Anda di halaman 1dari 23

Keracunan Pestisida Akibat Pekerjaan

Avena Athalia Alim


102011031
greenochaken@yahoo.com
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
Kampus II Ukrida Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Persoalan utama higiene perusahaan dan kesehatan kerja di bidang
pertanian, perkebunan, dan kehutanan adalah lokasi dan beroperasinya perusahaan
yang biasanya berada di daerah rural (pedesaan), sehingga higiene dan kesehatan
pedesaan langsung mempengaruhi keadaan higiene dan kesehatan masyarakat
petani dan pekebun serta masyarakat kehutanan. Selain itu tenaga kerja
menghadapai risiko aneka penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Tenaga kerja terutama di bidang pertanian juga menghadapi
berbagai penyakit akibat dari pekerjaannya, antara lain keracunan oleh zat kimia
pembasmi hama atau racun kimia lain yang digunakan.1

Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja


Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada individu
perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dan menginterpretasikannya secara tepat yang terdiri dari tujuh
langkah pendekatan klinis.
1.

Diagnosis klinis
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan

memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan


untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru

dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan


pekerjaan atau tidak.2
a)

Anamnesis
Menanyakan data-data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan.

Kemudian menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat


penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga. Riwayat penyakit sekarang
biasanya merupakan cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan
kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Sedangkan riwayat penyakit dahulu meliputi pertanyaan yang menanyakan
apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang
memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.
Riwayat penyakit keluarga ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki
penyakit keturunan yang mungkin diturunkan dari orang tua atau keluarga.3
Pada pasien yang diduga mengalami penyakit akibat kerja, maka riwayat
pekerjaan harus ditanyakan lebih lengkap. Menggali lebih dalam sudah berapa
lama pekerjaannya yang sekarang, pekerjaan terakhir sebelum pekerjaan sekarang
apa (mungkin saja pasien sudah pensiun atau sudah berganti pekerjaan), jenis
pekerjaan dan berbagai alat serta bahan yang berhubungan dengan pekerjaan
tersebut, jumlah jam kerja atau jam giliran kerja, kemungkinan bahaya yang
dialami, hubungan gejala dan waktu kerja, apakah ada pekerja lain yang
mengalami hal sama.4
b)

Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik yang dilakukan adalah tanda-tanda vital meliputi suhu,

pernapasan, nadi, dan tekanan darah. Suhu normal pada orang dewasa berkisar 36
derajat. Naik atau turunnya suhu dipengaruhi oleh berbegai hal seperti umur,
aktivitas tubuh, jenis kelamin, dan sebagainya. Pengukuran dapat dilakukan di
beberapa tempat yaitu di mulut, anus, ketiak, dan telinga. Pernapasan normal pada
dewasa adalah 16-20 x/menit. Menghitung pernapasan lebih baik dilakukan tanpa

diketahui oleh orang yang diperiksa agar tidak membiaskan hasil. Nilai denyut
nadi merupakan salah satu indikator untuk menilai sistem kardiovaskular. Nilai
normal pada orang dewasa adalah 70-80 x/menit. Tekanan darah menunjukkan
nilai sistole dan diastole. Nilai normal pada orang dewasa adalah sekitar 120/80
mmHg.5
c)

Pemeriksaan penunjang
Bahan pemeriksaan penunjang diambil dari darah, feses, urin, atau dalam

organ tubuh untuk dilihat jenis racun yang terdapat pada sumber-sumber tersebut
untuk memastikan bahwa telah terjadi keracunan, apalagi jika kadarnya dalam
tubuh melebihi NAB.1
d)

Pemeriksaan tempat kerja


Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat

individu bekerja. Dilihat penerangannya, kelembaban tanah dan udara,


penempatan alat dan bahan yang digunakan, terdapat atau tidaknya fasilitas untuk
mencuci/membersihkan tubuh jika terkena bahan kimia, dan lain-lain.6
2.

Pajanan yang dialami


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja

adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.


Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara
cermat dan teliti, yang mencakup: a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang
telah dilakukan oleh penderita secara kronologis, b) Lamanya melakukan masingmasing pekerjaan, c) Bahan yang diproduksi, d) Materi (bahan baku) yang
digunakan, e) Jumlah pajanannya, f) Pemakaian alat perlindungan diri (misal:
masker), g) Pola waktu terjadinya gejala, h) Informasi mengenai tenaga kerja lain
(apakah ada yang mengalami gejala serupa), i) Informasi tertulis yang ada
mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).2
3.

Hubungan pajanan dengan penyakit

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung


pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika
dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal
tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika
dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara
khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang di derita
(konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).2
4.

Pajanan yang dialami cukup besar


Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat

mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi
pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja
menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan
kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
Hal ini dapat diperkuat juga dengan mengetahui patofisiologis penyakit serta
pemakaian alat pelindung diri.2
5.

Peranan faktor individu


Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat

mempengaruhi penyakit. Dalam hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita
seperti riwayat alergi, perlu diketahui riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan terkait tempat
kerja penderita, kebiasaan berolahraga.2
6.

