Pengaturan terkait dengan civic centre diatur dalam Pasal 1
Peraturan Gubernur Provinsi Bali No 12 Tahun 2006 tentang Penataan
Kembali Kawasan civic centre Niti Mandala Denpasar yang mengatur bahwa
kawasan civic centre Niti Mandala berlokasi di Denpasar dengan batas :
a. Sebelah utara : Jalan Letda Tantular dan Cok Agung Tresna;
b. Sebelah Timur : Jalan Prof Moh Yamin;
c. Sebelah Selatan : Jalan Raya Puputan;
d. Sebelah Barat : Jalan Raya Puputan dan Letda Tantular.
Mengingat pentingnya posisi Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat baik terhadap masyarakat maupun terhadap
pemerintah, maka diperlukan penyusunan Naskah Akademik.
26
...... Pasal 255 Pasal 6 Pasal 3
(3)Satuan polisi a.melakukan Satpol PP mempunyai
pamong praja tindakan tugas menegakkan
dibentuk untuk penertiban Perda dan
menegakkan nonyustisial menyelenggarakan
Perda dan Perkada, terhadap warga Penyelenggaraan
menyelenggarakan masyarakat, Ketertiban Umum dan
Penyelenggaraan aparatur, atau Ketentraman
Ketertiban Umum badan hukum yang Masyarakat dan
dan Ketentraman melakukan ketenteraman
Masyarakat pelanggaran atas masyarakat serta
dan ketenteraman, Perda dan/atau perlindungan
serta peraturan kepala masyarakat
menyelenggarakan daerah;
Pasal 4
pelindungan b. menindak
masyarakat warga masyarakat, (1) Dalam
aparatur, atau melaksanakan
badan hukum yang tugas sebagaimana
mengganggu dimaksud dalam
Penyelenggaraan Pasal 3, Satpol PP
Ketertiban Umum mempunyai fungsi:
dan Ketentraman
a. penyusunan
Masyarakat dan
program dan
ketenteraman
pelaksanaan
masyarakat;
penegakkan
c. fasilitasi dan
Perda dan
pemberdayaan
Peraturan
kapasitas
Kepala Daerah,
penyelenggaraan
penyelenggaraa
perlindungan
n ketertiban
masyarakat;
umum dan
d. melakukan
ketenteraman
tindakan
masyarakat
penyelidikan
serta
terhadap warga
perlindungan
masyarakat,
masyarakat;
aparatur, atau
badan hukum yang b. pelaksanaan
diduga melakukan kebijakan
pelanggaran atas penegakkan
Perda dan/atau Perda dan
peraturan kepala Peraturan
daerah; dan Kepala Daerah;
e. melakukan
c. pelaksanaan
tindakan
kebijakan
administratif
penyelenggaraan
terhadap warga
ketertiban
masyarakat,
umum dan
aparatur, atau
ketenteraman
badan hukum yang
masyarakat di
melakukan
daerah;
d. pelaksanaan
kebijakan
perlindungan
masyarakat;
e. pelaksanaan
koordinasi
27
penegakan Perda
dan Peraturan
Kepala Daerah
serta
penyelenggaraan
ketertiban
umum dan
ketenteraman
masyarakat
dengan
Kepolisian
Negara Republik
Indonesia,
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
daerah,
dan/atau
aparatur
lainnya;
f. pengawasan
terhadap
masyarakat,
aparatur, atau
badan hukum
agar mematuhi
dan mentaati
penegakkan
Perda dan
Peraturan
Kepala Daerah;
dan
g. pelaksanaan
tugas lainnya.
(2) Pelaksanaan
tugas lainnya
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf g
meliputi:
a. mengikuti proses
penyusunan
peraturan
perundang-
undangan serta
kegiatan
pembinaan dan
penyebarluasan
produk hukum
daerah;
b. membantu
pengamanan dan
pengawalan tamu
VVIP termasuk
pejabat negara
dan tamu negara;
28
c. pelaksanaan
pengamanan dan
penertiban aset
yang belum
teradministrasi
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
d. membantu
pengamanan dan
penertiban
penyelenggaraan
pemilihan umum
dan pemilihan
umum kepala
daerah;
e. membantu
pengamanan dan
penertiban
penyelenggaraan
keramaian
daerah dan/atau
kegiatan yang
berskala massal;
dan
f. pelaksanaan
tugas
pemerintahan
umum lainnya
yang diberikan
oleh kepala
daerah sesuai
dengan prosedur
dan ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Sumber : Diolah dari UU Pemerintahan Daerah, PP Satpol PP dan Pedoman Organisasi dan
Pedoman Tata Kerja Satpol PP
29
urusan wajib dimaksud dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah,
menjaga ketenteraman dan ketertiban guna terwujudnya Kesejahteraan.
Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat luar
daerah untuk datang dan berkunjung serta menanamkan investasi yang
pada akhirnya memberikan kontribusi dalam pengembangan dan
pembangunan. Di Provinsi Bali pengaturan mengenai Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat harus diarahkan guna
pencapaian kondisi yang kondusif bagi seluruh aspek kehidupan
masyarakat Provinsi Bali. Dinamika perkembangan dan kebutuhan
masyarakat Bali yang dinamis dirasakan memerlukan Peraturan Daerah
yang menjangkau secara seimbang antara subjek dan objek hukum yang
diatur. Oleh karena itu, dalam upaya menampung persoalan dan mengatasi
kompleksitas permasalahan dinamika perkembangan masyarakat
diperlukan penyempurnaan terhadap Peraturan Daerah dimaksud.
Peraturan Daerah ini diharapkan implementasi terhadap penyelenggaraan
ketenteraman masyarakat dan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat dapat diterapkan secara optimal guna
menciptakan Bali Mandara ( aman, damai dan sejahtera). Peraturan Daerah
ini mempunyai posisi yang sangat strategis dan penting untuk memberikan
motivasi dalam menumbuhkembangkan budaya disiplin masyarakat Bali.
30
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS,
DAN YURIDIS
13 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta dari judul asli:
Rechts Reflecties, (Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996), h. 147.
14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000), h.
31
serta memberikan pelayanan kepadanya. Meski tidak disebutkan oleh
Satjipto Rahardjo, inilah yang dimaksud dengan kemanfaatan sebagai salah
satu nilai-nilai dasar dari hukum. Ketiga, masyarakat tidak hanya ingin
keadilan diciptakan dalam masyarakat dan kepentingan-kepentingannya
dilayani oleh hukum, melainkan juga menginginkan agar dalam masyarakat
terdapat peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan-hubungan
mereka satu sama lain.15
Gustav Radbruch memahami hukum sebagai konsep budaya, yaitu
konsep yang berkenaan dengan nilai. Hukum sebagai konsep budaya
berurusan dengan nilai hukum dan ide hukum, yaitu hukum yang
diartikan sebagai gagasan untuk menjabarkan ide hukum. Gustav
Radbruch mengetengahkan 3 (tiga) ide hukum/cita hukum (the idea of the
law), yakni keadilan (justice), kelayakan/kemanfaatan (expediency), dan
kepastian hukum (legal certainty). Masing-masing ide dasar hukum itu
adalah:
1. Hakekat keadilan sebagai keadilan distributif atau kesetaraan yaitu
suatu bentuk perlakuan yang setara terhadap mereka yang memiliki
keadaan setara, dan perlakuan yang tidak setara bagi mereka yang
berada dalam keadaan yang berbeda, baik terhadap sesama manusia
maupun hubungan-hubungan diantara mereka.
2. Kemanfaatan atau kelayakan atau tujuan bersifat relatif, yaitu
tergantung pada pandangan-pandangan yang berbeda dari pihak-
pihak yang terlibat di dalam perkembangan sistematis tentang
hukum dan negara. Hukum sebagai pengatur kehidupan bersama
tidak dapat diserahkan kepada keinginan-keinginan perseorangan
dalam masyarakat itu, melainkan haruslah berlaku satu hukum bagi
kehidupan mereka.
3. Kepastian hukum menghendaki (1) hukum dalam bentuk positif
dalam artian jika ada sesuatu yang tidak dapat diselesaikan, maka
apa yang seharusnya atau apa yang dianggap benar yang harus
diberlakukan; dan (2) ini harus dilakukan oleh suatu badan atau
32
petugas yang mampu menerapkan apa yang diharuskan
diberlakukan.16
Gagasan hukum dari Gustav Radbruch tersebut diuraikan pula oleh
W. Friedmann. Menurut Radbruch, gagasan hukum sebagai gagasan
kultural tidak bisa formal, tetapi harus diarahkan kepada cita-cita hukum,
yakni keadilan. Selanjutnya dikemukakan:
1. Keadilan sebagai suatu cita, seperti telah ditunjukkan oleh Aristoteles
tidak dapat mengatakan lain kecuali yang sama harus diperlakukan
sama, yang tidak sama diperlakukan tidak sama.
2. Pengertian kegunaan hanya dapat dijawab dengan menunjukkan
pada konsepsi-konsepsi yang berbeda tentang negara dan hukum.
