Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA RADIASI
PENGUKURAN DOSIS RADIASI MESIN BERKAS ELEKTRON
PSTA-BATAN DAN IRADIATOR GAMMA PAIR-BATAN
DENGAN DOSIMETER CERI-CERO

Disusun Oleh:
Anas Fahmi Imron
Nimas Agustina P.
Riko Iman Decamarta
Asisten Praktikum : Maria Christina P., S. ST. M.Eng

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2014

PENGUKURAN DOSIS RADIASI MESIN BERKAS ELEKTRON


PSTA-BATAN DAN IRADIATOR GAMMA PAIR-BATAN
DENGAN DOSIMETER CERI-CERO
I.

TUJUAN
Menentukan laju dosis MBE PSTA-BATAN dan iradiator gamma PAIRBATAN dengan dosimetri ceri-cero.

II.

DASAR TEORI
Pada prinsipnya dosimeter ceri-cero adalah suatu bahan atau zat yang dapat
memberi tanggapan yang dapat diukur jika bahan atau zat tersebut dikenai
radiasi nuklir. Dosimeter ceri-cero dapat digunakan sebagai dosimeter standar
untuk mengukur radiasi pengion dosis tinggi seperti simar gamma dengan dosis
10-1000kGy. Dosimeter standar adalah dosimeter. Yang dimaksud dosimeter
standar adalah dosimetri yang digunakan sebagai acuan ICRU (International
Commission on Radiation Units and measurements) karena mempunyai
kestabilan tinggi dan ketelitian yang baik ( 1%). Apabila larutan ceri-cero ini
diiradiasi dengan dosis tinggi, maka yang terjadi adalah reduksi ion Ce(IV)
menjadi Ce(III). Semakin besar dosis radiasi semakin banyak pula ion Ce(III)
terbentuk.

Perubahan

densitas

optik

ceri-cero

dapat

diukur

dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 320 nm.


Spesi reaktif yang dapat menimbulkan reaksi reduksi adalah eaq dan H.
Dalam air eaq dan H akan mengubah ion Ce(IV) menjadi Ce(III) seperti reaksi
berikut:
H + Ce4+ H+ + Ce3+

(2.15)

e_aq + Ce4+ Ce3+ + H2O

(2.16)

H2O2 + Ce4+ H+ + Ce3+ + H2O

(2.17)

G-value Ce(III) jauh lebih kecil dibanding G-value Fe(III), yaitu 2,34,
sedangkan G-value Fe(III) adalah 15,6.
Pengukuran laju dosis radiasi dari suatu iradiator gamma atau elektron
beam menggunakan dosimetri Ceri-cero dapat ditentukan rumus pada
Persamaan (2.6)
D

DOa DOs 100

d 10 G Ce
3

N A 1,602.1012 rad/jam

(2.18)

dengan D

= laju dosis yang dicari dalam rad/jam, Doa= densitas optik

ion Ce (III) setelah sel Ceri-Cero diiradiasi, Dos= densitas optik ion Ce (III)
sebelum sel Ceri-Cero diiradiasi, dan = koefisien ekstinksi molar pada suhu
25C untuk ion Ce (III) atau dosimeter Ceri-Cero setelah diiradiasi dalam
liter/mol.cm. pada grafik densitas optik Vs konsentrasi ion Ce (III), harga
adalah tangen kurva kalibrasi itu;

Berat jenis dosimeter Ceri-Cero dalam gram/mL;

Tebal larutan, yaitu diameter sel Ceri-Cero;

3+

G(Ce )

Jumlah molekul, radikal atau ion Ce4+ yang berubah

menjadi ion Ce3+ untuk setiap absorpsi tenaga radiasi 100 eV. Harga G untuk
ion Ce (III) = 2,34 untuk larutan Cero yang jenuh udara.
NA

Bilangan Avogadro = 6,023 x 1023 molekul/mol,

1 eV

1,602 x 10-12 erg

1 rad :