Faktor lain di luar pekerjaan


Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman

beralkohol, jarang makan makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di
rumah, hobi individu, apakah individu memiliki pekerjaan sampingan selain
pekerjaan utama.2

7.

Diagnosis Okupasi
Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan

berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab
langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu
kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab
suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan
tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan
pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau
timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari
uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit
Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai
informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan
lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis.2

Toksikologi dalam Kaitan Pekerjaan dan Lingkungan Kerja


Dalam kaitan pekerjaan dan lingkungan kerja, unsur-unsur dari spesialisasi
toksikologi banyak digunakan dan memberikan manfaat besar bagi upaya
perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta pengamanan dan
pemeliharaan kelestarian lingkungan kerja. Dengan pengetahuan tentang
toksikologi klinik, dokter membuat diagnosis keracunan oleh zat beracun yang
digunakan dalam pekerjaan atau zat tersebut terdapat dalam lingkungan kerja.1,7
Toksikologi industri adalah ilmu tentang racun yang dipakai, diolah,
diproses, dan dihasilkan dalam industri. Tujuan dari berkembangnya toksikologi
industri adalah perlindungan konsumen dan masyarakat pada umumnya dari
penggunaan zat beracun.1

Toksikologi hiperkes (okupasi) adalah ilmu tentang racun yang


dimaksudkan untuk memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan kepada
tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja dari pengaruh zat kimia yang
dipergunakan, diolah, atau diproduksi dalam pekerjaan di tempat kerja.1
Untuk pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja sangat diperlukan
pengetahuan tentang toksikologi khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan dan
lingkungan kerja. Pada umumnya informasi yang diperlukan mencakup aspek
toksikologis dari suatu zat kimia yaitu terdapatnya zat tersebut di alam,
penggunaan dan kemanfaatannya, sifat lisis dan kimiawi zat kimia yang
dimaksud, masuknya zat tersebut ke dalam tubuh, metabolismenya dan efek
toksisnya, pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya efek toksis, cara
menegakkan diagnosis keracunannya, pengobatan dan penatalaksanaan kasus
keracunan, serta aspek mediko-legalnya dan juga jaminan sosialnya.1,7

Bentuk Fisik Zat Kimia


a)

Gas, yaitu bentuk wujud zat kimia yang tidak mempunyai bangun sendiri,
melainkan mengisi ruang tertutup pada keadaan suhu dan tekanan normal.
Tingkat wujudnya bias dirubah menjadi cair atau padat hanya dengan
kombinasi meninggikan tekanan dna menurunkan suhu. Sifat gas pada
umumnya adalah tidak terlihat dan tidak berbau pad akonsentrasi rendah
serta berdifusi mengisi seluruh ruangan. Contoh : karbon moniksida (CO),
hidrogen sianida (HSN).1,8

b)

Uap, yaitu bentuk gas dari zat kimia yang dalam keadaan biasa berbentuk
zat padat atau zat cair dan yang dapat dikembalikan kepada tingkat wujud
semula, baik hanya dengan meninggikan tekanan, maupun hanya dengan
menurunkan suhu saja. Sifat uap umumnya tak kelihatan dan berdifusi
mrngisi seluruh ruang. Contoh : merkuri dan kloroform.1,8

c)

Debu, yaitu partikel zat kimia padat yang disebabkan oleh kekuatan alami
atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelemburan, pengepakan
yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik organis maupun
anorganis. Contoh : debus kapas, debu batu, debu asbes.1

d)

Kabut, yaitu titik-titik cairan kimia halus dalam udara yang terjadi dari
kondensasi bentuk uap atau dari pemecahan zat cair menjadi tingkat butirbutir cairan sangat halus dan biasanya tidak bertahan lama tersebar di
udara.8

e)

Fume, yaitu partikel-partikel zat kimia padat yang terjadi oleh karena
kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah proses pemanasan benda
padat. Fume biasanya dihasilkan oleh kondensasi uap yang berasal dari
logam yang dicairkan akibat proses pemanasan. Contoh : pada proses
pengelasan dihasilkan oleh logam metal oksida, cadmium, dan arsen.8

f)

Awan, yaitu partikel-partikel zat kimia cair sebagai hasil kondensasi dari
fase gas.1

g)

Asap, biasanya dianggap partikel-pertikel zat karbon yang ukurannya


kurang dari 0,5 mikron, sebagai akibat dari pembakaran tidak sempurna
bahan-bahan yang mengandung karbon. Contoh : hasil pembakaran kayu,
batu bara, minyak tanah, fosfor pentoksida.8