Untuk mengisi cita keadilan ini dengan isi yang konkret, harus
menoleh pada kegunaannya sebagai unsur kedua dari cita hukum.
3. Untuk melengkapi formalitas keadilan dan relativitas kegunaan,
keamanan dimasukkan sebagai unsur ketiga dari cita hukum.
Kegunaan menuntut kepastian hukum. Hukum harus pasti.
Tuntutan akan keadilan dan kepastian merupakan bagian-bagian
yang tetap dari cita hukum, dan ada di luar pertentangan-
pertentangan bagi pendapat politik. Kegunaan memberi unsur
relativitas. Tetapi tidak hanya kegunaan sendiri yang relatif,
hubungan antara tiga unsur dari cita hukum itu juga relatif.
Seberapa jauh kegunaan lebih kuat dari keadilan, atau keamanan
lebih penting dari kegunaan, merupakan masalah yang harus
diputuskan oleh sistem politik masing-masing.17
Ketiga elemen dari ide hukum itu bersifat saling melengkapi antara
satu dengan lainnya dan pada keadaan yang lain saling bertentangan satu
dengan yang lainnya.18 Satjipto Rahardjo menanggapi hubungan yang
demikian dapat dimengerti, oleh karena ketiga-tiganya berisi tuntutan yang
berlain-lainan dan yang satu sama lain mengandung potensi untuk
16 Gustav Radbruch, Legal Philosophy, dalam Kurt Wilk, ed., The Legal Philosophies
Of Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge: Havard University Press, 1950), hlm. 107-109.
17 W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problema Keadilan
(susunan II), terjemahan Muhamad Arifin dari judul asli: Legal Theory, (Jakarta: Penerbit
CV Rajawali, 1990), h. 43.
18 Ibid., hlm. 109 -110.
33
bertentangan. Sebagai contoh, kepastian hukum, sebagai nilai ia segera
menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan ke samping. Yang utama bagi
kepastian hukum adalah adanya peraturan itu sendiri. Tentang apakah
peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakatnya,
adalah di luar pengutamaan nilai kepastian hukum.19
Teori tentang validitas berpengaruh pada hukum positif di Indonesia.
Ini tampak pada keharusan adanya pertimbangan filosofis, sosiologis, dan
yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. UU P3 2011
memberikan penjelasan mengenai unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan
yuridis sebagai muatan konsiderans menimbang. Angka 18 dan 19 TP3
(vide Pasal 64 ayat (2) UU P3 2011) menentukan konsiderans memuat
uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan
alasan pembentukan Peraturan Perundangundangan. Pokok pikiran pada
konsiderans UndangUndang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis
yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang
penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan
yuridis. Kemudian masing-masing unsur-unsur ini dijelaskan sebagai
berikut:
1. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
3. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan
hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang
akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
34
Pemahaman mengenai unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis,
dapat pula diperoleh dari teknik penyusunan naskah akademik rancangan
peraturan perundang-undangan. Dasar hukum teknik penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan perundang-undangan terdapat dalam Pasal
57 UU No 12/2011, yang menentukan:
(1) Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik.
(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
35
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau
yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur
sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.
Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah
ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih,
jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga
daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak
memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
Aspek sosiologis dalam perancangan peraturan perundang-undangan
dimanfaatkan dalam konteks pembentukan dan bukan dalam konteks
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, seperti tampak dalam bagan
berikut:
Bagan: Unsur sosiologis dalam konteks pembentukan dan pelaksanaan
UU atau Perda.
36
Pembukaan UUD 1945) yang menjadi latar belakang dan alasan
pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.
2. Unsur yuridis adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi
latar belakang dan alasan pembuatan undang-undang atau
peraturan daerah, yang meliputi:
a. Dasar hukum formal, yakni peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar kewenangan pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan. Termasuk keharusan mengikuti prosedur
tertentu.
b. Dasar hukum substansial, yakni peraturan Perundang-undangan
yang memerintahkan materi muatan tertentu diatur dalam suatu
Peraturan Perundang-undangan. Termasuk kesesuaian jenis dan
materi muatan.
3. Unsur sosiologis adalah gejala dan masalah sosial-ekonomi-politik
yang berkembang di masyarakat yang menjadi latar belakang dan
alasan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.
Relevansi landasan keabsahan tersebut dengan pengaturan
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat adalah
pengaturan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat mendasarkan pada tiga landasan keabsahan, yakni filofofis,
yuridis, dan sosiologis, sebagaimana diamanatkan UU P3 2011.