100 erg/gram

Dalam dosimetri ceri-cero yang pengamatannya menggunakan UV-Vis


spektrofotometer, yang perlu diperhatikan adalah larutan ceri yang akan
diradiasi harus dibuat dalam suasana asam yaitu pada konsentrasi 0,4 M larutan
H2SO4. Untuk meminimalkan kesalahan karena perubahan koefisien ekstingsi
molar akibat proses iradiasi, konsentrasi larutan Ce(IV)-sulfat dibuat antara 0,2
50 mM. Pada saat larutan Ce(IV)-sulfat belum digunakan sebaiknya disimpan
di tempat gelap. Panjang gelombang () yang digunakan untuk pengukuran
dengan UV-Vis spektrofotometer adalah sekitar 320 nm, sedangkan koefisien
ekstingsi molar pada itu adalah 5600 M-1 cm-1.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan ceri atau cero
setelah iradiasi bila akan diukur dengan cara titrasi adalah hal-hal yang terkait
dengan penentuan titrasi redoks. Cerium (IV) sulfat merupakan zat pengoksid
yang sangat kuat, potensial reduksinya dalam asam sulfat 1-8 N pada 25C
adalah 1,430,05 volt. Larutan cerium dapat digunakan hanya dalam larutan
asam, paling baik dalam konsentrasi 0,5N atau lebih tinggi. Selagi larutan
dinetralkan, (cerium (IV) hidroksida, cerium (IV) oksida terhidrasi), atau
garam-garam cerium basa dapat mengendap. Larutan berwarna kuning kuat,

dan dalam larutan panas yang tidak terlalu encer, titik-titik dapat dideteksi
tanpa suatu indikator. Tetapi prosedur ini memerlukan suatu koreksi blanko.
Keuntungan cerium (IV) sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi standar
adalah :
1. larutan cerium (IV) sulfat secara menyolok stabil selama jangka-jangka waktu yang
lama. Larutan ini tak perlu dilindungi dari cahaya, dan bahkan dapat didihkan selama
waktu yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi. Kestabilan
larutannya dalam suasana asam sulfat mempunyai daerah jangkau yang lebar, yaitu 1040 cm3 asam sulfat pekat per liter. Maka jelaslah, bahwa suatu larutan asam cerium (IV)
sulfat mengungguli larutan permanganat dalam kestabilan.
2. Larutan-larutan cerium (IV) dalam dengan konsentrasi 0,1 N warnanya tidak terlalu
jelas. Dalam hal ini pengamatan warna dapat mengaburkan penglihatan ketika
membaca meniskus dalam buret dan alat-alat titrimeter lainnya.
3. Dalam reaksi garam cerium (IV) dalam larutan asam dengan zat-zat pereduksi,
perubahan valensi sederhana.

Ce 4 e Ce 3

(2.19)

4. Bobot ekivalen dalam keadaan itu adalah satu mol. Bila cerium direaksikan dengan
permanganat, mol produk reaksi yang dihasilkan sesuai dengan kondisi eksperimen.
5. Ion cerium (III) tak berwarna, (bandingkan ion mangan (II) yang tak berwarna dari
kalium permanganat, dan ion kromium (III) yang hijau dari kalium dikromat.
6. Cerium (IV) sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna. Ia dapat digunakan dalam
kebanyakan titrasi dalam mana permanganat telah digunakan, dan juga untuk
penetapan-penetapan lainnya.
7. Larutan cerium sulfat paling baik distandarkan dengan arsen (III) oksida atau dengan
natrium oksalat.
Larutan cerium (IV) sulfat dalam asam sulfat encer adalah stabil, bahkan
pada temperatur-temperatur didih. Larutan dalam asam klorida dari garam ini
tidak stabil, karena reduksi menjadi cerium (III) oleh asam tersebut dengan
dibarengi dengan pembebasan klor :
2 Ce 4 2 Cl 2 Ce 3 Cl 2

(2.20)