Cara Masuk Zat Kimia ke dalam Tubuh


Bahan kimia yang berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh melalui
beberapa cara berikut.
Inhalasi. Di sektor industri, pajanan bahan kima berbahaya paling sering
terjadi melalui sistem pernapasan. Sistem pernapasan merupakan jalan masuk
yang paling efisien bagi absorpsi zat kimia yang berbahaya. Umumnya zat kimia
yang diinhalasi akan mengiritasi membran mukosa di saluran pernapasan. Hal ini
7

merupakan tanda bahaya bagi yang menghisapnya, tetapi zat kimia tertentu tidak
menimbulkan reaksi apapun sehingga tanpa disadari zat kimia ini akan terinhalasi
jauh sampai ke alveoli atau bahkan memasuki aliran darah.8
Per oral. Pajanan zat kimia melalui saluran pencernaan (per oral) hanya
terjadi jika pekerja makan/minum/menghisap rokok di tempat kerja yang
terkontaminasi dengan uap/debu yang melayang di ruangan kerjanya. Pajanan per
oral mungkin juga terjadi bila sebagian pertikel zat kimia yang dihisap tertelan
dan memasuki saluran pencernaan.8
Kulit. Ketebalan kulit dan keringat yang membasahi tubuh merupakan
daya pertahanan yang efektif untuk melawan pajanan zat kimia yang berbahaya.
Namun, zat kimia yang larut dalam lemak (larutan organik dan fenol) dapat
diabsorpsi melalui kulit. Pada kulit yang cedera (terpotong/luka lecet), absorpsi
zat kimia ke dalam tubuh menjadi lebih mudah.8
Mata. Kontaminasi lokal beberapa jenis zat kimia pada mata dapat
mengakibatkan gejala sistemik, tetapi umumnya hanya berpengaruh pada bagianbagian tertentu dari bola mata. Namun, sebagian besar pajanan zat kimia pada
mata akan mengakibatkan kerusakan kornea, misalnya asam kuat, basa kuat, dan
kalsium oksida.8
Per injeksi. Pajanan zat kimia melalui injeksi di tempat kerja sangat jarang
terjadi. Di sektor industri, pajanan per injeksi dapat terjadi dengan sengaja/tanpa
sengaja akibat injeksi tekanan rendah seperti vaksin manusia, ataupun akibat
injeksi tekanan tinggi oleh pistol minyak pelumas.8

Indeks Pemaparan Biologis Nilai Ambang Batas (NAB)


Pemantauan konsentrasi zat kimia yang beracun di tempat kerja
merupakan komponen yang sangat penting dalam manajemen bahaya kerja. Untuk
menjamin lingkungan kerja yang aman, maka konsentrasi zat kimia beracun di
lingkungan kerja harus ditekan serendah mungkin. Oleh sebab itu, dibutuhkan
8

suatu Nilai Ambang Batas (NAB) yang dapat dipakai sebagai standar bagi
masing-masing zat kimia tersebut, untuk menyatakan bahwa bila konsentrasi
suatu zat kimia beracun di lingkungan kerja masih di bawah standar tersebut,
maka pajanan zat kimia tersebut di lingkungan kerja masih dapat ditoleransi.
Dalam hal ini berarti masih dapat diterima (acceptable), bukan berarti mutlak
aman (absolute safety).8
Dikenal tiga kategori NAB untuk pajanan zat kimia di lingkungan kerja8 :
1. NAB rata-rata jam kerja, yaitu kadar zat kimia rata-rata di lingkungan
kerja selama 8 jam sehari atau 40 jam per minggu saat pekerja dapat
terpajan berulang-ulang tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan
maupun penyakit akibat kerja.
2. NAB pajanan singkat, yaitu kadar maksimal zat kimia di lingkungan kerja
bagi pekerja yang terpajan terus-menerus dalam waktu singkat tanpa
mengakibatkan gangguan kesehatan maupun penyakit akibat kerja.
3. NAB tertinggi, yaitu kadar maksimal zat kimia di udara lingkungan kerja
setiap saat yang tidak boleh terlampaui selama melakukan pekerjaan.

Racun hama (Pestisida) dalam Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan


Racun hama atau pestisida adalah bahan kimia yang dipergunakan untuk
membasmi hama, seperti serangga, tikus, jamur, dan tumbuhan. Racun serangga
disebut insektisida, yang terdiri atas tiga golongan ialah golongan halogen
hidrokarbon, golongan esterfosfat, dan golongan racun serangga lainnya. Racun
tikus disebut rodentisida, yakni bahan kimia yang dapat membunuh tikus.
Fungisida adalah nama lain untuk racun jamus. Racun tanaman atau disebut pula
herbisida antara lain dipergunakan untuk membasmi alang-alang. Pestisida sangat
penting dalam pertanian, perkebunan, dan kehutanan untuk mencegah atau
memberantas pengaruh buruk dari hama, sehingga dapat diperoleh hasil pertanian,

perkebunan dan kehutanan yang sebaik-baiknya, dalam hal kualitas maupun


kuantitas.1

Jenis-jenis Racun Serangga (Insektisida)


Golongan pertama dari racun serangga adalah persenyawaan halogen
hidrokarbon. Termasuk dalam golongan ini adalah, 1.) Derivat klorobenzen
(chlorobenzen), 2.) Toksafen (toxaphen), dan 3.) Derivat indan (indane).1
Derivat klorobenzen adalah DDT (diklorodifeniltrikloretan), TDE
(tetraklorodifeniletan),