Pertama, Landasan Filosofis. Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk
memberikan pengayoman dan memajukan kesejahteraan masyarakat dalam
rangka mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera,
dan berkeadilan. Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri
atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Masing-masing
pemerintahan daerah itu mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan
37
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi dimaksud adalah
otonomi seluas-luasnya.
Ketentuan konstitusional tersebut dilaksanakan dengan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Dengan
berlakunya Undang-Undang ini, maka penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,
disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Kedua, Landasan sosiologis adalah dengan disusunya Perda ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat daerah bukan merupakan
sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan
pemerintahan daerah. Dalam Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan,
landasan filosofis bahwa Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat harus mampu menjamin pemerataan kesempata
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat ,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan
lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan. Jadi, Pemerintahan Daerah
membuat Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum
dan Ketentraman Masyarakat , berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan
dan keadilan, peranserta masyarakat, dan akuntabilitas. Adapun tujuan
pembentukan Perda ini adalah sebagai landasan hukum Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat di Provinsi Bali.
Ketiga, Landasan Yuridis yaitu memberikan arahan, landasan dan
kepastian hukum bagi aparatur pemerintah daerah dan para pemangku
kepentingan dalam Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat.
38
Dalam kaitannya dengan penyusunan Rancangan Peraturan daerah
tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
mendasarkan pada landasan keberlakuan sebagai berikut :
a. bahwa guna mewujudkan Provinsi Bali yang tertib, tentram dan prilaku
disiplin bagi setiap masyarakat, maka perlu adanya upaya dalam
meningkatkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
( landasan filosofis)
b. bahwa keberadaan masyarakat bali yang heterogen dengan prilaku
yang berbeda menuntut dilakukan perbaikan dalam segala bidang
untuk menunjang ketentraman dan ketertiban umum;
(landasan sosiologis)
c. bahwa untuk mendukung keberhasilan pembangunan dan
meningkatkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,
diperlukan suatu pengaturan sebagai arahan yang jelas dalam
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
( landasan yuridis).
39
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN
KETENTRAMAN MASYARAKAT
40
berbeda dengan apa yang diatur oleh Peraturan Daerah. Demikian pula
yang diatur dalam UUD 1945 juga berbeda dengan yang diatur dalam
Peraturan Presiden.23
Rosjidi Ranggawidjaja menyatakan yang dimaksud dengan isi
kandungan atau substansi yang dimuat dalam undang-undang khususnya
dan peraturan perundang-undangan pada umumnya.24 Dengan demikian
istilah materi muatan tidak hanya digunakan dalam membicarakan
undang-undang melainkan semua peraturan perundang-undangan.
Pedoman 98 TP3U menentukan, ketentuan umum berisi: a.batasan
pengertian atau definisi ; b. singkatan atau akronim yang dituangkan
dalam batasan pengertian atau definisi ; dan/atau c. hal-hal lain yang
bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya
antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa
dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab. Pedoman 109 TP3U
menentukan, urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum
mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. pengertian yang mengatur tentang
lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus;
b.pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur
ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan c.pengertian yang
mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya yang diletakkan
berdekatan secara berurutan.
Beberapa hal yang relevan dicantumkan sebagai ketentuan umum
dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Ketertiban
Umum dan Ketentraman Masyarakat adalah:
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-
undangan
h. 53.
41
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan daerah Provinsi Bali
tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat arah dan jangkauan pengaturan antara lain :
1. Bab I Ketentuan umum
2. Bab II Tugas dan Wewenang
3. Bab III Pelaksanaan Ketertiban Umum Dan Ketentraman
Masyarakat
4. Bab IV Larangan
5. Bab V Pembinaan, Pengendalian Dan Pengawasan
6. Bab VI Sanksi Administratif
7. Bab VII Pendanaan
8. Bab VIII Ketentuan Penyidikan
9. Bab IX Ketentuan Pidana
10. Bab X Ketentuan Penutup
42
yang tidak boleh dimuat dalam raperda Penyelenggaraan Ketertiban Umum
dan Ketentraman Masyarakat 25 Jadi, yang dimaksud dengan materi
muatan baik mengenai batas materi muatan maupun lingkup materi
muatan.
Lingkup materi yang boleh dimuat ditentukan oleh asas otonomi
daerah dan tugas pembantuan maupun yang ditentukan secara objektif-
normatif dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai
materi muatan Perda tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat antara lain :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Bali.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
3. Gubernur adalah Gubernur Bali.
4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota.
5. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja adalah Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja Provinsi Bali.
6. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan
dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan
teratur.
7. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai negeri yang ditunjuk dan diberi
tugas tertentu di bidang perijinan sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.
8. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pejabat yang memiliki kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan
dan penyelidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.
25Pengertian ruang lingkup materi muatan diadaptasi dari Gede Marhaendra Wija
Atmaja, Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten
Daerah Tingkat II Badung dan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar), Tesis Magister,
(Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1995),hlm. 14.
43
9. Badan adalah sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan,
Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa, Organisasi sosial politik atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya.
10. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
11. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas
dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi tidak sebagai tempat
melakukan kegiatan.
12. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
13. Tempat umum adalah fasilitas umum yang menjadi milik, dikuasai
dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.
14. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
15. Jalur Hijau adalah salah satu jenis Ruang Terbuka Hijau fungsi tertentu.
16. Taman Kota adalah ruang terbuka segala kelengkapannya yang
dipergunakkan dan dikelola untuk keindahan yang antara lain berfungsi
sebagai paru-paru kota.
17. Ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan,
pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di massa datang serta
kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar,
kedalaman dan tinggi tertentu.
44
18. Civic centre adalah pusat kegiatan atau pusat perkantoran yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah.
Pasal 2
a. menegakkan Perda;dan
b. menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman masyarakat dan
perlindungan masyarakat.
Pasal 3
Bagian kesatu
Kerjasama Dan Koordinasi
Pasal 4
45
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas
hubungan fungsional, saling membantu, dan saling menghormati dengan
mengutamakan kepentingan umum.
Pasal 5
Bagian ketiga
Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat
Pasal 7
Pasal 8
46
b. Tertib jalan;
c. Tertib angkutan jalan;
d. Tertib jalur hijau, taman dan tempat umum;
e. Tertib sungai, saluran, kolam, dan pinggir pantai;
f. Tertib lingkungan;
g. Tertib tempat usaha dan usaha tertentu;
h. Tertib bangunan;
i. Tertib sosial;
j. Tertib kesehatan;
k. Tertib tempat hiburan dan keramaian;
l. Tertib peran serta masyarakat;
m. Ketentuan lain sepanjang telah di tetapkan dalam peraturan daerah.
Pasal 9
4. Bab IV Larangan
Pasal 10
Pasal 11
Penyelenggaraan tertib angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf b dilarang:
a. Mengangkut bahan dan barang tanpa alat pengaman;
b. Mengangkut bahan berdebu dan berbau busuk tanpa alat
pengaman; dan
c. Mengangkut hewan dan unggas tanpa alat pengaman.
Pasal 12
47
a. mengalihkan fungsi jalur hijau, taman dan tempat umum tanpa izin
dari Pemerintah Daerah.
b. berjualan atau berdagang, menyimpan atau menimbun barang di
jalur hijau, taman dan tempat umum yang tidak sesuai dengan
peruntukannya;
c. mencoret-coret, menulis, melukis, menempel iklan di dinding atau
di tembok, jembatan lintas, halte, tiang listrik, pohon dan sarana
umum lainnya;
d. membuang dan menumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman,
sungai dan tempat-tempat lain yang dapat merusak keindahan dan
kebersihan lingkungan;
e. memasang dan/atau menempelkan kain bendera, kain bergambar,
spanduk dan/atau sejenisnya disepanjang jalan, rambu-rambu lalu
lintas, tiang penerangan jalan, pohon, bangunan fasilitas umum
dan/atau fasilitas sosial tanpa ada izin dari Pemerintah Daerah;
f. menebang dan/atau merusak pohon pelindung dan/atau tanaman
lainnya yang berada di fasilitas umum tanpa ada izin dari
Pemerintah Daerah;
g. mengotori, mencoret dan merusak jalan dan/atau jembatan beserta
bangunan pelengkapnya, rambu lalu lintas, pohon, fasilitas umum
dan fasilitas sosial.
Pasal 13
Pasal 14
48
Pasal 15
Setiap orang dan/atau keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
menderita gangguan jiwa berkewajiban merawat dan tidak
menelantarkannya.
Pasal 16
(1) Tertib tempat usaha dan usaha tertentu sebgaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf g dilakukan dengan larangan :
a. melakukan usaha dan mendirikan tempat kegiatan usaha yang
dapat mengganggu ketertiban umum.
b. menempatkan barang dengan maksud untuk melakukan usaha di
sepadan jalan, trotoar, di dalan taman dan tempat umum;
c. memproduksi, mengedarkan, menyimpan dan menjual minuman
beralkohol dan petasan;
(2) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi
tempat-tempat yang telah mendapat izin oleh pemerintah daerah.