Reaksi ini berlangsung benar-benar cepat pada pendidihan, maka asam


klorida tak dapat digunakan dalam oksidasi-oksidasi yang memerlukan
pendidihan dengan cerium (IV) sulfat berlebih dalam larutan asam. Jadi asam

sulfat harus digunakan dalam oksidasi demikian. Namun, titrasi langsung


dengan cerium (IV) sulfat dalam medium asam klorida encer (misalnya, untuk
besi (II) dapat dilakukan dengan tepat (akurat) pada temperatur kamar.
Berkenaan dengan ini, cerium (IV) sulfat lebih unggul ketimbang kalium
permanganat. Adanya asam fluorida mengganggu, karena ion fluorida
membentuk kompleks stabil dengan Ce(IV) dan menghilangkan warna larutan.
Pengukuran-pengukuran potensial formal menunjukkan bahwa potensial
redoks dari sistem Ce (IV)-Ce (III) sangat banyak bergantung pada sifat serta
konsentrasi dari asam yang ada, sebagai berikut: H2SO4 1,44 V; HNO3 1,61 V;
HClO4 1,70 V; dan dalam larutan asam perklorat 8 M nilainya adalah 1,87 V.
Telah dipostulatkan atas dasar pengukuran-pengukuran potensial formal, bahwa
Ce (IV) berada sebagai kompleks-kompleks anionik [Ce(SO4)4]4- atau
[Ce(SO4)3]2-, [Ce(NO3)6]2-[Ce(ClO4)6]2-; akibatnya garam-garam padat seperti
ammonium cerium (IV) sulfat 2(NH4)2SO4, Ce(SO4)2, 2H2O dan amonium
cerium (IV) nitrat 2NH4NO3, Ce(NO3)2, 4H2O telah dirumuskan masingmasing sebagai amonium tetrasulatoserat (IV). Indikator yang sesuai untuk
digunakan dengan larutan cerium (IV) sulfat adalah asam N-fenilantranilat,
feroin, dan 5,6-dimetilferoin.
Laju dosis ditentukan dengan cara menghitung jumlah atom Ce(IV) yang
berubah dibagi densitas sel dosimeter dan G-value Ce(III) dan dikali dengan
1,602 x 10-12 erg.

III.

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan:
1. Labu ukur

6. Botol plastik

2. Pipet volume

7. Wadah berdinding gelap

3. Kaca arloji

8. Piknometer

4. Sendok sungu

9. Seperangkat

5. Wadah kaca

spektrofotometer UV-Vis

Bahan yang digunakan:


1. (Ce(SO4)2.4H2O)

3. CTA

2. Aquadest

IV.

LANGKAH KERJA
Preparasi Sampel
Larutan garam Ceri Sulfat (Ce(SO4)2.4H2O) dibuat dengan menimbang sebanyak
5,0670 gram dalam 250 ml larutan H2SO4 0.8 M. Larutan garam ceri sebanyak 25
ml kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik untuk diiradiasi,

sedangkan

sisanya disimpan dengan kondisi tertutup tidak terkena sinar matahari.


Iradiasi cuplikan dan penentuan dosis radiasi
Sampel larutan garam ceri sulfat diiradiasi dengan MBE dan iradiator dengan dosis
40 kGy.
Analisis cuplikan hasil degradasi
Dilakukan analisis untuk mengetahui perubahan akibat iradiasi berdasarkan
perubahan densitas optik dengan Spektrofotometer UV-Vis pada maks 374 nm
serta diukur pula perubahan densitasnya.

V.

DATA PENGAMATAN
Rapat Optik

Absorbansi

Absorbansi

sebelum

setelah

cericero (MBE)

0,987

0,293

365,5

cericero (PAIR)

1,306

0,621

366

No.