DFDT

(difluorodifeniltrikloretan),

metoksiklor

(methoxychlor), dimite (diklorodifeniletanol), DMC (diklorodifenil metal


karbinol), neotran, ovotran, prolan, bulan, dan dilan. Racun serangga derivat
klorobenzen dibuat secara sintesis, stabil untuk waktu berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan, larut dalam lemak, tetapi tidak larut dalam air. Racun serangga
tersebut terdapat dalam bentuk bubuk, murni atau campuran, dalam bentuk larutan
dengan bahan kimia organis sebagai pelarutnya, seperti misalnya kerosene,
bensen (gasoline), dan derivat minyak bumi. Perlu diperhatikan, bahwa pelarut itu
sendiri bersifat racun. Dari semua racun serangga tersebut nampaknya DDT yang
paling beracun, terutama kepada binatang percobaan. Kematian yang dilaporkan
umumnya disebabkan terminum larutan DDT, rupanya larutan DDT tersebut lebih
beracun dari pada DDT atau pelarutnya sendiri. Sangat kurang laporan tentang
keracunan oleh karena TDE, DFDT, metoksiklor, dimite, DMC, neotran, ovotran,
dan bulan; dengan pengecualian dimite yang daya racunnya hamper sama dengan
DDT. DDT terutama mempengaruhi susudan saraf pusat, menyebabkan gejala
khas hiper-reakstif, tremor, kelemahan otot, dan kejang-kejang. Sebagai terapi
terhadap kejang-kejang dipergunakan preparat antikonvulsi, seperti injeksi
luminal hingga kejang-kejang hilang. Janganlah sekali-kali memberikan
stimulansia seperti epinefrin, sebab sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan
fibrilasi ventrikuler.1

10

Zat lain yang tergolong kepada insektisida klorhidrokarbon adalah


benzene heksklorida atau sering disebut lindan. Seperti halnya derivat
klorobenzen lainnya, maka lindan pun tidak larut dalam air, melainkan dalam oli,
minyak atau lemak. Racun serangga ini dipergunakan dalam bentuk bubuk yang
sibasahkan, emulsi, bubuk, dan larutan dengan bahan kimia organis sebagai
pelarutnya. Keracunan kepada manusia jarang terjadi, yang biasanya disebabkan
oleh kebetulan memakannya atau mungkin sengaja untuk bunuh diri. Lindan
bersifat menstimulasi susunan saraf pusat dan mengakibatkan yang terkena
keracunan menjadi lebih mudah terangsang, ataksia, dan kejang-kejang. Edema
paru dan kegagalan vaskuler mungkin disebabkan efeknya terhadap saraf sentral.
Efek linden, yang diperdagangkan, kepada manusia atau pekerja biasanya mulai
nanpak setelah enam jam masuk ke dalam tubuh dan lamanya gejala keracunan
kira-kira sampai empat hari. Keracunan bisa juga terjadi oleh karena absorpsi
melalui kulit. Keracunan sifatnya akut, dan belum pernah terjadi keracunan
menahun, kecualu efeknya yang bersifat lokal yang menyebabkan dermatosis.
Pengobatan hampir sama seperti untuk keracunan oleh derivat klorobenzen.1
Toksafen adalah persenyawaan kamfen (camphen) dengan klor. Keracunan
oleh racun serangga tersebut disebabkan oleh perangsangan difus kepada otak dan
sumsum tulang belakang. Gejalanya adalah kejang-kejang yang klonis, salivasi,
muntah-muntah, dan sangat pekanya reflex pendengaran oleh rangsangan
moduler. Pengobatan sama seperti untuk golongan klorhidrokarbon lainnya.1
Golongan lain dari klorhidrokarbon adalah derivat indan, seperti klordan
(chlordane), heptaklor (Heptachlor), aldrin, dieldrin, endrin, dan diendrin. Racun
serangga ini sintesis, larut dalam lemah, tetapi tidak larut dalam air. Aldrin hanya
stabil untuk waktu tiga minggu, yang lainnya stabil untuk saat yang lama dari
beberapa bulan sampai setahun. Racun serangga derivat indan digunakan dalam
bentuk bubuk yang dibasahkan, murni atau campuran, bubuk halus, larutan
dengan pelarut organis. Racun pada aldrin kira-kira empat kali lebih toksis
dibanding derivat indan lainnya, dengan 15-50 mg saja dapat menyebabkan gejala

11

keracunan yang hebat. Gejala-gejala utama keracunan adalah tremor dan kejangkejang sebagai akibat rangsangan kepada otak.1
Keracunan oleh racun serangga hidrokarbon terjadi oleh karena terminum,
atau terhirup melalui pernafasan, atau diserap melalui kulit. Khusus mengenai
penyerapan kulit, pekerja tentunya harus terlindung dari kemungkinan kontak
kulit dengan racun serangga hidrokarbon. Klor hidrokarbon tidak atau lambat
terurai, lama menetap dalam lingkungan dan terjadi penimbunan dalam lemak
makhluk

hidup.