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
49
Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan dalam Pasal 10, Pasal
11 dan Pasal 15 ini dikenakan hukuman sanksi administrasi berupa :
a. Teguran lisan;
b. Peringatan tertulis;
c. Penertiban;
d. Penghentian sementara dari kegiatan;
e. Denda administrasi; dan/atau
f. Pencabutan izin, pembekuan izin, dan/atau penyegelan.
Pasal 20
Pasal 21
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan berkenaan tindak pidana dibidang
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian .
c. melakukan pemanggilan terhadap perseorangan atau badan usaha
untuk
di dengar dan diperiksa sebagai saksi dalam tindakan pidana dibidang
ketertiban umum dan ketentraman massayarakat;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti dan/atau
surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. meminta keterangan atau bahan bukti dari perseorangan atau badan
usaha terkait tindak pidana dibidang ketertiban umum dan
ketentraman
masyarakat;
g. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan
pemeriksaan perkara;
h. membuat dan menandatangan berita acara dan
50
masyarakat.
(2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Polri.
Pasal 22
51
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Pertama, permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat dasar kewenangan pembentukan diatur dalam
Undang UU NO 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan
Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2010 Tentang
Penggunaan Senjata Api Bagi Satpol PP, Peraturan Menteri Dalam Negeri No
40 Tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi
Pamong Praja, Peraturan Menteri Negeri No 54 Tahun 2011 tentang Standar
Operasional Polisi Pamong Praja dan Peraturan Daerah Provinsi Bali No 2
Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Bali.Peraturan
Gubernur Provinsi Bali No 12 Tahun 2006 tentang Penataan Kembali
Kawasan civic centre Niti Mandala serta peraturan perundang-undangan
yang lain yang terkait dengan pendelegasian kewenangan mengatur pada
peraturan perundang-undangan. Permasalahan tersebut diatasi dengan
pembuatan Peraturan Daerah dalam rangka Penyelenggaraan Ketertiban
Umum dan Ketentraman Masyarakat. Penjabaran dalam materi muatan
yaitu tentang :
11. Bab I Ketentuan umum
12. Bab II Tugas dan Wewenang
13. Bab III Pelaksanaan Ketertiban Umum Dan Ketentraman
Masyarakat
14. Bab IV Larangan
15. Bab V Pembinaan, Pengendalian Dan Pengawasan
16. Bab VI Sanksi Administratif
17. Bab VII Pendanaan
18. Bab VIII Ketentuan Penyidikan
19. Bab IX Ketentuan Pidana
20. Bab X Ketentuan Penutup
52
Kedua, penyusunan Peraturan Daerah diperlukan sebagai dasar
penyelesaian masalah tersebut di atas sehingga Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat memiliki landasan dan
kepastian dalam kaiatannya dengan perlindungan dan pemberdayaan.
Ketiga, pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat adalah:
a. Landasan Filosofis bahwa guna mewujudkan Provinsi Bali yang
tertib, tentram dan prilaku disiplin bagi
setiap masyarakat, maka perlu adanya
upaya dalam meningkatkan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat
b. Landasan Sosiologis bahwa keberadaan masyarakat bali
yang heterogen dengan prilaku yang
berbeda menuntut dilakukan
perbaikan dalam segala bidang untuk
menunjang ketentraman dan ketertiban
umum;
(landasan sosiologis)
c. Landasan Yuridis bahwa untuk mendukung keberhasilan
pembangunan dan meningkatkan
ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat, diperlukan suatu
pengaturan sebagai arahan yang jelas
dalam penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat
53
3. Jangkauan pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan dibentuk
ini adalah memberikan pedoman berkaitan dengan
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
4. Ruang lingkup materi muatan Peraturan Daerah yang akan
dibentuk adalah:
1. Bab I Ketentuan umum
2. Bab II Tugas dan Wewenang
3. Bab III Pelaksanaan Ketertiban Umum Dan Ketentraman
Masyarakat
4. Bab IV Larangan
5. Bab V Pembinaan, Pengendalian Dan Pengawasan
6. Bab VI Sanksi Administratif
7. Bab VII Pendanaan
8. Bab VIII Ketentuan Penyidikan
9. Bab IX Ketentuan Pidana
10. Bab X Ketentuan Penutup
54
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi
Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5094);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang
Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Ppraja
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 705);
6. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun
1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Dati I Bali;
B. Saran
1. Menyiapkan segera Peraturan Gubernur sebagai bentuk
pendelegasian kewenangan mengatur
2. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga masyarakat
dapat memberikan masukan dalam penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Penyelenggaraan Ketertiban
Umum dan Ketentraman Masyarakat , sesuai dengan asas
keterbukaan dan ketentuan tentang partisipasi masyarakat dalam
Pasal 96 UU P3 2011 dan Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah
2004. Dalam Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah 2004. Pasal
partisipasi masyarakat dalam bentuk :
a. konsultasi publik;
b. musyawarah;
c. kemitraan;
d. penyampaian aspirasi;
e. pengawasan; dan/atau
f. keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan erundang-
undangan
55
DAFTAR PUSTAKA
Alf Ross, 1969, On Law And Justice, University Of Californis Press, Barkely
& Los Angeles.