Zat

1
2

Densitas
1. M pikno 10 ml =10,9395 g
2. M pikno + aquadest = 21,0981 g
3. M pikno + cericero non irad (MBE) =21,4391 g
4. M pikno + cericero irad (MBE) = 21,5181 g
5. M pikno + cericero irad (PAIR) =21,3517 g
6. M pikno + cericero non irad (PAIR) = 21,4316 g
Dosis CTA MBE = 60,5 kGy
Dosis CTA iradiator PAIR = 22,7 kGy
T air = 30 oC

VI.

PENGOLAHAN DATA

Perhitungan Densitas:

Dengan persamaan di atas maka densitas larutan dapat dihitung dengan hasil sebagai
berikut:
Larutan
aquadest ( 30 C)
Larutan Ce(SO4)2.4H2O
Larutan Ce(SO4)2.4H2O
Larutan Ce(SO4)2.4H2O
Larutan Ce(SO4)2.4H2O

Perhitungan Dosis Radiasi


D

sebelum iradiasi (MBE)


setelah iradiasi (MBE)
sebelum iradiasi (PAIR)
setelah iradiasi (PAIR)

DOa DOs 100

d 10 G Ce
3

Densitas (gr/cm3)
0.995650
1,0291
1,0368
1,0283
1,0205

N A 1,602.1012 rad/jam

Dimana,
A
= selisih rapat optik larutan sebelum dan sesudah proses irradiasi
= koefisien ekstensi molar pada suhu 25oC untuk ion Ce3+
l
= panjang optik (1 cm)
= berat jenis larutan, g/cm3
G
= G value Ce3+ = 2,34
Dosimeter Ceri-cero MBE

(
(

)( )(

)(

)
)

D = 4945585 rad = 49,46 kGy

Persentase Kesalahan Ceri-cero MBE


Dosis terbaca dengan CTA = 60,5 kGy

Dosimeter Ceri-cero PAIR

(
(

)( )(

)
)

)(

D = 3004535 rad = 30,04 kGy


Persentase Kesalahan Ceri-cero PAIR
Dosis terbaca dengan CTA = 22,7 kGy

VII.

PEMBAHASAN
Dosimeter kimia pada prinsipnya adalah suatu bahan atau zat yang dapat
memberi tanggapan yang dapat diukur jika bahan atau zat tersebut dikenai radiasi
pengion. Salah satu jenis dosimeter kimia adalah dosimeter ceri-cero. Perubahan
yang terjadi saat dosimeter ceri-cero dikenai radiasi adalah reaksi reduksi ion Ce4+
oleh radiasi pengion menjadi ion Ce3+. Proses reaksi reduksi berlangsung melalui
tahapan berikut:
e aq + H+

H.

H. + O2

HO2.

HO2. + Ce4+

Ce3+ + H. + O2

H2O2 + Ce4+ Ce3+ + HO2. + H+


Dosimeter jenis ceri-cero juga dapat dipakai sebagai dosimeter standar
dalam pengukuran radiasi gamma dosis tinggi. Dosimeter ceri-cero sulfat untuk
mengukur dosis tinggi dengan jangkauan 10-1000 KGy sudah umum digunakan
dalam proses radiasi.
Larutan ceri sulfat dibuat menggunakan reagen Ce(SO4)2.4H2O, H2SO4 dan
H2O2 30 % yang dilarutkan dalam pelarut tridest. Dosimeter ceri-cero telah
ditetapkan oleh ICRU sebagai dosimeteracuan karena cukup stabil sebelum dan
sesudah irradiasi serta memiliki ketelitian yang sangat baik.
Apabila larutan ceri-cero sulfat disinari dengan gamma dosis tinggi, maka
akan terjadi proses reduksi ion ceri (Ce4+) menjadi ion cero (Ce3+). Semakin besar
dosis radiasi, semakin banyak pula ion ceri yang tereduksi menjadi cero, sehingga
akan terdapat perbedaan jumlah ion cero pada larutan yang diradiasi dengan larutan
yang tidak diradiasi. Perubahan kerapatan optis pada dosimeter ceri-cero yang
menerima paparan radiasi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang tidak lebih dari 374 nm.
Setelah dilakukan pengukuran absorbansi, kedua dosimeter ceri-cero yang
diiradiasi baik dengan MBE maupun irradiator gamma mengalami penuruna
absorbansi. Penurunan absorbansi menunjukkan kadar Ce4+ yang berkurang setelah
diiradiasi, karena ion Ce4+ bereaksi dengan radikal membentuk Ce3+ . Nilai
absorbansi ini kemudian digunakan untuk menghitung dosis radiasi berkas
elektron.