Alasan

ini

yang

terutama

menyebabkan

penggunaan

klorhidrokarbon kemudian ditinggalkan.1


NAB untuk racun serangga tergolong kepada klorhidrokarbon adalah
sebagai berikut1 :
1. Aldrin

0,25 mg per meter kubik

2. Benzene heksaklorida

Tidak ditetapkan

3. DDT

1 mg per meter kubik

4. Dieldrin

0,25 mg per meter kubik

5. Endrin

0,1 mg per meter kubik

6. Klordan

0,5 mg per meter kubik

7. Lindan (gamma isomer

0,5 mg per meter kubik

benzene heksaklorida)
8. Metoksiklor

10 mg per meter kubik

9. Toksafen

0,5 mg per meter kubik

Golongan kedua dari racun serangga adalah golongan ester fosfat, yaitu
derivat atau persenyawaan asam fosfat dengan zat kimia organis. Termasuk
kepadanya

adalah

TEPP

(tetra-etil-pirofosfat)

(tetra-ethyl-pyrophosphate),

parathion (dietil-p-nitro-fenil-tiofosfat) (diethyl-p-nitro-phenyl-thiophosphate),


12

EPN

(o-etil-o-p-nitofenil-fenil-tiono-fosfat)

thiono-phosphonate,

OMPA

(o-ethyl-o-p-nitrophenyl-phenyl-

(oktametil-pirofosforamid)

(octamethyl-

pyrophosphoramide), sitoks (ester dietoksi-tio-fosforat) (systox, diethoxy-thiophosphoric ester), malation (malathion), dan lain-lainnya. Racun serangga
tersebut dijual dalam kadar 1%-95%. Kadar racun serangga yang tingi terutama
dimaksudkan untuk membuat bubuk yang dibasahkan. Walaupun mekanismenya
sebagai racun serangga adalah sama, tetapi berbeda dalam hal derajat racunnya.
Esterfosfat bekerja memblokade enzim kolinesterase, sehingga terkumpul
asetilkolin dalam jaringan. Jika oleh ester tersebut kolinesterase kadarnya turun
kira-kira 20% dari keadaan normal, maka gejala keracunan mulai nampak. Gejala
tersebut merupakan kaburnya penglihatan, kelemahan tubuh, mual, pusing, kejang
usus, dada sesak, dan buang-buang air. Tanda-tanda sakit mungkin pula terlihat
seperti miosis, salviasi, keluar keringat banyak, banyak keluar air mata, sianosis,
kejang-kejang dan koma. Diagnosis didasarkan atas anamnesis, bahwa kurang
dari enam jam yang lalu telah bekerja di tempat yang dicemari oleh insektisida
ester fosfat, adanya gejala klinis atas dasar rangsangan parasimpatis, dan turunnya
kadar kolinesterase dalam plasma dan sel darah merah.1
Dengan efeknya kepada enzim kolinesterase, maka ester fosfat memiliki
efek terhadap safar den

juga kepada perilaku. Keracunan dapat terjadi oleh

karena terminum atau termakan, terhirup melalui pernapasan, dan terserap melalui
kulit.1
NAB untuk racun serangga yang tergolong ester fosfat adalah sebagai
berikut1 :
1. EPN

0,1 mg per meter kubik

2. Malation

10 mg per meter kubik

3. OMPA

15 mg per meter kubik

4. Paration

0,1 mg per meter kubik

5. TEPP

0,047 mg per meter kubik


13

6. Sistoks

0,11 mg per meter kubik

Racun serangga golongan lain terdiri atas bermacam zat kimia yang
sesungguhnya tidak ada hubungan satu dengan yang lainnya, yaitu nikotin sebagai
salah satunya. Nikotin adalah alkaloid yang sangat beracun dan merangsang
susunan saraf pusat dengan diikuti efek depresi yang hebat. Bahan tersebut dapat
memasuki tubuh pekerja melalui pencernaan, pernapasan, dan kulit. NAB-nya
adalah 0,5 mg per meter kubik udara. Zat kimia tersebut tidak digunakan lagi
sebagai racun serangga.1

Jenis-jenis Racun Jamur (Fungsida)


Istilah racun jamur menunjukkan golongan zat kimia yang heterogen
seperti

formaldehida,

furfural,

fenol,

tetrametiltiuran,

disulfide,

dan

persenyawaan-persenyawaan boron, krom, tembaga, air raksa, timah putih, dan


seng. Suatu racun jamur mungkin juga berkhasiat sebagai racun tanaman atau
racun serangga. Persenyawaan-persenyawaan tiokarbamat (thiocarbamate) juga
berkhasiat sebagai racun jamur antara lain ferbam, ziram, maneb, nabam, dan
zineb. Perlu diperhatikan bahwa formaldehida merupakan zat kimia yang suspek
karsinogen bagi manusia, sedangkan PCP karsinogen bagi hewan percobaan.
Persenyawaan tiokarbamat menyebabkan iritasi pad akulit, matam dan alat
pernapasan bagian atas.1
1. Ferbam

10 mg per meter kubik

2. Formaldehid

0,37 mg per meter kubik

3. Pentaklorfenol (PCP)

0,5 mg per meter kubik

Jenis-jenis Racun Tikus (Rodentisida)