A.Hamid.S.Attamimi , A.Hamid.S.Attamimi, 1990, Peranan Keputusan
Presiden RI Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi
Doktor UI, Jakarta
C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir
Abad ke 2 , Alumni, Bandung Jan Gijsels,2005, Mark Van Hocke (
terjemahan B. Arief Sidharta ) Apakah Teori Hukum Itu ? ,
Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan Bandung.
Erna Widodo , 2000, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, Avy-rouz.
Gede Marhaendra Wija Atmaja, Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan
Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan
Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar), Tesis Magister, (Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1995).
Gede Pantje Astawa & Suprin Naa, 2008, Dinamika Hukum Dan Ilmu
Perundang-undangan di Indonesia, Penerbit Alumni Bandung
Gustav Radbruch,1950, Legal Philosophy, dalam Kurt Wilk, ed., The Legal
Philosophies Of Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge: Havard
University Press.
I Dewa Gede Atmadja, 1996, Penafsiran Kostitusi Dalam Rangka Sosialisasi
Hukum, Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni Dan konsekuen
Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Hukum Tata
Negara Pada FH.UNUD,
J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta dari
judul asli: Rechts Reflecties, (Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996).
Peter Mahmud Marzuki; 2005, Penelitian Hukum, Jakarta Interpratama
Offset,
Philipus M Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik ( Normatif )
dalam Yuridika Nomor 6 Tahun IX, Nopember-Desember.
Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghia Indonesia
Jakarta,
Rosjidi Rangga Widjaja, 1999, Ilmu Perundang-Undangan,Mandar Maju
Bandung .
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya
Bakti,)
Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum
Konstelasi Dan Refleksi,Yayasan Obor
Sudargo Gaotama, 1985, Hukum Perdata Internasional, Alumni Bandung.
57
Peraturan Menteri Negeri No 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional
Polisi Pamong Praja ( Berita Negara Republik Indoensia Tahun 2011
No 705)
Peraturan Daerah Provinsi Bali No 2 Tahun 2008 Tentang Urusan
Pemerintahan Daerah Provinsi Bali Lembaran Daerah Tahun 2008
Nomor 2
Peraturan Gubernur Provinsi Bali No 12 Tahun 2006 tentang Penataan
Kembali Kawasan civic centre Niti Mandala Denpasar, Berita Daerah
Provinsi Bali Tahun 2006 Nomor 12.
Keputusan gubernur Bali Nomor 2383/05-A/HK/2013 tentang
Pembentukan Dan Susunan Keanggotaan Tim Penegakan Peraturan
Daerah dan Pemberdayaan Penyidik Pegawai negeri Sipil ( PPNS)
58
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH :
REVISI III FH
GUBERNUR BALI
TENTANG
GUBERNUR BALI,
59
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
dan
GUBERNUR BALI,
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
60
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
19. Daerah adalah Provinsi Bali.
20. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
21. Gubernur adalah Gubernur Bali.
22. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota.
23. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja adalah Kepala Satuan Polisi Pamong Praja
Provinsi Bali.
24. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan
dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.
25. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai negeri yang ditunjuk dan diberi tugas
tertentu di bidang perijinan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.
26. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat
yang memiliki kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan dan
penyelidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.
27. Badan adalah sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi massa, Organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
28. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-
minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang lain.
29. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau di
dalam tanah dan atau air, yang berfungsi tidak sebagai tempat melakukan
kegiatan.
30. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
61
31. Tempat umum adalah fasilitas umum yang menjadi milik, dikuasai dan/atau
dikelola oleh pemerintah daerah.
32. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
33. Jalur Hijau adalah salah satu jenis Ruang Terbuka Hijau fungsi tertentu.
34. Taman Kota adalah ruang terbuka segala kelengkapannya yang dipergunakkan
dan dikelola untuk keindahan yang antara lain berfungsi sebagai paru-paru
kota.
35. Ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran
jalan, penambahan jalur lalu lintas di massa datang serta kebutuhan ruangan
untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi
tertentu.
36. Civic centre adalah pusat kegiatan atau pusat perkantoran yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah.
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 2
c. menegakkan Perda;dan
d. menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman masyarakat dan
perlindungan masyarakat.
Pasal 3
62
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan
j. membantu dan mengkoordinir dalam melakukan tindakan administratif
terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
BAB III
PELAKSANAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT
Bagian kesatu
Kerjasama Dan Koordinasi
Pasal 4
Pasal 5
Bagian kedua
Penegakan Perda dan/atau Perkada
Pasal 6
63
Kabupaten/Kota, apabila belum ada pengaturannya.
(8) Ketentuan Tata cara penindakan Preventif non yustisial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dan penindakan yustisial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan sesuai dengan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian ketiga
Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
BAB IV
LARANGAN
Pasal 10
64
d. Memasang sepanduk, atribut, reklame, selebaran di area civic centre
dan taman kota tanpa seijin pemerintah daerah;
e. Berjualan di area civic centre dan taman kota tanpa seijin pemerintah
daerah;
f. Membeli barang dagangan yang dijual oleh pedagang di area civic
centre dan taman kota.
Pasal 11
Penyelenggaraan tertib angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) huruf b dilarang:
d. Mengangkut bahan dan barang tanpa alat pengaman;
e. Mengangkut bahan berdebu dan berbau busuk tanpa alat pengaman;
dan
f. Mengangkut hewan dan unggas tanpa alat pengaman.
Pasal 12
Pasal 13
65
pemukiman, rumah sakit, sekolah, kantor dan tempat ibadah.
e. menyediakan tempat dan menyelenggarakan segala bentuk undian dengan
memberikan hadiah dalam bentuk apapun kecuali mendapat izin dari
Pemerintah Daerah.
f. Permintaan bantuan atau sumbangan untuk kepentingan sosial dan
kemanusiaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
setelah mendapat izin dari Pemerintah Daerah.
Pasal 14
Pasal 15
Setiap orang dan/atau keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
menderita gangguan jiwa berkewajiban merawat dan tidak menelantarkannya.
Pasal 16
(2) Tertib tempat usaha dan usaha tertentu sebgaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) huruf g dilakukan dengan larangan :
d. melakukan usaha dan mendirikan tempat kegiatan usaha yang dapat
mengganggu ketertiban umum.
e. menempatkan barang dengan maksud untuk melakukan usaha di
sepadan jalan, trotoar, di dalan taman dan tempat umum;
f. memproduksi, mengedarkan, menyimpan dan menjual minuman beralkohol
dan petasan;
(2) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi
tempat-tempat yang telah mendapat izin oleh pemerintah daerah.
Pasal 17
66
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
d. Setiap orang atau badan yang melaporkan sebagaimana dimaksud pada huruf a
berhak mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 18
BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 19
Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan dalam Pasal 10, Pasal 11
dan Pasal 15 ini dikenakan hukuman sanksi administrasi berupa :
a. Teguran lisan;
b. Peringatan tertulis;
c. Penertiban;
d. Penghentian sementara dari kegiatan;
e. Denda administrasi; dan/atau
f. Pencabutan izin, pembekuan izin, dan/atau penyegelan.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal 20
BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 21
(3) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas
dan tanggungjawabnya di bidang Ketertiban dan Ketenraman Masyarakat,
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik, sesuai ketentuan peraturan
67
perundang-undangan.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan berkenaan tindak pidana dibidang
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian .
c. melakukan pemanggilan terhadap perseorangan atau badan usaha untuk
di dengar dan diperiksa sebagai saksi dalam tindakan pidana dibidang
ketertiban umum dan ketentraman massayarakat;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. meminta keterangan atau bahan bukti dari perseorangan atau badan
usaha terkait tindak pidana dibidang ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
g. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan
pemeriksaan perkara;
h. membuat dan menandatangan berita acara dan
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 22
(6) Selain ancaman pidana yang di maksud pada ayat (1) dapat dikenakan
sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Peraturan Daerah ini mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada
tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Daerah yang
68
bersangkutan.
Ditetpkan di Denpasar
Pada tanggal..
GUBERNUR BALI,
Diundangkan di Denpasar
Pada tanggal
69
PENJELASAN
ATAS
NOMOR ..
TENTANG
I. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
70
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Huruf d
71
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
dan tidak sampai proses peradilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
72
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
73
74