Dari hasil perhitungan diperoleh dosis yang teserap oleh dosimeter ceri-cero
di MBE PSTA adalah 49,46 kGy, sedangkan untuk dosimeter dari iradiator gamma
PAIR adalah 30,04 kGy. Kedua nilai tersebut berbeda dengan dosis yang terbaca
pada dosimeter CTA sehingga menghasilkan persentase kesalahan 18,2 % untuk di
MBE dan 32,3 % untuk iradiator gamma. Hal ini disebabkan karena :
1.

Penempatan dosimeter CTA dan Dosimeter Ceri - Cero pada conveyor MBE
dan iradiator gamma diletakkan pada tempat yang berbeda. Hal ini sangat
mempengaruhi dosis yang diterima masing masing Dosimeter karena
ketidakseragaman dosis di sepanjang window.

2.

Adanya kandungan pengotor dalam larutan dalam proses pembuatannya atau


alat alat yang digunakan tidak steril. Larutan Ceri- cero sulfat lebih peka
terhadap pengotor daripada dosimeter fricke. Jadi, dalam proses pembuatannya
sangat memerlukan kebersihan alat dan kemurnian reagen yang sangat tinggi.

3.

Penggunaan panjang gelombang yang kurang sesuai dalam pengukuran dengan


spektrofotometer UV-Vis. Pada literatur disebutkan bahwa pengukuran
absorbansi larutan dosimeter ceri cero dilakukan pada panjang gelombang
320 nm. Namun pada praktikum yang dilakukan, digunakan panjang
gelombang sebesar 366 nm.

VIII. KESIMPULAN
1. Prinsip dasar dosimeter fricke adalah reduksi ion Ceri (Ce4+) menjadi ion Cero
(Ce3+) oleh radikal radikal reduktor. Dan banyaknya ion Cerri yang tereduksi
berbanding lurus dengan dosis yang diserap oleh larutan Dosimeter. Sehingga
Dosis radiasi dapat diukur melalui metode ini.
2. Dosis radiasi yang terukur oleh Dosimeter Ceri cero di MBE PSTA sebesar 49,46
kGy dengan persentase kesalahan 18,2 %.
3. Dosis radiasi yang terukur oleh Dosimeter Ceri cero di Iradiador gamma PAIR
sebesar 30,04 kGy kGy dengan persentase kesalahan 32,3 %.
4. Perbedaan dosis yang terukur disebabkan ketidakseragaman dosis pada MBE,
pembuatan larutan dosimeter yang kurang memenuhi standar, dan pemilihan
panjang gelombang yang kurang tepat pada pengukuran dengan UV-Vis.

10

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Christina, Maria dkk. 2008. Dasar-Dasar Kimia Radiasi, Percobaan-Percobaan,
Dan Contoh Aplikasinya. Yogyakarta: STTN-BATAN
2. Thamrin, M.Thoyib; Akhadi. Mukhlis. 1997. Dosimetri gamma dosis tinggi
dalam kegiatan industri. Jakarta. Pusat Standardisasi dan Penelitian
Keselamatan Radiasi Badan Tenaga Atom Nasional

Yogyakarta, 2 Januari 2015


Asisten,

Maria Christina P., S.ST. M.Eng

Praktikan,
Anas Fahmi Imron
Nimas Agustina P.
Riko Iman Decamarta

11

Anda mungkin juga menyukai