14

Sebagai racun tikus banyak dipakai zat kimia seperti natrium-fluoroasetat


(persenyawaan 1080), strikhnin (strychnine), talium sulfat (thallium sulfate),
warangan, dan warfarin. Kecarunan mungki terjadi secara kebetulan, antara lain
dnegan tidak sengaja menelannya. Sifat dan toksisitas racun tikus sangat berbeda,
misalnya persenyawaan 1080 terutama menyebabkan kejang-kejang yang diikuti
depresi saraf pusat. Keracunan strikhnin adalah khusus sebab kejang-kejang yang
hebat pad akeracunan ini tidak disertai atau hilangnya kesadaran, sedangkan
kematian disebabkan oleh asfiksia atau rusaknya bagian bagian vital terutama
susunan saraf pusat. Tallium sulfat selain menyebabkan gastroenteritis, juga
menyebabkan kerusakan hati, kelainan ginjal, enselopati, neritim dan ataksia.
Warfarin menyebabkan keracunan kronis oleh karena zat kimia tersebut
menghambat pembentukan protrombin dan menyebabkan rapuhnya kapiler darah,
sehingga terjadi perdarahan. Strikhnin dan tallium sulfat dapat menyebabkan
rangsangan pada kulit.1
1. Persenyawaan 1080

0,05 mg per meter kubik

2. Strikhnin

0,15 mg per meter kubik

3. Tallium sulfat sebagai TI

0,1 mg per meter kubik

4. Warfarin

0,1 mg per meter kubik

Jenis-jenis Racun Tanaman (Herbisida)


Racun tanaman atau herbisida adalah zat kimia yang dengan bersentuhan
dengan tanaman menyebabkan matinya tanaman yang bersangkutan. Zat kimia
yang biasa dipergunakan sebagai racun tanaman ialah ammonium sulfamat,
dalapon, fenoksi-asetat (phenoxy-acetate) dan derivatnya, derivat karbamat, dan
lain-lain. Racun-racun tanaman tersebut daya racunnya rendah, sehingga tidak
begitu menimbulkan persoalan. Lain halnya racun tanaman seperti maleik
hidrazid yang menimbulkan kerusakan kepada susunan saraf pusat, natrium klorat
yang menyebabkan methemoglobinemi dan depresi saraf pusat, pentaklorfenol
15

yang merangsang metabolism tubuh sehingga terjadi hipertermi (suhu meninggi)


dan kerusakan sel pada tempat terjadinya kontak, dan aminotriazol yang
merupakan karsinogen pada hewan percobaan. Selain itu racun tanaman yang
berbahaya tersebut mengakibatkan dermatosis yang sangat besar.1
1. Amonium sulfamat

10 mg per meter kubik

2. 2,4 D (asam 2,4-dikloro-

10 mg per meter kubik

Fenoksi-asetat)
3. Pentaklorfenol (PCP)

0,5 mg per meter kubik

4. 2,4,5 T (asam 2,4,5-trikloro- 6,7 mg per meter kubik


Fenoksi asetat)

Patofisiologi Penyakit
Pada pestisida golongan organoklorin (hidrokarbon), zat racun tersebut
bekerja dengan merangsang sistem saraf sehingga terjadi paratesia, peka terhadap
rangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor, dan kejang-kejang.
Cara kerja zat ini tidak diketahui secara tepat. Beberapa zat kimia ini bekerja pada
sistem saraf. Lindan, salah satu golongan hidrokarbon mulai nampak efeknya
setelah enam jam masuk ke dalam tubuh manusia dan lamanya gejala keracunan
kira-kira sampai empat hari.9
Pestisida golongan organofosfat dam karbamat memiliki aktivitas
antikolinesterase. Cara kerja ini ialah menghambat penyaluran impuls saraf
dengan cara mengikat kolinesterase sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin
(dimana asetilkolin tidak dapat diubah menjadi kolin dan asam asetat akibat
penghambatan kolinesterase). Asetilkolin adalah suatu neurotransmitter yang
terdapat di antara ujung-ujung saraf dan otot serta berfungsi meneruskan
rangsangan saraf. Apabila rangsangan ini berlangsung terus-menerus akan
16

menyebabkan penimbunan asetilkolin. Hambatan ini bersifat irreversible dan


dapat merusak kolinesterase. Perbaikan baru timbul setelah tubuh mensintesis
kembali kolinesterase. Penurunan aktivitas kolinesterase hingga menjadi 60%
akan menyebabkan timbulnya gejala yang tidak spesifik seperti pusing, mual,
lemah, sakit dada, pandangan kabur, tidak sadar, buang air kecil dan besar tidak
terkontrol, kejang otot, dan lain-lain. Gejala akan timbul bila enam jam yang lalu
bekerja di tempat yang menggunakan pestisida organofosfat.9

Implikasi Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada


Kasus
1.

Diagnosis klinis
Melakukan anamnesis terkait kasus terutama bagian riwayat tempat kerja.

Dari hasil anamnesis, diketahui komunitas tersebut adalah sekelompok petani


yang sedang menggunakan pestisida jenis baru di perkebunan. Beberapa jenis
pestisida diketahui berbahaya bagi susunan saraf.
Melakukan pemeriksaan fisik terkait kasus. Hasil tanda-tanda vital adalah
ferueksi nadi 120 x/menit, tekanan darah 80 mmHg per palpasi, laju pernapasan
28 x/menit, akral teraba dingin.
Bahan pemeriksaan penunjang diambil dari darah, feses, urin, atau dalam
organ tubuh untuk dilihat jenis racun yang terdapat pada sumber-sumber tersebut
untuk memastikan bahwa telah terjadi keracunan, apalagi jika kadarnya dalam
tubuh melebihi NAB. Khusus untuk keracunan organofosfat, dapat dilakukan
pemeriksaan kadar kolinesterase dengan memeriksa sel darah merah dan plasma.
Jika aktivitas kolin esterase 76-100 tidak ada tanda-tanda keracunan. 51-75
kemungkinan ada racun. 36-50 menunjukkan ada keracunan yang gawat. 0-25
menunjukkan keracunan sangat gawat.1
Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat
individu bekerja. Dilihat penerangannya, kelembaban tanah dan udara,
17

penempatan alat dan bahan yang digunakan, terdapat atau tidaknya fasilitas untuk
mencuci/membersihkan tubuh jika terkena bahan kimia, dan lain-lain.6
2.

Pajanan yang dialami


Berdasarkan anamnesis diduga pajanan pasien adalah zat kimia berbahaya

yaitu pestisida karena pekerjaan komunitas tersebut adalah petani. Dibutuhkan


anamnesis lengkap terkait pekerjaan penderita agar dapat mengetahui secara pasti
pajanan yang menyebabkan penyakit. Dapat dilakukan anamnesis mengenai jenis
pestisida yang digunakan oleh para petani tersebut sebab pajanan berupa pestisida
terdapat dua golongan yaitu hidrokarbon yang menyerang susunan saraf pusat dan
organofosfat yang memblokade enzim kolinesterase. Seberapa lama para petani
tersebut terpapar pestisida dan informasi lebih lanjut mengenai pestisida yang
digunakan.
3.

Hubungan pajanan dengan penyakit


Perlu ditanyakan apakah gejala yang dialami terjadi setelah individu

menjalani pekerjaannya sebagai petani, apakah gejala semakin terasa nyata setalah
melakukan kontak dengan zat kimia pestisida, apakah gejala tersebut semakin
berat setelah terpapar zat kimia pestisida dalam jangka waktu lama. Hal-hal
tersebut perlu ditanyakan untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan
pajanan dengan penyakit.
4.

Pajanan yang dialami cukup besar


Efek yang timbul pada seseorang tergantung pada jumlah pajanan yang ia

terima. Semakin besar dan sering pajanan yang ia terima, maka semakin hebat
gejala yang ia alami. Selain jumlah pajanan, perlu diperhatikan patofisiologi
pestisida terhadap kesehatan manusia sesuai literatur untuk membantu
menegakkan diagnosis. Pemakaian alat pelindung diri pun ikut berperan dalam
menentukan besarnya efek yang timbul pada seseorang. Karena itu pemakaian alat
pelindung diri merupakan salah satu cara untuk pencegahan.
5.

Peranan faktor individu


18

Perlu diketahui status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu
diketahui riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita
lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami, kebersihan personal,
kepatuhan dalam menaati peraturan terkait tempat kerja penderita, kebiasaan
berolahraga.
6.

Faktor lain di luar pekerjaan


Meliputi informasi mengenai hal-hal yang dilakukan oleh individu diluar

pekerjaan yang memungkinkan memperberat penyakit. Diantaranya adalah


kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang
makan makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah, hobi individu,
apakah individu memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama.
7.

Diagnosis Okupasi
Berdasarkan keenam langkah-langkah yang telah dilakukan, maka

penderita mengalami penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh keracunan


pestisida.

Penatalaksanaan
Pengobatan terhdap kasus keracunan pestisida terutama berdasarkan cara
masuk racun ke dalam tubuh.
Pada kasus pemaparan pada kulit/inhalasi. Jika pasien stabil, dilakukan
dekontaminasi untuk menyingkirkan zat racun dari kulit diikuti dengan
dekontaminasi pada kulit, baju, rambut, dan mata dengan membasuh cairan kimia
pada daerah tersebut dengan larutan steril NaCl 0,9% untuk mata. Lepaskan
pakaian yang terkena zat racun, kemudian bersihkan bagian tubuh yang terkena
dangan air dan sabun. Barang-barang yang diduga terkontaminasi disingkirkan
pada tempat yang memiliki tutup dan diberikan label. Sabun yang mengandung
klorheksidin dan alkohol membantu untuk menghilangkan bahan-bahan yang
bersifat lipofilik. Berikan napas bantuan jika berhenti napas. Pastikan mulut bersih

19

dari air liur, lender, atau makanan yang menyumbat pernapasan.


Pada kasus racun yang tertelan, penanganannya adalah dengan
mengeluarkan racun sebanyak mungkin dengan jalan memuntahkan. Rangsangan
muntah di kontraindikasikan pada zat racun yang bersifat korosif. Dapat pula
dilakukan bilas lambung terutama pada kasus keracunan organofosfat.
Pada jenis pestisida hidrokarbon tidak ada antidote langsung untuk
mengatasi keracunan. Obat yang diberikan hanya mengurangi gejala seperti anti
konvulsi. Sedangkan pada jenis pestisida organofosfat terdapat antidote dengan
atropine atau pralidoksim. Atropine diberikan sebanyak 12 mg dalam 2 jam
pertama cukup aman, tetapi atropine yang terputus akan segera disusul dengan
kegagalan pernapasan. Sedangkan pemberian pradiloksim dilakukan untuk
menstimulus asetilkolinesterase dan bekerja sinergis dengan atropine. Pemberian
terlalu cepat dapat membuat takikardi, spasme laring, rigid otot, blockade
neuromuscular sementara. Dosis pemberian pradiloksim adalah 1 gram dalam
larutan akuades intra vena, diberikan perlahan-lahan, dan dapat diulang 30 menit
bila pernapasan tidak membaik. Takaran dapat diberikan 2 kali per 24 jam.9
Pencegahan
Upaya pencegahan keracunan oleh pestisida yang mungkin terjadi pada
pekerja pertanian, perkebunan, dan kehutanan meliputi hal-hal berikut :
a)

Penyimpanan pestisida1 :

1.

Pestisida harus disimpan dalam wadah yang diberi tanda, sebaiknya


tertutup dan dalam lemari terkunci.

2.

Campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh disimpan


dekat makanan.

3.

Tempat bekas menyimpan pestisida yang tidak dipakai lagi harus dibakar,
agar sisa racun musmah sama sekali.

4.

Penyimpanan di dalam wadah untuk makanan atau minuman seperti di


dalam botol sangat besar bahayanya.

b)

Pemakaian alat pelindung1,10 :


20

1.

Masker harus dipakai dan ventilasi keluar setempat harus dihidupkan


selama melakukan pencampuran kering bahan pestisida.

2.

Pakaian kerja dan alat pelindung diri kaca mata dan sarung tangan yang
terbuat dari neoprene harus dipakai, jika pekerjaan dimaksudkan untuk
mencampur pestisida dengan minyak atau pelarus organis. Pakaian
pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum makan.

3.

Respirator, kaca mata, baju pelindung, dan sarung tangan harus dipakai
selama menyiapkan dan menggunakan semprotan kabut atau aerosol, jika
kulit mungkin kontak dengan racun hama dan paru mungkin menghirup
bahan tersebut. Alat-alat pelindung harus terbuat dari karet, apabila yang
dikerjakan klorhidrokarbon dan dari neoprene atau bahan yang tahan
minyak, apabila digunakan pelarut organis.

c)

Upaya pencegahan lainnya1 :

1.

Menyemprot harus ke arah bertiupnya angin yang tidak memungkinkan


angin membawa pestisida kea rah penyemprot.

2.

Harus dihindarkan waktu kerja lebih dari lima jam sehari bekerja di tempat
tertutup dengan memakai penguap termis, juga alat tersebut tidak boleh
digunakan di tempat kediaman penduduk atau di tempat pengolahan bahan
makanan.

3.

Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tidak


tembus pestisida, dan alat perlindungan keselamatan tersebut dicuci
dengan baik secara berkala. Bila pestisida yang dipakai golongan
klorhidrokarbon, maka sekali-kali herus dibilas dengan kerosene.
Sedangkan untuk organofosfor perlu dicuci dengan sabun.

4.

Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat yang mungkin
terkena pestisida tidak diperkenankan bekerja dengan pestisida, karena
keadaan itu mempermudah masuknya pestisida ke dalam tubuh.

5.

Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit atau mandi dan mencuci
pakaian harus tersedia cukup. Mandi setelah menyemprot merupakan
keharusan.
21

Penutup
Penyakit akibat kerja dapat terjadi disebabkan oleh berbagai macam
faktor, salah satunya adalah toksik akibat zat racun seperti pestisida. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja maka perlu dilakukan tujuh langkah
mendiagnosis PAK. Perlu diperhatikan dan dilakukan anamnesis lebih dalam
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan individu agar dapat
menunjang diagnosis. Selanjutnya dilakukan penatalaksanaan dan pencegahan
terkait penyakit serta pajanan.
Sesuai penerapan tujuh langkah ke dalam kasus, maka penderita menderita
penyakit akibat kerja yang disebabkan keracunan zat kimia toksik pestisida.
Daftar Pustaka
1. Sumamur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Edisi
1. Jakarta: Sagung Seto; 2009.h.181-270,455-69.
2. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi 4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007.h.615-19.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Surabaya:
Erlangga; 2007.h.7-23.
4. Jayaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Edisi 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.8-10.
5. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik evaluasi
diagnosis dan fungsi di bangsal. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.h.46-9.
6. Harrington JM, Gill FS. Buku saku kesehatan kerja. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.41-7.
7. Ridley J. Kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto;
2008.h.152-7.
8. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.h.58-67.

22

9. Raini M. Toksikologi pestisida dan penanganan akibat keracunan


pestisida. Media Litbang Kesehatan 2007 Maret; 17(3): 10-8.
10. Chandra B. Ilmu Kedokteran pencegahan dan komunitas. Edisi 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.213-4.

23

Anda mungkin juga menyukai